Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA ISLAM”


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kulih Fiqh Jinayah
Dosen Pengampu: Ahmad Fauzan, M.S.I

Oleh:

1. Khafida Safitriani (1218046)


2. Mia Rosanita (1218049)

Kelas A

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT., atas limpahan rahmat


dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Sumber-sumber Hukum Pidana Islam” ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
sebagai panutan dan teladan bagi kita semua.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan satu
kelompok sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu, serta
kepada Bapak selaku dosen mata kuliah Fiqh Jinayah yang telah membimbing
penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam penulisan makalah, masih terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari para pembaca
sebagai bahan evaluasi penulis dalam pembuatan makalah berikutnya.
Semoga dengan adanya penyusunan makalah ini, diharapkan dapat
membantu pembaca mengenai pemahaman tentang “Sumber-sumber Hukum
Pidana Islam” dan semoga bermanfaat untuk pembaca.

2|Page
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 4


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Masalah ....................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sumber Hukum Pidana Islam ............................................................... 5-9


2.2 Sumber-sumber Hukum Pidana Islam .................................................................... 9-13
2.3 Ijtihad sebagai Pengambilan Hukum Pidana Islam................................................. 13-14

BAB III PENUTUP

2.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 15


2.2 Saran ....................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 16

3|Page
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Islam merupakan sebuah agama dan jalan hidup yang didasarkan pada
perintah Allah yang terdapat dalam Al-qur‟an, hadist, Ijma‟ dan qiyas, yang
merupakan suatu kewajiban bagi setiap orang Islam untuk berpegang teguh pada
Al-qur‟an, hadist, ijma‟ dan qiyas. Hal ini untuk mengetahui hukum syariah
tentang pidana yang mengatur perbuatan-perbuatan kejahatan dan lainnya.
Hukum Islam merupakan sekumpulan aturan, baik yang berasal dari aturan
formal maupun adat, yang diakui oleh masyarakat dan bangsa tertentu yang
mengikat bagi anggotanya, sedangkan Hukum pidana merupakan suatu
perbuatan yang dilakukan manusia yang dapat dipertanggung jawabkan atas
perbuatan yang dilarang oleh Undang-undang dan diberi sanksi bagi pelaku yang
melanggarnya.
Hukum pidana ini bagian dari hukum Islam maka sumber-sumber
hukum pidana Islam diambil dari sumber-sumber hukum Islam itu sendiri.
Membicarakan sumber hukum pidana Islam mempunyai tujuan untuk memahami
sumber nilai agama Islam yang dijadikan petunjuk kehidupan manusia yang
harus ditaati.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan sumber hukum pidana Islam?
2. Apa sajakah sumber-sumber hukum pidana Islam?
3. Bagaimana metode Ijtihad sebagai pengambilan hukum pidana Islam?
1.3 Tujuan Pwnulisan
1. Agar mengetahui pengertian dari sumber hukum pidana Islam;
2. Untuk mengetahui sumber-sumber dari hukum pidana Islam;
3. Untuk mengetahui Ijtihad sebagai pengambilan hukum pidana Islam.

4|Page
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sumber Hukum Pidana Islam


Sumber memiliki peran yang sangat penting bagi pelaksana ajaran Islam,
karena sumber itu adalah tempat mengambil, rujukan atau acuan dalam Islam.
Dapat di artiakan bahwasannya sumber itu tempat yang dapat menemukan untuk
menggali hukumnya. Sumber hukum Islam umumnya ada 4 yaitu Al-qur‟an,
Hadist, Ijma‟, dan qiyas. Apabila tidak terdapat suatu hukum peristiwa dalam Al-
qur‟an baru dicari didalam hadist dan seterusnya seperti itu dalam mencari
hukum. Maka, hukum pidana Islam pun bersumber dari sumber-sumber tersebut.
Hukum pidana Islam didasarkan pada sumber hukum Islam, yaitu al-qur‟an,
hadist, ijma‟ dan qiyas karenanya hukum pidana Islam merupakan suatu hukum
yang merupakan bagian dari sitem hukum lain, sumber sumber tersebut ialah
istihsan,istishab, maslahah mursalah, „urf, mazhab, sahabat, dan syariat yang
mengatur tentang perbuatan pidana berdasarkan al-qur‟an hadist, ijma‟ dan
qiyas.1

