Oleh:
Kelas A
2|Page
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3|Page
BAB I
PENDAHULUAN
4|Page
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologis, pidana Islam dalam kosakata bahasa Arab adalah العقوبة
yaitu pembalasan dengan keburukan seperti siksaan, hukuman, pidana,balasan,
dan menahan. Secara terminology, yaitu balasan yang ditetapkan untuk
kemaslahatan umat terhadap pelanggarnya.2 Rescoe Pound menyatakan “law as a
tool of social engineering” hukum itu sebagai alat untuk mengubah masyarakat.
Yang menjadi pokok pikiran hukum adalah menata kepentingan-kepentingan
yang ada di masyarakat. Dalam konteks hukum Islam, tujuan hukum menurut
para ulama yaitu diantaranya: Mendidik jiwa, mensucikan manusia, dan
1
Siska Lis Sulistiani, “Perbandingan Sumber Hukum Islam”, Jurnal Peradaban dan Hukum Islam,
Vol.1 No. 1, 2018, hlm.103.
2
Dr. Madani, Pengantar Ilmu hukum di Indonesia, (Yogyakarta: Putaka pelajar), hlm.109.
5|Page
menegakkan hukum.3 Sedangkan tujuan hukum pidana pada umumnya yaitu
menegakan keadilan berdasarkan kemampuan pencipta manusia, sehingga
terwujud ketertiban dan ketentraman masyarakat. Hal ini didasarkan pada hukum
yang bersumber Al-qur‟an surah An-nisa ayat 65 yang artinya:
“Maka demi tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu
berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya”.4
3
Moh Nuryasin, “Sumber hukum pidana Islam”, Jurnal Hukum Islam, Vol 12 No.1,2018, hlm. 14.
4
Al-qur’an surah An-nisa 65.
6|Page
dengan kalimat-kalimat yang hikmiyah (penuh hikmah) yang tersusun dari
awal surat al fatihah sampai surah an-nas.5 Pengertian Al qur‟an disebutkan
bahwa alqur‟an itu merupakan sumber dalam agama maupun sistem hukum
Islam. Al-qur‟an adalah wahyu Allah yang diturunkan untuk seluruh manusia
hingga hari kiamat, seperti firman Allah:
5
Assadulloh Al-Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, (Bogor: Ghalia Indoneisa), hlm.
6-11.
6
Qs. Albaqarah:2
7|Page
d. Fiqh muamalah dalam bidang hukum acara, baik perdata maupun
pidana.
e. Fiqh Muamalah dalam bidang perundang-undangan. Fiqh ini
berbicara mengenai hubungan antara hakin dan tersangka serta hal
yang mendasar lainnya.7
2. Gaya bahasa Al-qur‟an dalam Bidang Hukum
Walaupun al-qur‟an menjelaskan semua aspek kehidupan, tidak
semuanya dijabarkan secra mendetail dan terperinci. Al-qur‟an
menjelaskan secara umum serta mengedepankan beberapa peinsip yaitu:
a. Prinsip Keadilan (An-nisa 58 dan An-nahl 90)
b. Prinsip sanksi sesuai tindak pidananya (Al-syura‟ 40)
c. Prinsip Musyawarah (Al-imran 159 dan Al-syura 38)
d. Prinsip tolong menolong dalam kebaikan (Al-maidah 1)8
7
M. Nurul Irfan, “Hukum Pidana Islam” (Jakarta: Bumi Aksara), hlm. 121-123.
8
Ibid hlm. 124.
8|Page
ًَ مه يقتم مؤمىا متعمدا فجزاؤي جٍىم خاندا فيٍا َغضة هللا عهيً َنعىً َأعد ن
.عراتا عظيما
Artinya: “Siapa yang membunuh orang mukmin
dengan sengaja, balasannya ialah neraka jahanam, dan
abadi didalamnya, Tuhan mengutuknya dan melaknatnya,
serta menyediakan untuknya siksa yang besar.” (QS. Al-
Nisa’:93)9
2. Hadist
Hadist atau sumber hukum sunnah memiliki pengertian
yang berbeda Hadist sendiri memiliki makna arti kabar,
kejadian, sesuatu yang baru, perkataan, hikayat atau crita.
Dapat diartikan pula menurut istilah yaitu sesuatu yang
diriwayatkan dari Rasulullah SAW, baik berupa perkatan,
perbuatan, yang dilakukan Nabi.
Makna Sunnah sendiri berasal dari kata sanna-yasunnu-
sunnatan, yang berarti jalan yang sering dilalui, adat istiadat,
kebiasaan, tradisi, konsep dari arti sunnah ini sesuatu yang
sering dikerjakan, ulama menggunakan kata sunnah sebagai
sumber hukum Islam karena pengertiannya yang lebih umum
saja daripada pengertian hadist.
9
Qs. Al-Baqarah 178 dan Qs. Al-Nisa’ 93.
10
Mustofa Hasan. M.Ag, “Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah”, (Jakarta:Pustaka Setia), hlm. 65.
9|Page
Hadist merupakan sumber kedua bagi hukum Islam, dan
hukum-hukum yang dibawa oleh hadist ada 3 yaitu:
1. Sebagai Penjelas terhadap hukum yang dibawa oleh Al-
qur‟an;
2. Sebagai penguat hukum yang dimuat dalam Al-qur‟an;
3. Sebagai pembawa hukum baru yang tidak disinggung dalam
11
al-qur‟an.
Dalam hadist pun memiliki tingkatan kebenaran yang
berbeda-beda. Dengan tingkatan awal yaitu hadist mutawatir
sejak tingkat awal sanad sampai akhir sanad diriwayatkan oleh
banyak sahabat, tingkatan kedua hadist Masyhur yaitu hadist
yang diriwayatkan oeleh banyak sahabat tetapi tidak sebanyak
hadit mutawatir, dan terakhir yaitu hadit Ahad merupakan
hadist yang diriwayatkan oleh satu orang atau dua orang atau
lebih, yang tidak terpenuhi syarat masyhur atau mutawatir
artinya belum mencapai pada tingkat yang pasti.12
Fungsi sunnah sendiri sebagai pendukung dan penguat
beberapa ketentuan hukum yang telah diatur secara tegas
dalam al-qur‟an. Misalnya perintah mendirikan solat
membayar zakat, menunaikanpuasa dan menjalankan haji,
menjauhi syirik dsb, Perkara tersebut disebutkan dalam al-
qur‟an dan dikuatkan dengan sunnah. Dengan demikian,
semua ketentuan yang ada dalam sunah, baik yang sifatnya
menguatkan, atau menjelaskan al-qur‟an maupun berdisi
sendiri, bisa dijadikan sumber ajaran Islam yang harus diikuti
karena antara Al-qur‟an dan sunnah tidak mungkin jadi
pertentangan.
11
Utang Ranuwijaya, ”Ilmu Hadist”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hlm.32
12
Fera Nurul Azizah “Tinjauan Hukum Islam” (IAIN Tulungagung:2018), hlm. 4-5.
10 | P a g e
Berikut ini alasan mengapa sunnah menjadi sumber kedua
karena menegaskan bahwa Rasulullah tidak berbicara atas
kehendak hawa nafsunya. Beliau juga bertugas menjelaskan
permasalahan yang belum dijelaskan dalam al-qur‟an.13
َّما يىطق عه انٍُِ ان ٌُ إال َحّ يُ ح
Artinya: “Dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut
keinginannya. Tidak lain adalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya). Qs. Najm (53):3-4
3. Ijma’
Ijma‟ sebagai dasar dalam penerapan hukum fiqh bukan
berdiri sendiri tetapi tetap berpedoman dan merujuk kepada
petunjuk-petunjuk Al-qur‟an dan hadist. Sebab ijma hanya
merupakan suatu kesepakatan para mujtahid terhadap suatu
permasalahan baru dalam rangka menetapkan hukumnya.
Ketika terjadi suatu peristiwa yang memerlukan pemecahan
hukum setelah Rasulullah saw wafat, dan pemecahan masalah
tersebut tidak ditemukan secara jelas dan tegas didalam Al-
qur‟an dan sunnah rasul, maka mujtahid berusaha untuk
memecahkan masalah tersebut dengan cara mengumpulkan
13
H. Amir Syariffudin “Ushul Fiqh jilid 1”, (Jakarta:Angkasa Raya), hlm. 86.
14
Qs.Najm 3-4
11 | P a g e
para mujtahid untuk berpendapat guna memecahkan masalah,
15
hal itu disebut ijma‟.
4. Qiyas
Qiyas merupakan penggunaan ra‟yu atau akal untuk
menggali hukum syara‟ didalam al-qur‟an dan assunah yang
tidak dijabarkan secara terperinsi. Pada dasarnya ada dua
macam penggunaan ra‟yu, yaitu merujuk kepada nash dan
tidak merujuk pada nash. Qiyas mempunyai makna mengukur,
membandingkan, atau mempersamakan, dalam Al Mu‟jam Al-
Wasith disebutkan bahwa qiyas berarti mengembalikan
sesuatu dengan bandingannya atau maksudnya yaitu
mengukur. Al-Jurnani mengatakan Qiyas adalah:
قست انىعم تانىعم إذاقدز تً َسُيتً ٌَُ عثا زج عه زد انشيء إني: يقال,عثا زج عه انتقديس
.وظيسي
15
Amir Syarifuddin, “Garis-garis besar Fiqh”, (Jakarta: Kencana Prenada Group), hlm. 300.
