Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Salah satu keunikan Al-qur’an ialah segi metode pengajaran dan penyampaian

pesan-pesannya kedalam jiwa manusia. Metode Al-qur’an menyampaikan pesan-

pesan tersebut adalah metode yang paling singkat, mudah dan jelas. Salah satu

metode pengajaran Al-qur’an yakni penyampaian melalui ungkapan masal

(perumpamaan; jamaknya amsal) dalam hal-hal yang mendasar dan bersifat abstrak.

Metode tersebut dapat kita temukan, misalnya ketika Al-qur’an menjelaskan keesaan

Tuhan dan orang-orang yang mengesakan Tuhan, Tentang kemusyrikan dan orang-

orang musyrik, tentang sikap dan kenyataan-kenyataan yang akan dihadapi dan

dialami orang-orang bertauhid dan yang musyrik, serta mengenai perbuatan-

perbuatan mulia pada umumnya. Hal-hal tersebut diungkapkan melalui

perumpamaan-perumpamaan yang bersifat konkret. Metode ini dimaksudkan

menjelaskan dan menegaskan makna pesan yang terkandung di dalamnya.1

Dengan menggunakan perumpamaam berbentuk konkret tesebut, para

pendengar dan pembaca Al-qur’an akan merasakan seolah-olah pesan yang

disampaikan Al-qur’an itu terlihat secara langsung. Oleh karena itu makna amsal

dalam Al-qur’an dapat mendorong jiwa untuk menerima makna yang dimaksudkan

dan membuat akal merasa puas dengannya.

1
Rahman Dahlan, Kaidah-kaidah Penafsiran Al-Qur’an Disusun Berdasarkan Al-Qawaid Al-
Hisan li Tafsir al-Qur’an Li As-Sa’di, (Cet.II; Bandung: Penerbit Mizan, 1998), h. 156
1

Perumpamaan-perumpamaan dalam Al-qur’an di kategorikan kedalam

kelompok kisah yang bersifat kesusastraan murni, sebab perumpamaam merupakan

salah satu cara yang baik untuk menyatakan suatu pikiran dalam bentuk kesusastraan

Arab. Oleh karenanya, dalam pengungkapan suatu pikiran, baik dalam bentuk berita,

perintah dan larangan maupun dalam bentuk nasehat-nasehat, Al-qur’an menempuh

berbagai cara dalam mengantar manusia kepada kesempurnaan kemanusiannya.

Antara lain dengan mengemukakan kisah paktual atau simbolik, atau perumpamaan-

perumpamaan.2

Al-Hakim At-Turmuzi mengatakan dalam mukaddimanya bahwa,

perumpamaan merupakan contoh-contoh hikmah bagi yang tidak terjangkau oleh

pendengaran dan penglihatan; untuk memberikan hidayah pada jiwa-jiwa dengan apa

yang diketahuinya.

Bagian dari pengaturan Allah bagi hamba-hambanya adalah menciptakan

perumpamaan bagi mereka dari diri mereka sendiri, dan untuk memenuhi kebutuhan

mereka kepadanya; agar mereka memikirkannya hingga mengetahui apa yang tidak

terjangkau oleh penghilatan pendengaran mereka yang bersifat sahiriyah. Maka

barang siapa berfikir akan perumpamaan yang Allah swt. Sebutkan dalam kitab-nya,

maka sungguh menjadi orang yang alim,3 yang dengannya seseorang dituntut untuk

2
Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Pesan, Kesan, dan Cahayanya, (Cet.I; Bandung:
Penerbit Mizan, 1996), h. 9
3
Abi ‘Abdillah Muhammad bin ‘Ali Al-Hakim At-Turmuzi, Al-Amsal min Al-Kitab wa As-
Sunnah, (Cet. I; BairutLibanon: Muassasah Al-Kutub As-Saqafiyyah, 1409 H)Alih bahasa dalam edisi
Indonesia dengan judul, Perumpamaan-perumpamaan dalm al-Qur’an dan As-Sunnahi oleh Ibnu
Ibrahim di tahiq oleh Mustafa ‘Abdul Qadir ‘Ata’. (Cet.I; Jakarta: Pustaka Azzam, 2000), h. 28
2

mengetahuinya bila hendak ingin menggali kandungan Al-qur’an dengan baik.