Secara etimologis, pidana Islam dalam kosakata bahasa Arab adalah ‫العقوبة‬
yaitu pembalasan dengan keburukan seperti siksaan, hukuman, pidana,balasan,
dan menahan. Secara terminology, yaitu balasan yang ditetapkan untuk
kemaslahatan umat terhadap pelanggarnya.2 Rescoe Pound menyatakan “law as a
tool of social engineering” hukum itu sebagai alat untuk mengubah masyarakat.
Yang menjadi pokok pikiran hukum adalah menata kepentingan-kepentingan
yang ada di masyarakat. Dalam konteks hukum Islam, tujuan hukum menurut
para ulama yaitu diantaranya: Mendidik jiwa, mensucikan manusia, dan

1
Siska Lis Sulistiani, “Perbandingan Sumber Hukum Islam”, Jurnal Peradaban dan Hukum Islam,
Vol.1 No. 1, 2018, hlm.103.
2
Dr. Madani, Pengantar Ilmu hukum di Indonesia, (Yogyakarta: Putaka pelajar), hlm.109.

5|Page
menegakkan hukum.3 Sedangkan tujuan hukum pidana pada umumnya yaitu
menegakan keadilan berdasarkan kemampuan pencipta manusia, sehingga
terwujud ketertiban dan ketentraman masyarakat. Hal ini didasarkan pada hukum
yang bersumber Al-qur‟an surah An-nisa ayat 65 yang artinya:

“Maka demi tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu
berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya”.4

2.2 Sumber Hukum Pidana Islam


1. Al-Qur’an
Al qur‟an adalah bentuk masdar dari kata qara‟a-yaqra‟u-qur‟anan yang
secara etimologis berarti bacaan sebagaimana firman Allah:

.ً‫ فئذا قسأوٍفاتثع قسءاو‬,ً‫إن عهيىا جمعً َقسءاو‬


“Sesungguhnya kami yang akan mengumpulkannya (di dalam) dan
membacakannya. Apabila kami telah selesai membacakannya maka ikutilah
bacaannya itu (QS. Al-Qiyamah (75):17-18)”.

Adapun pengertian lain bahwa Al-qur‟an merupakan sumbr dari segala


dalam agama maupun sitem hukum Islam. Al-qur‟an adalah wahyu Allah
yang diturunkan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW untuk
seluruh manusia hingga hari kiamat, yang merupakan kitab Allah yang tidak
ada keraguan didalamnya dan merupakan petunjuk hidup bagi orang-orang
yang bertaqwa. Menurut istilah kalam al-qur‟an didefinisikan menurut para
ahli kalam yaitu “ Al qur‟an itu adalah sifat yang qadim yang berhubungan

3
Moh Nuryasin, “Sumber hukum pidana Islam”, Jurnal Hukum Islam, Vol 12 No.1,2018, hlm. 14.
4
Al-qur’an surah An-nisa 65.

6|Page
dengan kalimat-kalimat yang hikmiyah (penuh hikmah) yang tersusun dari
awal surat al fatihah sampai surah an-nas.5 Pengertian Al qur‟an disebutkan
bahwa alqur‟an itu merupakan sumber dalam agama maupun sistem hukum
Islam. Al-qur‟an adalah wahyu Allah yang diturunkan untuk seluruh manusia
hingga hari kiamat, seperti firman Allah:

‫ذنك انكتا ب ال زية فيً ٌدِ نهمتقيه‬

Artinya : “Kitab (Al-qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk


bagi mereka yang bertaqwa.” (Qs. Al-Baqarah:2)6

Padadasarnya hukum Al-qur‟an dengan segala macamnya diturunkan dengan


maksud untuk mendatangkan kebahagiaan manusia didunia dan diakhirat, dan
oleh itu perbuatan didunia mempunyai segi keakhiratan.

