Disusun oleh:
Dosen pengampu:
2019M/1440
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an sebagai kitab suci rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam yang didalamnya
mengandung berbagai macam ilmu, hukum, teologi, social dan sebagainya. Untuk
mengetahui kesalahan dalam membaca tajwid, maka Al-Qur’an dipelajari untuk memahami
makna ayat-ayat dalam tajwid. Maka untuk mendapatksn makna yang sesuai yang terdapat
dalam Al-Qur’an perlu memahami Qira’at dan cara membaca Al-Qur’an dengan baik dan
benar. Cara membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar bisa dipelajari dengan ilmu tajwid.
a. Pengertian Al-Lahn?
b. Pembagian Al-Lahn?
c. Contoh dari Al-Lahn Jally dan Al-Lahn Khafi
b. Menurut ulama qira’at. Makna istilah lahn berarti menyimpang dari kebenaran,
terdapat kesalahan bacaan, serta merusak ‘urf bacaan dan makna. Lahn jaliy, artinya
kesalahan yang berat atau merusak ‘urf bacaan saja tetapi tidak merusak maknanya. Lahn
khafiy, artinya kesalahan lahn yang ringan.
Para ulama tajwid secara umum telah mengistilahkan kesalahan dengan istilah “al-lahn” yang
terdiri dari dua macam, yang tujuannya agar kita dapat menjadikannya sebagai ukuran untuk
menggolongkan bentuk-bentuk kesalahan yang terjadi pada bacaan al-Qur’an masing-masing
kita.
1. Lahn jaliyy (kesalahan yang jelas), adalah kekeliruan dalam pengucapan lafal
sehingga mencederai aturan hukum qira’at, standar membaca dan aturan tata bahasa
arab, tidak peduli kesalahan ini mengakibatkan kerusakan makna maupun tidak.
Kesalahan jenis pertama ini adakalanya terjadi karena pergantian pengucapan satu
huruf dengan huruf lain, seperti mengganti huruf dzal ( ) زdengan za’ ()ذ, tsa’ ( ) ث
dengan sin ( )سatau dengan membuang huruf, seperti membuang huruf madd tanpa
sebab, dan lain sebagainya.
Terkadang pula, Lahn jaliyy ini terletak pada kesalahan pengucapan harakat
suata kata, baik yang berada di awal, tengah, atau akhir kalimat. Seperti mengganti
fathah dengan kasrah, dhammah dengan fathah, membaca sukun pada huruf
berharakat atau membaca harakat pada huruf sukun dan sebagainya, tidak peduli
apakah kekeliruan ini berdampak pada perubahan makna seperti keliru membaca
fathah pada ta’ lafal ( ) قلتdari ayat ( ) فقلت استغفروا ربكمdan salah membaca kasrah
pada kaf lafal ( ) لكdari ayat ()وان لك ألجرا غير ممنون.
Begitu juga, meski kekeliruan ini tidak mengubah kandungan makna seperti
membaca dhammah pada ha’ dari ayat ( ) ان هللا عتى كل شيء قديرatau membaca kasrah
pada nun dari ayat () اياك نعبد.
Kekeliruan dalam Lahn jaliyy hukumnya haram dan orang yang
melakukannya akan berdosa. Dinamakan jaliyy karena kesalahan dalam
pengucapannya terlihat jelas dan tidak samar.
2. Lahn khafi ( kesalahan yang samar atau tersembunyi ), adalah kekeliruan pengucapan
lafal sehingga mencederai kaidah ilmu tajwid meskipun tidak merusak makna dan
tidak melanggar kaidah kebahasaan. Kesalahan ini dinamakan khafi karena tidak ada
yang menyadarinya selain ahli baca al-Quran.
Contoh Lahn khafi ini seperti membaca idzhar lafal yang harus dibaca idhgam
atau ikhfa’, membaca tarqiq lafal yang bersifat tafkhim dan
sebaliknya,memanjangkan lafal yang harusmya dibaca pendek atau memendekan lafal
yang dibaca panjang, serta kesalahan-kesalahan lain yang melanggar aturan qira’at
yang diatur dan disusun oleh ulama ahli baca al-Quran.
Kesalahan Lahn khafi ini hukumnya makhruh. Ada pula yang berpendapat,
hukumnya haram sama seperti Lahn jaliyy karena sama-sama mencederai bacaan
yang benar terhadap ayat-ayat suci al-Quran.
Jika dengan tasydid kalimat اياك artinya “Hanya kepadaMu. namun jika tanpa tasydid maka
artinya “Sinar matahari”
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Al-lahn (kesalahan dalam membaca tajwid) menurut bahasa berarti menyimpang dari
jalan yang lurus, sedangkan menurut istilah berarti suatu kesalahan yang terjadi pada lafadz-
lafadz al-Qur’an yang dapat mempengaruhi makna. Al-lahn dibagi menjadi dua yakni: al-lahn
al-jaliy yang berarti kesalahan yang Nampak dan al-lahn al-khafiy yang berarti kesalahan
yang tersembunyi.
Al-lahn jali, adalah kesalahan pada bacaan lafadz-lafadz al-Qur’an yang menyalahi
kaidah tajwid, bahasa Arab khususnya i’rab (perubahan harakat akhir), baik yang dapat
mengubah arti atau tidak. Melakukan kesalahan ini dengan sengaja hukumnya haram
Dinamakan “kesalahan besar” karena kesalahan ini diketahui oleh ulama qiro’ah maupun
orang awam.
Al-lahn Khafiy Adalah kesalahan bacaan lafadz-lafadz al-Qur’an yang menyalahi sebagian
kaidah tajwid namun tidak menyalahi kaidah bahasa Arab, juga tidak mengubah harakat dan
tidak pula mengubah arti, seperti kesalahan pada bacaan idzhar, ikhfa’, iqlab, dan idgham.
Melakukan kesalahan ini dengan sengaja hukumnya makruh. kesalahan seperti ini hanya
diketahui oleh orang yang ahli dalam bidang ini.
Sektor ekonomi merupakan sektor yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Tidak
jarang masalah ekonomi membuat manusia frustasi, konflik, dan terjadi berbagai
perpecahan di sini.
Zaman dan teknologi selalu berubah dan meningkat. Akan tetapi, konsep ekonomi Islam
selalu bisa diandalkan untuk dijadikan falsafah dalam ekonomi ummat. Untuk itu, salah
besar jika ada anggapan tentang ekonomi Islam atau ekonomi syariah tidak bisa lagi
diterapkan atau sudah termakan zaman. Meskipun secara teknis berbeda, konsep ekonomi
Islam tetap harus jadi rujukan.
Sebagaimana dikutip dari dalamislam.com, berikut ini merupakan dasar ekonomi Islam.
Pertama adalah ketauhidan. Allah berfirman, “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di
jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,
dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat
baik.” (QS Al baqarah : 195).
Kedua adalah kemaslahatan, “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di
muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung.” (QS Al Jumuah : 10)
Ketiga adalah keadilan. “Celakalah orang-orang yang curang (dalam menakar timbangan),
yaitu orang yang apabila mereka menerima takaran minta dipenuhi. Dan apabila mereka
menakar (untuk orang lain), mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu mengira
bahwa mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar. Pada hari ketika mereka
semua bangkit menghadap Tuhannya.” (QS Al Mutahfifin : 1-6)
Keempat adalah menghargai hak individu. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (QS An-Nisa : 29)
Kelima adalah orientasi sosial. Orientasi Sosial. “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu
cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”
(QS Ali Imran : 192)
Berbicara mengenai ekonomi Islam, tentu tidak lepas dari ekonomi berbasis syariah.
Namun, ekonomi syariah, masih dipandang sebelah mata bagi masyarakat modern saat ini.
Sektor perbankan misalnya, meski perbankan syariah sudah mulai tumbuh, namun
geliatnya masih kalah jauh dibanding perbankan konvensional.
Sistem ekonomi islam dalam hal ini mengakomodasi semua kondisi ekonomi, baik
lingkungan maupun pelakunya. Penawaran khusus bagi orang-orang yang tidak memiliki
pilihan atau akses, Islam menawarkan perundingan zakat, solusi perundingan ekonomi
umat, peliputan berbagai kebijakan negara yang memang ditujukan untuk umat.
Dalam permasalahan ekonomi, manusia memiliki tujuan dan cara yang berbeda-beda,
tergantung tujuan masing-masing individu, bukan tergantung pada kebenaran yang ingin
mereka ikuti dan kemaslahatan umum yang ingin mereka realisasikan. Akibatnya, mereka
menyimpang dari jalan yang bermanfaat bersama. Karena tidak mau terikat dengan
petunjuk-petunjuk agama Islam, sementara cara berfikir manusia itu berbeda-beda, dan
amalan pun sesuai dengan cara berfikir itu, maka yang timbul adalah bencana yang merata
dan fitnah (perselisihan) sengit antara orang yang mengaku sebagai pembela kaum miskin
dan buruh dengan orang-orang yang memiliki harta dan kekayaan. Masing-masing
memiliki banyak argumen, akan tetapi semua argumen mereka tidak benar bahkan
cendrung menyesatkan.
Ini sangat berbeda dengan kaum Mukminin, alhamdulillâh, Allâh Azza wa Jalla telah
memberikan petunjuk jalan yang lurus kepada mereka dalam segala urusan mereka secara
umum, dan dalam permasalahan ini secara khusus.
Allâh Azza wa Jalla menakdirkan bahwa manusia itu berbeda-beda derajat dan status
sosial mereka, diantara mereka ada yang kaya ada juga yang miskin, ada yang mulia
adapula yang rendahan. Itu semua mengadung hikmah dan rahasia ilahi yang sangat agung
yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Tatkala Allâh Azza wa Jalla telah
menakdirkan seperti itu, maka Allâh Azza wa Jalla mengikat satu individu dengan
individu yang lainnya dengan ikatan kuat. Allâh Azza wa Jalla tundukkan sebagian
mereka untuk sebagian yang lain, sehingga masing-masing bisa memberikan manfaat
kepada yang lain dan merasa saling membutuhkan. Begitulah, alhamdulillah, syari’at
Allâh Azza wa Jalla mendatangkan kebaikan bagi si kaya dan si miskin.
Allâh Azza wa Jalla yang maha bijaksana mensyariatkan kepada mereka agar bersaudara
dan tidak saling mengeksploitasi. Allâh Azza wa Jalla membimbing kaum Muslimin
tatkala berintraksi dengan yang lain agar memperhatikan apa yang menjadi kewajibannya
terhadap pihak lain sesuai syari’at. Jika kewajiban-kewajiban itu terlaksana, persatuan
akan terwujud dan kehidupan akan nyaman.
Allâh Azza wa Jalla memerintahkan kepada semua pihak (si kaya dan si miskin) untuk
serius memperhatikan kemaslahatan umum yang akan mendatangkan manfaat bagi kedua
belah pihak.
Allâh Azza wa Jalla juga memotivasi mereka untuk terus berbuat baik disetiap waktu dan
kesempatan. Allâh Azza wa Jalla mewajibkan membatu orang yang tertimpa kesusahan,
memberi makan yang kelaparan dan memberikan pakain kepada orang yang
membutuhkannya.
Allâh Azza wa Jalla juga mewajibkan kepada orang-orang kaya untuk memberikan nafkah
secara khusus kepada anggota keluarga mereka, melakukan semua kewajiban mereka
ditengah-tengah masyarakat. Diantara hal penting yang harus diperhatikan oleh orang
yang bergelimang kekayaan adalah dalam urusan mencari harta Allâh Azza wa Jalla
memerintahkan mereka untuk tidak hanya bersandar dan bentumpu pada kemampuan
mereka saja serta tidak merasa tenang dengan apa yang mereka miliki sekarang. Mereka
harus selalu menyadari dan ingat kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala , iangat akan karunia
yang Allah k berikan kepada mereka dan berbagai kemudahan serta tidak lupa untuk
senantiasa memohon pertolongan kepada Allâh Azza wa Jalla , bersyukur kepada-Nya atas
limpahan karuni yang telah diberikan.