PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada abad ke 13 M agama Islam mulai masuk ke Indonesia, dan ada yang
berpendapat bahwa penyebaran Islam pertama kali dilakukan oleh para pedagang dan
mubaligh dari Gujarat-India. Sekarang jumlah umat Islam di Indonesia merupakan yang
paling besar dibandingkan umat Islam di negara-negara lain di dunia ini oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa umat Islam di Indonesia mempunyai peranan yang penting bagi
bangsa-bangsa dan negara-negara Islam lainnya. Lebih-lebih di Indonesia sendiri, umat Islam
merupakan mayoritas penduduk dan mereka bertebaran di segenap pelosok tanah air serta
banyak yang berkumpul dalam berbagai organisasi sosial, pendidikan, keagamaan, ekonomi,
dan politik.
Semenjak datangnya Islam di Indonesia yang disiarkan oleh para mubaligh khususnya
di Jawa oleh Wali Sanga atau Sembilan Wali Allah hingga berabad-abad kemudian,
masyarakat sangat dijiwai oleh keyakinan agama, khususnya Islam. Sejarah telah mencatat
pula, bahwa Islam yang datang di Indonesia ini sebagiannya dibawa dari India, dimana Islam
tidak lepas dari pengaruh Hindu. Campurnya Islam dengan elemen-elemen Hindu menambah
mudah tersiarnya agama itu di kalangan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Jawa,
karena sudah lama kenal akan ajaran-ajaran Hindu itu.
B. Rumusan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
1. Melalui peran mahasiswa, bahwa mahasiswa yang menuntut ilmu di luar negeri setelah
menyelesaikan pendidikannya, maka dia mentransferkan ilmunya tersebut untuk warga
masyarakat di Indonesia;
2. Melalui jalur publikasi, yakni berupa majalah – majalah yang memuat ide – ide pembaharuan
Islam bisa berasal dari luar negeri, sehingga bacaan tersebut diterjemahkan agar mudah
dipahami oleh warga masyarakat di Indonesia;
3. Melalui jalur haji dan mukim yakni tradisi pemuka agama Islam Indonesia yang menunaikan
ibadah haji ketika itu bermukim untuk sementara waktu guna menimba dan memperdalam
ilmu keagamaan atau pengetahuan lainnya. Ide – ide baru yang diperoleh tak jarang
kemudian mempengaruhi pemikiran serta dakwah di tanah air.
Pada abad ke XIII M agama Islam mulai masuk ke Indonesia, dan ada yang berpendapat
bahwa penyebaran Islam pertama kali dilakukan oleh para pedagang dan mubaligh dari
Gujarat-India. Sekarang jumlah umat Islam di Indonesia merupakan yang paling besar
dibandingkan umat Islam di negara-negara lain di dunia ini oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa umat Islam di Indonesia mempunyai peranan yang penting bagi bangsa-bangsa dan
negara-negara Islam lainnya. Lebih-lebih di Indonesia sendiri, umat Islam merupakan
mayoritas penduduk dan mereka bertebaran di segenap pelosok tanah air serta banyak yang
berkumpul dalam berbagai organisasi sosial, pendidikan, keagamaan, ekonomi, dan politik.
Sebelumnya, masyarakat sangat kuat berpegang teguh pada Agama Hindu dan Budha.
Setelah kedatangan Islam, mereka banyak berpindah agama secara sukarela. Tetapi sementara
itu mereka masih membiasakan diri dengan adat kebiasaan lam, sehingga bercampur-baur
antara adat kebiasaan Hindu-Budha dengan ajaran Islam. Hal tersebut berlangsung dari abad
ke abad, sehingga sulit dipisahkan antara ajaran Islam yang murni dengan tradisi peninggalan
Hindu atau peninggalan agama Budha. Dan tidak sedikit tradisi lama berubah menjadi
seakan-akan “Tradisi Islam”. Seperti kebiasaan menyelamati orang yang telah mati pada hari
ke:7, 40, 1 tahun dan ke 1000-nya serta selamatan pada bulan ke-7 bagi orang yang sedang
hamil pertama kali, mengkeramatkan kubur seseorang, meyakini benda-benda bertuah dan
sebagainya.
Pemerintahan Kolonial Belanda, sesuai dengan politik induknya “Devide et empera”
akhirnya membantu kaum adat untuk bersama-sama menumpas kaum pembaharu. Sungguh
pun kaum militer Padri dapat dikalahkan, tetapi semangat pemurnian Islam dan kader-kader
pembaharu telah ditabur yang kemudian pada kenmudian hari banyak meneruskan usaha dan
perjuangan mereka. Diantaranya, Syekh Tohir Jalaludin, setelah kembali dari Mekah dan
Mesir bersama-sama dengan Al Khalili mengembangkan semangat pemurnian Agama Islam
dengan menerbitkan majalah Al Imam di Singapura.
Pada saat itu juga, di Jakarta berdiri Jami’atul Khair pada tahun 1905, yang pada umumnya
beraggotakan peranakan Arab. Organisasi Jami’atul Khair ini dinilai sangat penting karena
dalam kenyataanya dialah yang memulai dalam bentuk organisasi dengan bentuk modern
dalam masyarakat Islam (dengan anggaran dasar, daftar anggota yang tercatat, rapat-rapat
berkala) dan mendirikan suatu sekolah dengan cara-cara yang banyak sedikitnya telah
modern. Di bawah pimpinan Syekh Ahmad Soorkati, Jami’atul Khair banyak mengadakan
3
pembaharuan dalam bidang pengajaran bahasa Arab, pendidikan Agama Islam, penyiaran
agama, dan banyak berusaha mewujudkan Ukhuwah Islam.
Sementara itu, banyak tumbuh dan lahir gerakan pembaharuan dan pemurnian Agama
Islam di beberapa tempat di Indonesia, yang satu sama lain mempunyai penonjolan
perjuangan dan sifat yang berbeda-beda. Akan tetapi, secara keseluruhan mereka mempunyai
cita-cita yang sama dan tunggal yaitu “Izzul Islam wal Muslimin” atau kejayaan Agama Islam
dan Kaum Muslimin. Di antara gerakan-gerakan tersebut adalah: Partai Sarekat Islam
Indonesia, Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan Al Irsyad.
Gerakan-gerakan tersebut, umumnya terbagi dalam dua golongan yaitu Gerakan
Modernis dan Gerakan Reformis. Yang dimaksud dengan Gerakan Modernis ialah gerakan
yang menggunakan organisasi sebagai alat perjuangannya. Jadi semua Gerakan Islam
tersebut dapat digolongkan sebagai gerakan Modernis. Sedangkan Gerakan Reformis, berarti
di samping gerakan ini menggunakan organisasi sebagai alat perjuangannya, juga berusaha
memurnikan Islam dan membangun kembali Islam dengan pikiran-pikiran baru, sehingga
Islam dapat mengarahkan dan membimbing umat manusia dalam kehidupan mereka.
Misalnya: Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan Al Irsyad.
4
di kalangan ulama tradisional seperti Persatuan Ulama Minagkabau yang didirikan tahun
1921 dan diikuti dengan berdirinya NU di Jawa Timur pada tahun 1926.
NU didirikan di seputar jaringan kerja para tokoh agama yang berpusat pada
pesantren di Jombang, Jawa Timur. NU mempertahankan prinsip-prinsip keagamaan
tradisional dan mengikuhkan syari'ah, mazhab-mazhab fikih dan praktek sufi yang
merupakan inti spritualitas mereka. NU menyangkal penegasan kaum reformis tentang posisi
Al-Qur'an dan hadis menggantikan praktek Islam tradisional.
Adapun yang menjadi penyebab langsungnya adalah adanya penyambutan yang tidak
baik terhadap gagasan K.H. Abdul Wahhab Hasbullah yang menyarankan agar usul-usul
kaum tradisionalis mengenai praktek keagamaan dibawa oleh delegasi Indonesia kepada raja
Ibn Sa'ud di Mekkah. Penolakan yang dilakukan oleh kaum reformis telah menyebabkan
kaum tradisional menjadi terpojok dan terpaksa memperjuangkan kepentingan mereka
dengan cara mereka sendiri, yakni membentuk sebuah komite yang dinamakan Komite Hijaz
untuk mewakili mereka di hadapan raja Ibn Sa'ud. Untuk memudahkan tugas ini, tanggal 31
Januari 1926 di Surabaya diputuskan untuk membentuk suatu organisasi yang mewakili Islam
tradisional yaitu NU. Persoalan ini kemudian dapat dipandang sebagai momentum kelahiran
Nahdatul Uama.
b. Muhammadiyah
Sejak tahun 1905 K.H. Ahmad Dahlan telah banyak melakukan dakwah dan pengajian-
pengajian yang berisi paham baru dalam Islam dan menitik beratkan pada segi alamiyah.
Baginya, Islam adalah agama amal, suatu agama yang mendorong umatnya untuk banyak
melakukan kerja dan berbuat sesuatu yang bermanfaat. Dengan bekal pendalaman beliau
terhadap Al-Qura’an dan sunah nabi, sampai pada pendirian dan tindakannya banyak bersifat
pengalaman Islam dalam kehidupan nyata.
Dari kajian-kajian K.H. Ahmad Dahlan akhirnya timbul pertanyaan kenapa banyak
gerakan-gerakan islam yang tidak berhasil dalam usahanya. Hal ini tidak lain di sebabkan
banyak orang yang bergerak dan berjuang tetapi tidak berilmu luas serta sebaliknya banyak
orang yang berilmu akan tetapi tidak mau mengamalkan ilmunya.
Atas dasar keyakinannya itulah, K.H. Ahmad Dahlan pada tahun 1991 mendirikan
sekolah Muhammadiyah yang menempati sebuah ruangan dengan meja dan papan tulis.
Dalam sekolah tersebut, di masukkan pula beberapa pelajaran yang lazim di ajarkan di
sekolah-sekolah model Barat, seperti ilmu bumi, ilmu alam, ilmu hayat dan sebagainya.
Begitu pula diperkenalkan cara – cara baru dalam pengajaran ilmu – ilmu keagamaan
sehingga lebih menarik dan mudah dipahami.
c. Al-irsyad
Dalam jami’at khair, timbul suatu perbedaan pendapat yang cukup tajam, terutama
persoalan “kafa’ah”, yaitu sah tdaknya golongan Arab keturunan Sayid (keluarga Nabi)
kawin dengan golongan lainnya. Dalam hal ini Syeh Sukarti berpendapat boleh,dan tetap
kufu atau seimbang. Ia mengemukakan alasan dengan ayat Al-Qur’an bahwa: “yang paling
mulia diantara kamu sekalian di sisi Allah adalah yang paling taqwa” (Al Hujarat 13).
5
Selain itu terdapat banyak bukti bahwa para sahabat kawin satu sama lain tanpa
memandang keturunan Sayyid atau tidaknya. Ternyata pendapat ini menimbulkan
ketidaksenangan golongan Arab seketurunan dengan Syaidina Ali, keluarga Nabi, dan
berakhir dengan perpecahan. Kemudian Syekh Ahmad Sukati pada tahun 1914 mendirikan
perkumpulan Al Ishlah Wal Irsyad. Maksudnya ialah memajukan pelajaran agama Islam yang
murni di kalangan bangsa Arab di Indonesia. Dan sebagai amaliyahnya berdirilah beberapa
perguruan Al-Irsyad di mana-mana, di antaranya pada tahun 1915 di jakarta. Selain itu
banyak bergerak dalam bidang sosial dan dakwah Islam dengan dasar Al-Qur’an dan sunnah
Rosul secara murni dan konsekuen.
d. Jami’atul khair
Organisasi sosial yang berperan dalam melakukan perubahan sistem atau lembaga
pendidikan Islam terutama di Jakarta. Lengkapnya Al-Jamiatul Khairiyah. Merupakan
organisasi pendidikan Islam tertua di Jakarta, didirikan tahun 1901 dengan peran besar para
ulama asal Arab Hadramaut dan juga pemuda Alawiyyin, seperti Habib Abubakar bin Ali bin
Abubakar bin Umar Shahab, Sayid Muhammad Al-Fakir Ibn. Abn. Al Rahman Al Mansyur,
Idrus bin Ahmad Shahab, Ali bin Ahmad Shahab, Abubakar bin Abdullah Alatas,
Muhammad bin Abdurrahman Shahab, Abubakar bin Muhammad Alhabsyi dan Syechan bin
Ahmad Shahab. Di tangan ulama-ulama inilah Jamiatul Khair tumbuh pesat.
Sebenarnya pada tahun 1901 Jamiatul Khair belum mendapat izin dari pemerintah
Belanda. Tujuan organisasi adalah mengembangkan pendidikan agama Islam dan bahasa
Arab. Oleh karena perhimpunan tersebut kekurangan tenaga guru, maka pada konggresnya
tahun 1911, diantara satu keputusannya adalah memasukkan guru-guru agama dan Bahasa
Arab dari luar negeri. Kemajuan Jamiatul Khair tersebut menambah kepercayaan masyarakat
Islam di Jakarta (dan Jawa umumnya) serta daerah sekitarnya.
Organisasi Pembaharuan Islam ini berkantor di daerah Pekojan di Tanjung Priok
(Jakarta). Oleh karena perkembangannya dari waktu ke waktu semakin pesat, maka pusat
organisasi ini dipindahkan dari Pekojan ke Jl. Karet, Tanah Abang. Organisasi ini dikenal
banyak melahirkan tokoh-tokoh Islam, terdiri dari tokoh-tokoh gerakan pembaharuan agama
Islam antara lain, Kyai Haji Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), HOS Tjokroaminoto
(pendiri Syarikat Islam), H. Samanhudi (tokoh Sarekat Dagang Islam), dan H. Agus Salim.
Bahkan beberapa tokoh perintis kemerdekaan juga merupakan anggota atau setidaknya
mempunyai hubungan dekat dengan Jamiatul Khair.
Awalnya memusatkan usahanya pada pendidikan, namun kemudian memperluasnya
dengan dakwah dan penerbitan surat kabar harian Utusan Hindia di bawah pimpinan Haji
Umar Said Cokroaminoto (Maret 1913). Kegiatan organisasi juga meluas dengan mendirikan
Panti Asuhan Piatu Daarul Aitam. Di Tanah Abang, Habib Abubakar bersama sejumlah
Alawiyyin juga mendirikan sekolah untuk putra (aulad) di Jl. Karet dan putri (banat) di Jl.
Kebon Melati serta cabang Jamiatul Khair di Tanah Tinggi Senen.
Pemimpin-pemimpin Jamiatul Khair mempunyai hubungan yang luas dengan luar
negeri, terutama negeri-negeri Islam seperti Mesir dan Turki. Mereka mendatangkan majalah-
majalah dan surat-surat kabar yang dapat membangkitkan nasionalisme Indonesia, seperti Al-
6
Mu'ayat, Al-Liwa, Al-ittihad dan lainnya. Tahun 1903 Jamiatul Khair mengajukan
permohonan untuk diakui sebagai sebuah organisasi atau perkumpulan dan tahun 1905
permohonan itu dikabulkan oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan catatan tidak boleh
membuka cabang-cabangnya di luar di Batavia.
7
(Muhammadiyah), KH Wahab Hasbullah (NU), dan Wondo Amiseno (Sarekat Islam).
Kemudian pada masa pendudukan Jepang gabungan gerakan Islam yang juga bersifat
federasi semacam MIAI ini dinamakan Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masjumi).
Partai Masjumi yang mencanangkan tujuannya dengan rumusan “Terlaksananya
syari’at Islam dalam kehidupan orang-seorang, masyarakat, dan Negara Republik
Indonesia” dalam kiprah politiknya sepanjang masa hidupnya, baik dalam bentuk program
maupun kebijakan-kebijakan partai menampakan sikap yang tegar, istiqomah, konsisten
terhadap prinsip-prinsip Islam yang bersumber pada Al-Qur’an maupun Al-Hadits.
Politik yang dianut oleh Partai Masjumi adalah politik yang menggunakan parameter
Islam, artinya bahwa semua program atau kebijakan partai harus terukur secara pasti dengan
nilai-nilai Islam. Ungkapan bahwa politik itu kotor, menurut keyakinan Partai Masjumi tidak
mungki terjadi manakala sikap, langkah, dan pola perjuangannya selalu berada di atas
prinsip-prinsip ajaran Islam. Masjumi mengakui terhadap realitas yang terjadi di tengah-
tengah arena politik bahwa politik itu memang kotor, kalau politik itu didasarkan pada
“politik bebas nilai” atau politik yang diajarkan oleh Nicollo Machiavelli bahwa “tujuan
menghalalkan semua cara”. Politik Islam sebagaimana yang dianut oleh Partai masjumi
adalah politik yang mengharamkan tujuan yang ditempuh dengan semua cara. Islam
mengajarkan bahwa “Tujuan yang baik harus dicapai dengan cara-cara yang baik pula”.
Pada tanggal 15 Desember 1955 diadakan Pemilu, Partai Masjumi mendapatka 57
kursi di pemerintahan. Akan tetapi karena Bung Karno termakan oleh bujukan dari Komunis
sehingga pada tanggal 17 Agustus 1960 mengeluarka Surat Keputusan (SK) Presiden Nomor
200 tahun 1960 untuk membubarkan Partai Islam Masjumi dari pusat sampai ranting di
seluruh wilayah NKRI. Pada tanggal 13 September 1960 DPP Masjumi membubarkan
Masjumi dari pusat sampai ke ranting-rantingnya.
8
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kemunculan gerakan pembaharuan Islam tidak bisa dipisahkan dari kondisi obyektif
kaum muslim di satu sisi dan tantangan Barat yang muncul di hadapan Islam di sisi lain. Dari
sudut pandang ini, Islam memang menghadapi tantangan dari dua arah, yaitu dari dalam dan
dari luar. Dengan demikian, Pengertian pembaharuan bukan hanya mencakup perbaikan
kondisi obyektif masyarakat muslim, tetapi juga mencakup jawaban Islam atas tantangan
modernitas. Pembaharuan Islam juga mngindikasikan ketidakpuasan atas kondisi Islam
historis yang berkembang sejak abad ke-18. oleh karena itu, kaum pembaru ingin
membangun cita ideal Islam yang maju dan modern.
Beberapa contoh gerakan pembaharuan yang telah terjadi di indonesia baik dalam
bidang sosial maupun di bidang politik, diantaranya terdapat :
a. Nahdhotul ulama (NU)
b. Muhammadiyah
c. Al-irsyad
d. Jami’atul khair
e. Partai sarekat islam indonesia
f. Partai islam masjumi
Adanya beberapa gerakan diatas dilatar belakangi oleh berbagai hal terutama upaya dalam
memajukan agama islam itu sendiri dan terlebih lagi dukungan dari masyarakat, sehingga
terbentuklah suatu gerakan pembaharuan.
9
DAFTAR PUSTAKA
10