1. Kandungan Hukum Al-qur‟an


Kandungan hukum Al-qur‟an bisa diklasifikasikan menjadi tiga
kategori, berikut ini penjelasannya:
a. Ayat-ayat yang berbicara tentang keimanan (akidah), yaitu meliputi
iman kepada Allah, malaikat, kitab, para rasul, hari akhir serta qadha
dan qadar. Ilmu yang membahas ini disebut ilmu tauhid.
b. Ayat Yat yang berbicara tentang persoalan akhlak yaitu ilmu yang
membahas hal ini disebut ilmu akhlak atau ilmu tasawuf.
c. Ayat-ayat yang berbicara tentang perbuatan dan perkataan seorang
mukalaf. Ilmu yang membahas hal ini adalah Ilmu fiqh, sementara
alat untuk membentuknya adalah Ilmu Ushul fiqh. Ayat-ayat tentang
fiqh terbagi menjadi dua bagian yaitu fiqh Ibadah dengan fiqh
Muamalah.

5
Assadulloh Al-Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, (Bogor: Ghalia Indoneisa), hlm.
6-11.
6
Qs. Albaqarah:2

7|Page
d. Fiqh muamalah dalam bidang hukum acara, baik perdata maupun
pidana.
e. Fiqh Muamalah dalam bidang perundang-undangan. Fiqh ini
berbicara mengenai hubungan antara hakin dan tersangka serta hal
yang mendasar lainnya.7
2. Gaya bahasa Al-qur‟an dalam Bidang Hukum
Walaupun al-qur‟an menjelaskan semua aspek kehidupan, tidak
semuanya dijabarkan secra mendetail dan terperinci. Al-qur‟an
menjelaskan secara umum serta mengedepankan beberapa peinsip yaitu:
a. Prinsip Keadilan (An-nisa 58 dan An-nahl 90)
b. Prinsip sanksi sesuai tindak pidananya (Al-syura‟ 40)
c. Prinsip Musyawarah (Al-imran 159 dan Al-syura 38)
d. Prinsip tolong menolong dalam kebaikan (Al-maidah 1)8

3. Hukum pidana yang didapati dalam Al-qur‟an


Misalnya pembunuhan yang disengaja balasan didunia adalah
hukuman qishash yang dijelaskan dalam surah Al-baqarah, ayat 178 :

ّ‫يا ايٍا انريه امىُا كتة عهيكم انقصاص في انقته‬


Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atasmu
Qishash, berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh”. (QS. Al-
Baqarah:178)

Balasan akhirat adalah api neraka, kutukan tuhan dan laknat


sebagaimana disebut dalam Qs An-nisa‟ ayat 93:

7
M. Nurul Irfan, “Hukum Pidana Islam” (Jakarta: Bumi Aksara), hlm. 121-123.
8
Ibid hlm. 124.

8|Page
ً‫َ مه يقتم مؤمىا متعمدا فجزاؤي جٍىم خاندا فيٍا َغضة هللا عهيً َنعىً َأعد ن‬
.‫عراتا عظيما‬
Artinya: “Siapa yang membunuh orang mukmin
dengan sengaja, balasannya ialah neraka jahanam, dan
abadi didalamnya, Tuhan mengutuknya dan melaknatnya,
serta menyediakan untuknya siksa yang besar.” (QS. Al-
Nisa’:93)9

Yang termasuk hukuman yang ada nashnya yaitu


hudud, qishash, diyat, dan kafarah, Misalnya hukuman
pezina, pencuri, perampok, pemberontak, pembunuh dan
orang yang menzihar trinya (menyerupakan istrinya
dengan ibunya. 10

2. Hadist
Hadist atau sumber hukum sunnah memiliki pengertian
yang berbeda Hadist sendiri memiliki makna arti kabar,
kejadian, sesuatu yang baru, perkataan, hikayat atau crita.
Dapat diartikan pula menurut istilah yaitu sesuatu yang
diriwayatkan dari Rasulullah SAW, baik berupa perkatan,
perbuatan, yang dilakukan Nabi.
Makna Sunnah sendiri berasal dari kata sanna-yasunnu-
sunnatan, yang berarti jalan yang sering dilalui, adat istiadat,
kebiasaan, tradisi, konsep dari arti sunnah ini sesuatu yang
sering dikerjakan, ulama menggunakan kata sunnah sebagai
sumber hukum Islam karena pengertiannya yang lebih umum
saja daripada pengertian hadist.
9
Qs. Al-Baqarah 178 dan Qs. Al-Nisa’ 93.
10
Mustofa Hasan. M.Ag, “Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah”, (Jakarta:Pustaka Setia), hlm. 65.

9|Page
Hadist merupakan sumber kedua bagi hukum Islam, dan
hukum-hukum yang dibawa oleh hadist ada 3 yaitu:
1. Sebagai Penjelas terhadap hukum yang dibawa oleh Al-
qur‟an;
2. Sebagai penguat hukum yang dimuat dalam Al-qur‟an;
3. Sebagai pembawa hukum baru yang tidak disinggung dalam
11
al-qur‟an.
Dalam hadist pun memiliki tingkatan kebenaran yang
berbeda-beda. Dengan tingkatan awal yaitu hadist mutawatir
sejak tingkat awal sanad sampai akhir sanad diriwayatkan oleh
banyak sahabat, tingkatan kedua hadist Masyhur yaitu hadist
yang diriwayatkan oeleh banyak sahabat tetapi tidak sebanyak
hadit mutawatir, dan terakhir yaitu hadit Ahad merupakan
hadist yang diriwayatkan oleh satu orang atau dua orang atau
lebih, yang tidak terpenuhi syarat masyhur atau mutawatir
artinya belum mencapai pada tingkat yang pasti.12
Fungsi sunnah sendiri sebagai pendukung dan penguat
beberapa ketentuan hukum yang telah diatur secara tegas
dalam al-qur‟an. Misalnya perintah mendirikan solat
membayar zakat, menunaikanpuasa dan menjalankan haji,
menjauhi syirik dsb, Perkara tersebut disebutkan dalam al-
qur‟an dan dikuatkan dengan sunnah. Dengan demikian,
semua ketentuan yang ada dalam sunah, baik yang sifatnya
menguatkan, atau menjelaskan al-qur‟an maupun berdisi
sendiri, bisa dijadikan sumber ajaran Islam yang harus diikuti
karena antara Al-qur‟an dan sunnah tidak mungkin jadi
pertentangan.

11
Utang Ranuwijaya, ”Ilmu Hadist”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hlm.32
12
Fera Nurul Azizah “Tinjauan Hukum Islam” (IAIN Tulungagung:2018), hlm. 4-5.

10 | P a g e
Berikut ini alasan mengapa sunnah menjadi sumber kedua
karena menegaskan bahwa Rasulullah tidak berbicara atas
kehendak hawa nafsunya. Beliau juga bertugas menjelaskan
permasalahan yang belum dijelaskan dalam al-qur‟an.13
ّ‫َما يىطق عه انٍُِ ان ٌُ إال َحّ يُ ح‬
Artinya: “Dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut
keinginannya. Tidak lain adalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya). Qs. Najm (53):3-4

Ayat ini menegaskan bahwa tugas Rasulullah adalah


menjelaskan kandungan dan makna Al-qur‟an serta
menjabarkan ayat ayat agar bersifat global.14 Contoh Hadist
mengenai hukum pidana larangan meminum khamr
“Minuman yang dalam jumlah banyak memabukan maka
sedikitpun juga haram” (HR.Ibnu Majjah)

3. Ijma’
Ijma‟ sebagai dasar dalam penerapan hukum fiqh bukan
berdiri sendiri tetapi tetap berpedoman dan merujuk kepada
petunjuk-petunjuk Al-qur‟an dan hadist. Sebab ijma hanya
merupakan suatu kesepakatan para mujtahid terhadap suatu
permasalahan baru dalam rangka menetapkan hukumnya.
Ketika terjadi suatu peristiwa yang memerlukan pemecahan
hukum setelah Rasulullah saw wafat, dan pemecahan masalah
tersebut tidak ditemukan secara jelas dan tegas didalam Al-
qur‟an dan sunnah rasul, maka mujtahid berusaha untuk
memecahkan masalah tersebut dengan cara mengumpulkan

13
H. Amir Syariffudin “Ushul Fiqh jilid 1”, (Jakarta:Angkasa Raya), hlm. 86.
14
Qs.Najm 3-4

11 | P a g e
para mujtahid untuk berpendapat guna memecahkan masalah,
15
hal itu disebut ijma‟.