Firman Allah dalam QS. Al-Ankabut, 29: 43.

        




“Dan perumpamaan-perumpamaan ini kami buat untuk manusia; dan tiada

memahaminya kecuali orang-orang berilmu”.(Al-Ankabut: 43).

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah yang sangat sederhana ini, penulis mengangkat tiga rumusan

masalah yaitu:

1.Apa definisi Amsal Al-qur’an ?

2.Bagaimana bentuk-bentuk Amsal dalam Al-qur’an ?

3.Apa paedah dan hikmah Amsal di dalam Al-qur’an ?


3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Amsal

Kata Amsal berasal dari kata masal yang terdiri dari mim, sin, dan lam, yang

mengandung makna “perbandingan antara sesuatu dengan sesuatu lainnya,atau

yang ini seperti itu”. Namun disini penulis mencoba mengungkapkan pengertian

Amsal Al-qur’an secara etimologis dan terminologis serta beberapa pandangan para

Ulama dan penulis sendiri.

Secara etimologis kata Amsal adalah bentuk jamak dari kata masal dan kata

misal yang berarti misal. Perumpamaan, sesuatu yang menyerupai dan bandingan.

Sedangkan secara terminologis, Amsal adalah suatu ungkapan perkataan yang

dihikayatkan dan sudah populer dengan maksud menyerupakan keadaan yang

terdapat dalam perkataan itu dengan keadaan sesuatu yang karenanya perkataan itu

diucapkan.4

Sayyid Qutb menyatakan bahwa amsal dalam Al-qur’an merupakan sarana

untuk menggambarkan kondisi bangsa-bangsa pada masa lampau dan untuk

menggambarkan akhlaknya yang sudah sirna. Seseorang penyair Zuhair dan

Nabighah adz-Dzibyani. Seperti dikutip Ahmad Hasimi. Menyatakan bahwa amsal

biasanya digunakan untuk sesuatu keadaan sesuatu kisah yang hebat. Masal adalah

menonjolkan sesuatu makna yang abstrak kedalam bentuk indrawi agar menjadi

indah dan menarik.


4
1.Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Al-Qur’an, ( Cet.1;Jakarta:Dana Bhakti Prima
Yasa 1998)
4

Zamakhyari telah mensyaratkan akan ketiga arti ini dalam kitabnya, al-

kasysyaf, ia berkata: Amsal menurut asal perkataan mereka berarti al-misl dan an-

nasir (yang serupa, yang sebanding). kemudian setiap perkataan yang berlaku,

popular, yang menyerupakan sesuatu (orang, keadaan dan sebagainya) dengan murid

atau apa yang terkandung dalam perkataan itu disebut masal. Mereka tidak

menjadikan sebagai masal yang layak diterima dan dipopulerkan kecuali perkataan

yang mengandung keanehan dari beberapa segi. Dan katanya lebih lanjut. “masal”

dipinjam (dipakai secara pinaman) untuk menunjukkan keadaan .sifat atau kisah jiga

ketiganya dianggap penting dan mempunyai keanehan.

Amsal merupakan sebuah konsep tertentu yang memiliki khususan tersendiri,

dan konsep Amsal itu merupakan bentuk majaz yang selanjutnya sebagai pembangun

seni puitik secara umum. Amsal merupakan bentuk lain dari perbandingan yang

pemakainnya terpengaruh oleh pemakaian dalam Al-qur’an.5

Para kritikus sastra semenjak era Abu ‘Ulbaidah (w. 207/822) dan Al-Jahiz

(w. 255/868) menetapkan bahwa masal atau tamsil sebagai konsep-konsep ilustrasi

puitik sama seperti halnya dengan tasybih, yang dalam sastra dan puisi Arab klasik

tidak saja mempunyai fungsi membuat obyek ungkapan semakin indah dan sarih atau

jelas, namun tamsil pun juga demikian. Persamaannya bahwa kedua tersbut sama-

sama berbicara mengenai perumpamaan dan penyerupaan. Sedangkan perbedaannya

terletak pada cakupan dari dua istilah tamsil dengan tasybih. Menurut Al-Jurjani (w.

