Anda di halaman 1dari 10

Nama : Zulkifli Pelana

NIM : 4415120305

Prodi : Pendidikan Sejarah (A)

MK : Filsafat Sejarah

___________________________________________________________

Tutty Alawiyah:

Riwayat Hidup dan Pemikirannya

Jika kita mendengar atau melihat


nama Tutty Alawiyah, mungkin beberapa
orang di antara kita akan bertanya-
tanya (jika memang belum tahu),
“siapakah Tutty Alawiyah itu?”. Sebagian
dari kita yang ‘akrab’ dengan ranah
dakwah dan pendidikan Islam pastinya
tidak akan asing dengan nama yang
satu ini. Dalam tulisan inilah, kita akan
sekilas menelisik sekilas riwayat hidup,
pemikiran, serta berbagai kegiatan yang
terkait dengan sosok perempuan inspiratif yang satu ini.

Tutty Alawiyah lahir pada tanggal 30 Maret 1942 di Jakarta 1 dari


pasangan KH Abdullah Syafi’ie dan Hj. Rogayah. Terlahir dari keluarga
yang kental akan unsur Islami, jejak langkah Tutty Alawiyah sebagai tokoh
perempuan yang tersohor tidak terlepas dari pengaruh pemikiran dan
didikan dari ayahnya, KH Abdullah Syafi’ie, yang mana KH Abdullah
Syafi’ie ini adalah salah satu tokoh ulama sekaligus tokoh pendidikan

1
“Wikipedia - Tuty Alawiyah” <http://id.wikipedia.org/wiki/Tuty_Alawiyah>, diakses 1 Juni
2014, pukul 19.30 WIB.
yang berjasa besar dalam pengembangan pendidikan dan dakwah Islam
melalui pendirian perguruan Asy-Syafi’iyah di Jakarta. Dan bisa dibilang
kegiatan-kegiatan yang dilakukan KH Abdullah Syafi’ie ini terwariskan
pada anaknya, yakni Tutty Alawiyah. Di samping itu, memang landasan
keagamaan Islamlah salah satunya yang merupakan fondasi pemikiran
Tutty Alawiyah dalam menjalani setiap kegiatannya.

Dalam usia yang masih muda, Tutty Alawiyah sudah banyak


mengukir prestasi yang mengagumkan. Pada usia tujuh tahun, ia sudah
lancar membaca Al-Quran. Kemudian, pada tahun 1951 (ketika usianya
sembilan tahun), ia mendapat kesempatan membaca Al-Quran di Istana
Negara di mana saat itu, BKOI, sebuah organisasi Islam, mengadakan
acara pertama pengajian Maulid Nabi Muhammad SAW di kediaman
Presiden Soekarno. Pada saat itu ia sudah dikenal sebagai qori’ah
(pelantun Al-Quran perempuan) cilik yang sudah sering menyanyikan lagu
qasidah mulai dari di depan kelas, acara pernikahan hingga mendampingi
ayahnya mengajar di masjid-masjid terdekat di sekitar Jakarta.

Kemahiran Tutty dalam membaca Al-Quran lengkap dengan tajwid


dan lagunya tidak lepas dari ajaran ibunya, Hj. Rogayah, seorang
ustadzah dan qori’ah. Tutty kecil mendapatkan peran membaca beberapa
ayat suci Al-Quran saat ibunya sedang mengajar di kampung-kampung.
Selain itu, kemampuannya dalam menulis tulisan Arab Melayu (huruf
Jawi) juga didapat dari ibunya.

Pemikiran Tutty Alawiyah pada masa remajanya pun terasah dengan


dengan kegiatannya dalam menulis puisi dan artikel yang dimuat di
beberapa surat kabar ibukota. Sebagai contoh, beberapa puisinya seperti
“Santri, Pesantren, Ulama dan Nafiri Ilahi” diterbitkan oleh koran Minggu
Abadi dan Berita Minggu. Di samping itu, puisinya berjudul “Yusuf yang
Agung” berhasil menjadi puisi terbaik versi RRI tahun 1960, di mana
penyelenggaranya adalah Abdul Muthalib, pengasuh rubrik “Tunas
Mekar”. Dari prestasi tersebut, usahanya dalam menerjemahkan ayat Al-
Quran ke dalam bentuk puisi pun telah membuahkan hasil, dan juga
terbukti kemampuannya dalam menyalurkan pemikiran serta bakat
kesenian melalui penulisan puisi tersebut cukup mumpuni.

