Anda di halaman 1dari 13

Daftar Isi

HALAMAN JUDUL ………………………………………………. i

KATA PENGANTAR ……………………………………………… ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………. iii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………….. 1

 A. Latar Belakang
 B. Rumusan Masalah
 C. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

 Pengertian Iman
 Pengamalan Iman
 Tingkatan Iman
 Karakteristik Iman

BAB III PENUTUP

 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
MAKALAH

“IMAN”

Oleh :

Rifaldy Indrayana C1L019080

Jurusan Pertanian Prodi Kehutanan


Mataram
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah swt.
Karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah tentang IMAN ini bisa selesai pada waktunya.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “PENGERTIAN IMAN”,
yang saya sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber

Saya berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, saya memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
saya sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Mataram, 22 September 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Adanya alam semesta beserta isinya, termasuk manusia dengan segala kelebihan dan
kekurangannya pasti ada yang menciptakan. Siapa Dia? Sudah tentu “Sang Pencipta” Dialah Allah
SWT. Untuk mengakui kebenaran dan keberadaan Allah SWT dibutuhkan dalam hati, mengakui
dan membenarkan tentang adanya Allah SWT.
Sebenarnya semua makhluk hidup yg berakal itu ingin bahagia, Masing-masing dalam
hidup ini mendambakan ketenangan kedamaian kerukunan dan kesejahteraan. Namun di
manakah sebenarnya dapat kita peroleh hal itu semua?
Sesungguhnya menurut ajaran Islam hanya iman yg disertai dgn amal shaleh yg dapat
menghantarkan kita baik sebagai individu maupun masyarakat ke arah itu.
Dengan iman masyarakat mereka menjadi masyarakat adil dan makmur. Para umara’ melaksanakan
perintah Allah para ulama beramar ma’ruf dan nahi mungkar dan rakyat saling tolong-menolong atas
kebajikan dan kebaikan. Kalimatul Haq mereka junjung tinggi tiada yg mengikat antar mereka selain
tali persaudaraan iman.

B. Rumusan Masalah
Di dalam makalah ini saya akan membahas mengenai :
1. Apa arti/pengertian Iman kepada Allah SWT.
2. Bagaimana pengamalan iman
3. Tingkatan iman
4. Karakteristik Iman

C. Tujuan
Tujuan yg ingin penulis capai antara lain yaitu :
1. Untuk mengerti apa itu iman
2. Untuk mengetahui cara pengamalan iman
3. Untuk mengetahui tingkatan iman
4. Untuk mengetahui karakteristik iman
BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Iman

Pengertian iman secara bahasa menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin adalah
pengakuan yang melahirkan sikap menerima dan tunduk. Kata beliau makna ini cocok dengan
makna iman dalam istilah syari’at. Dan beliau mengkritik orang yang memaknai iman secara
bahasa hanya sekedar pembenaran hati (tashdiq) saja tanpa ada unsur menerima dan tunduk.
Kata ’iman’ adalah fi’il lazim (kata kerja yang tidak butuh objek), sedangkan tashdiq adalah fi’il
muta’addi (butuh objek) (Lihat Syarh Arba’in, hal. 34)

‘Iman itu berupa pembenaran hati’ artinya hati menerima semua ajaran yang dibawa oleh
Rasul shallallahu ‘alahi wa sallam. ‘Pengakuan dengan lisan’ artinya mengucapkan dua
kalimat syahadat ‘asyhadu an la ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah’.
Sedangkan ‘perbuatan dengan anggota badan’ artinya amal hati yang berupa keyakinan-
keyakinan dan beramal dengan anggota badan yang lainnya dengan melakukan ibadah-ibadah
sesuai dengan kemampuannya (Lihat Kitab At Tauhid li Shaff Ats Tsaani Al ‘Aali, hal. 9)

Dan salah satu pokok penting dari aqidah Ahlus sunnah wal jama’ah ialah keyakinan bahwa
iman itu bertambah dan berkurang (Lihat Fathu Rabbbil Bariyah, hal. 102). Hal ini telah
ditunjukkan oleh dalil-dalil dari Al Kitab maupun As Sunnah. Salah satu dalil dari Al Kitab yaitu
firman Allah ta’ala (yang artinya), “Agar bertambah keimanan mereka di atas keimanan
mereka yang sudah ada.” (QS. Al Fath [48] : 4).

Dalil dari As Sunnah di antaranya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
sosok kaum perempuan, ”Tidaklah aku melihat suatu kaum yang kurang akal dan agamanya
dan lebih cepat membuat hilang akal pada diri seorang lelaki yang kuat daripada kalian ini
(kaum perempuan).” (HR. Al Bukhari dan Muslim). Maka ayat tersebut menunjukkan
penetapan bahwa iman itu bisa bertambah, sedangkan di dalam hadits tersebut terdapat
penetapan tentang berkurangnya agama. Sehingga masing-masing dalil ini menunjukkan
adanya pertambahan iman. Dan secara otomatis hal itu juga mengandung penetapan bisa
berkurangnya iman, begitu pula sebaliknya.

Dengan demikian dalam pandangan ahlus sunnah definisi iman memiliki 5 karakter :
keyakinan, ucapan, amal, bisa bertambah, dan bisa berkurang. Atau bisa diringkas menjadi 3 :
keyakinan, ucapan, dan amal. Karena amal bagian dari iman, secara otomatis iman bisa
bertambah dan berkurang. Atau bisa diringkas lebih sedikit lagi menjadi 2 : ucapan dan amal,
sebab keyakinan sudah termasuk dalam amal yaitu amal hati. Wallahu a’lam

Adapun secara istilah, dalam mendefinisikan iman manusia terbagi menjadi beragam
pendapat [dikutip dari Al Minhah Al Ilahiyah, hal. 131-132 dengan sedikit perubahan
redaksional] :

Pertama
Imam Malik, Asy Syafi’i, Ahmad, Al Auza’i, Ishaq bin Rahawaih, dan segenap ulama ahli
hadits serta ahlul Madinah (ulama Madinah) –semoga Allah merahmati mereka- demikian
juga para pengikut madzhab Zhahiriyah dan sebagian ulama mutakallimin berpendapat
bahwa definisi iman itu adalah : pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan, dan amal
dengan anggota badan. Para ulama salaf –semoga Allah merahmati mereka- menjadikan amal
termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana
amal juga bertambah dan berkurang (lihat Kitab Tauhid li Shaff Ats Tsaani Al ‘Aali, hal. 9).

Kedua
Banyak di antara ulama madzhab Hanafi yang mengikuti definisi sebagaimana yang
disebutkan oleh Ath Thahawi rahimahullah yang mengatakan bahwa iman itu pengakuan
dengan lisan dan pembenaran dengan hati.

Ketiga
Ada pula yang mengatakan bahwa pengakuan dengan lisan adalah rukun tambahan saja
dan bukan rukun asli. Inilah pendapat Abu Manshur Al Maturidi rahimahullah, dan Abu
Hanifah pun diriwayatkan memiliki sebuah pendapat seperti ini.

Keempat
Sekte Al Karramiyah mengatakan bahwa iman itu hanya pengakuan dengan lisan saja!
Maka dari definisi mereka ini orang-orang munafiq itu dinilai sebagai orang-orang beriman
yang sempurna keimanannya, akan tetapi menurut mereka orang-orang munafiq itu berhak
mendapatkan ancaman yang dijanjikan oleh Allah untuk mereka! Pendapat mereka ini sangat
jelas kekeliruannya.

Kelima
Jahm bin Shafwan dan Abul Hasan Ash Shalihi –salah satu dedengkot sekte Qadariyah-
berpendapat bahwa iman itu cukup dengan pengetahuan yang ada di dalam hati! [Dan inilah
yang diyakini oleh kaum Jabariyah, lihat. Syarh ‘Aqidah Wasithiyah, hal. 163]. Pendapat ini
jauh lebih jelas kerusakannya daripada pendapat sebelumnya! Sebab kalau pendapat ini
dibenarkan maka konsekuensinya Fir’aun beserta kaumnya menjadi termasuk golongan
orang-orang yang beriman, karena mereka telah mengetahui kebenaran Musa dan Harun
‘alaihimash sholatu was salam dan mereka tidak mau beriman kepada keduanya. Karena
itulah Musa mengatakan kepada Fir’aun, ”Sungguh kamu telah mengetahui dengan jelas
bahwa tidaklah menurunkan itu semua melainkan Rabb pemilik langit dan bumi.” (QS. Al
Israa’ [17] : 102). Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Mereka telah menentangnya,
padahal diri mereka pun meyakininya, hal itu dikarenakan sikap zalim dan perasaan sombong.
Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang melakukan kerusakan itu.” (QS.
An Naml [27] : 14). Bahkan iblis pun dalam pengertian Jahm ini juga termasuk kaum beriman
yang sempurna imannya! Karena ia tidaklah bodoh tentang Rabbnya, bahkan dia adalah sosok
yang sangat mengenal Allah (yang artinya), ”Iblis berkata,’Rabbku, tundalah kematianku
hingga hari mereka dibangkitkan nanti.’.” (QS. Al Hijr [15] : 36). Dan hakekat kekufuran dalam
pandangan Jahm ini adalah ketidaktahuan tentang Allah ta’ala, padahal tidak ada yang lebih
bodoh tentang Rabbnya daripada dia!!

Pengamalan Iman

Beriman kepada Allah SWT artinya meyakini Dia sebagai Tuhan semesta alam, juga yakin
akan kebenaran keberadaan para malaikat-Nya, wahyu-Nya (kitab-kitab Allah), para rasul-
Nya, hari akhir, dan takdir Allah SWT bagi setiap manusia. Dan pembenaran atas semua itu
harus diikuti dengan tindakan nyata, sebagai pengamalan atas keimanan tersebut.
Pengamalan keimanan kepada Allah harus diikuti dengan pembenaran atas semua firman-
Nya, yang kini tertuang dalam Alquran, sekaligus mengamalkan apa yang diperintahkan-Nya
dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Minimal, seorang Mukmin harus membuktikan
keimanannya dengan mengerjakan shalat lima waktu.

Dalam sebuah hadis disebutkan, pembeda antara seorang Mukmin dan kafir adalah shalat.
Dari shalat, jika dikerjakan dengan khusyuk, maka akan tercipta kondisi diri yang benar-benar
tunduk kepada Allah SWT.

Keimanan kepada para malaikat minimal dibuktikan dengan adanya kesadaran, bahwa di
kiri-kanan kita selalu ada malaikat pencatat amal Rakib dan Atid. Kedua malaikat itu selalu
mengawasi perilaku kita dan mencatatnya, untuk kemudian Allah SWT meminta
pertanggungjawaban kita di akhirat kelak.

Dengan adanya kesadaran tersebut, maka perilaku kita akan terkendali. Hanya akan
mengarah kepada hal-hal yang diwajibkan dan dibolehkan oleh ajaran Allah semata (syariat
Islam).

Keimanan kepada kitabullah, minimal dengan melakukan pembenaran kepada Alquran,


yang diikuti dengan pembacaan, penghayatan, dan pengamalan kandungan isinya.

Menjadikan Alquran sebagai pedoman hidup wajib hukumnya bagi setiap Mukmin. Alquran
merupakan petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa (QS. Al-Baqarah:2) dalam berpikir dan
bertindak dalam kehidupan ini.

Keimanan kepada para utusan Allah, minimal dibuktikan dengan membenarkan kenabian
dan kerasulan Nabi Muhammad SAW dan para nabi/rasul sebelumnya. Hal itu diikuti dengan
menjalankan apa yang disampaikan atau didakwahkannya. Perilaku Nabi, baik berupa
perkataan, perbuatan, maupun persetujuannya, merupakan sunnah, sebagai teladan
sekaligus pedoman perilaku bagi kaum Mukmin.
Tingkatan Iman

Iman yang terbit daripada “Taklid”


Hasil daripada mengikut fahaman orang lain,contohnya mengikut apa yang dikatakan dan
diajarkan oleh para Guru. Iman ini sangat lemah kerana tiada bukti dan hujah dapat
dikemukakan oleh seseorang itu apabila timbul keraguan.Hanya berpandukan penerangan
sesorang itu sahaja.

Iman yang tebit daripada “Ilmu”.


Hasil daripada pembelajaran mengenai dalil-dalil dan hujah-hujah yang berpandukan Al-
Quran,hadis dan para Ulama. Sesiapa yang telah mencapai tingkatan iman ini,mereka akan
berasa yakin dan mampu untuk menerangkan dan menghayati hakikat iman itu sendiri.

Iman yang terbit daripada “Ayan”(ainun-mata).


Hasil daripada “muraqabatullah” iaitu rasa sentiasa diperhatikan oleh Allah dalam apa jua
keadaan sekalipun. Tingkatan ini dikurniakan oleh Allah kepada insan yang terpilih sahaja

Iman yang terbit daripada “Hak”.


Hasil daripada “musyahadatullah” iaitu dapat melihat Allah dengan mata hati. Juga
dikurniakan kepada insane terpilih sahaja

Iman yang terbit daripada “Hakikat”.


Hasil daripada “fana’unfillah” iaitu tiada melihat selain dari Allah SWT. Para Wali Allah
hanya dapat mencapai sehingga ke tingkatan iman ini. Dimana mereka menjadi fana’ kepada
Allah dan tidak dapat menyedari dan mengawalnya.

Iman yang terbit daripada “Hakikatul hakikat”.


Juga hasil daripada “fana’unfillah” tetapi tingkatan ini hanya dikurniakan oleh Allah kepada
para Anbia sahaja. Dimana para nabi dan Rasul fana’ kepada Allah dengan dapat melihat zat
Allah itu tetapi masih mampu untuk mengawalnya dan hidup seperti manusia biasa. Seperti
Rasulullah dapat melihat syurga dan neraka ketika Isra’ dan Mi’raj, tetapi masih turun kebumi
dan dapat hidup seperti manusia biasa.
Karakteristik Iman

Adapun karakteristik iman sebagai berikut.


1. Mereka menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih mereka cintai daripada anak,isteri,harta
benda dan segalanya.
“Katakanlah: “jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu,
harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan
tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari
berjihad di jalan Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan Nya”. Dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”(QS.9:24)
2. Orang yang beriman tidak akan izin untuk tidak ikut berjihad.
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin
kepadamu untuk tidak ikut berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui
orang-orang yang bertakwa.Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah
orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu,
karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya. (QS.9:44-45)
3. Mereka selalu mendengar dan taat jika Allah dan rasul-Nya memanggil mereka untuk
melaksanakan suatu perbuatan.
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-
Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan
kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(QS.24:51)
4. Mereka menjadikan Rasul sebagai hakim dlm setiap persoalan/permasalahannya.
“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan
kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa
dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya.”(QS.4:65)
5. Mereka memiliki iman yg mantap, tidak dicampuri dgn keragu-raguan sedikitpun dan
keimanannya dibuktikan dengan berjihad di jalan Allah dgn harta & jiwanya.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang yakin(beriman)
kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang
(berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang
benar. (QS.49:15)
6. Mereka taat kepada Allah,rasul-Nya, dan ulil amri serta mengembalikan seluruh persoalan
yg mereka perselisihkan kepada Al-Qur’an dan Sunnah rasulullah.
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya,dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah(Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama(bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
(QS.4;59)
7. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah kepada mereka maka hatinya bergetar, imannya
bertambah, tetap menjalankan shalat,berzakat.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Allah lah mereka bertawakkal.(yaitu) orang-orang yang
mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada
mereka.Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan
memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rezki(nikmat)
yang mulia. (QS.8:2-4)
8. Cinta kepada Allah, bersikap lemah lembut terhadap sesama muslim dan tegas kepada
kaum kafir.
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya,
maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang
bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut
kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa
yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.
“(QS.5:54)
9. Mereka tidak mempunyai pilihan lain terhadap apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan
rasul-Nya, kecuali hanya taat,tunduk dan berserah diri kepada-Nya
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang
mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi
mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan
Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. “(QS.33:36)
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Perkataan iman yang berarti ‘membenarkan’ itu disebutkan dalam al-Quran, di antaranya
dalam Surah At-Taubah ayat 62 yang bermaksud: “Dia (Muhammad) itu membenarkan
(mempercayai) kepada Allah dan membenarkan kepada para orang yang beriman.” Iman itu
ditujukan kepada Allah , kitab kitab dan Rasul. Iman itu ada dua Iman Hak dan Iman Batil.

Definisi Iman berdasarkan hadist merupakan tambatan hati yang diucapkan dan dilakukan
merupakan satu kesatuan. Iman memiliki prinsip dasar segala isi hati, ucapan dan perbuatan
sama dalam satu keyakinan, maka orang – orang beriman adalah mereka yang di dalam
hatinya, disetiap ucapannya dan segala tindakanya sama, maka orang beriman dapat juga
disebut dengan orang yang jujur atau orang yang memiliki prinsip. atau juga pandangan dan
sikap hidup.

Para imam dan ulama telah mendefinisikan istilah iman ini, antara lain, seperti diucapkan
oleh Imam Ali bin Abi Talib: “Iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang benar
dengan hati dan perbuatan dengan anggota.” Aisyah r.a. berkata: “Iman kepada Allah itu
mengakui dengan lisan dan membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota.”
Imam al-Ghazali menguraikan makna iman: “Pengakuan dengan lidah (lisan) membenarkan
pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan rukun-rukun (anggota-anggota).”

Berbicara tentang iman, tentu berbicara tentang keyakinan. Maka secara mutlak orientasi
pembahasan dititik beratkan pada jiwa seseorang atau lazimnya di sebut “qalbu”. Hati
merupakan pusat dari satu keyakinan, kita semua sepakat bahwa dalam diri manusia terdapat
dua unsur pokok kejadian, terbentuknya jazad dan rohani, apabila keduanya pincang atau
salah satu di antaranya kurang, maka secara mutlak tidak mungkin terbentuk makhluk yang
bernama manusia.
DAFTAR PUSTAKA

 Atifah,Nurul.2013.“Makalah:IMAN|N.U.R.U.L”,https://nhurelnuyyuabbass.wordpress.co
m/2013/04/18/makalah-iman/ diakses pada 22 september 2019
 Rizqa, Hasanul. 2019. “Tentang Iman dalam ajaran islam”,
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/19/05/23/pry7td458-
tentang-iman-dalam-ajaran-islam-1 diakses pada 22 september 2019
 Wahyudi, Ari. 2012. “Definisi Iman”, https://muslim.or.id/8631-definisi-iman.html diakses
pada 22 september 2019

Anda mungkin juga menyukai