5
Nur Kholis Setiawan, Al-Qur’an Kitab Sastra Tebesar; (Cet. I; Yokyakarta: El Saq Press,
2005), h.234
5

471/ 1078), perbedaanya adalah: Tasybih lebih umum cakupannya sehingga setiap

tamsil adalah tasybih, tapi tidak setiap tasybih merupakan tamsil.6

Pada sisi lain (sebagaimana kutipan Dr. Mardan dari kitab Min Ma’ani al-

Qur’an li ‘Abdurrahman Fuad), bahwa ada juga yang melihat perbedaan keduanya

pada aspek penekanan dan pemaknaannya dalam Al-qur’an. Kata tamsil bisa

bermakna prumpamaan, juga bisa di artikan perbandingan. Sedangkan tasybih hanya

bisa di artikan perumpamaan atau penyerupaan saja. Kemudian tamsil di gunakan

untuk menunjukkan perumpamaan kepada hal-hal sifatnya non material. Sedangkan

kata tasybih di gunakan untuk menunjukkan perumpamaan dan penyerupaan kepada

hal-hal yang sifatnya material.

Sehingga beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Amsal qur’an tidak

dapat diartikan dengan arti etimologis. Asy-Syabih dan an-nasir. Juga tidak dapat

diartikan dengan pengertian yang disebutkan dalam kitab-kitab dalam kebahasan

yang dipakai oleh para pengubah Amsal-amsal, sebab Amsal Al-qur’an bukanlah

perkataan-perkataan yang dipergunakan untuk menyerupakan sesuatu dengan isi

perkataan itu. Juga tidak dapat diartikan dengan arti Amsal menurut ulama bayan,

karena diantara Amsal qur’an ada yang bukan istiarah dan penggunaanya pun tidak

begitu popular. Oleh karena itu maka definisi terakhir lebih cocok dengan pengertian

Amsal qur’an, yakni menonolkan makna dalam bentuk (perkataan) yang menarik dan

padat serta mempunyai pengaruh mendalam terhadap jiwa, baik berupah tasybih atau

perkataan bebas (lepas, bukan tasybih).

6
Nur Kholis Setiawan, op.cit., h. 236-237
6

Ibnu Qayyim mendefinisikan Amsal qur’an dengan menyerupakan sesuatu

dengan sesuatu yang lain dalam hal hukumnya, dan mendekatkan sesuatu yang

abstrak ( ma’qul) dengan yang indrawi (kongkrit mahsus), atau mendekatkan salah

satu dari dua maksud dengan yang lain dan menganggap salah satu sebagai yang

lain.7

Yang dimaksud adalah penyerupaan sesuatu keadaan dengan keadaan yang

lain, demi tujuan yang sama, yaitu pengisah menyerupakan sesuatu dengan aslinya.

Contohnya; “rubbah ramiyah min ghairi ramin”, maksudnya berapa banyak musibah

diakibatkan oleh kekalahan pemanah. Orang yang pertama mengatakan seperti ini

adalah Hakam binYaghuts Al-Naqri, membuat perumpamaan orang yang salah

dengan musibah walaupun kadang-kadang benar.

Menurut pendapat lain: Amsal Al-qur’an adalah menampakkan pengertian

yang abstrak dalam ungkapan yang indah. Singkat dan menarik yang mengena dalam

jiwa, baik dalam bentuk tasybih maupun majaz mursal.8

Dari beberapa pengertian diatas maka penulis mengambil kesimpulan bahwa

Amsal Al-qur’an suatu perumpamaan atau ungkapan-ungkapan dengan gaya yang

indah yang diberikan oleh Allah swt melalui Al-qur’an berapa ungkapan yang

singkat, jelas dan padat untuk dijadikan sebagai teladan yang baik dalam rangka

meningkatkan iman kita kepada Allah swt.

B. Bentuk-bentuk Amtsal dalam Al-Qur’an


7
Syaikh Manna Al-Qaththan, Studi-Studi Islam al-Qur’an (Cet.1II; Bogor Timur: Pustaka
litera Antar Nusa 1996). h. 40
8
Ahmad Syadili. Ulumul Qur’an (Cet.1; Bandung:Pustaka Setia. 1997). H. 35
7

Adapun orang pertama yang menyusun ilmu Amsal ialah Syaikh

Abdurrahman Muhammad bin Husain An-Naisaburi, kemudian Imam Abu Hasan bin

‘Ali bin Muhammad Al-Mawardi, Ibnu Kayyim Al-Jauziyah dan Imam Jalaluddin

As-Syuti.9

Menurut Manna’ Al-Qattan dalam kitabnya (mabahisu fii ulumul Qur’an)

Amsal Al-qur’an tebagi tiga macam, Amsal musarrahah, Amsal kaminah dan Amsal

mursalah.10

1. Amsal musarrahah

Amsal musarrahah ialah yang didalamnya dengan lafazh masal atau sesuatu

yang menunjukkan tasybih (penyerupaan).Amsal ini seperti banyak ditemukan dalam

Al-qur’an, dan berikut ini beberapa diantaranya :

a. Tentang orang munafik;

        


          
          
       
        
         
         
      

“Perumpamaan (masal)mereka adalah seperti orang yang menyalakan api,


maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allalah menghilangkan cahaya (yang
menyirani) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.
Mereka tili, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (kejalan yang
benar) .atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai

9
Ahmad Syadali, Ahmad Rafi’I, Ulumul Qur’an II, Cet. II; Bandung: Pustaka Setia, 2000),
h. 35
10
Manna Khalid al-Qattam,op cit.,44
8

gelap gulita, gurah dan kilat…sampai dengan Sesungguhnya Allah berkuasa atas
segala sesuatu”. (Al-Baqarah:17-20).11

Didalam ayat-ayat ini Allah membuat dua perumpamaan (masal) bagi orang

munafik. Masal yang berkenan dengan api. Karena didalam api terdapat unsur

cahaya. dan masal yang berkenan dengan air (ma’i) atau seperti) orang-orang yang

ditimpa) hujan lebat dari langit…”karena didalam air terdapat materi kehidupan dan

wahyu yang turun dari langit bermaksud untuk menerangi hati dan

menghidupkannya. Allah menyebutkan juga kedudukan dan fasilitas orang munafik

dalam dua keadaan. Disatu sisi mereka bagaikan orang yang menyalakan api untuk

penerangan dan kemanfaatan, mengingat mereka memperoleh kemanfaatan materi

dengan sebab masuk Islam. Namun di sisi Islam tidak memberikan pengaruh “Nur-

nya terhadap hati mrereka. Karena Allah menghilangkan cahaya (nur) yang ada

dakam api itu, “Allah menghilangkan cahaya (yang menyirani) mereka dan

membiarkan unsur “membakar” yang ada padanya. Inilah perumpamaan mereka yang

berkenaan dengan api.

Mengenai masal mereka yang berkenan dengan air (ma;i) Allah

menyerupakan mereka dengan keadaan orang ditimpa hujan lebat yang disertai gelap

gulita, guruh dan kilat, sehingga terkoyaklah kekuatan orang itu dan ia meletakkan

jari jemari untuk menyumbat telinga bahwa qur’an dengan segala peringatan, perintah

larangan dan kitabnya bagi mereka tidak ubahnya dengan petir yang turun sambar

menyambar.

11
Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu AL-Qur’an ( Cet.III; Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2008) h. 356
9

b. Allah juga menyebutkan dua macam masal air, (ma’i) dan api (nar), misalnya

Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-

lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang menggembleng. Dan

dari (benda) yang mereka lebur dalam api. Untuk di buat perhiasan dan barang-

barang keperluan lain. Terdapat pula buih seperti itu. Begitulah Allah membuat

perumpamaan kebenaran dan kepalsuan. Adapun buah itu bilang bagai barang yang

tiada berharga, sedang apa yang berguna kepada manusia tinggal tetap di muka bumi.

Demikian Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.12 (Ar-Rad (13): 17).

Wahyu yang diturunkan Allah dari langit untuk kehidupan hati diserupakan

dengan air hujan yang diturunkan untuk kehidupan di bumi dengan tumbuh-

tumbuhan. Dan hati diserupakan dengan lembah. Arus air yang mengalir di lembah,

membawa buih dan sampah. Begitupula hidayah dan jika bila mengalir di hati akan

berpengaruh terhadap nafsu sahwat, dengan menghilangkannya. Inilah matsal ma’i

dalam firman-nya,” dia telah menurunkan air hujan dari langit….”

Demikianlah Allah membuat masal bagi yang hak dan yang bathil.