Sebagai contoh, dalam hal pencurian, mazhab empat


sepakat bahwa pencurian terhadap barang yang tidak dari
tempatnya tidak dapat diancam dengan hukuman potong
tangan, melainkan hukuman ta‟zir. Misalnya seorang pencuri
binatang yang akan kembali kekandangnya dan masih dijalan
serta tidak ada pengembalanya masuk kedalam hukuman
ta‟zir, karena untuk memberikan pelajaran bagi pencurinya
serta memberikan efek jera.16

4. Qiyas
Qiyas merupakan penggunaan ra‟yu atau akal untuk
menggali hukum syara‟ didalam al-qur‟an dan assunah yang
tidak dijabarkan secara terperinsi. Pada dasarnya ada dua
macam penggunaan ra‟yu, yaitu merujuk kepada nash dan
tidak merujuk pada nash. Qiyas mempunyai makna mengukur,
membandingkan, atau mempersamakan, dalam Al Mu‟jam Al-
Wasith disebutkan bahwa qiyas berarti mengembalikan
sesuatu dengan bandingannya atau maksudnya yaitu
mengukur. Al-Jurnani mengatakan Qiyas adalah:

‫ قست انىعم تانىعم إذاقدز تً َسُيتً ٌَُ عثا زج عه زد انشيء إني‬:‫ يقال‬,‫عثا زج عه انتقديس‬
.‫وظيسي‬

15
Amir Syarifuddin, “Garis-garis besar Fiqh”, (Jakarta: Kencana Prenada Group), hlm. 300.
16
Ibid, hlm. 301

12 | P a g e
Artinya: “Pernyataan dari sebuah ukuran. Jika ada seseorang
mengatakan, “Aku mengukur sandal dengan sanda”, maksudnya adalah
mengukur dan menyamakan sandal tersebut. Kata qias mempunyai arti
mengembalikan (mengukur) sesuatu dengan bandingannya.”17

Sebagai contoh dalam surat Al-Maidah ayat 90 yang melarang untuk


meminum khamr yang menyebabkan minuman itu dilarang adalah illatnya
yakni memabukkan. Sebab minuman yang memabukan, dari apapun ia dibuat,
hukumnya sama dengan khamr yaitu dilarang untuk diminum. Dan tidakn
menghindari akibat buruk meminum minuman yang memabukkan itu, maka
dengan qiyas ditetapkan semua minuman yang memabukan apapun itu
dilarang diminum, dan diperjual belikan.18

2.3 Metode Ijtihad Sebagai Sumber Hukum Pidana Islam


Ijtihad mengandung pengertian suatu upaya yang sungguh-sungguh untuk
menegaskan suatu persangkaan kuat yang didasarkan suatu petunjuk yang
diberlakukan dalam hal yang yang bersangkutan. Jadi Ijtihad tidak sama artinya
dengan berfikiran bebas. Secara umum ijtihad mengacu pada penalaran, untuk
menentukan suatu pilihan pada suatu saat seorang tidak mempunyai suatu
pegangan yang meyakinkan. 19
1. Maslahah Mursalah
Metode ini adalah salah satu cara dalam menetapkan hukum yang berkaitan
dengan masalah yang ketetapannya tidak disebutkan. Contoh kewajiban
meninggalkan khamr diwajibkan untuk memelihara jiwa untuk
mempertahankan hidupnya, begitu juga mengqisas orang yang berbuat pidana.