Karena melihat bakat Tutty dalam berpidato, membaca Al-Quran,


dan mendendangkan lagu-lagu qasidah, pada tahun 1959 sang ayah
mengajak Tutty berdakwah di Singapura dan Malaysia. Di Singapura, ia
dipercaya oleh Bapak Sugih Arto, Konsulat Jenderal Republik Indonesia
untuk berceramah di depan masyarakat Indonesia yang datang lebih dari
500 orang. Di sana juga ia mendapat pengalaman yang tidak terlupakan,
di mana ia terpaksa berceramah di depan umum tanpa teks karena teks
ceramahnya ketinggalan. Pengalaman ini menjadi titik balik, di mana
dalam ceramah-ceramah selanjutnya ia tidak lagi menggunakan catatan
tertulis yang baku, kecuali dalam seminar atau pidato resmi.

Selain itu, di Singapura, ia melihat perempuan tampil dengan baik


dalam segala peran kehidupan, baik muda ataupun tua. Mereka
memimpin sekolah seperti ustadzah Saadah Suhaimi di Ipoh Lane.
Perempuan-perempuan Islam berbahasa Inggris, berpakaian trendy,
mengendarai mobil sendiri, bekerja di luar rumah, dan punya organisasi
yang mapan. Ia melihat di sana seperti tidak ada hambatan untuk maju
dan berkarier. Melihat hal ini, ia tertarik ingin menerapkannya kepada
kawan-kawan dan murid-muridnya di Indonesia. Baginya, pengalaman di
Singapura ini membuka beberapa ‘tali belenggu’ sempitnya pemikiran
terhadap peluang-peluang kemajuan untuk perempuan, terutama
perempuan Islam, yang ingin tampil dalam berbagai kesempatan dan
kegiatan.

Lalu, berhubungan dengan kehidupan pribadinya, pada tahun 1960,


Tutty Alawiyah menikah dengan Ahmad Chatib Naseh dan dikaruniai lima
orang putra-putri, yaitu Moh. Reza Hafiz, Dailami Firdaus, Nurfitria
Farhana, Lily Kamalia Ihsana, dan Syifa Fauzia, serta jumlah cucunya
sebanyak 13 orang. Walaupun ia menikah di usia yang masih muda (18
tahun), dan masih duduk di bangku SMA dengan kesibukan yang
bertumpuk, Tutty dapat mengurus keluarganya, seperti layaknya ibu
rumah tangga lainnya.

Kemudian, dalam bidang kependidikannya, ia berhasil meraih


kesarjanaan dari Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Gelar kesarjanaan tersebut berdasarkan pada dianugerahkannya gelar
doktor honoris causa bidang dakwah Islam dari IAIN Syarif Hidayatullah
kepadanya, selain itu ia juga dianugerahi gelar profesor dari Federation Al
Munawarah, Berlin, Jerman.2 Gelar-gelar tersebut tidak heran ia dapat
peroleh karena pengalamannya mengunjungi 63 kota besar di 23 negara
demi kepentingan berdakwah dan kegiatan sosial dapat mengharumkan
namanya sehingga ia layak mendapatkan gelar-gelar tersebut.

Kegiatan lainnya dari Tutty Alawiyah yakni pada tahun 1963 ia mulai
memperkenalkan seni qasidah di TVRI. Salah satunya adalah dengan
menampilkan pelajar-pelajar menyanyikan koor lagu-lagu As-Syafi’iyah
yang ia ciptakan sendiri. Lagu-lagu ciptaannya direkam ke kaset atas
bantuan seorang qori (pelantun Al-Quran laki-laki), almarhum H.
Muhammadong. Sedangkan kaset ceramah direkam di Radio As-
Syafi’iyah. Sebuah radio yang kemudian dirintisnya tahun 1967. Radio ini
menyajikan program “Santapan Rohani Pagi”, “Berita Pagi”, “Dunia
Selintas Kilas”, “Renungan Malam”, “Varia As-Syafi’iyah”, “Pilihan
Pendengar”. Di Bulan Ramadhan dibuat program khusus bernama
“Renungan Sahur” yang dibawakan oleh Tutty selama 17 tahun sejak
tahun 1968-1985.

