Ferdiansyah 20.1.1970
M.Sirojul Islamiah 20.1.2083
Sayyidatuniswah 20.1.2046
FAKULTAS TARBIYAH
Daftar isi.......................................................................................................i
Kata Pengantar.............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................1
A. Pendahuluan ......................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................1
C. Tujuan Penuisan.................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................
1.Sejarah Jamia’at Khair.......................................................................2
2.Latar Belakang Berdirinya Lembaga Pendidikan Jamiat Khair.........3
3.Tokoh Pendiri Jamiat Kheir...............................................................4
4.Tujuan Pendirian Lembaga Pendidikan Jamiat Khair........................9
5.Landasan Madzhab Jami’at Khair ...................................................11
6. Kebijakan Jami’at khair Pendidikan Pada Masa Sekarang.............12
i
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, segala puji atas kehadirat Allah swt, atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya yang dianugerahkan kepada kita semua, terutama kepada
kami sehingga dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Sejarah Pendidikan Islam dengan judul “Organisasi Islam Jami’at Khair”.
Adapun penulisan dalam makalah ini, disusun secara sistematis dan
berdasarkan metode-metode yang ada, agar mudah dipelajari dan dipahami
sehingga dapat menambah wawasan pemikiran para pembaca.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari sepenuhnya adanya
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami harapkan
dari para pembaca agar dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
ii
Penulis
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Organisasi Islam muncul di Indonesia ketika pemerintah Hindia-Belanda
menguasai wilayah Indonesia. Organisasi Islam pada awalnya didirikan oleh
keturunan Arab yang telah menetap di Indonesia. Keturunan Arab yang menetap di
Indonesia memiliki kedudukan yang cukup tinggi pada masa pemerintahan Hindia-
Belanda. Oleh karena itu mereka bisa mendapat izin untuk mendirikan organisasi
Islam di Indonesia.
Masyarakat keturunan Arab yang menetap di Indonesia semakin lama
semakin berkembang. Masyarakat keturunan Arab selain bergerak di bidang
ekonomi mereka mulai mengembangkan ke bidang pemerintahan dan pendidikan.
Pemerintah Hindia- Belanda yang pada waktu itu melaksankan politik etis,
membuka sekolah-sekolah bagi kalangan pribumi, namun hanya kalangan pribumi
yang anggota keluarganya bekerja sebagai pegawai pemerintah Hindia-Belanda
yang diperbolehkan. Masyarakat keturunan Arab memiliki kesempatan untuk
belajar di sekolah-sekolah tersebut. Namun, mereka berkeinginan selain
mendapatkan ilmu pengetahuan umum juga mendapatkan ilmu pengetahuan agama
Islam. Masyarakat keturunan Arab mengambil langkah untuk mendirikan sekolah-
sekolah sendiri, yaitu sekolah yang dapat mengajarkan ilmu pengetahuan umum
serta ilmu pengetahuan agama Islam.1
B. Rumusan masalah
C. Tujuan Makalah
1
Laila Kholidah, dkk, Jurnal Jami’at Khair & Al-Irsyad, Universitas Indonesia.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Laila Kholidah, dkk, Jurnal Jami’at Khair & Al-Irsyad, Universitas Indonesia.
3
Pasal 3 Anggaran Dasar 15 Agustus 1903, Arsip Ag 13240 No. 18/8-24363/03 (ANRI, Jakarta).
4
Kokom Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jami’at Khair di Nusantara pada tahun 1905
sampai Pasca Kemerdekaan, 2013,(Skripsi, UIN Jakarta).
2
dan kentalnya misi Gospel pada bidang pendidikan masa pemerintahan Hindia-
Belanda. Kedua hal tersebut menunjukkan tidak adanya institusi yang cukup baik
bagi pendidikan umat Islam, khususnya masyarakat keturunan Arab. Gospel atau
penyebaran agama Kristen secara terang-terangan terjadi pada masa Pemerintah
Hindia-Belanda. Penyebaran agama tersebut mengkhawatirkan umat Islam saat itu.
Latar belakang berdirinya Jamiat Kheir tidak lepas dari perjalanan bangsa
Indonesia yang sejak tahun 1628 M hingga tahun 1918 Msenantiasa terjadi
pemberontakan dan perjuangan untuk mengusir penjajahan yang telah bercokol
dari tahun 1602 M.
Dan ketika jiwa kebangkitan nasional mulai masuk ke dalam jiwa bangsa
Indonesia, penjajah Belanda menjadi semakin cemas. Mereka berusaha untuk
memadamkan api semangat bahkan mengasingkan mereka-mereka yang dianggap
berbahaya terhadap kelangsungan hidup penjajahan di Indonesia. Bangsa Indonesia
mulai sadar bahwa kemerdekaan akan sulit dicapai bila hanya mengandalkan
perjuangan di medan laga saja.
Pejuang-pejuang dan kaum cendekiawan kemudian mulai merintis jalan
untuk berupaya merintis perjuangan di medan politik. Dengan lahirnya organisasi-
organisasi sosial, baik di bidang perekonomian maupun di bidang pendidikan, serta
lahirnya partai-partai politik di Indonesia, merupakan awal dari perjuangan di
bidang politik. Salah satu diantaranya adalah organisasi Jamiat Kheir. Jamiat kheir
lahir tahun 1901 M dan segera mendapat simpati dari umat Islam.5
Pada tahun 1901 sebagai langkah permulaan beberapa tokoh masyarakat
Arab berinisiatif mendirikan sebuah organisasi yang bergerak di bidang sosial
pendidikan berdasarkan Islam, yang diberi nama Jamiat Kheir. Pada mulanya
organisasi ini dimaksudkan sebagai wadah kerjasama dan perlindungan, tapi
mencerminkan pula sentimen keagamaan yang kuat dari pendiri-pendirinya, yang
selalu siap memberi bantuan pada tiap organisasi yang condong pada Islam. Karena
anggota dan pemimpin organisasi ini pada umumnya terdiri dari orang-orang yang
berada, maka mereka dapat menggunakan sebagian besar waktunya untuk
5
Kokom Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jami’at Khair di Nusantara pada tahun 1905
sampai Pasca Kemerdekaan, 2013,(Skripsi, UIN Jakarta).
3
perkembangan organisasi tanpa merugikan usaha mereka untuk pencaharian
nafkah.Mungkin hal ini pulalah yang menjadi salah satu penyebab utama yang
menunjang kemajuan dan perkembangan Jamiat Kheir.6
Jamiat Kheir didirikan di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1905, Secara resmi
dengan pengesahan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan Anggaran
Dasarnya dapat disetujui.Akan tetapi Jamiat Kheir dilarang untuk mendirikan
cabang-cabang organisasi di luar wilayah Batavia.7
Berdirinya Jamiat Kheir lebih didorong oleh pertimbangan-pertimbangan
praktis daripada oleh kesadaran-kesadaran filosofis ataupun agama. Dia merupakan
pencerminan dari keengganan para pendirinya untuk tetap tertinggal dari kemajuan
yang dicapai oleh orang-orang Belanda, serta prestasi yang dicapai oleh orang-
orang Cina yang telah berhasil menegakkan sebuah organisasi sosial di kalangan
mereka pada permulaan abad.Juga merupakan pencerminan ketidaksenangan
terhadap Belanda, yang dirasakan lebih memperlihatkan kecenderungan untuk
menganak-emaskan orang-orang Cina dibandingkan dengan perhatian terhadap
masyarakat Arab atau Muslim.
Jika diperhatikan berdirinya sekolah Jamiat Kheir ada beberapa factor yang
mendorong, menurut berkas dari Jamiat Kheir, yaitu:
a) Belum ada sekolah yang cocok untuk anak-anak kaum muslimin, sebab sejak
tahun 1850 mulai diberlakukannya sekolah oleh Pemerintah Hindia Belanda
hingga abad ke-20 khusus disediakan untuk anak orang Eropa, anak orang
Kristen dan anak kaum bangsawan.
b) Pendidikan Agama Islam tidak diperkenankan diajarkan pada sekolah
Pemerintah Kolonial.
c) Semangat pembaharuan Islam di dunia yang dipelopori oleh Muhammad
Abduh, Jamaluddin Al-Afghani dan Rashid Ridha membuka cakrawala baru
dalam pemikiran orang Arab/keturunan Arab di Indonesia.
3. Tokoh Pendiri Jamiat Kheir
Pendiri Jamiat Kheir ini adalah :
1. Sayid Ali bin Ahmad bin Syahab, sebagai Ketua
2. Sayid Muhammad bin Abdullah bin Syahab, sebagai Wakil Ketua
6
Harun Nasution dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Ikapi, 1992), h. 480-481.
7
Mansur dan Mahfud Junaedi, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Depag
Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2005), h. 65.
4
3. Sayid Muhammad Al Fachir bin Abdurrahman Almasyhur, sebagai Sekretaris
4. Sayid Idrus bin Ahmad bin Syahab, sebagai Bendahara
5. Said bin Ahmad Basandiet, sebagai Anggota.
8
Harun Nasution, dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Ikapi, 1992), h. 480-481
5
perintahnya.Mudah-mudahan Allah merahmatinya dengan rahmat yang diberikan-
Nya kepada orang-orang yang baik.9
Pada tahun 1297 H, saat berusia 10 tahun, bersama ayahnya serta
saudaranya Muhammad dan Sidah, berangkat ke Hadramaut. Di sana Abubakar
menuntut ilmu dari berbagai guru terkenal, baik di Damun, Tarim, maupun
Seywun, di samping mendatangi tempat pengajian dan pertemuan dengan sejumlah
ulama terkemuka. la kembali ke Indonesia melalui Syihir, Aden, Singapura dan
tiba kembali ke Jakarta pada tanggal 3 Rajab 1321 H. Setelah mendapat
gemblengan selama tiga belas tahun di Hadramaut.
Kemudian mendirikan Jamiatul Khair bersama Abubakar bin Ali Shahab
dan sejumlah pemuda Alawiyyin. Pada tanggal 1 Mei 1926, saat usianya 50 tahun,
untuk kedua kalinya kembali berangkat ke Hadramaut disertai dua orang putranya
Hamid dan Idrus. Mereka singgah di Singapura, Malaysia, Mesir dan Mukalla
sebelum tiba di Damun, 20 Dzulqaidah 1344 H. Di tempat yang disinggahinya ia
selalu belajar dengan para guru dan sejumlah habib. Di Hadramaut ia memperbaiki
sejumlah masjid, diantaranya Masjid Al-Mas, bahkan juga membangun Masjid
Sakran. Habib Abubakar tidak pemah jemu berjuang untuk kejayaan Islam dan
Alawiyyin.10
Habib Ali bin Abubakar Shahab sebagai ketua Jamiat Kheir, juga ikut
mendorong organisasi ini ketika pindah dari Pekojan ke Jalan Karet (kini jalan KH
Mas Mansyur, Tanah Abang). Kegiatan organisasi ini kemudian meluas dengan
mendirikan Panti Asuhan Piatu Daarul Aitam. Di Tanah Abang, Habib Abubakar
bersama-sama sejumlah Alawiyyin juga mendirikan sekolah untuk putra (aulad) di
Jalan Karet dan putri (banat) di Jalan Kebon Melati (kini Jl. Kebon Kacang Raya),
serta cabang Jamiat Kheir di Tanah Tinggi, Senen.
Beliau adalah Habib Ali bin Abdur Rahman bin Abdullah bin Muhammad
al-Habsyi. Lahir di Kwitang, Jakarta pada 20 Jamadil Awwal 1286H / 20 April
1870M. Ayahanda beliau adalah Habib Abdur Rahman al-Habsyi seorang ulama
9
Sayyid bin Abu Bakar, Rihlatul Asfar Otobiografi, terj. Ali Yahya, (tanpa penerbit, 2000), h. 16
10
http://benmashoor.wordpress.com/2008/08/08/perkumpulan-jamiat-kheir-1901-
%E2%80%93-1919/
11
Harun Nasution, dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Ikapi, 1992), H. 480-481
6
dan dai yang hidup zuhud, manakala bunda beliau seorang wanita sholehah
bernama Nyai Hajjah Salmah puteri seorang ulama Betawi dari Kampung Melayu,
Jatinegara, Jakarta Timur. Adapun kakeknya, Habib Abdullah bin Muhammad Al-
Habsyi, dilahirkan di Pontianak, Kalimantan Barat. Dia menikah di Semarang.
Dalam pelayaran kembali ke Pontianak, ia wafat, karena kapalnya karam.
Adapun Habib Muhammad Al-Habsyi, kakek buyut Habib Ali Kwitang, datang
dari Hadramaut lalu bermukim di Pontianak dan mendirikan Kesultanan Hasyimiah
dengan para sultan dari klan Algadri. Habib Abdur Rahman ditakdirkan menemui
Penciptanya sebelum sempat melihat anaknya dewasa. Beliau meninggal dunia
sewaktu Habib Ali masih kecil.Sebelum wafat, Habib Abdur Rahman berwasiat
agar anaknya Habib Ali dihantar ke Hadhramaut untuk mendalami ilmunya dengan
para ulama disana.Tatkala berusia lebih kurang 11 tahun, berangkatlah Habib Ali
ke Hadhramaut. Tempat pertama yang ditujunya ialah ke rubath Habib Abdur
Rahman bin Alwi al-Aydrus.
Di sana beliau menekuni belajar dengan para ulamanya, antara yang
menjadi gurunya ialah Shohibul Mawlid Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi,
Habib Hasan bin Ahmad al-Aydrus, Habib Zain bin Alwi Ba’Abud, Habib Ahmad
bin Hasan al-Aththas dan Syaikh Hasan bin Awadh. Beliau juga berkesempatan ke
al-Haramain dan meneguk ilmu dari ulama di sana, antara gurunya di sana adalah
Habib Muhammad bin Husain al-Habsyi (Mufti Makkah), Sayyidi Abu Bakar al-
Bakri Syatha ad-Dimyati, (pengarang I’aanathuth Thoolibiin yang masyhur) Syaikh
Muhammad Said Babsail, Syaikh Umar Hamdan dan ramai lagi.Ia dikenal sebagai
penggerak pertama Majelis Taklim di Tanah Betawi.
Majelis taklim yang digelar di Kwitang, Jakarta Pusat, merupakan perintis
berdirinya majelis taklim-majelis taklim di seluruh tanah air.Majelis taklim Habib
Ali di Kwitang merupakan majelis taklim pertama di Jakarta.Sebelumnya, boleh
dibilang tidak ada orang yang berani membuka majelis taklim.Karena selalu
dibayang-bayangi dan dibatasi oleh pemerintah kolonial, Belanda.
Setiap Minggu pagi kawasan Kwitang didatangi oleh puluhan ribu jamaah
dari berbagai pelosok, tidak hanya dari Jakarta saja namun juga dari Depok, Bogor,
Sukabumi dan lain-lain. Bagi orang Betawi, menyebut Kwitang pasti akan teringat
dengan salah satu habib kharismatik Betawi dan sering disebut-sebut sebagai
perintis majelis Taklim di Jakarta, tiada lain adalah Habib Ali bin Abdurrahman bin
Abdullah Al-Habsyi atau yang kerap disapa dengan panggilan Habib Ali kwitang.
7
Menurut beberapa habib dan kiai, majelis taklim Habib Ali Kwitang akan
bertahan lebih dari satu abad. Karena ajaran Islam yang disuguhkan berlandaskan
tauhid, kemurnian iman, solidaritas sosial, dan nilai-nilai keluhuran budi atau
akhlakul karimah. Habib Ali, kata mereka, mengajarkan latihan kebersihan jiwa
melalui tasawuf. Dia tidak pernah mengajarkan kebencian, hasad, dengki, gibah,
ataupun fitnah.Sebaliknya, almarhum mengembangkan tradisi AhlulBait, yang
menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, menghormati hak setiap manusia tanpa
membedakan status sosial.
Dua tahun setelah sang ayah wafat, Habib Ali Kwitang yang saat itu masih
berusia 11 tahun, berangkat belajar ke Hadramaut. Sesuai wasiat ayahandanya yang
kala itu sudah wafat. Tempat pertama yang dituju adalah rubath Habib
Abdurrahman bin Alwi Alaydrus. Di majelis mulia itu ia juga membaca kitab
kepada Habib Hsan bin Ahmad Alaydrus, Habib Zen bin Alwi Ba’abud dan Syekh
Hasan bin Awadh bin Makhdzam.
Di antara para gurunya yang lain di Hadramaut yaitu Habib Ali bin
Muhammad Al-Habsyi (penyusun Simthud Durar), Habib Ahmad bin Hasan Alatas
(Huraidah), dan Habib Ahmad bin Muhsin Al-Hadar (Bangil). Selama 4 tahun,
Habib Ali Kwitang tinggal di sana, lalu pada tahun 1303 H/1886 M ia pulang ke
Betawi.
Pulang dari Hadramaut, ia belajar kepada Habib Utsman bin Yahya (mufti
Batavia), Habib Husein bin Muhsin Alatas (Kramat, Bogor), Habib Alwi bin
Abdurrahman Al-Masyhur, Habib Umar bin Idrus Alaydrus, Habib Ahmad bin
Abdullah bin Thalib Al-Aththas (Pekalongan), Habib Ahmad bin Muhammad Al-
Muhdhor (Bondowoso).
Ketika terjadi perang di Tripoli Barat (Libya), Habib Utsman menyuruh
Habib Ali Kwitang untuk berpidato di masjid Jami’ dalam rangka meminta
pertolongan pada kaum muslimin agar membantu umat Islam yang menderita di
Tripoli. Padahal pada waktu itu, Habib Ali Kwitang belum terbiasa tampil di
podium. Tapi, dengan tampil di podium atas suruhan Habib Utsman, sejak saat itu
lidahnya fasih dalam memberikan nasehat dan kemudian ia menjadi dai.12
Tokoh-tokoh pahlawan Nasional yang pernah menjadi anggota
perkumpulan Jamiat Kheir, diantaranya:
a) Raden Umar Said Tjokroaminoto.
12
Dokumen Resmi Yayasan Jamiat Kheir.
8
b) R. Jayanegara, Hoofd Jaksa Betawi, anggota nomor 352.
c) R.M. Wiriadimaja, Asisten Wedana Rangkasbitung, anggota nomor 661.
d) R. Hasan Djayadiningrat, anggota nomor 273.
e) K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, anggota nomor 770.
13
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1996),
cet. 8, h. 68-69
9
2. Mengupayakan sekolah-sekolah untuk memperoleh pengetahuan agama,
3. Mendirikan perpustakaan yang mengupayakan buku-buku untukmenambah
pengetahuan dan kecerdasan.14
Pada tahun 1919 M, didirikan Jamiat kheir bagian puteri (al-Banat).Dan
para pengajarnya yang termasyhur yaitu Mu‟allim Tunus 15dan syekh Ahmad
Surkati (yang kemudian pindah ke al-Irsyad).16 Pentingnya Jamiat kheir terletak
pada kenyataan bahwa yang memulai organisasi dengan bentuk modern dalam
masyarakat Islam dan mendirikan suatu sekolah dengan cara-cara yang sudah
modern seperti: kurikulum, kelas, dan sarana prasana penunjang lainnya. Ide-
ide ini berkumandang di kota-kota lain, tetapi organisasi yang tumbuh di
Jakarta seakan membeku, pertikaian dengan organisasi al-Irsyad mencerminkan
pertikaian dalam lingkungan masyarakat Arab tentang kedudukan sayid dalam
masyarakat itu dan pada umumnya dalam masyarakat Islam di Indonesia.17
Jamiat Kheir yang pada awal berdirinya mempunyai tujuan yang
bergerak di bidang sosial pendidikan, pada kenyataannya ikut pula dalam
bidang ekonomi dan politik. Kegiatan politiknya inilah yang menyebabkan
perubahan Jamiat Kheir dari perkumpulan menjadi yayasan pendidikan. Maka
ketika sudah menjadi Yayasan Pendidikan, Visi, Misi dan Tujuannya, yaitu:18
Visi Yayasan Jamiat Kheir, yaitu:
a) Mencerdaskan umat sejalan dengan tantangan kemajuan zaman berpegang
teguh pada landasan ajaran Islam.
b) Wawasan ke-Islaman secara utuh (kaffah) terpadu antara iman, ilmu dan
amal, terintegrasi antara IMTAQ dan IPTEK.
c) Wawasan keunggulan, ketekunan, kesungguhan dan keikhlasan dalam
rangka ibadah kepada Allah SWT.
Misi Yayasan Jamiat Kheir, yaitu:
a) Menyiarkan agama Islam dan bahasa Arab.
14
Deliar Noer, Op.Cit, h. 69
15
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Mutiara Sumber
Widya, 1995), Cet.5, h. 319.
16
Ramayulis dan Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: Quantum
Teaching, 2005), h. 55
17
Kokom Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jami’at Khair di Nusantara pada tahun 1905
sampai Pasca Kemerdekaan, 2013,(Skripsi, UIN Jakarta).
18
Kokom Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jami’at Khair di Nusantara pada tahun 1905
sampai Pasca Kemerdekaan, 2013,(Skripsi, UIN Jakarta).
10
b) Berkhidmat untuk umat sesuai dengan perintah Allah SWT dan Rasulullah
Muhammad SAW.
c) Menanamkan keyakinan yang kuat dan kebanggaan terhadap kebenaran
Islam sebagai petunjuk Allah SWT satu-satunya demi keselamatan hidup di
dunia dan akhirat.
Tujuan Yayasan Jamiat Kheir, yaitu:
a) Mempersiapkan generasi Islam yang cinta kepada Allah SWT dan taat
kepada Rasulullah SAW, sayang kepada sesama, berakhlak mulia, percaya
diri, teguh pendirian, selalu bertitik kepada kebenaran dan keadilan,
bermanfaat bagi agama, umat dan masyarakat, menerapkan ajaran agama
Islam dalam meningkatkan martabat bangsa dan Negara.
b) Membentuk kepribadian ulama yang berwawasan luas, ahli dalam
bidangnya, mampu berbahasa Arab dan dapat member manfaat bagi
masyarakat dan bangsa.
c) Menanamkan mahabbah kepada kaum mukminin, utamanya ahli
bait/keluarga Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.19
19
Dokumen Resmi Yayasan Jamiat Kheir.
20
Kokom Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jami’at Khair di Nusantara pada tahun 1905
sampai Pasca Kemerdekaan, 2013,(Skripsi, UIN Jakarta).
11
pendidikan umum dan madrasah, yaitu dengan dikeluarkannya Surat Keputusan
Bersama 3 Menteri, antara Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam Surat Keputusan Bersama tersebut,
dinyatakan bahwa ijazah Madrasah disamakan dengan ijazah sekolah umum yang
sederajat.
Kemudian diikuti oleh Surat Keputusan Bersama dua Menteri, yaitu antara
Menteri Agama (No. 045/1984) dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(No.0299/U/1984), tentang perembukan Kurikulum Sekolah Umum dan
Kurikulum Madrasah. Dalam Surat Keputusan Bersama tersebut dinyatakan bahwa
lulusan Madrasah dapat dan boleh melanjutkan ke sekolah-sekolah umum yang
lebih tinggi.21
Mengenai kondisi Jamiat Kheir sekarang, melalui wawancara langsung
dengan Ustadz. Syaugi Al-Gadri, beliau sebagai Ketua Harian di Yayasan
Pendidikan Jamiat Kheir sekarang menyatakn bahwa Jamiat Kheir sekarang
mengikuti kurikulum Departemen Agama dan mengenai muatan materinya dapat
dikatakan hampir 100% berisi muatan materi Agama Islam. Hal itu terlihat dari
muatan materi pendidikan yang diberikan, yaitu:
a) Bahasa Arab
b) Qur’an Hadits
c) Nahwu Shorof
d) Balaghah
e) Ilmu Falaq
f) Tafsir dan ilmu tafsir
g) Hadits dan ilmu hadits
h) Qiraatul Kutub
i) Bahasa Inggris
j) Bahasa Indonesia
k) Aqidah Akhlak
l) Fiqih dan Ushul fiqih
m) Sejarah Kebudayaan Islam
n) Faraidh
o) Tahfidzul Qur’an
21
Kokom Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jami’at Khair di Nusantara pada tahun 1905
sampai Pasca Kemerdekaan, 2013,(Skripsi, UIN Jakarta).
12
p) Imla
q) Insya
r) Khat
s) Matematika
t) Olahraga
u) Kimia
v) IPA/Biologi
w) Sosiologi
x) Fisika
y) PKN
z) TIK
Sarana dan prasarana yang terdapat di Jamiat Kheir sekarang yaitu gedung
milik sendiri, Perpustakaan, Ruang Aula, Laboratorium Komputer, Laboratorium
bahasa, Laboratorium fisika, biologi dan kimia, Lapangan volley dan lapangan
basket, kantin serta koperasi.22
Program ekstrakurikuler yang diselengarakan di Jamiat Kheir antara lain,
yaitu:
1) Kesenian marawis
2) Kaligrafi
3) Muhadharah 3 bahasa (Arab, Inggris, Indonesia)
4) Drumband
5) Pramuka
6) Pencak silat
7) Bola basket
8) Volley
9) Qasidah, dll
13
5) Al-Muntakhobat al-Mahfudhot
6) Al-Qiroah Rosyidah
7) Al-Akhlak lil banin wal Banat
8) Silsilah at-Ta‟lim at-Ta‟bir
9) Silsilah at-Ta‟lim an-Nahwu
10) Silsilah at-Ta‟lim ash-Sharf
11) Ta‟lim Muta‟lim
12) Al-Hushun al-Mutaalim
13) Qira‟ah Tajridiyah
14) An-Nahwul Wadhih
15) Al-Qiroah Jadidah
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
14
Lembaga Jamiat Kheir ini berdiri pada tanggal 17 Juli 1905 di Jakarta. Yang
dimana anggotanya ini di dominasi oleh orang-orang yang berasal dari Arab, namun
dalam hal ini tidak menutup kemungkinan juga setiap muslim menjadi anggota dalam
lembaga ini tanpa diskriminasi asal-usul. Jamiat Kheir ini merupakan lembaga pertama
yang tampil dengan pembaharuan islam yang memiliki anggaran dasar, daftar anggota
yang tercatat, dan rapat-rapatnya.
Jamiat Kheir ini pada awalnya memusatkan usahanya ini pada pendidikan,
kemudian lembaga ini memperluasnya dengan dakwah dan penerbitan surat kabar
harian Utusan Hindia di bawah pimpinan Haji Umar Said Cokroaminoto (Maret 1913).
Kegiatan lembaga ini juga meluas dngan mendirikan panti Asuhan Piatu Daarul Aitam.
Daftar Pustaka
Kholidah, Laila dkk, Jurnal Jami’at Khair & Al-Irsyad, Universitas Indonesia.
15
Ernawati, Kokom. Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jami’at Khair di Nusantara
pada tahun 1905 sampai Pasca Kemerdekaan, 2013, (Skripsi, UIN Jakarta).
Nasution, Harun dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Ikapi, 1992.
Mansur dan Junaedi, Mahfud. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Depag
Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2005.
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES, 1996.
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Mutiara Sumber
Widya, 1995)
Ramayulis dan Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: Quantum
Teaching, 2005.
Enizar Muaz, Jami’at Khair sebagai salah satu Pelopor Pembaharuan Pendidikan Islam
di Indonesia, 1987, (Skripsi, UI).
Pasal 3 Anggaran Dasar 15 Agustus 1903, Arsip Ag 13240 No. 18/8-24363/03 (ANRI,
Jakarta).
16