2. Amtsal kaminah /tersembunyi

Amsal kaminah ialah perumpamaan yang tidak disebutkan dengan jelas lafazh

tamsil, tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam reaksinya

singkat padat, dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang

serupa dengannya.13 Contohnya :

12
Fahruddin, Ensiklopedia Al-Qur’an Jilid III (Cet.I; Jakarta: PT. Rineka Cipta.1992), h. 284
13
Manna Al-Qaththan op.cit. h.358
10

a. Ayat-ayat yang senada dengan ungkapan “sebaik-baik perkara adalah yang tidak

berlebihan, adil, dan seimbang.” yaitu:

Contoh QS. Al-Baqarah (2) : 68

          


Sapi betina yang tidak tua dan tidak mudah : pertengahan antara itu…….

b. Ayat yang senada dengan ungkapan “orang yang mendengar itu tidak sama dengan

yang menyaksikannya sendiri.”

Contoh QS. Al-Baqarah (2): 260

           


Allah berfirman : Apakah kamu belum percaya? “Ibrahim menjawab: “aku

telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku bertambah tetap hati saya (dengan

imanku)”

c. Ayat yang senada dengan ungkapan “seperti yang kamu telah lakukan, maka

seperti itu kamu akan di balas.”

Contoh QS. An-Nisa (4) 123

         


           

“Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan


dengan kejahatan itu.

d. Ayat yang senada dengan ungkapan “orang mukmin tidak akan masuk dua kali

lubang yang sama.”

Contoh QS. Yusuf (12) 64

           
       
11

“Bagaimana aku mempercayakannya (bunyamin) kepadamu, kecuali seperti


aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepadamu dahulu.”

3. Amtsal Mursalah / ungkapan bebas

Mursalah adalah kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan dengan

lafazh tasybih secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai masal.

Secara selintas, ciri utamanya adalah sama dengan ciri utama peribahasa

ungkapan atau kalimatnya ringkas, berisikan perbandingan, perumpamaan, nasehat,

perinsip hidup, atau aturan tingkah laku.

Ada beberapa contoh:

         
 
Katakanlah: “tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing.”
(Al-Isra’: 84

Menurut Al-Qutbi, ayat di atas berfungsi sebagai Amsal yang

membandingkan antara sikap orang yang istiqamah dengan orang yang tidak punya

pendirian.14

Menurut Al-Qutubi Amsal Al-qur’an terbagi dalam empat bentuk, yaitu:

1)Amsal Al-Kissah; seperti perumpamaan yang ada relevansinya dengan hal-hgal

yang gaib yang sulit dijangkau oleh akal manusia. Dengannya, Allah menggambarkan

dalam bentuk kisah, agar mudah dipahami oleh manusia. Misalnya, dalam QS Ar-

Ra’ad, 13:35.

          


          
  
14
Mardan, al-Qur’an: Sebuah Pengantar Memahami al-Qur’an Secara Utuh, (Cet.1; Jakarta:
Pustaka Mapan, 2009), h.177
12

Perumpamaan syurga yang di janjikan kepada orang-orang yang taqwa ialah


(seperti taman); mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tak henti-henti
sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang
yang bertaqwa, sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka. (QS
Ar-Ra’ad: 35).
2) Amsal lil Hal; yaitu perumpamaan dalam bentuk menggambarkan keadaan sesuatu

(atau manusia) dengan yang lainnya. seperti dalam QS Al-Baqarah, (2)17.

        


        
Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka
setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (Yng menyinari)
mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. (QS Al-
Baqaragh:17)

3). Amsal Al-Wasfi; yaitu perumpamaan yang menggambarkan sifat yang di

serupakannya itu. Seperti dalam QS An-Nahl, 16:60

         


    
Orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai sifat
yang buruk; dan Allah mempunyai sifat yang maha tinggi; dan di-alah yang maha
perkasa lagi mnaha bijaksana (QS An-Nahl:60

4) Amsal Al-I’tibar: yaitu perumpamaan yang menunjukkan sifat ketakjubkan

terhadap sesuatu. Misalnya penggambaran kekuasaan Allah dan kebesaranya dalam

menciptakan mulai dari makhluk terkecil sampai kepada yang terbesar. Firmannya

dalam QS Az-Zukhruf, 43: 59.

        


 
Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang kami berikan kepadanya nikmat
(kenabian) dan kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk bani
Israil. (QS. Az-Zukhruf,59).
13

Menurut Al-Qurtubi, ayat di atas menjelaskan tentang bukti kekuasaan Allah

yang telah menciptakan ‘Isa a.s. (tanpa ayah, kemudian di berikan kepadanya

mukjizat berupa menghidupkan orang mati, menyembuhkan penyakit belang dan

penyakit buta) dimana tak satu makhluk pun yang dapat menandingi terlebih lagi

membuat ciptaan serupa dengan-nya.15

Para Ulama berbeda pendapat tentang ayat-ayat yang mereka namakan Amsal

mursalah ini, apa atau bagaimana hukum mempergunakannya sebagai matsal? Dalam

uraian ini ada dua pendapat:

a. Pendapat pertama mengatakan bahwa orang yang mempergunakan amtsal mursalah

telah keluar dari adab Al-qur’an. Alasannya adalah karena Allah menurunkan Al-

qur’an bukan untuk dijadikan masal tetapi untuk direnungkan dan di amalkan isi

kandungannya. Salah satu contoh Amsal mursalah dalam Al-qur’an yang menjadi

kontraversi dalam penggunan Amsal mursalah adalah ayat yang berbunyi:

‫لكم دينكم ويل دين‬


“Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”

Ayat ini dapat di jadikan sebagai matsal ketika mereka saling meninggalkan

satu sama lain (karena berselisih), padahal ini tidak dibenarkan. Sebab Allah

menurunkan Al-qur’an bukan untuk dijadikan masal, tetapi untuk direnungkan dan

kemudian diamalkan isi kandungannya.”16

15
Mardan, op.cit.,h. 180
16
Ibid
14

b. Pendapat kedua mengatakan bahwa tidak ada halangan bila seorang

mempergunakan qur’an sebagai matsal dalam keadaan sungguh-sungguh. Misalnya

ada seorang di ajak untuk mengikuti ajaraanya, maka ia bisa menjawab

bagimu agamamu bagiku agamaku.

C. Faedah dan Hikmah Amsal dalam Al-qur’an

Dalam Al-qur’an terdapat beberapa ayat yang bisa dijadikan petunjuk

mengenai apa paedah dan kegunaan Amsal itu, diantaranya al-Hasyr (59); 21 supaya

manusia berfikir, Al-Ankabut (29): 43, orang-orang berilmu menggunakan akal untuk

menganalisisnya, dan Al-Zumar (39): 27 supaya manusia bersikir ada kesamaan yang

bisa terlihat dalam ayat itu yaitu bahwa Amsal itu untuk manusia. Kemudian terlihat

pula tiga fungsi jiwa manusia yang terkait dengan Amsal yaitu, yatafakkar, ya’qil

dan yatasakkar ini menunjukkan saat-saat tertentu. Manusia berfikir. Amsal yang

terdapat dalam Al-qur’an bisa menjadi sasaran pemikirannya. Disaat lain Amsal bisa

menjadi sasaran analisis atau bahan untuk analisis. Dan disaat lain lagi Amsal

membimbing seeorang berzikir.17

Berikut ini di paparkan beberapa riwayat dan pendapat Ulama yang

menjelaskan keutamaan Amsal Al-qur’an :

Pertama, riwayat yang diceritakan oleh Imam Al-Baihaqi dari Abu Hurairah

yang berkata, “Rasulullah Saw. Bersabda, ‘sesungguhnya Al-qur’an itu turun dengan

lima kandungan (pokok), yaitu: halal, haram, muhkam, mutasyabih, dan Amsal.

17
Jalaluddin Al-Syuti, Al-Itqam fi Ulum Al-Qur’an Jas I I, (Bairut Dar al-fikr,t.th
15

Maka, kerjakan yang halal, jauhilah yang haram, ikuti yang muhkam, yakinilah yang

mutasyabih, serta ambillah pelajaran dari Amsal (perumpamaan-perumpamaan).”18

Kedua, pendapat Al-Mawardi yang berkata,” diantara ilmu Al-qur’an yang

terbesar adalah ilmu Amsal-nya. Sayangnya, banyak manusia yang lalai dengan Al-

qur’an karena sibuk dengan Amsal dan lupa dengan al-matsulat (objek

perumpamaan). Pada hal, perumpamaan tanpa pelaku bagaikan kuda tanpa kendali,

atau seperti unta tanpa tali kekang.” Lebih dari itu, ulama lainnya mengungkapkan

bahwa Imam Al-Syafi’I menganggap Amsal sebagai salah satu ilmu Al-qur’an yang

wajib di ketahui oleh seorang mujtahid. Dia mengatakan bahwa seorang mujtahid

harus memahami Amsal dalam Al-qur’an. Sebab, hal itu akan semakin mempertegas

keharusan untuk menaati-nya dan menjauhi maksiat kepada-nya.

Ketiga, pendapat Syaikh ‘Izuddin ibn ‘Abd Al-Salam yang berkata,

“sesungguhnya Allah Swt. Membuat perumpamaan dalam Al-Qur’an sebagai

pengingat dan nasehat (tadzkiran wa wa’zha ). Adapun perumpamaan yang

mengandung perbedaan pahala, kehancuran amal perbuaan, pujian, celaan, atau apa

pun yang sejenisnya menunjukkan adanya penetapan beberapa hukum (ahkam).”

Al-Qattan menunjukkan beberapa faedah Amsal Al-qur’an di maksudkan

untuk memudahkan penggunaanya; yaitu:

1. menampilkan sesuatu yang ma’qul (abstrak) kedalam bentuk yang konkrik

sehingga dapat dirasakan atau mudah dihayati oleh manusia. Misalnya Allah

18
Muhammad Ibnu Alawi Al-Maliki, Samudra Ilmi-ilmu Al-Qur’an (Cet. I; Bandung: PT
Mizan Pustaka,2003), h.246
16

membuat Amsal bagi keadaan orang yang memanfaatkan harta dengan riya’ seperti

Amsal pada QS. Al-Baqarah (2) : 264

        


           
   

Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian

batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah)

2. mengungkapkan hakekat-hakekat sesuatu yang tidak nampak seakan-akan sesuatu

yang tampak atau teransparansi menadikan yang gaib seakan langsung dapat

disaksikan. Seperti Amsal pada QS. Al-Baqarah (2) :275

        


 
“Mereka yang memakan (mengambil riba) tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan penyakit gila).

3. menghimpun makna yang menarik dan indah dalam satu ungkapan yang padat,

seperti Amsal kaminah dan amsal mursalah dalam ayat-ayat di atas.

4. mendorong orang yang diberi masal untuk berbuat sesuai dengan isi masal, jika ia

merupakan sesuatu yang disenangi jiwa. Seperti Amsal QS. Al-Baqarah (2) 261

        


          
      
“perumpamaan (nafkah yang di keluarkan oleh) orang-orang tyang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupah dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir: seratus biji. Allah melipatgandakan
(ganjaran) bagi siapa yang kehendaki. Dan Allah maha luas lagi maha mengetahui.”19

19
Lihat Manna Al-Gathtan, op.cit., h.361
17

Dan adapun hikmah dari konsep uslub amsal /perumpamaan yang di tuangkan

oleh Allah swt. Dalam kitab suci-nya, adalah:

1.Dengan menggunakan perumpamaan bentuk konkrit, para pendengar dan pembaca

Al- qur’an akan merasakan seolah-olah pesan yang di sampaikan Al-qur’an itu

terlihat secara langsung. Oleh karena itu makna Amsal dalam Al-qur’an dapat

mendorong jiwa untuk menerima makna yang di maksudkan dan membuat akal

merasa puas dengannya.

2. Amsal Al-qur’an terkandung suatu ‘ibrah atau pembelajaran yang mengantar

manusia kepada kesempurnaan kemanusiaannya. Maka barang siapa berfikir akan

perumpamaan yang Allah swt. Sebutkan dalam kitabnya, maka sungguh menjadi

orang yang ‘alim, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hasyr, 59:21

       


        
  
Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya
mereka berfikir. (QS. Al-Hasyr: 21)

3. Hidup di dunia ini adalah pilihan. Allah swt. Membuat semacam perumpamaan

dengan konsep amsal untuk menunjukkan kepada kita akan sebuah pilihan yang

terbaik bahwa betapa meruginya orang yang mengikuti hawa nafsunya untuk

mengingkari perintah dan larangannya. Seperti kehidupan yang telah dialami umat-

umat terdahulu, baik dalam hubungannya dengan sifat-sifat baik maupun yang buruk,

di maksudkan sebagai cerminan bagi kehidupan umat manusia secara umum,

khususnya umat Islam, hendaknya membaca, menghayati dan mentadabbur


18

kandungannya yang simbolik, sebagai pelajaran yang amat berharga menuju insan

kaffah bi makarim al-Akhlak

Jadi mengenai ciri Amsal secara khusus dan terperinci belum di temukan

dalam kitab-kitab Ulumul qur’an. Namun, dari beberapa keterangan yang ada, penulis

dapat merumuskan beberapa ciri Amsal. Pertama, Amsal mengandung penjelasan

atas makna yang samar atau abstrak sehingga menjadi jelas, konkret, dan berkesan.

Kedua, Amsal memiliki kesajajaran antara situasi-kondisi perumpamaan yang

dimaksud dan padanannya. Ketiga, ada keseimbangan (tawazun) antara

perumpamaan dan keadaan yang dianalogikan.


19

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan urain di atas, maka penulis mengangkat beberapa kesimpulan

sebagai berikut:

1. Amsal Al-qur’an adalah suatu perumpamaan atau ungkapan-ungkapan dengan

gaya yang indah yang di berikan oleh Allah swt melalui Al-qur’an berapa

ungkapan yang singkat, jelas dan padat untuk dijadikan sebagai teladan yang

baik dalam rangka meningkatkan iman kita kepada Allah swt.

2. Dalam memahami Amsal ada tiga yaitu: Amsal musarrahah, Amsal kaminah,

dan Amsal mursalah.

3. Amsal Al-qur’an menunjukkan beberapa faedah untuk memudahkan

penggunaannya yaitu: menunjukkan sesuatu yang ma’qul kedalam bentuk

yang konkrit sehingga dapat dirasakan atau mudah dihayati oleh manusia,

mengungkapkan hakekat-hakekat dan mengemukakan sesuatu yang tidak

tampak seakan-akan tampak atau transparansi menjadikan yang gaib seakan

langsung dapat disaksikan, memberi motivasi hal-hal yang disenangi.


20

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qattan, Manna Khalil Mahabuis fi Ulumul Al-Qur’an, Cairo;


MaktabahWahbah,1997

…………, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Cet. III; Bogor; Pustaka litera Antar Nusa
1996

Dahlan, Abd Rahman, Kaidah-Kaidah Penafsiran al-Qur’an Di susun berdasarkan


Al- Qawaid Al-Hisan li Tafsir al-Qur’an li As-Sa’di, Cet.II; Bandung:
Penerbit Mizan, 1998.

Darmawati, Risalah: Amsal al-Qur’an al- Karim (Dirasah Tahliliyah Balaghiyah),


Makassar: Fakultas Adab UIN Alauddin, 2001

Al-Qattan, Syaikh Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Cet. III; Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2008

Chirzin, Muhammad, Al-Qur’an dan Ulumul Al-Qur’an, Cet.I; Jakarta:Dana Bhakti


Prima Yasa,1998

Fahruddin, Ensiklopedia AL-Qur’an Cet. III; Jakarta: Rineka Cipta 1992

Mardan, Al-Qur’an: Sebuah pengantar Memahami al-Qur’an Secara Utuh, Cet. I;


Jakarta: Pustaka Mapan,2009.

Jalaluddin, Al-Syuti, Al-Itqam fi Ulum Al-Qur’an, Jas II; Bairut, Dar Al-Fikr,t.th

Munawir Warison, Ahmad, Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap.


Surabaya, pustaka Progressid 1997

Syadili, Ahmad, Ulumul Al-Qur’an, Cet. I; Bandung: Pustaka setia, 1997

Kauma,Fuad, Tamsil al-Qur’an, Cet. II; Yokyakarta: Pustaka pelajar Offset, 2004

Izzan Ahmad, Ulumul Qur’an, Cet.III; Bandung: Tafakkur Humaniora, 2009

Alawi Al-Maliki, Ibn Muhammad, Samudra Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Cet. I; Bandung:


PT. Mizan Pustaka, 2003.

Anda mungkin juga menyukai