17
Zainudin Ali, “Hukum Pidana Islam”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 16.
18
Muhammad Roy Purwanto, “ Nalar Qur’ani al-syafi’I dalam Pembentukan Metodelogi Hukum:
Telaah Terhadap konsep Qiyas”, Jurnal Studi Islam,2004, hlm. 18.
19
M. Jazuli Amrullah, “Metode Ijtihad Dalam Hukum Islam” Jurnal UIN Sunan Kalijaga, Depok, Al-
Mazhab, Volume 2, No. 2 Desember 2014, hlm. 314-315.

13 | P a g e
2. Istihsan
Istihsan diartikan sebagai berpaling dari ketetapan dalil yang khusu pada
ketetapan dalil umum. Contohnya dalam pidana Islam yaitu tidak dipotongnya
tangan pada pencuri di masa paceklik, pengecualian ini ditengkan dalam surat
al-maidah:38.
3. Saddu Al-zariah
Melaksanakan pekerjaan yang semula mengandung kemaslahatan menuju
kerusakan. Contoh: Menghukum qishas pada sekelompok orang yang
membunuh satu orang , karena jika mereka tidak di qishas semuanya pasti
akan mergikan, tentunya dampak hukum qishas ni bisa dilakukan.20

20
H. Amir Syariffudin “Ushul Fiqh jilid 1”, (Jakarta:Angkasa Raya), hlm. 112.

14 | P a g e
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pidana merupakan balasan yang ditetapkan untuk kemaslahatan umat terhadap
pelanggaran perintah syar‟i Allah Swt dan rasulnya. Manusia bertanggung jawab
atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan didunia dan diberikan balasannya
diakhirat, sesuai dengan sifat kebaikan dan keburukan perbuatan tersebut.
Adanya balasan ini dunia tidak berarti bahwa balasan di akhirat akan terhapus,
kecuali bila orang yang berbuat itu bertaubat dan mengatakan penyesalannya.
Hukum pidana Islam didasarkan pada sumber hukum Islam, yaitu Al-qur‟an,
hadist, ijma‟, dan qiyas. Karena hukum pidana Islam merupakan suatu hukum
yang merupakan bagian dari sistem lainnya, yang mengatur tentang perbuatan
pidana dan berdasarkan Al-qur‟an, hadist, ijma‟ qiyas. Dengan begitu jelaslah
bahwa ilmu ini perlu dipelajari dan digunakan dalan kehidupan orang banyak
agar mendatangkan kemanfaatan.

3.2 Saran
Penyusun menyadari keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman. Maka
penyusun mengharapkan saran-saran dari pembaca. Dan semoga makalh ini
bermanfaat bagi penyusun khususnya, dan bagi pembaca umumnya.

15 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Siska Lis Sulistiani, “Perbandingan Sumber Hukum Islam”, Jurnal Peradaban dan
Hukum Islam, Vol.1 No. 1, 2018, hlm.103.
Madani. 2010. Pengantar Ilmu hukum di Indonesia. Yogyakarta: Putaka pelajar
Nuryasin, Moh. “Sumber hukum pidana Islam”, Jurnal Hukum Islam, Vol 12
No.1,2018.
Al-qur’an
Faruq, Al-Assadulloh. 2009. Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Irfan, M Nurul. 2016. “Hukum Pidana Islam”. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasan, Mustofa. “Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah”, 2013. Jakarta:Pustaka
Setia.
Ranuwijaya, Utang. ”Ilmu Hadist”. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Amir Syariffudin. 2014. “Ushul Fiqh jilid 1”. Jakarta:Angkasa Raya.
Ali, Zainudin. 2007. “Hukum Pidana Islam”. Jakarta: Sinar Grafika.
Muhammad Roy Purwanto. 2004. “ Nalar Qur’ani al-syafi’I dalam Pembentukan
Metodelogi Hukum: Telaah Terhadap konsep Qiyas”, Jurnal Studi Islam.
M. Jazuli Amrullah. 2014. “Metode Ijtihad Dalam Hukum Islam” Jurnal UIN Sunan
Kalijaga, Depok, Al-Mazhab, Volume 2, No. 2 Desember. hlm. 314-315.

16 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai