Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PERBEDAAN EVALUASI, PENGUKURAN DAN PENILAIAN

Di Buat Guna Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran MI/SD
Dosen Pengampu : Gadis Herningtyasari, M.Pd

Disusun Oleh : Kelompok 1

1. Esti Sapuraning Rahayu (23106053109)


2. M. Latif Ghazali (23106053102)
3. Siti Nikhayatul Ma'unah (23106053112)

Kelas : RPL PGMI

Program Studi Pendidikan Guru Madrasah


Ibtidaiyah Fakultas Agama Islam
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufiq serta inayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas ini dengan baik dalam keadaan sehat wal-‘afiat.

Sholawat serta salam kita haturkan kepangkuan beliau nabi agung Muhammad
SAW yang kita nantikan syafaatnya besok dihari kiamat. Semoga kita termasuk umat
yang mendapat syafaatnya. Amin.

Selanjutnya makalah ini berusaha kami buat dengan sebaik-baiknya dan


semampu kami, jika nanti terdapat kesalahan baik dalam segi penulisan maupun
rujukan, kami selaku pembuat makalah memohon maaf yang sebesar-besarnya atas
kekurangan kami tersebut. Kritik dan saran dari pembaca senantiasa kami harapkan
demi sempurnanya tugas kami.

Kurang dan lebihnya kami ucapkan terima kasih.

Penulis

Kelompok I

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................................i

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan..........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3

A. Pengertian Khittah NU................................................................................................3

B. Latar Belakang Khittah NU........................................................................................4

C. Urgensi Khittah NU.....................................................................................................7

D. Butir-Butir Khittah NU...............................................................................................8

BAB III PENUTUP................................................................................................................16

A. Kesimpulan.................................................................................................................16

B. Saran............................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Khittah berarti garis lurus. Hubungannya dengan NU (Nahdatul Ulama),
Khittah berarti garis pendirian, perjuangan, dan kepribadian NU, baik
yang berkaitan dengan urusan agama maupun masyarakat, baik secara baik
secara pribadi maupun organisasi. Fungsi garis dirumuskan sebagai landasan
berpikir dan sebagai landasan berpikir umat NU yang harus tercermin dalam
perilaku pribadi dan organisasi serta dalam setiap proses pengambilan keputusan.
Landasan itu dimaksudkan agar pandangan teologi ASWAJA (Ahlussunnah
wal-Jama'ah atau menurut garis Nabi Muhammad dan para pengikutnya)
diterapkan sesuai dengan kondisi sosial di Indonesia, meliputi dasar-dasar
keagamaan atau masyarakat. Khittah NU juga ditelaah dari hakikat perjalanan
sejarahnya dari masa ke masa.
Gagasan untuk kembali ke Khittah 1926 sudah mulai digulirkan oleh
tokoh-tokoh NU sejak tahun 1959, ketika Muktamar ke-22 di Jakarta, Desember
1959, yang pada saat itu adalah Muktamirin (peserta) Mojokerto, K.H. Achyat
Chalimi, mengatakan bahwa peran parpol dan NU telah kehilangan peran yang
dipegang oleh individu, sehingga partai sebagai instrumen telah hilang. Oleh
karena itu, diusulkan agar NU kembali ke Khittahnya pada tahun 1926.
Tidak berbeda dengan penilaian ulama lain di kemudian hari, gagasan
untuk kembali ke Khittah didasarkan pada pertimbangan selama ini, NU terlalu
mengedepankan urusan politik, sebenarnya bukan semata-mata untuk
kepentingan organisasi melainkan kepentingan individu. Dari urusan sosial dan
keagamaan yang merupakan misi utama dari awal berdirinya. Saat itu, politik NU
lebih cenderung melakukan “manuver politik” dengan sasaran
utama merebut kekuasaan melalui kendaraan NU.
Substansi Khittah NU dalam pedoman baku adalah faham Ahlussunnah
Wal Jamaah yang diterapkan menurut kondisi kemasyarakatan yang ada di
Indonesia.

1
Khittah NU memberikan warga NU pedoman dalam bertindak di
dalam berbagai berbagai bidang diantaranya diantaranya adalah faham
keagamaan, sikap kemasyarakatan, perilaku yang dilakukan atas dasar
keagamaan, Ikhtiar-Ikhtiar Nahdlatul Ulama, fungsi organisasi dan
kepemimpinan ulama, dan Nahdlatul Ulama dalam kehidupan berbangsa. Khittah
NU menggariskan kepada NU sebagai gerakan sosial keagamaan dalam bentuk
rumusan-rumusan dasar. Khittah NU membawa NU kembali pada cita-cita awal
Nahdlatul Ulama untuk memfokuskan diri pada bidang sosial-keagamaan, bukan
pada gerakan politik praktis. NU bukanlah organisasi politik dan tidak terikat
dengan organisasi terikat dengan organisasi politik manapun.

B. Rumusan Masalah
Untuk membatasi masalah agar lebih terpusat pada pokok persoalan sesuai
dengan judul diatas, maka dalam makalah ini pemakalah uraikan beberapa
permasalahan yaitu :
1. Apa pengertian khittah NU ?
2. Bagaimana latar belakang khittah ?
3. Bagaimana urgensi khittah bagi NU ?
4. Bagaimana butir-butir khittah NU ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan makalah ini adalah;
1. Untuk mengetahui pengertian khittah NU.
2. Untuk mengetahui latar belakang khittah.
3. Untuk mengetahui urgensi khittah bagi NU.
4. Untuk mengetahui butir-butir khittah NU.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Khittah NU
Khittah artinya garis yang diikuti, garis yang biasa atau
selalu ditempuh. Kalau kata khittah dirangkai dengan Nahdhatul
Ulama’ (selanjutnya disingkat NU), maka artinya garis yang biasa
ditempuh oleh orang-orang NU dalam kiprahnya mewujudkan cita cita
yang dituntun oleh faham keagamaannya sehingga membentuk
kepribadian khas NU. Jadi pengertian Khitthah NU adalah landasan
berpikir, bersikap dan bertindak warga Nahdlatul Ulama yang harus
dicerminkan dalam tingkah laku perseorangan maupun organisasi serta dalam
setiap proses pengambilan keputusan. 1 Landasan tersebut adalah faham
Ahlussunnah wal jama’ah yang diterapkan menurut kondisi
kemasyarakatan. Khittah NU juga digali dari intisari perjalanan
khidmahnya dari masa kemasa. Meskipun NU kembali ke khittah NU
1926, tetapi NU sadar akan adanya perubahan sesuai tuntutan kebutuhan
zaman. Itulah hakikat khittah NU yang kemudian dirumuskan dalam
“Khittah NU” oleh Muktamar ke-27 tahun 1984 di Situbondo.2

1
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Khazanah Aswaja; Memahami, Mengamalkan dan
Mendakwahkan Ahlussunnah wal Jama’ah, (Surabaya: Pustaka Gerbang Lama, 2016), hlm. 447
2
Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Politik Nahdlatul Ulama Pergulatan Pemikiran Politik
Radikal danAkomodatif (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2004), hlm. 190-191

3
B. Latar Belakang Khittah NU
Gagasan untuk merumuskan khittah NU baru muncul sekitar tahun 1975-
an, ketika NU sudah kembali menjadi jam'iyyah diniyah (organisasi sosial
keagamaan). Hanya saja, garis perjuangan sosial keagamaan ini mengalami
perubahan ketika NU bergerak di bidang politik praktis. Pengalaman NU ke
dalam politik praktis terjadi ketika NU menjadi partai politik sendiri sejak 1952,
setelah itu NU melebur ke dalam PPP (Partai Persatuan Pembangunan) sejak 5
Januari 1973. Ketika NU menjadi partai politik, banyak kritik yang muncul dari
kalangan NU sendiri, salah satunya menyebutkan bahwa “elit-elit politik”
dianggap tidak banyak mengurus umat. Sebagai tindak lanjut dari langkah
penyederhanaan partai- partai di Indonesia (1973). Setelah kembali menjadi
jam’iyah diniyah, baru terasa bahwa NU kembali kepada garisnya yang semula,
kepada khitthahnya. Terasa sekali selama ini ada kesimpangsiuran di dalam
tubuh dan gerak NU.3
Banyak yang berharap terutama kalangan ulama sepuh serta generasi
muda, bahwa akan tumbuh udara segar di dalam tubuh NU sehingga ada
pembenahan dalam bergerak. Saat itulah mulai terdengar kalimat kembali kepada
semangat 1926, kembali pada khitthah 1926 dan lain-lain. Makin lama gaung
semboyan tersebut semakin kencang. Apalagi fakta menunjukkan sesudah berfusi
politik ke dalam PPP, kondisi NU bukan bertambah baik, justru semakin
semrawut dan terpuruk. 4 Tetapi gagasan “kembali pada khitthah” itu terhadang
oleh kesulitan tentang bagaimana rumusannya. Apa saja yang termasuk unsur
atau komponen khitthah dan bagaimana rumusan redaksionalnya. Orang sudah
sering mengemukakan bahwa NU sudah memiliki khitthah yang hebat. Tetapi
bagaimana runtutnya kehebatan itu, belum dapat diketahui, dipelajari dengan
mudah dan cepat.
Adapun sebab utama timbulnya kesulitan perumusan itu adalah: Pertama,
Nahdliyyin melalui ketauladanan dan petunjuk yang berangsur-angsur diberikan

3
Laode Ida, NU Muda: Kaum Progresif dan Sekularisme Baru, (Jakarta: Erlangga, 2004)
4
NU Organization, Nahdlatul Ulama kembali ke Khittah 1926, (Bandung: Risalah, 1985), hlm. 150.
4
oleh para ulama, dibanding dengan diberikan secara tertulis sekaligus lengkap
berupa risalah. Kedua, aktivitas tulis-menulis di kalangan para tokoh-tokoh NU
belum membudaya, masih lebih banyak merumuskan atau menyampaikan pesan
secara lisan dan kesulitan. Ketiga, kaum Nahdliyyin umumnya belum biasa
menerima pesan-pesan atau pikiran-pikiran tertulis sebab budaya membaca
belum tinggi. Namun betapapun sulitnya merumuskan Khitthah NU, perumusan
harus dilakukan karena hal itu sangat diperlukan. Sudah banyak generasi baru
NU yang tidak sempat berguru secara intensif kepada tokoh generasi pertama.
Tidak salah kalau kemudian pemahaman dan penghayatan mereka
terhadap apa dan bagaimana NU secara benar, kurang mendalam dan lengkap.
Padahal di antara mereka yang tidak memiliki pengetahuan cukup memadai itu
sudah banyak berperan penting sebagai pengurus, wakil-wakil NU di berbagai
lembaga dan lain-lain. Pada sisi lain dokumen-dokumen yang dapat
dipergunakan sebagai sarana pewarisan penghayatan khitthah sangat minim atau
boleh dibilang tidak ada. Pada tahun 1979 menjelang diselenggarakannya
Muktamar di Semarang, Kiai Achmad Siddiq yang tergolong pemikir di antara
para pemikir NU yang sedikit jumlahnya, merintis rumusan khitthah dengan
menulis sebuah buku yang berjudul Khitthah Nahdliyyah. Cetakan kedua dari
buku tersebut terbit pada 1980 dan merupakan cikal bakal rumusan khitthah.
Pada 12 Mei 1983 di Hotel Hasta Jakarta, ada 24 orang yang mayoritas
terdiri dari tokoh-tokoh muda NU. Mereka membicarakan kemelut yang melanda
NU dan bagaimana mengantisipasinya. Meskipun mereka tidak memiliki otoritas
apa-apa pada masa itu, namun kesungguhan mereka ternyata mendatangkan
hasil. Mula-mula mereka menginventariskan gagasan-gagasan, kemudian
membentuk ”tim tujuh untuk pemulihan khitthah” yang bertugas merumuskan,
mengembangkan dan memperjuangkan gagasan. Rumusannya berjudul “Menatap
NU di Masa Depan” yang kemudian ditawarkan kepada segenap kelompok di
dalam NU. Pendekatan demi pendekatan dilakukan. Hasil pertama ialah
keberanian Rais Aam Kiai Haji Ali Ma’sum beserta para ulama sepuh lainnya

5
untuk mengadakan Musyawarah Nasional Alim Ulama NU di Situbondo
tepatnya di Pesantren Salafiyah Syafi’iyah asuhan KH. As’ad Syamsul Arifin
tahun 1983.
Panitia penyelenggara Munas adalah KH. Abdurrahman Wahid dan
kawan-kawan yang sebagian juga tokoh-tokoh Tim Tujuh atau juga dikenal
sebagai Majelis 24. Ternyata Munas Alim Ulama NU kali ini benar-benar
monumental, memiliki arti sejarah penting bagi NU, bahkan bagi tata
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Ada dua keputusan yang
sangat penting, yaitu: Pertama, penjernihan kembali pandangan NU dan sikap
NU dan Pancasila, yang dituangkan dalam dekralasi tentang hubungan
Pancasila dengan Islam dan Rancangan Mukaddimah Anggaran Dasar NU.
Kedua, pemantapan tekad kembali pada khitthah NU yang dituangkan dalam
pokok-pokok pikiran tentang pemulihan khitthah NU 1926. Dengan keputusan-
keputusannya, terutama dua keputusan tersebut, Munas Alim Ulama NU 1983
dapat menerobos kemacetan menuju penanggulangan kemelut internal NU,
sekaligus mengubah citra organisasi dalam pandangan hampir semua pihak di
luar NU, terutama pihak pemerintah. NU yang selama dasawarsa ini dijauhi,
sekarang didekati bahkan disanjung-sanjung. Keberhasilan Munas ini berlanjut
dengan rujuk internal di Sepanjang, Sidoarjo (rumah alm. KH. Hasyim Latif)
beberapa waktu berselang. Dengan begitu Muktamar ke-27 setahun kemudian,
dapat diselenggarakan oleh PBNU dalam kondisi sudah utuh kembali. Ketika
itu NU tidak lagi dipandang sebagi kelompok eksklusif yang sulit diajak
bekerjasama, tetapi sebagai kelompok yang positif konstruktif, tidak lagi
sebagai kelompok yang harus ditinggalkan tetapi menjadi pihak yang selalu
diperlukan.5
Muktamar ke-27 yang diadakan di tempat yang sama pada 1984 dan
dibuka oleh presiden, mendapat perhatian sangat besar dari semua pihak baik
dalam maupun luar negeri, serta masyarakat pada umumnya. Seseorang

5
Nur Khalik Ridwan, Ensiklopedia Khittah NU: Sejarah Pemikiran Khittah NU, (Yogyakarta: DIVA

6
Press, 2020), hlm. 40.

7
karyawan televisi Jepang menerangkan bahwa kunjungan massa sebanding
dengan ketika pemakaman Presiden Aquino di Filipina dan pemakaman Gamal
Abdul Naser di Mesir. Perusahaannya ingin menyuting dari udara. Tetapi
sayang tidak diizinkan. Dengan bekal semangat dan tekad kembali kepada
khitthah 1926 dan dengan modal cikal bakal risalah Khitthah Nahdliyyah karya
KH. Achmad Siddiq yang dikembangkan dengan menatap NU masa depan
(Tim Tujuh untuk pemulihan Khitthah, 1983), serta dipadukan dengan makalah
“Pemulihan Khitthah NU 1926”. (KH. Achmad Siddiq pada Munas Alim
Ulama NU, 1983) serta pokok-pokok pikiran tentang pemulihan khitthah NU
1926 (kesimpulan Munas), maka Muktamar ke-27 Nahdlatul Ulama pada tahun
1984 di Situbondo menetapkan rumusan terakhir “Khitthah Nahdlatul Ulama”.
Di samping itu, Muktamar juga menerima dan mengesahkan keputusan Munas
Alim Ulama pada 1983, termasuk Deklarasi Tentang Hubungan Pancasila
dengan Islam. Inilah perjalanan panjang tentang Khitthah NU. Para pendahulu
telah berusaha memberikan alternatif bagi perjalanan NU pada masanya.
Sekarang tugas generasi muda NU untuk meneruskan prestasi para ulama
terdahulu dengan tetap menjaga kemurnian NU sebagai sebuah jam’iyyah
diniyyah ijtima’iyyah seperti harapan pendiri dan para pendahulu.
C. Urgensi Khittah NU
Tujuan menjadikan Khitthah NU sebagai landasan berfikir, bersikap dan
bertindak warga NU seperti yang disebutkan dalam naskah adalah untuk
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari warga NU. Tetapi sampai saat ini
pengamalannya masih jauh dari keinginan khittah itu sendiri. Meskipun
pengamalannya merupakan perjuangan berat tetapi warga NU harus tetap
berusaha semaksimal mungkin untuk mengamalkannya.
Secara garis besar, Khitthah NU yang harus direalisasikan oleh
Nahdliyyin, telah terbingkai dalam fungsi dan misi NU itu sendiri, di antaranya
yaitu:
1. Sebagai jam’iyyah diniyyah, wadah perjuangan bagi ulama dan pengikutnya.
2. Sebagai gerakan keagamaan, ikut membangun insan masyarakat yang
bertakwa, cerdas, terampil, berakhlak, tentram, adil dan sejahtera.
8
3. Sebagai bagian tak terpisahkan dari keseluruhan bangsa dan senantiasa
menyatukan diri dengan perjuangan nasional.
4. Sebagai bagian tak terpisahkan dari umat Islam Indonesia, memegang teguh
prinsip Ukhuwah Islamiyah, toleransi dan hidup berdampingan, baik dengan
sesama umat Islam maupun dengan sesama warga negara yang mempunyai
keyakinan maupun agama berbeda.
5. Sebagai organisasi yang mempunyai fungsi pendidikan, senantiasa berusaha
menciptakan warga negara yang menyadari hak dan kewajibanya.
D. Butir-Butir Khittah NU
1. Mukaddimah
Nahdlatul Ulama didirikan atas kesadaran dan keinsyafan bahwa
setiap manusia hanya bisa memenuhi kebutuhannya bila bersedia untuk
hidup bermasyarakat, manusia berusaha mewujudkan kebahagiaan dan
menolak bahaya terhadapnya. Persatuan, ikatan batin, saling bantu
membantu dan kesatuan merupakan prasyarat dari tumbuhnya tali
persaudaraan (Al- Ukhuwah) dan kasih sayang yang menjadi landasan bagi
terciptanya tatanan kemasyarakatan yang baik dan harmonis6.

6
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Khazanah Aswaja; Memahami, Mengamalkan dan
Mendakwahkan Ahlussunnah wal Jama’ah, (Surabaya: Pustaka Gerbang Lama, 2016), hlm. 446

9
Nahdlatul Ulama sebagai jam'iyah diniyah adalah wadah bagi para
ulama dan pengikut-pengikutnya yang didirikan pada 16 Rajab 1344 H/ 31
Januari 1926 M dengan tujuan untuk memelihara, melestarikan, mengemban
dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jamaah
dan menganut salah satu mazhab 4, masing-masing Abu Hanifah an Nu'man,
Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris asy-syafi'i, dan Imam
Ahmad bin hanbal. Serta untuk mempersatukan langkah para ulama dan
pengikut-pengikutnya dalam melakukan kegiatan yang bertujuan untuk
menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian
harkat dan martabat manusia.
Nahdlatul Ulama dengan demikian merupakan gerakan keagamaan
yang bertujuan untuk ikut membangun dan mengembangkan Insan dan
masyarakat yang bertakwa kepada Allah Swt, cerdas, terampil, berakhlak
mulia, tentram, Sejahtera.
Nahdlatul Ulama mewujudkan cita-cita dan tujuannya melalui
serangkaian ikhtiar yang didasari oleh dasar-dasar paham keagamaan yang
membentuk kepribadian khas Nahdlatul Ulama. Inilah yang kemudian
disebut khittah Nahdlatul Ulama.
2. Pengertian
Khittah Nahdlatul Ulama adalah landasan berpikir, bersikap dan
bertindak warga Nahdlatul Ulama yang harus dicerminkan dalam tingkah
laku perseorangan maupun organisasi serta dalam setiap proses pengambilan
keputusan.
Landasan tersebut adalah paham Islam Ahlussunnah Wal Jamaah yang
diterapkan menurut kondisi kemasyarakatan Indonesia, meliputi dasar-dasar
amal keagamaan maupun kemasyarakatan. Khittah Nahdlatul Ulama juga
digali dari intisari perjalanan khidmahnya dari masa ke masa.7

7
Ibid, hlm. 447

10
3. Dasar-Dasar Faham Keagamaan NU
Nahdlatul Ulama mendasarkan faham keagamaan kepada sumber
ajaran Islam: Alquran, As-Sunnah, Ijma dan Qiyas. Dalam memahami,
menafsirkan Islam dari sumber-sumbernya di atas, Nahdlatul Ulama
mengikuti paham Ahlussunnah Wal Jamaah dan menggunakan Jalan
pendekatan (Al-mazhab)8: a Di bidang akidah, Nahdlatul Ulama
mengikuti Ahlussunnah Wal Jamaah yang dipelopori oleh Imam Abu Al-
Hasan Al-Asy'ari dan Imam
Manshur Al Maturidzi
b Di bidang fiqih, Nahdlatul Ulama mengikuti jalan pendekatan (al
mazhab) salah satu dari mazhab Abu Hanifah an Nu'man, imam Malik
bin Anas, Imam Muhammad bin Idris asy-syafi'i dan Imam Ahmad bin
hanbal.
c Di bidang tasawuf, mengikuti antara lain Imam Al Junaid Al Baghdadi
dan Imam Al Ghazali serta imam-imam yang lain.
d Nahdlatul Ulama mengikuti pendirian, bahwa Islam adalah agama
yang fitri, yang bersifat menyempurnakan segala kebaikan yang sudah
dimiliki manusia. Paham keagamaan yang dianut oleh Nahdlatul
Ulama bersifat menyempurnakan nilai-nilai yang baik yang sudah ada
dan menjadi milik serta ciri-ciri suatu kelompok manusia seperti suku
maupun bangsa dan tidak bertujuan menghapus nilai-nilai tersebut.
4. Sikap Kemasyarakatan NU
Dasar-dasar pendirian keagamaan Nahdlatul Ulama tersebut
menumbuhkan Sikap kemasyarakatan yang bercirikan pada9:
a. Sikap Tawassuth dan I'tidal
Sikap Tengah yang berintikan kepada prinsip hidup yang
menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah-tengah
kehidupan bersama. Nahdlatul Ulama dengan sikap dasar ini akan selalu

8
Ibid, hlm. 448
9
Ibid, hlm. 448
11
menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu
bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang
bersikap tatharuf (ekstrim)
b. Sikap Tasamuh
Sikap toleran terhadap perbedaan pandangan baik dalam masalah
keagamaan, terutama hal-hal yang bersifat furu’ atau menjadi masalah
khilafiyah, serta dalam masalah kemasyarakatan dan kebudayaan
c. Sikap Tawazun
Sikap seimbang Dalam berkhidmah. Menyertakan khidmah
kepada Allah SWT, khidmah kepada sesama manusia serta kepada
lingkungan hidupnya. Menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa kini
dan masa mendatang.
d. Amar ma'ruf nahi mungkar
Selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang baik,
berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama serta menolak dan
mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan
nilai- nilai kehidupan
5. Perilaku Keagamaan dan Sikap Kemasyarakatan
Dasar-dasar keagamaan (angka 3) dan sikap kemasyarakatan tersebut
(angka 4) membentuk perilaku warga Nahdlatul Ulama, baik dalam tingkah
laku perorangan maupun organisasi yang10:
a Menjunjung tinggi nilai-nilai maupun norma-norma ajaran Islam.
b Mendahulukan kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi
c Menjunjung tinggi sifat keikhlasan dan berkhidmah dan berjuang.
d Menjunjung tinggi persaudaraan (al-ukhuwah) persatuan (al-ittihad)
serta kasih mengasihi.
e Meluhurkan kemuliaan moral (al-akhlak al-karimah), dan menjunjung
tinggi kejujuran (ash-shidqu) dalam berfikir, bersikap dan bertindak.

10
Ibid, hlm. 449

11
f Menjunjung tinggi kesetiaan (Loyalitas) kepada agama, bangsa dan
negara.
g Menjunjung tinggi nilai amal, kerja dan prestasi sebagai bagian dari
ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
h Menjunjung tinggi ilmu pengetahuan serta ahli-ahlinya.
i Selalu siap untuk menyesuaikan diri dengan setiap perubahan yang
membawa manfaat bagi kemaslahatan manusia.
j Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong, memacu dan
mempercepat perkembangan masyarakatnya.
k Menjunjung tinggi kebersamaan di tengah kehidupan berbangsa dan
bernegara.
6. Beberapa Ikhtiyar
Sejak berdirinya, Nahdlatul Ulama memilih beberapa bidang utama
kegiatannya sebagai ikhtiar mewujudkan cita-cita dan tujuan berdirinya, baik
tujuan yang bersifat keagamaan maupun kemasyarakatan. Ikhtiar-ikhtiar
tersebut adalah11 :
a Peningkatan silaturahmi (komunikasi) inter-relasi antar Ulama. (dalam
statoeten Nahdlatoel Oelama 1926 disebutkan : mengadakan
perhoeboengan di antara oelama-oelama jang bermadzhab ).
b Peningkatan kegiatan di bidang keilmuan / pengkajian / pendidikan.
(dalam statoeten Nahdlatoel Oelama 1926 disebutkan : memeriksa
kitab-kitab sebeloemnya dipakai oentoek mengadjar, soepaja diketahoei
apakah itoe daripada kitab-kitab ahli soennah wal djamaah ataoe kitab-
kitab ahli bid’ah; memperbanjak madrasah-madrasah jang berdasar
agama Islam.
c Peningkatan kegiatan penyiaran Islam, pembangunan sarana-sarana
peribadatan dan pelayanan sosial. (dalam statoeten Nahdlatuoel Oelama
1926 diseboetkan: Menjiarkan agama Islam dengan djalan apa sadja
jang halal, memperhatikan hal-hal yang berhoeboengan dengan

11
Ibid, hlm. 450

12
masdjid-masdjid, soeraoe-soeraoe dan pondokpondok, begitu djuga
dengan hal ihwalnja anak-anak jatim dan orang-orang jang fakir
miskin).
d Peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat melalui kegiatan yang
terarah. (dalam statoeten Nahdlatoel Oelama 1926 diseboetkan:
mendirikan badan-badan oentoek masyarakat, terutama dengan
memadjoekan oeroesan pertanian, perniagaan dan peroesahaan jang
tiada dilarang oleh sjara’ agama Islam).
Kegiatan-kegiatan yang dipilih oleh Nahdlatul Ulama pada awal
berdiri dan khidmah nya menunjukkan pandangan dasar yang peka terhadap
pentingnya terus-menerus dibina hubungan dan komunikasi antar para
Ulama sebagai pemimpin masyarakat serta adanya keprihatinan atas nasib
manusia yang terjerat oleh keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan.
Sejak semula Nahdlatul Ulama melihat masalah ini sebagai bidang garapan
yang harus dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan nyata.
Ikhtiar-ikhtiar yang dilakukan mendasari kegiatan Nahdlatul Ulama
dari masa ke masa dengan tujuan untuk melakukan perbaikan, perubahan
dan pembaharuan masyarakat, terutama dengan mendorong swadaya
masyarakat sendiri.
Nahdlatul Ulama sejak semula meyakini bahwa persatuan dan
kesatuan para Ulama dan pengikutnya, masalah pendidikan, dakwah
Islamiyah, kegiatan sosial serta perekonomian adalah masalah yang tidak
bisa dipisahkan untuk mengubah masyarakat yang terbelakang, menjadi
sejahtera dan berakhlak mulia.
Pilihan kegiatan Nahdlatul Ulama tersebut sekaligus menumbuhkan
partisipatif terhadap setiap usaha yang bertujuan membawa masyarakat
kepada kehidupan yang maslahat.
Setiap kegiatan Nahdlatul Ulama untuk kemaslahatan manusia
dipandang sebagai perwujudan amal ibadah yang didasarkan pada paham
keagamaan yang dianut.

13
7. Fungsi Organisasi dan Kepemimpinan Ulama
Dalam rangka melaksanakan ikhtiarnya Nahdlatul Ulama membentuk
organisasi yang mempunyai struktur tertentu yang berfungsi sebagai alat
untuk melakukan koordinasi bagi tercapainya tujuan-tujuan yang telah
ditentukan, baik tujuan yang bersifat keagamaan maupun kemasyarakatan12.
Karena pada dasarnya Nahdlatul Ulama adalah Jam’iyyah Diniyyah
yang membawa paham keagamaan, maka ulama sebagai matarantai
pembawa paham Islam Ahlussunnah wal Jamaah selalu ditempatkan sebagai
pengelola, pengendali, pengawas, dan pembimbing utama jalannya organisasi.
Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya, Nahdlatul Ulama
menempatkan tenaga tenaga yang sesuai dengan bidangnya untuk
menanganinya.
Sebagai organisasi kemasyarakatan yang menjadi bagian tak
terpisahkan dari keseluruhan bangsa Indonesia, Nahdlatul Ulama senantiasa
menyatakan diri dengan perjuangan bangsa Indonesia. Nahdlatul Ulama
secara sadar mengambil posisi yang aktif dalam proses perjuangan dan
mempertahankan kemerdekaan, serta ikut aktif dalam penyusunan UUD
1945 dan perumusan Pancasila sebagai dasar negara.
8. NU dan Kehidupan Bernegara
Keberadaan Nahdlatul Ulama yang senantiasa menyatukan diri dengan
perjuangan bangsa, menempatkan Nahdlatul Ulama dan segenap warganya
untuk senantiasa aktif mengambil bagian dalam pembangunan bangsa
menuju masyarakat adil dan makmur yang diridhai Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Karenanya setiap warga Nahdlatul Ulama harus menjadi
warganegara yang senantiasa menjunjung tinggi Pancasila dan UUD 1945.

12
Ibid, hlm. 451

14
Sebagai organisasi keagamaan, Nahdlatul Ulama merupakan bagian
tak terpisahkan dari umat Islam Indonesia yang senantiasa berusaha
memegang teguh prinsip persaudaraan (al-ukhuwah), toleransi (al-tasamuh),
kebersamaan dan hidup berdampingan baik dengan sesama umat Islam
maupun dengan sesama warga negara yang mempunyai keyakinan / agama
lain untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita persatuan dan kesatuan
bangsa yang kokoh dan dinamis13.
Sebagai organisasi yang mempunyai fungsi pendidikan Nahdlatul
Ulama senantiasa berusaha secara sadar untuk menciptakan warga-negara
yang menyadari akan hak dan kewajiban terhadap bangsa dan negara.
Nahdlatul Ulama sebagai jam’iyyah secara organisatoris tidak terikat
dengan organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan manapun juga,
setiap warga Nahdlatul Ulama adalah warga negara yang mempunyai hak-
hak politiknya harus dilakukan secara bertanggung jawab sehingga dengan
demikian dapat ditumbuhkan sikap hidup yang demokratis, konstitusional,
taat hukum dan mampu mengembangkan mekanisme musyawarah dan
mufakat dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi bersama.
9. Khatimah
Khittah Nahdlatul Ulama ini merupakan landasan dan patokan-patokan
dasar yang perwujudannya dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala terutama
tergantung kepada semangat pemiliknya; warga Nahdlatul Ulama. Jamiyah
Nahdlatul Ulama hanya akan memperoleh dan mencapai cita-citanya jika
pemimpin dan warga benar-benar meresapi dan mengamalkan Khittah
Ulama ini.

13
Ibid, hlm. 452

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Khittah Nahdlatul Ulama adalah landasan berfikir, bersikap,


dan bertindak warga NU yang harus dicerminkan dalam tingkah laku
perorangan maupunorganisasi serta dalam setiap proses pengambilan
keputusan. Dalam rangka melaksanakan ikhtiarnya Nahdlatul Ulama
membentuk organisasi yang mempunyai struktur tertentu yang
berfungsi sebagai alat untuk melakukan koordinasi bagi tercapainya
tujuan-tujuan yang telah ditentukan, baik tujuan yang bersifat
keagamaan maupun kemasyarakatan.
Rumusan tujuan dan rincian usaha yang dilakukan NU
mencakup: komunikasi antar ulama, kegiatan di bidang keilmuan
pengkajian dan pendidikan, peningkatan penyiaran Islam (dakwah),
pembangunan sarana prasarana peribadatan dan pelayanan sosial,
serta peningkatan kualitas hidup masyarakat. Dengan kata lain, tujuan
dan program awal NU memang berwatak sosial keagamaan, bukan
sosial politik.
Khittah, harus dijadikan landasan dalam bersikap dan bertindak.
Di tengah liberalisasi informasi saat ini, khittah menemukan konteksnya
untuk menjaga diri dengan menerima dan mengelola informasi secara
kritis.
B. Saran
Kami percaya tulisan dalam makalah ini masih ada kekurangan
dan kekhilafan. Oleh karena itu, maka dengan rendah hati masukan dan kritikan
dari pembaca akan menyampurnakan makalah ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ida, Laode. 2004. NU Muda: Kaum Progresif dan Sekularisme Baru. Jakarta:
Erlangga.

Muhtadi, Asep Saeful. 2004. Komunikasi Politik Nahdlatul Ulama


Pergulatan Pemikiran Politik Radikal dan Akomodatif. Jakarta: Pustaka
LP3ES Indonesia.

NU Organization. 1985. Nahdlatul Ulama kembali ke Khittah 1926. Bandung:


Risalah.

Ridwan, Nur Khalik. 2020. Ensiklopedia Khittah NU: Sejarah Pemikiran


Khittah NU. Yogyakarta: DIVA Press.

Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur. 2016. Khazanah Aswaja; Memahami,
Mengamalkan dan Mendakwahkan Ahlussunnah wal Jama’ah. Surabaya: Pustaka Gerbang
Lama.

17

Anda mungkin juga menyukai