DOSEN PEMBIMBING :
DR. SITTI JAMILAH AMIN, M.Ag.
Yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-nya. Atas izin Allah yang
Maha Kuasa, kami bisa meyelesaikan tugas Ilmu Aqidah dengan sebaik – baik nya.
Sebagai peran keikut sertaan kami dalam memenuhi tugas Ilmu Aqidah kali ini,
maka kami menyusun tugas secara tertulis ini dalam bentuk sebuah makalah.
teman kelompok sehingga kami dapat menyusun laporan karya ilmiah ini.
Dan kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan – kekurangan yang ada
pada tugas kali ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak. Dan harapan kami, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bukan hanya untuk kami saja, akan tetapi bisa juga bermanfaat bagi
banyak orang.
Kelompok 5
KATA PENGATAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan..........................................................................................13
B. Saran....................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................14
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syi’ah merupakan madzhab yang pertama lahir dalam Islam. Madzhab ini tampil pada
akhir masa pemerintahan Ustman, kemudian tumbuh dan berkembang pada masa ‘Ali bin
Abu Thalib. Jika hak ‘Ali bin Abu Thalib untuk menjadi khalifah merupakan asasnya,
membicarakan Syi’ah berarti membicarakan sejarah hingga yang terjadi pada hari Saqifah.
Pada hari itu, ada umat Islam berpendapat bahwa ‘Ali lebih berhak menjadi Khalifah,
karena ia adalah orang yang pertama masuk Islam, yang paling banyak menghadapi
bencana dan berjuang fisabilillah., bahkan punya hubungan nasab yang kuat dengan Nabi.
Namun hal itu tidak menghasilkan apa-apa untuk itu, Umar mengambil sikap dengan cara
mebaiat Abu Bakar. ‘Ali tidak menghadiri rapat ini, karena sibuk mengurusi jenazah Nabi
dan mempersiapkan waktu pemakaman beliau. Kelihatannya setelah diberi tahu, ‘Ali tidak
mau baiat kepada Abu Bakar, tetapi akhirnya ‘Ali mau membaiatnya, sebagaimana
kemudian ia juga membaiat dua orang sahabat Abu Bakar yakni, Umar dan ‘Usman.
Urusan-urusan kaum Muslim pun berjalan sesuai jalurnya secara wajar khususnya, di
zaman Abu Bakar dan Umar merupakan contoh hidup bagi sikap adil dan tidak memihak.
C. Tujuan Masalah
PEMBAHASAN
Pada fase ini kita membicarakan tentang kesektean secara jelas atau lahirnya
terbunuhnya Usman, kedok kesektean pun terbongkar, sehingga kelompok orang bergabung
di bawah panji ‘Ali bin ‘Abi Thalib sedangkan sekelompok yang lain mendukung
Mu’awiyah. ‘Ali menjadi khalifah bukan atas suara bulat, namun sekelompok orang
menuntutnya atas nama darah ‘Usman karena ‘Ali tidak serius membelanya, atau karena
‘Ali menyelidiki kasus pembunuhan itu. Kaum Amawiyin (Bani Umayyah) menghadang
Bani Hasyim. Para pendukung ‘Ali segera membentengi, bersatu menghadapi berbagai
pertempuran. Sebagai akibat dari pertempuran Siffin dan Tahkim jurang itu semakin
melebar. Diantara mereka ada yang keluar dari barisan ‘Ali, itulah kaum Khawarij.
Sebaliknya ada pula pihak yang mendukung dan membela ‘Ali mereka itulah benih-benih
pertama dari aliran Syi’ah walaupun belum dikonfirmasikan bahwa istilah Syi’ah sudah
diterapkan pada mereka sejak waktu itu. Pertentangan Khawarij melawan Syi’ah nampak
begitu jelas, di mana kaum Khawarij memboikot kekhalifahan ‘Ali setelah peristiwa
Tahkim, dan mereka menghasut massa untuk berbuat yang sama. Sementara itu pihak lain
begitu setia pada ‘Ali, karena berpendapat bahwa tak seorang pun yang lebih berhak menjadi
khalifah dibandingkan ‘Ali. Sekuat tenaga mereka membela ‘Ali, walaupun tidak selamanya
yang dengan kejam memerangi mereka. Tidak diragukan lagi bahwa pertempuran Karbala’
dan terbunuhnya al-Husain (61 H) merupakan salah satu peristiwa politik dan spiritual
terbesar dalam Islam, yang menyurut kobaran api permusuhan di mana jiwa para pendukung
kaum Alawiyin sarat dengan dengki dan rasa dendam. Kejadian ini disusul oleh
pemberontakan Zaid bin ‘Ali (121 H) terhadap Hisyam bin Abd al-Malik, yang diikuti oleh
pemberontakan saudaranya yakni, Yahya (125 H) tetapi Hisyam berhasil menumpas bahkan
Alawiyin tidak kalah dibandingkan dengan kkejaman yang dilakukan oleh kaum Amawiyin.,
lebih-lebih lagi karena mereka lebih dekat dan lebih mengetahui rahasia kaum Alawiyin.
Banyak propaganda kaum Abbasiah yang dilakukan di bawah lindungan kaum Alawiyin.
berpendapat bahwa mereka harus membentengi diri dengan ajaran al-Taqiyyah. Untuk itu
melakukan studi dan kajian. Mereka mengadakan kontak dengan berbagai macam
kebudayaan, mengambil apa yang perlu memasukkan ke dalam ajaran agama yang perlu
mereka masukkan. Mereka mampu mengumpulkan sejumlah ajaran dan pendapat yang
menjadi landasan kepartaian dan kesektean. Mereka mampu menembus kelemahan Daulah
Abbasiah hingga mereka bisa memerintah. Mereka mendirikan negara-negara, baik di Timur
Tidaklah aneh jika Syi’ah terbagi banyak kelompok dan sekte. Mereka merupakan
campuran dari berbagai macam bangsa, yang punya berbagai macam kecenderungan dan
dorongan. Ini disebabkan oleh peristiwa-peristiwa polotik, dan hubungan mereka dengan
Diantara mereka, ada kelompok ekstrim yang menganggap bahwa ‘Ali Bin Abi Thalib
mempunyai sifat kenabian atau mempunyai sifat ketuhanan seperti yang dilakukan oleh
golongan al-Saba’iah yang bertindak ekstrim bahkan menuduh kafir terhadap orang-orang
yang tidak sependapat dengan mererka. Di sini kami akan menyisihkan Syi’ah yang
ekstrim itu. Di antara mereka ada yang bersikap tengah yang terbatas pada menuntut
kekhalifahan, dengan memproklamirkan bahwa ‘Ali bin Abi Thalib dan anak turunannya
lebih berhak dibanding pihak lain. Di antara kaum Syi’ah, ada tiga sekte yang kita bahas
Al-Zaidiah adalah para pengikut Zaid (112-741) bin ‘Ali bin Al-Husain yang dikenal
wafat, para pengikutnya tetap berbuat sehingga mereka meraih keberhasilan di sebagian
daerah seperti Tabrasan, Yaman dan Maroko. Hingga sekarang Yaman masih banyak
kaum Zaidiah pada awalnya lebih dekat kepada kaum Salaf., walaupun imam mereka
berguru kepada Washil bin ‘Ata’. Pengajaran ini membuatnya kagum, Karena Washil
mengajarkan bahwa kakeknya, ‘Ali, bisa melakukan kesalahan. Mayoritas pengikut aliran
Zaidiah mengatakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sesuatu yang tidak seperti
sesuatu yang lain; tidak serupa dengan segala sesuatu yang ada. ‘Ia Maha Mengetahui
karena sifat Maha Mengetahui, yang sifat Maha Mengetahui ini bukanlah Ia, juga bukan
selain Ia. Ia Maha Kuasa karena sifat Maha Kuasa, yang sifat Maha Kuasa ini bukanlah
Ia, juga bukan selain Ia. ‘Allah tidak boleh diberi sifat babahwa Ia Maha Kuasa untuk
pernyataan-pernyataan yang diulang-ulang oleh sebagian kaum Salaf pada abad ke-2
Hijriah. Dalam menilai sifat-sifat Allah, kita harus bertumpu pada informasi yang dibawa
oleh teks-teks agama. Kita tahu bahwa sebagian penganut Mu’tazilah Bagdad bergabung
dengan aliran Zaidiah, kemudian dua orang tokoh besar Mu’tazilah Basrah mampu
menguasai ajaran-ajaran mereka yang ada pada kedua orang tokoh itu yakni, dua orang
al-Jubba’i: Abu Ali dan Abu Hasyim. Kami telah menunjukkan bahwa Mu’tazilah sejak
abad ke-6 H tidak menemukan perlindungan kuat kecuali kaum Zaidiah Yaman, dan
melalui mereka akhirnya kita bisa menemukan sumber-sumber penting bagi pemikiran
Mu’tazilah. Teori ketuhanan yang dipegangi oleh kaum Zaidiah belakangan dari Yaman
Al-Isna Asy’ariah adalah salah satu cabang sekte Al-Imamiyah yang bersumber
sampai pada ‘Ali Karrama Allah Wajhah, dan berakhir sampai Muhammad al-Mahdi
dalam hal silsilah 12 orang Imam itu secara berturut-turut diantaranya yang penting yaitu:
‘Ali bin Abu Thalib (40 H), anaknya: al-Hasan (50 H), dan al-Husain (61 H). Kaum al-
politik), dan teori tentang al-Mahdi al-Muntazar merupakan sebuah tradisi ini.
Kendatipun demikian, mereka tidak terlepas dari kekejaman orang –orang Bani Umayyah
dan Bani Abbasiah, tetapi mereka selalu memberikan perlawanan. Sekarang mereka
merupakan mazdhab resmi negara di Iran. Di Irak dan India, mereka mempunyai
Menurut mereka, al-Imamah setaraf denga kenabian. Al-Imam adalah Hujjah Allah di
bumi, menerima wahyu, menafsirkan teks-teks agama dan menentukan jalan bagi umat
Islam, kaum Mukminin. Imam adalah bersig (Ma’sum) dari kesalahan. Ketentuannya
tidak boleh ditolak, yang barangsiapa memberontak terhadap Imam boleh dibunuh. Al-
Imamah merupakan (tahkta) yang didapatkan dari pewarisan yang tidak bia menjadi hak
setiap orang. Bumi tidak pernah kosong dari Imam yang menegakkan keadilan dan
mengatakan bahwa sifat (Allah) adalah ‘Ain al-Zat (Zat Allah itu sendiri) dan bahwa Al-
Qur’an adalah makhluk. Sebaliknya, mereka menolak teori al-Kalam al-Nafsi (sifat
Berbicara yang merupakan bagian dari Zat). Allah bisa dilihat dengan pandangan mata
Kaum Isma’iliah, seperti halnya kaum Isna Asy’ariah, menganut doktrin al-Tqiyyah
(pesan rahasia) bahkan mereka terapkan secara luas. Mereka kadang-kadang bertindak
keras dan merusak khususnyan kaum Qoramitah dan al-Husyasyiun. Mereka menganut
prinsip kewarisan spiritual, sehingga orang yang didakwahkan menjadi anak orang yang
menciptakan metode baru dalam bidang dakwah, dan mereka atur dalam tingkatan-
tingkatan yang berurutan, di mana seorang pelajar tidak diperkenankan pindah dari satu
ke lain tingkat (yang lebih tinggi) tanpa izin dari si al-Da’i. para da’i sendiri juga
bertingkta-tingkat, di mana yang paling tinggi adalah Nabi yang menerima wahyu (al-
Kalam al-Munazzal). Nabi mereka sebut al-Natiq (Juru bicara Tuhan). Satu tingkat di
bawah beliau adalah imam yang berhak menakwilkan wahyu yang diterima oleh
Muhammad itu. Orang ini mereka sebut al-Asas atau al-Was-yu (Asas atau Wasiat).
Muhammad adalah al-Natiq, sedangkan ‘Ali bin Abu Thalib adalah al-Asas. Tingkatan
selanjutnya, setelah al-Natiq dan al-Asas, adalah al-Hujjah yakni, orang yang
seterusnya.
Berbicara mengenai syiah ataupun aliran syiah, kita tidak akan terlepas dengan
mengaitkan hal tersebut dengan agama islam. Di kalangan awam masyarakat islam
menganggap syiah adalah eksistensi yang tidak jelas, tidak diketahui apa hakikatnya,
bagaimana berkembang, tidak melihat bagaimana sejarahnya, dan tidak dapat diprediksi
bagaimana di kemudian hari. Mereka selalu mengaitkan bahwa syiah adalah islam. Padahal
islam dan syiah sangat berbeda sekali, terutama dalam hal aqidahnya. bagaikan minyak dan
Aliran ini timbul pada masa pemerintahan khalifah Usman Bin Affan yang di pimpin
oleh Abdullah bin Saba’ Al-Himyari. Abdullah bin Saba’ Al-Himyari dalam memuliakan
Ali sangat berlebihan diamenanamkan doktrin kepada pengikut aliran syiah dengan suatu
slogan bahwa Ali yang berhak menjadi imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang
ma’shum (terjaga dari segala dosa). Bahkan dia sampai menuhankan Ali. Hal ini terdengar
oleh Khalifah Ali, akhirnya Khalifah Ali memeranginya dengan membakar para pengikut
Pada periode awal hijriah, aliran syiah belum menjelma menjadi aliran yang solid,
namun pada abad ke dua hijriah syiah mengalami perkembangan yang sangat pesat bahkan
mulai menjadi mainstrem tersendiri. Dan pada periode-periode berikutnya aliran Syiah
menjadi semacam keyakinan yang menjadi trend di kalangan generasi pemuda islam yaitu
Syiah mengklaim menjadi tokoh pembaharu Islam, namun banyak dari pemikiran dan
prinsip dasar keyakinan ini yang tidak sejalan dengan Islam itu sendiri.
Gerakan Syiah pertama kali berkembang di iran, rumah dan kiblat utama Syiah.
Namun sejak tahun 1979, persis ketika revolusi Iran meletus dan negeri ini dipimpin oleh
gerakan Syi’ah seperti yang terjadi di Iran, marak dan muncul di mana-mana.
Dengan tampilan ini, aliran Syiah lebih leluasa dalam menggait dan menyebarkan
pahamnya terhadap masyarakat luas yang pada umumnya adalah masyarakat awam. Cara
yang kedua yaitu aliran syiah membuat doktrin dan ajaran yang disebut dengan
fakta (berbohong) untuk menutupi kesesatannya dan mengutarakan sesuatu yang tidak
diyakininya. Seorang Syi’ah wajib bertaqiyah di depan siapa saja, baik orang mukmin yang
bukan alirannya maupun orang kafir atau ketika kalah beradu argumentasi, terancam
keselamatannya serta di saat dalam kondisi minoritas. Dalam keadaan minoritas dan
pengikutnya agar menyatu dengan kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, berangkat Jum’at
konsep taqiyah, sehingga sangat sulit untuk melacak apalagi membendung gerakan
mereka.
Para ulama Ahli Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa melakukan Taqiyah adalah
hukumnya mubah(boleh) sesuai yang terdapat dalam al-Quran dan as-Sunnah. Mubah
disini dapat dikategorikan apabila dalam keadaan terpaksa dan mengancam keselamatan
jiwa. Seperti ketika menghadapi kaum musrikin demi menjaga keselamatan jiwanya dari
siksaan yang akan menimpanya, atau dipaksa untuk kafir dan taqiyah ini merupakan
syiah kepada para pengikutnya yang telah menyalahi dan menyimpang dari ajaran Allah
Di kalangan Syiah, terkenal klaim 12 Imam atau sering pula disebut “Ahlul Bait”
golongannya yang mencintai dan mengikuti Ahlul Bait. Klaim ini tentu saja ampuh dalam
mengelabui kaum Ahli Sunnah, yang dalam ajaran agamanya, diperintahkan untuk
mencintai dan menjungjung tinggi Ahlul Bait. Padahal para imam Ahlul Bait berlepas diri
dari tuduhan dan anggapan mereka. Tokoh-tokoh Ahlul Bait (Alawiyyin) bahkan sangat
gigih dalam memerangi faham Syi’ah, seperti mantan Mufti Kerajaan Johor Bahru, Sayyid
a. Keyakinan bahwa Imam sesudah Rasulullahﷺ. Adalah Ali bin Abi Thalib,
b. Keyakinan bahwa Imam mereka maksum (terjaga dari salah dan dosa).
c. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam yang telah wafat akan hidup
kembali sebelum hari kiamat untuk membalas dendam kepada lawan-lawannya, yaitu
d. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam mengetahui rahasia ghaib, baik yang
lalu maupun yang akan datang. Ini berarti sama dengan menuhankan Ali dan Imam.
Abdullah bin Saba’ dan akhirnya mereka dihukum bakar oleh Ali bin Abi Thalib sendiri
f. Keyakinan mengutamakan Ali bin Abi Thalib atas Abu Bakar dan Umar bin Khatab.
Padahal Ali sendiri mengambil tindakan hukum cambuk 80 kali terhadap orang yang
g. Keyakinan mencaci maki para sahabat atau sebagian sahabat seperti Utsman bin Affan
(lihat Dirasat fil Ahwaa’ wal Firaq wal Bida’ wa Mauqifus Salaf minhaa, Dr. Nashir bin
h. Pada abad kedua Hijriah perkembangan keyakinan Syi’ah semakin menjadi-jadi sebagai
aliran yang mempunyai berbagai perangkat keyakinan baku dan terus berkembang
sampai berdirinya dinasti Fathimiyyah di Mesir dan dinasti Sofawiyyah di Iran. Terakhir
aliran tersebut terangkat kembali dengan revolusi Khomaeni dan dijadikan sebagai aliran
Saat ini figur-figur Syiah begitu terkenal dan banyak dikagumi oleh generasi muda Islam,
karena pemikiran-pemikiran yang lebih banyak mengutamakan kajian logika dan filsafat.
Namun, semua jamaah Sunnah wal Jamaah di seluruh dunia, sudah bersepakat adanya
PENUTUPAN
1. Kesimpulan
Aliran Syi’ah merupakan aliran pertama yang muncul di kalangan umat Islam. Aliran ini
dilatarbelakangi oleh pendukung ahlul bait yang tetap menginginkan pengganti Rasulullah
ﷺadalah dari ahlul bait sendiri yaitu ‘Ali bin Abi Thalib. Mereka mempunyai
doktrin sendiri dalam alirannya, salah satunya adalah tentang Imamah. Mereka berpendapat
yang ma’shum (terhindar dari dosa). Mereka menganggap bahwa ‘Ali lebih tinggi daripada
Muhammad ﷺ.
Dalam perkembangannya, Syi’ah dianggap aliran sesat. Banyak yang menganggap bahwa
Syi’ah adalah Islam. Hal ini sangat berbeda sekali, karena antara Syi’ah dan Islam sangat
2. SARAN
Sangatlah diperlukan bagi kita untuk mempelajari aliran Syi’ah ini, karena dengan belajar
Dr. Ibrahim Madkour, 2004, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Jakarta: Penerbit Bumi
Aksara
Grafiti Press