16
Ibid, hlm. 301
12 | P a g e
Artinya: “Pernyataan dari sebuah ukuran. Jika ada seseorang
mengatakan, “Aku mengukur sandal dengan sanda”, maksudnya adalah
mengukur dan menyamakan sandal tersebut. Kata qias mempunyai arti
mengembalikan (mengukur) sesuatu dengan bandingannya.”17
17
Zainudin Ali, “Hukum Pidana Islam”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 16.
18
Muhammad Roy Purwanto, “ Nalar Qur’ani al-syafi’I dalam Pembentukan Metodelogi Hukum:
Telaah Terhadap konsep Qiyas”, Jurnal Studi Islam,2004, hlm. 18.
19
M. Jazuli Amrullah, “Metode Ijtihad Dalam Hukum Islam” Jurnal UIN Sunan Kalijaga, Depok, Al-
Mazhab, Volume 2, No. 2 Desember 2014, hlm. 314-315.
13 | P a g e
2. Istihsan
Istihsan diartikan sebagai berpaling dari ketetapan dalil yang khusu pada
ketetapan dalil umum. Contohnya dalam pidana Islam yaitu tidak dipotongnya
tangan pada pencuri di masa paceklik, pengecualian ini ditengkan dalam surat
al-maidah:38.
3. Saddu Al-zariah
Melaksanakan pekerjaan yang semula mengandung kemaslahatan menuju
kerusakan. Contoh: Menghukum qishas pada sekelompok orang yang
membunuh satu orang , karena jika mereka tidak di qishas semuanya pasti
akan mergikan, tentunya dampak hukum qishas ni bisa dilakukan.20
20
H. Amir Syariffudin “Ushul Fiqh jilid 1”, (Jakarta:Angkasa Raya), hlm. 112.
14 | P a g e
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pidana merupakan balasan yang ditetapkan untuk kemaslahatan umat terhadap
pelanggaran perintah syar‟i Allah Swt dan rasulnya. Manusia bertanggung jawab
atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan didunia dan diberikan balasannya
diakhirat, sesuai dengan sifat kebaikan dan keburukan perbuatan tersebut.
Adanya balasan ini dunia tidak berarti bahwa balasan di akhirat akan terhapus,
kecuali bila orang yang berbuat itu bertaubat dan mengatakan penyesalannya.
Hukum pidana Islam didasarkan pada sumber hukum Islam, yaitu Al-qur‟an,
hadist, ijma‟, dan qiyas. Karena hukum pidana Islam merupakan suatu hukum
yang merupakan bagian dari sistem lainnya, yang mengatur tentang perbuatan
pidana dan berdasarkan Al-qur‟an, hadist, ijma‟ qiyas. Dengan begitu jelaslah
bahwa ilmu ini perlu dipelajari dan digunakan dalan kehidupan orang banyak
agar mendatangkan kemanfaatan.
3.2 Saran
Penyusun menyadari keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman. Maka
penyusun mengharapkan saran-saran dari pembaca. Dan semoga makalh ini
bermanfaat bagi penyusun khususnya, dan bagi pembaca umumnya.
15 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Siska Lis Sulistiani, “Perbandingan Sumber Hukum Islam”, Jurnal Peradaban dan
Hukum Islam, Vol.1 No. 1, 2018, hlm.103.
Madani. 2010. Pengantar Ilmu hukum di Indonesia. Yogyakarta: Putaka pelajar
Nuryasin, Moh. “Sumber hukum pidana Islam”, Jurnal Hukum Islam, Vol 12
No.1,2018.
Al-qur’an
Faruq, Al-Assadulloh. 2009. Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Irfan, M Nurul. 2016. “Hukum Pidana Islam”. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasan, Mustofa. “Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah”, 2013. Jakarta:Pustaka
Setia.
Ranuwijaya, Utang. ”Ilmu Hadist”. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Amir Syariffudin. 2014. “Ushul Fiqh jilid 1”. Jakarta:Angkasa Raya.
Ali, Zainudin. 2007. “Hukum Pidana Islam”. Jakarta: Sinar Grafika.
Muhammad Roy Purwanto. 2004. “ Nalar Qur’ani al-syafi’I dalam Pembentukan
Metodelogi Hukum: Telaah Terhadap konsep Qiyas”, Jurnal Studi Islam.
M. Jazuli Amrullah. 2014. “Metode Ijtihad Dalam Hukum Islam” Jurnal UIN Sunan
Kalijaga, Depok, Al-Mazhab, Volume 2, No. 2 Desember. hlm. 314-315.
16 | P a g e