Mubaligah3 kondang dan Rektor Universitas Islam As-Syafi’iyah ini


mempunyai pandangan bahwa perempuan Indonesia adalah pilar bangsa,
karena peranan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan di

2
“Ensiklonesia - Ensiklopedi Tokoh Indonesia”,
<http://www.tokohindonesia.com/tokoh/article/282-ensiklopedi/2032-tutty-alawiyah>,
diakses 30 April 2014, pukul 19.25 WIB.
3
Istilah untuk pendakwah / penceramah perempuan (dalam bahasa Arab).
masyarakat dapat disetarakan dengan peranan laki-laki. Kemampuan
intelektualnya dan banyaknya jam terbang menjadi pembicara dan
penceramah di berbagai kota di lima benua, hanyalah sedikit bukti bahwa
perempuan memiliki kesempatan dan hak yang sama dengan laki-laki
dalam berkarya di berbagai sektor bagi bangsa ini.

Selanjutnya, Tutty Alawiyah berpendapat bahwa sumber daya


manusia (SDM) perempuan negara-negara tetangga lebih dominan
dibandingkan perempuan Indonesia. Namun, hal itu bukan berarti
perempuan Indonesia tidak mampu bersaing di dalam kompetisi global.
Dalam ASEAN Community misalnya, Indonesia harus mampu ikut
kompetisi yang lebih sehat, pada sektor pendidikan, ekonomi, budaya,
dan tidak terkecuali politik.

Terkait ranah politik, telah tercatat bahwa Tutty Alawiyah pernah


menjabat sebagai Anggota MPR RI periode 1992 – 1997 dan periode
1997 – 2002, dan Anggota Badan Pekerja (BP) MPR RI Ad Hoc II
1997/1998. Selain itu, ia pernah menduduki posisi sebagai Menteri
Negara Peranan Wanita Kabinet Pembangunan VII tahun 1998 (era
Soeharto), Menteri Negara Peranan Wanita Kabinet Reformasi
Pembangunan (era Habibie), dan Anggota MPR RI utusan Golongan
Tahun 1999-2004.4

Berperannya perempuan dalam bidang keorganisasian dan politik


diharapkan perjuangan para perempuan untuk memajukan kaumnya
dapat terlaksana dengan lancar. Hal ini pun didukung oleh adanya
kesempatan berkarier bagi perempuan yang mencapai 30 persen di
bangku legislatif yang bisa dibilang merupakan ‘angin segar’ dalam
melancarkan kesempatan itu.

Keterlibatan peranan perempuan dalam bidang keorganisasian dan


politik itu pun dapat meningkatkan semangat kaum perempuan Indonesia
4
“Tutty Alawiyah: Tak Pernah Terpikir Ikut Program Asuransi”
<http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/141>, diakses 1 Mei 2014, pukul 10.12
WIB.
pada umumnya guna tampil dan mengatasi berbagai persaingan yang
ada. Hal ini sejalan dengan pernyataan Tutty Alawiyah bahwa,
“perempuan Indonesia harus mampu memberi semangat baru di berbagai
sektor. Perempuan Indonesia harus lebih banyak tampil dalam berbagai
persaingan saat ini.”5

Semangat Tutty Alawiyah untuk berdakwah tidak meredup meskipun


saat ini umurnya tidak lagi muda. Hal ini semata-mata untuk
melaksanakan syiar agama Islam. Rektor Universitas as-Syafi'iyah (UIA)
di Jatiwaringin, Bekasi, Jawa Barat ini mengaku masih aktif berdakwah di
sejumlah negara Eropa. Hasil dari berdakwah di luar negeri itu,
perempuan yang pernah memimpin organisasi perempuan internasional
IMWU (International Moslem Women Union) ini kerap mendengar
harapan, terutama dari warga Indonesia, agar ia bisa mendatangkan
pendakwah atau ustadz. Adanya keharusan bagi pendakwah untuk
menuntun orang-orang yang berkeinginan besar akan dakwah tidak
sebanding dengan jumlah pendakwah yang ada di negara-negara luar
tersebut. Menurut Tutty, di tiap negara memiliki guru utama. Namun,
jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah jamaah yang ada. 6

Seirama dengan bidang dakwah tersebut, keterkaitan dakwah


dengan lembaga pendidikan seperti majelis taklim sangat erat adanya.
Meski sepintas terlihat hanya merupakan kumpulan pengajian, majelis
taklim memiliki peran penting dalam membangun dan memperbaiki
kualitas umat Islam di Indonesia.  Di samping itu, majelis taklim juga
merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang sangat penting
dalam membangun semangat spiritual umat Islam. Tutty Alawiyah pun
mengatakan bahwa, “majelis taklim adalah salah satu penolong agama

5
“Tuti Alawiyah, Perempuan Harus Mampu Beri Semangat Baru”
<http://berita.plasa.msn.com/nasional/republika/tuti-alawiyah-perempuan-harus-mampu-
beri-semangat-baru>, diakses 27 Mei 2014, pukul 22.23 WIB.
6
“Hj Tutty Alawiyah AS, Usia Bukan Halangan Dakwah”
<http://www.republika.co.id/berita/senggang/sosok/14/01/06/myz6z3-hj-tutty-alawiyah-as-
usia-bukan-halangan-dakwah>, diakses 31 Mei 2014, pukul 23.50 WIB.
Allah di tengah masyarakat Islam yang semakin haus nilai-nilai spiritual
seperti saat ini.”7 Ia pun berharap, dengan semakin tersebarnya majelis
taklim di seluruh pelosok daerah maka syiar Islam yang rahmatan lil
alamin (rahmat bagi seluruh alam) akan terus terjaga.

Sampai saat ini pun Tutty Alawiyah masih terus berkarya


meneruskan pesan ayahnya agar ia hidup berguna bagi masyarakat,
kaum duafa dan perempuan, terjun dalam bidang dakwah, sosial dan
pendidikan. Ini dilakukan berdasarkan kepeduliannya terhadap
masyarakat di sekitarnya. Selain beberapa kegiatannya yang telah disebut
di atas, Tutty Alawiyah pun masih aktif dalam berbagai organisasi. Ia
berperan sebagai Pendiri / Ketua Umum Badan Kontak Majelis Taklim
(BKMT), Direktur Eksekutif International Muslim Women’s Union (IMWU)
untuk Asia, Sekjen Perhimpunan Masyarakat Madani (PMM) dan menjadi
Presiden Komisaris pada sejumlah perusahaan.

Karena perhatiannya yang besar terhadap kaum perempuan,


berbagai dukungan dan simpati masih terus berdatangan. Itu terbukti dari
dukungan sekitar 600 anggota majelis taklim se-Jabotabek menggelar
aksi di DPRD DKI Jakarta menuntut agar Tutty – yang diajukan oleh
Fraksi Golkar – bisa menduduki kursi Gubernur DKI periode 2002-2007. 8
Simpatisan yang terdiri dari ibu-ibu anggota majelis taklim tersebut pada
hari Rabu 14 Agustus 2002, mereka datang ke DPRD dengan
menggunakan sekitar 50 buah bus yang diparkir di Taman Silang Monas.
Dari sini, mereka berjalan kaki ke kantor DPRD. Aksi yang berlangsung di
luar pagar gedung dewan dan ‘memakan’ separuh Jl. Kebon Sirih, Jakarta
itu membuat lalu lintas terhambat. 9 Dari kejadian itu, dapat dikatakan
7
“Jangan Abaikan Peran Majelis Taklim” <http://www.republika.co.id/berita/dunia-
islam/islam-nusantara/14/03/27/n31ka7-jangan-abaikan-peran-majelis-taklim>, diakses
31 Mei 2014, pukul 20.34 WIB.
8
“Ensiklonesia - Ensiklopedi Tokoh Indonesia”, op. cit.
9
“Aksi Dukungan pada Tutty Alawiyah Berlanjut”
<http://www.tempo.co/read/news/2002/08/14/05726713/Aksi-Dukungan-pada-Tutty-
Alawiyah-Berlanjut>, diakses 1 Juni 2014, pukul 10.33 WIB.
bahwa sosok Tutty Alawiyah memiliki pendukung yang cukup banyak.
Para pendukung Tutty Alawiyah itu berharap agar perjudian dan pelacuran
di Jakarta bisa dihapuskan, seperti yang dikatakan oleh Hj. Ida Farida,
sang koordinator aksi, “Nggak salah dong, kalau pemimpin wanita itu Ibu
Tutty”.10 Aksi tersebut berlangsung damai, ada dua kompi polisi dari Polda
Metro Jaya dan aparat Banpol Pemda DKI yang tampak ketat mengawasi
jalannya aksi.

