Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

DALIL TENTANG TASAWUF

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf

Disusun oleh:
Sarah Nurfarizki (3422019)
Yesi Wahdania (3422035)

Dosen Pengampu:
Dr. Dudung Abdul Razak, S.HI, MA

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH LOKAL A

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SJECH M. DJAMIL DJAMBEK

BUKITTINGGI

T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga makalah ditugaskan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Akhlak Tasawuf ini dapat terselesaikan dengan baik tanpa suatu halangan
apapun.
Makalah Akhlak Tasawuf yang berjudul Dalil Tentang Tasawuf ini kami
susun sebagai tugas Akhlak Tasawuf dan juga memberikan wawasan dan
pemahaman yang lebih tentang bagaimana Dalil Tentang Tasawuf. Sebagai
penulis makalah ini, kami menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah mendukung kelancaran dan terciptanya makalah ini. Terutama kepada
dosen Akhlak Tasawuf yaitu bapak Dr. Dudung Abdul Rozak, S.HI, MA.
Kami juga menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih banyak
kesalahan dan jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat
kami butuhkan untuk menyempurnakan makalah ini dimasa yang akan datang.
Atas kurang lebihnya kami mengucapkan terimakasih.

Bukittinggi, 8 November 2022

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I: PENDAHULUAN......................................................................................1
a. Latar Belakang .........................................................................................1
b. Rumusan Masalah ....................................................................................1
c. Tujuan Penulisan ......................................................................................1
BAB II: PEMBAHASAN.......................................................................................2
a. Ayat Al-Qur’an Tentang Tasawuf Secara Eksplisit .................................2
b. Ayat Al-Qur’an Tentang Tasawuf Secara Implisit ..................................4
BAB III: PENUTUP
a. Kesimpulan ...............................................................................................6
b. Saran .........................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an dan hadis bukanlah sebuah aturan-aturan kaku yang
membatasi ruang gerak manusia. Al-Qur’an dan hadis adalah panduan
hidup yang menggiring manusia menuju ketentraman, kedamaian dan
kebahagiaan. Kebahagiaan yang sempurna dalah kebahagian yang meliputi
dua dimensi, yaitu dimensi dunia dan dimensi akhirat. Kebahagiaan di
dunia dapat dirasakan dengan jiwa yang tentram. Kebahagian akhirat
adalah kebahagiaan bertemu dan berkomunikasi dengan Allah. Tasawuf
dalam dunia Islam baru akhir-akhir ini dipelajari sebagai ilmu, sebelumnya
dipelajari sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Manusia pada dasarnya adalah suci, maka kegiatan yang dilakukan
oleh sebagian manusia untuk mensucikan diri merupakan naluri manusia.
Usaha yang mengarah kepada pensucian jiwa terdapat di dalam kehidupan
tasawuf. Tasawuf merupakan suatu ajaran untuk mendekatkan diri sedekat
mungkin dengan Allah bahkan kalau bisa menyatu dengan Allah melalui
jalan dan cara, yaitu maqamat dan ahwal.

B. Rumusan Masalah
Apa dalil tentang tasawuf?

C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui dalil tentang tasawuf

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ayat Al-Qur’an Tentang Tasawuf Secara Eksplisit


Makna eksplisit adalah makna absolut yang langsung diacu oleh
bahasa. Konsep makna ini bersifat denotatif (sebenarnya) sebagai
representasi dari bahasa kognitif. Eksplisit dapat juga berarti makna atau
maksud yang diajukan secara langsung dan jelas.1
Dalam Q.S Al-Maidah ayat : 54

Ayat di atas secara eksplisit menjelaskan ciri-ciri aliran tasawuf sebagai


berikut2:
1. Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai Allah.
2. Bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin dan bersikap
tegas terhadap orang-orang kafir.
Sifat ini merupakan hasil kecintaan kepada Allah. Seorang yang
cinta kepada Allah akan menjadi seorang yang arif lagi bijaksana yang
akan selalu gembira dan senyum, bersikap lemah lembut karena
jiwanya dipenuhi oleh sifat Allah yang paling dominan, yaiu rahmat
dan kasih sayang.
3. Mereka berjihad di jalan Allah.

1
Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2006),
hlm. 22.
2
Ibid, hlm. 25.

2
Jihad disini tidak terbatas dalam bentuk mengangkat senjata, tetapi
termasuk upaya-upaya membela islam dan memperkaya peradabannya
dengan lisan dan tulisan, sambil menjelaskan ajaran islam dan
menangkal ide-ide yang bertentangan dengannya lebih-leih yang
memburukannya.
4. Tidak takut kepada celaan pencela.3
Allah memerintahkan manusia agar senantiasa bertaubat
membersihkan diri dan memohon ampunan kepada-Nya sehingga
memperoleh cahaya dari-Nya. Hal ini sesuai dengan Q.S at-Tahrim ayat
8 yaitu:

Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa seseorang yang bertasawuf harus


bertaubat lebih dahulu untuk menghapus segala kesalahan-kesalahan yang
pernah dilakukan sebelumnya.
Alah juga menegaskan dalam al-qur’an tentang pertemuan manusia
dengan Allah sebagaimana yang tercantum dalam Q.S al-Baqarah ayat
115, yaitu4:

Bagi kaum sufi ayat tersebut mengandung arti bahwa dimana Tuhan ada,
di situ pula Tuhan dapat dijumpai. Maksudnya kapanpun dan dimanapun

3
Ibid, hlm. 122.
4
Jalaluddin Rahmat, Meraih Cinta Ilahi: Pencerahan Sufistik, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001), hlm. 8.

3
kita berada Allah selalu bersama kita karena dzat-Nya tidak dibatasi ruang
dan waktu dan tidak pula dibatasi oleh tempat.
Dalam al-qur’an juga dijelaskan tentang kedekatan manusia
dengan-Nya seperti yang tercantum dalam Q.S al-Baqarah ayat 186, yaitu:

Artinya:“Jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang diri-Ku, Aku


adalah dekat, Aku mengabulkan seruan orang yang memanggil
jika ia panggil Aku.” (Q.S Al-Baqarah [2] : 186).
Dalam Q.S Qaf ayat 16 juga disebutkan, yaitu:

B. Ayat Al-Qur’an Tentang Tasawuf Secara Implisit


Makna implisit adalah makna universal yang disembunyikan oleh
bahasa. Makna ini bersifat konotatif (kias) sebagai representasi dari bahasa
emotif. Implisit: makna atau maksud yang diajukan tidak secara langsung
dan sembunyi-sembunyi.5
Adapun ayat-ayat al-qur’an yang menjadi landasan tasawuf secara
implisit dapat dilihat dari tingkatan (maqam) dan keadaan (ahwal) para
sufi yaitu: Tingkatan Zuhud yakni tercantum dalam Q.S An-Nisa’ ayat 77
yaitu: “Katakanlah kesenangan didunia ini hanya sementara dan akhirat
itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa…”

5
Rosihon Anwar, Op Cit, hlm. 16.

4
a. Tingkatan Tawakkal yaitu dalam surah At-Thalaq ayat 3 yaitu:

b. Tingkatan Syukur dalam Q.S Ibrahim ayat 7 yaitu:

c. Tingkatan Sabar berlandaskan Q.S Al-Baqarah ayat 155 yaitu:

Artinya:“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,


dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,
jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang sabar.” (Q.S Al-Baqarah [2] :
155)
d. Tingkatan Ridha berdasarkan Q.S Al-Maidah ayat 119 yaitu6:

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Al-Fawa’id (Menuju Pribadi Takwa), (Jakarta: Pustaka Al-
6

Kautsar, 2005), hlm. 15.

5
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Al-qur’an dijadikan sebagai dasar-dasar para sufi dalam
bertasawuf. Kedudukannya sebagai ilmu tentang tingkatan (maqam) dan
keadaan (ahwal). Selain al-qur’an, hadis juga merupakan landasan dalam
tasawuf sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah di Gua Hira,
yaitu tafakkur, beribadah, dan hidup sebagai seorang zahid, beliau hidup
sangat sederhana, terkadang mengenakan pakaian tambalan, tidak makan
dan minum kecuali yang halal, dan setiap malam senantiasa beribadah
kepada Allah swt.
Dalam bertasawuf dapat dilakukan dengan metode Qur’an yang
dilakukan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dimana ajarannya dapat
mendekatkan kita kepada penyucian jiwa yang lebih baik.

B. Saran
Setelah dijelaskan mengenai materi dalil tentang tasawuf,
diharapkan para pembaca dapat memahami isi dari materi tersebut danbisa
menambah ilmu pengetahuan lebih dalam tentang dalil tentang tasawuf.

6
DAFTAR PUSTAKA

Al-Jauziah, Ibnu Qayyim. 2005. Al-Fawa’id (Menuju Pribadi Takwa). Jakarta:


Pustaka Al-Kautsar.
Anwar, Rosihon, dkk. 2006. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.
Rahmat, Jalaluddin. 2001. Meraih Cinta Ilahi: Pencerahan Sufistik. Bandung:
Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai