Anda di halaman 1dari 8

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................


a). Latar Belakang Masalah ...........................................

BAB 2 PEMBAHASAN ...............................................


1. Pembagian Hadits Berdasarkan
Sifat dan Sanadnya.................................................
a) Hadits Muttasil ........................................................
b) Hadits Musnad ........................................................
c) Hadits Musalsal ........................................................
d) Hadits Mu'an'an .........................................................
e) Hadits Muannan ........................................................
f) Hadits 'Ali dan Nazil ....................................................................

BAB 3 PENUTUP ............................................................


2. Kesimpulan ...................................................................

3. Saran .............................................................................

DAFTAR PUSTAKA .........................................................


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hadits secara bahasa adalah segala sesuatu yang disampaikan baik dengan suara maupun dengan
lisan. Sedangkan secara istilah hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
Saw. baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir nya.

‫َما ُٔاصيْف الى النبي صلى هللا عليه وسلم من قول او فعل اوتقرير‬

“Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw, baik dari segi perkataan, perbuatan, Taqrir
(persetujuan).”

Karena begitu pentingnya informasi yang datang dari Nabi Saw. maka segala sesuatu yang disandarkan
kepada beliau menjadi sebuah sandaran hukum setelah Al-Qur'an. Sehingga menjadikan hadits sebagai
sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.

Al-Qur'an telah dibukukan kedalam bentuk mushaf pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Tepatnya selepas meninggalnya Rasulullah Saw. Sedangkan hadits tidaklah demikian, pembukuan hadits
baru marak terjadi pada abad ke-13. Mungkin memang benar jika di masa Rasulullah Saw. Para sahabat
ada yang menulis hadits, tetapi jumlah mereka selain tidak banyak, juga karena perhatian mereka yang
lebih tertuju kepada pemeliharaan Al-Qur'an. Sebab Al-Qur'an pada masa Rasulullah Saw. belum
dibukukan kedalam bentuk mushaf.

Diantara sahabat Nabi Saw.yang menulis hadits adalah 'Amr bin Ash. Pengkodifikasian Hadits secara
resmi baru terjadi pada masa Khalifah Umar bin 'Abd Aziz, seorang Khalifah Bani Umayyah yang
memerintah tahun 99-101 H. Waktu yang relatif jauh dari Rasulullah memicu berbagai spekulasi
berkaitan dengan intensitas hadits. Karena dalam masa yang cukup panjang ini, telah terjadi pemalsuan-
pemalsuan hadits yang dilakukan oleh beberapa golongan dengan berbagai tujuan. Hal pertama yang
dilakukan oleh para ulama adalah menanyakan dari siapa seseorang mendapatkan hadits tersebut
(sanad). Oleh karena itulah para ulama mulai mengadakan penelitian hadits dengan meneliti sanad
dengan cara meneliti para rawi-rawinya.

BAB 2
PEMBAHASAN
1. Pembagian Hadits Berdasarkan Sifat dan Sanadnya
Secara bahasa, sanad berarti sandaran, yang kita bersandar padanya, dan berarti dapat di perpegangi,
dipercayai. Sedangkan secara istilah, sanad adalah jalan yang bersambung sampai kepada matan, rawi
rawi yang meriwayatkan matan hadits dan menyampaikannya.

Dapat dipahami bahwa sanad adalah sesuatu yang berfungsi untuk menguji validitas sebuah informasi
berupa hadist,dengan melihat hubungan rawi rawi hingga sampai kepada Nabi Muhammad Saw. Dalam
hal ini, artinya sanad adalah orang-orang yang meriwayatkan hadits dari tingkatan sahabat hingga hadits
itu sampai kepada kita.

Sanad berfungsi untuk mengetahui derajat keshahihan suatu hadits. Apabila ada cacat dalam sanadnya
baik itu karena kefasikkannya, lemah hafalan, tertuduh dusta atau selainnya maka hadits tersebut tidak
dapat mencapai derajat shahih. Maka sanad inilah yang menjadi ukuran sebuah hadits benar dan
valid,shahih,hasan,dhaif, atau palsu.

Terlepas dari itu ada berbagai macam sifat sanad dalam hadits sehingga yang menjadikan hadits dapat
di bedakan oleh beberapa kategori sesuai dengan jenis sifat sanadnya.

A. Hadits Muttasil
Muttasil secara bahasa berarti bersambung. Sedangkan menurut istilah Muttasil adalah Hadits yang
sanad nya bersambung sambung dari setiap rawinya. Baik sampai kepada nabi ataupun kepada sahabat.
Hadits Muttasil adalah Hadits yang di dengar oleh masing-masing rawinya dari rawi yang diatas sampai
kepada ujung sanadnya. Hadits Muttasil juga di sebut dengan hadits maushul yaitu karena sanadnya
bersambung langsung sampai kepada Rasulullah Saw. Hadits Muttasil mencakup hadits Muttasil marfu'
dan hadits Muttasil mauquf.

Ibn sholah berpendapat bahwasanya hadits Muttasil yang tidak memuat sanad yang disandarkan
kepada tabi'in disebut hadits maqthu', dan apabila hadits Muttasil tersebut memuat sanad yang
disandarkan pada tabi'in maka disebut marfu'dan mauquf.

Arti marfu' disini adalah hadits yang sanad nya telah sampai kepada Rasulullah Saw. Secara bahasa,
marfu' artinya sesuatu yang diangkat. Diangkat disini merupakan tanda kemuliaan. Karena disandarkan
kepada pribadi yang paling mulia yaitu Nabi Muhammad Saw.

Adapun contoh dari hadits Muttasil marfu'adalah Hadits yang diriwayatkan oleh Malik; dari Nafi' dari
Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Saw. bersabd :

ُ‫صالَةُ ال َعصْ ِر فَ َكَأنَّما َ ُوتِ َر َأ ْهلَهُ َو َمالَه‬


َ ُ‫َم ْن فَاتَ ْته‬
“Siapa yang terlewatkan shalat ashar maka seakan akan hilang keluarga dan hartanya.” [HR. al-Bukhari,
no.1537].

Sedangkan Mauquf adalah hadits yang sanadnya hanya sampai kepada sahabat. Contoh dari hadits
Muttasil mauquf ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Malik dari Nafi' bahwa ia mendengar Abdullah
bin Umar berkata: ‫ما اسلف سلفافال يشترط اال قضاءه‬

“ Barangsiapa yang mengutangi orang lain maka tidak boleh menentukan syarat lain kecuali keharusan
membayar nya".

Masing-masing hadits diatas adalah Muttasil atau mausul. Karena masing-masing rawinya mendengar
nya dari periwayat di atasnya, dari awal sampai akhir.

B. Hadits Musnad
Kata musnad berarti menyandarkan atau membangsakan. Adapun Hadits musnad dalam terminologi
ialah hadits yang sanad dan rawinya muttashil hingga kepada nabi Muhammad saw.

a. Menurut Al Hakim mengatakan bahwa hadits musnad adalah hadits yang bersambung sanadnya
sampai kepada Rasulullah

b. Menurut Al Khatib mengatakan bahwa hadits musnad adalah hadits yang bersambung sanadnya
hingga akhir sanad

“Hadis yang bersambung sanadnya. Hadis ini banyak ditemukan pada sanad yang

bersambung sampai nabi Muhammad Saw, bukan yang lain.”

Melihat pengertian di atas, maka hadis musnad tidak harus hadis yang sanadnya

sampai pada nabi Muhammad Saw. Artinya mencakup juga hadis mauquf dan hadis

maqthu‟. Menurut al-Hakim, hadis musnad adalah hadis yang bersambung sanadnya sampai kepada
Rasulullah Saw., bukan yang lain. Dari definisi di atas, hadis musnad mempunyai dua syarat, yakni
hadisnya harus sampai kepada nabi (marfū‟) dan sanadnya bersambung. Imam hakim juga memberi
syarat, dalam hadis musnad rawi tidak memakai kata
‫رفعه فالن‬،‫ ٔاظنه مرفوعا‬،‫بلغني عن فالن‬،‫حدثت عن فالن‬،‫اخبرت عن فالن‬

#######

Adapun contoh dari hadits Musnad adalah hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari, yang berkata,

“Telah bercerita kepada kami Abdullah bin Yusuf dari Malik dari Abi Zanad dari Al-A'raj dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, "jika seekor anjing meminum di bejana
kalian,maka cucilah sebanyak tujuh kali".”

Hadits ini sanadnya bersambung dari awal hingga akhir, juga marfu'sampai kepada nabi.

C. Hadits Musalsal
Menurut bahasa musalsal berasal dari kata ‫مسلسل‬yang berarti berantai dan bertali menali. Hadis ini
dinamakan musalsal karena ada kesamaan dengan rantai (silsilah) dalam segi pertemuan pada masing-
masing perawi atau ada kesamaan dalam bagian-bagiannya.

Menurut istilah hadis musalsal adalah hadis yang sambung penyandarannya dalam satu bentuk/
keaadaan atau satu sifat, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang terulang-ulang pada para
periwayatan atau pada periwayatan atau berkaitan dengan waktu atau tempat periwayatan.

Lebih luas Al-Iraqi memberikan definisi musalsal adalah hadis yang para perawinya dalam sanad
berdatangan satu persatu dalam satu bentuk keadaan atau dalam satu sifat, baik sifat para perawi
maupun sifat penyandaran (isnâd) baik terjadi pada isnâd dalam bentuk penyampaian periwayatan (adâ’
ar-riwâyah) maupun berkaitan dengan waktu dan tempatnya, baik keadaan para perawi maupun sifat-
sifat mereka, dan baik perkataan maupun perbuatan.

Dengan demikian hadis musalsal adalah hadis yang secara berturut-turut sanad-nya sama dalam satu
sifat atau dalam satu keadaan dan atau dalam satu periwayatan.

Menurut Al Hafidz Al Iraqi berkata: sedikit sekali hadis musalsal yang selamat dari kedhaifan,
dimaksudkan di sini sifst musalsal bukan pada asal matan karena sebagian matan shahih. Ibnu Hajar
berkata: Musalsal yang paling shahih di dunia adalah musalsal hadis membaca Surah Ash-Shaff.

Macam macam hadits Musalsal antara lain:

a. Musalsal bi ahwâl ar-ruwât (musalsal keadaan perawi).

Musalsal keadaan perawi terkadang dalam perkataan (qawlî), perbuatan (fi’lî), atau keduanya
(perkataan dan perbuatan atau qawlî dan fi’lî.

Contoh Musalsal qawlî (perkataan):

Hadis Mu’adz bin Jabal, bahwasannya Nabi SAW bersabda kepadanya: Hai Mu’adz sesungghnya aku
mencintaimu, maka katakanlah pada setelah shalat: Ya Allah Tolonglah aku untuk dzikir kepada-Mu,
syukur kepada-Mu, dan baik dalam ibadah kepada-Mu. (HR. Abu Dawud)

Hadis di atas musalsal pada perkataan setiap perawi ketika menyampaikan periwayatannya dengan
ungkapan: Sesungguhnya aku mencintaimu, maka katakan di setiap selesai shalat. Setiap perawi yang
menyampaikan perawi hadis ini selalu memulai dengan kata-kata tersebut sebagaimana yang dilakukan
Rasulallah terhadap Mu’adz.

Contoh musalsal fi’lî (perbuatan):


Hadis Abu Hurairah dia berkata: Abu Al-Qasim (Nabi SAW) memasukkan jari-jari tangannya kepada jari-
jari tanganku (jari jemari) bersabda: “Allah menciptakan bumi pada hari Sabtu.” (HR. Al-Hakim)

Setiap perawi yang menyampaikan periwayatan selalu jari jemari terhadap orang yang menerima hadis
tersebut sebagaimana yang dilakukan Rasulallah SAW.

Contoh musalsal qawlî dan fi’lî (perkataan dan perbuatan):

Hadis Anas bin Malik RA Berkata: Rasulallah SAW bersabda: Seorang hamba tidak mendapatkan
manisnya iman sehingga beriman kepada ketentusn Allah (Qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya.”
Rasulallah sambil memegang jenggot bersabda: “ Aku beriman pada ketentuan Allah (qadar) baik dan
buruk, manis dan pahitnya.” (HR. Al-Hakim secara musalsal)

Hadis di atas musalsal qawlî dan fi’lî ( musalsal perkataan dan sekaligus perbuatan) yaitu perkataan:
“Aku beriman pada ketentuan Allah (qadar) baik dan buruk, manis dan pahitnya” dan perbuatan
memegang jenggot. Semua perawi ketika menyampaikan periwayatan juga melakukan hal itu
sebagaimana Rasulallah SAW.

b. Musalsal bi shifât ar-ruwâh (Musalsal sifat Periwayat).

Musalsal ini dibagi menjadi perkataan (qawlî) dan perbuatan (fi’lî).

Contoh musalsal sifat perawi dalam bentuk perkataan:

Bahwasannya sahabat bertanya kepada Rasulallah SAW tentang amal yang disukai Allah SWT agar
diamalkan, maka Nabi membacakan mereka Surah Shaff.

Hadis ini musalsal pada membaca Surah Shaff. Setiap periwayat membacakan Surah Shaff ketika
menyampaikan periwayatan kepada muridnya atau yang menerima hadisnya.

Contoh musalsal sifat perawi dalam bentuk perbuatan (fi’lî).

Hadis Ibnu Umar secara marfû’: Penjual dan pembeli boleh mengadakan khiyâr (memilih jadi atau tidak).

Hadis di atas musalsal diriwayatkan oleh fuqahâ kepada para fuqahâ secara terus menerus. Atau
termasuk musalsal ini seperti kesepakatan nama-nama para perawi, seperti musalsal dalam nama Al-
Muhammadin kesepakatan dalam menyebut bangsa/nisbat mereka seperti musalsal dalam menyebut
Ad-Dimasyqiyin dan Al-Mishriyin.

c. Musalsal bi shifât ar-riwâyah (Musalsal dalam sifat periwayatan)

Dalam musalsal ini terbagi menjadi 3 macam,yaitu musalsal dalam bentuk ungkapan penyampaian
periwayatan (adâ’), musalsal pada waktu periwayatan, dan musalsal pada tempat periwayatan.

Contoh musalsal dalam bentuk ungkapan periwayatan seperti hadis musalsal pada perkataan setiap
perawi dengan menggunakan ungkapan aku mendengar si Fulan atau memberitakan kepada kami si
Fulan dan seterusnya.

Contoh musalsal pada waktu periwayatan:

Hadis Ibnu Abbas berkata: “Aku menyasikan Rasulallah SAW pada hari raya Idul Fitri atau Idul Adha,
setelah beliau selesai shalat menghadap kita dengan wajahnya kemudian bersabda: “Wahai manusia
kalian telah memperoleh kebaikan…,”

Hadis di atas musalsal waktu periwayatan yaitu pada hari raya Idul Fitri atau Idul Adha. Setiap perawi
mengungkapkan kalimat tersebut dalam menyampaikan periwayatan kepada muridnya.
Contoh musalsal pada tempat periwayatannya, seperti kata Ibnu Abbas tentang terijabah doa di
Multazam:

Aku mendengar Rasulallah SAW bersabda: “Multazam adalah suatu tempat yang diperkenankan doa
padanya. Tidak seorang hamba yang berdoa padanya melainkan dikabulkannya.”

Ibnu Abbas berkata: Demi Allah, aku tidak berdoa pada Allah padanya sama sekali sejak mendengar
hadis ini melainkan Allah memperkenan doaku. Hadis musalsal pada tempat periwayatannya, masing-
masing periwayat mengungkapkan sebagaimana perkataan Ibnu Abbas tersebut setelah menyampikan
periwayatn hadis kepada orang lain.

D. Hadits Mu'an'an
Pengertian dari muanan adalah hadits yang sanadnya terdapat redaksi ‘an (dari) seseorang. Ketika
redaksi ‘an itu pada tingkat sahabat, terdapat pemilahan. Apabila sahabat itu termasuk sahabat yang
sebagian besar hidupnya senantiasa bersama dengan nabi, maka redaksi ‘an sama dengan redaksi
sami’tu. Apabila sahabat itu jarang bertemu nabi, maka sanad itu perlu ditinjau ulang.

Pendapat ulama ahli hadits dalam masalah ini terdapat dua fersi:

a. Bahwa hadits yang jalurnya (sanad ) itu menggunakan redaksi ‘an (dari) termasuk dalam kategori
hadits yang sanadnya muttasil. Akan tetapi hadits mu’an’an untuk bisa dikategorikn sebagai hadits
muttasil, harus memenuhi beberapa syarat. Dalam hal-hal syarat ini terdapat dua pendapat:

1) Syarat-syarat yang ditentukan oleh Imam Bukhari, Ali bin al-Madani dan sejumlah ahli hadits lain
antara lain:

a) Perawi harus mempunyai sifat ‘adalah.

b) Harus terdapat hubungan guru murid, dalm artian keduanya harus pernah bertemu.

c) Perawi bukan termasuk mudallis.

2) Syarat-syarat yang ditentukan oleh imam muslim, antara lain:

a) Perawi harus mempunyai sifat ‘adalah.

b) Perawi bukan termasuk mudallis.

c) Hubungan antara yang meriwayatkan hadits cukup dengan hidup dalam satu masa dan itu
dimungkinkan untuk bertemu.

b. Bahwa hadits mu’an-an termasuk dalam kategori hadits mursal. Oleh karena itu hadits mu’an-an
tidak bisa dijadikan sebagai hujjah.

Contoh hadits Mu'an'an adalah

Memberikan kepada kami Al-Hasan bin Arafah, memberikan kepada kami Ismail bin Iyas dari yahya bin
abu amru Asy-Syahbani dari Abdullah bin Ad-Daylami berkata: Aku mendengar Abdullah bin Amr, aku
mendengar Rasulullah Saw bersabda: Sesunggunya Allah Swt menciptakan makhluk-Nya dalam keadaan
gelap (kebodohan) kemudia Dia sampaikan kepada mereka di antara cahaya-Nya (HR. At-Tirmizi).

E. Hadits Muannan
Kata muannan adalah isim maful dari kata kerja annana (‫ )أنن‬yang berarti mengucap lafad ‫نا‬Sehingga
pengertian hadis muannan adalah hadis yang perawinya mengucap lafadz ‫ان‬ ّ seperti :

‫ حدثنافالن ان فالنا‬. Secara bahasa muannan adalah isim maf’ul dari kata dasar annana dengan arti “berkata
anna (sesungguhnya) dan inna (bawasannya).”

Dalam ilmu hadits, bermakna satu hadits yang dalam sanadnya ada huruf anna atau inna. Atau dari urf
hadits mendefinisikan dengan: ‫يقال في سنده ان ما‬ :

“Hadits yang diriwayatkan dengan memakai pekataan anna: bahwasanya”.

Umpamanya perawi mengatakan, “Telah diceritakan kepadaku oleh si polan, “bahwasanya” si anu
berkata:”...”.

Contohnya adalah:

‫ بالغواعني ولو اية‬:‫قال ابن عمر ان النبي صلى هللا عليه و سلم قال‬.

“Abdullah ibn Umar brkata, “bahwasanya Nabi Saw bersabda, “Sampaikanlah olehmu daripadaku (apa
yang kamu dengar daripadaku) walaupun yang kamu dengan itu hanya satu ayat (sepotong perkataan)
saja”. (HR. Bukhari)

Hukum hadits mu’annan, menurut Imam Ahmad dan sekelompok ulama adalah hadits munqathi’ sampai
jelas ittishalnya.

F. Hadits 'Aly dan Nazil

Anda mungkin juga menyukai