Keberadaan dari sosok perempuan layaknya Tutty Alawiyah ini


menunjukkan pada kita bahwa pendidikan dan pembelajaran dari sejak
kecil hingga dewasa memang penting dilakukan. Ketekunan untuk berpikir
dan mencari ilmu pengetahuan yang disertai pendalaman pengetahuan
keagamaan membimbing kita menuju berbagai perkembangan yang
nantinya akan sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari. Semangat
Tutty Alawiyah untuk mencari ilmu dan menyebarkannya pada orang lain
terbukti dari tindakannya dalam menempuh pendidikan baik formal
maupun non formal (sekolah dan pengajian di majelis taklim) serta setelah
ia cukup memperoleh ilmu, ia pun mendakwahkannya kepada orang lain.

Adapun beberapa upaya yang dilakukan oleh Tutty Alawiyah dalam


dunia pendidikan di antaranya, yakni ia mendirikan Pesantren Putra-Putri
dan Yatim, Pesantren Tinggi Darul Agama, Sekolah Tinggi Wiraswasta,
serta Universitas Islam Syafi’iyah. Hal ini sesuai dengan tujuannya untuk
memajukan kualitas masyarakat dan memperkuat spiritual umat Islam di
Indonesia.

Terkait dengan pemberdayaan perempuan, Tutty Alawiyah


melakukan gagasannya yang di antaranya melalui peranannya selama
menjabat Mantan Menteri Negara Peranan Wanita pada dua
pemerintahan yang berbeda ini (Kabinet Pembangunan VII tahun 1998
zaman Soeharto dan Kabinet Reformasi Pembangunan zaman Habibie).
Hal ini senada dengan keinginannya agar perempuan Indonesia bisa lebih

10
ibid.
banyak tampil dalam berbagai persaingan dan terus bergerak menuju ke
arah kemajuan dalam berbagai sektor kehidupan sehingga peranan
perempuan Indonesia tidak dipandang sebelah mata.

Sebagai penutup, beberapa teladan yang bisa kita tiru dari gagasan
dan tindakan Tutty Alawiyah tersebut, yaitu hendaknya kita dapat secara
sungguh-sungguh dalam mencari ilmu pengetahuan, kemudian
berkontribusi dalam perkembangan pendidikan dengan mendidik dan
memberikan sebagian ilmu pengetahuan yang telah kita peroleh, karena
proses mendidik dan berbagi tersebut tidak akan mengurangi ilmu
pengetahuan yang telah kita peroleh, malah justru makin memperkuat
serta memperluas khazanahnya. Selain itu, semoga dalam kehidupan ini,
kita bisa menjadi pribadi yang mampu memberikan manfaat dan inspirasi
yang konstruktif bagi banyak orang di sekitar kita. Di sini, bolehlah kiranya
saya mengutip penggalan hadits Nabi Muhammad SAW yang
mengatakan bahwa sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang
memberikan manfaat bagi orang lain.

________________

Daftar Referensi
“Aksi Dukungan pada Tutty Alawiyah Berlanjut”
<http://www.tempo.co/read/news/2002/08/14/05726713/Aksi-
Dukungan-pada-Tutty-Alawiyah-Berlanjut>, diakses 1 Juni 2014,
pukul 10.33 WIB.

“Ensiklonesia - Ensiklopedi Tokoh Indonesia”,


<http://www.tokohindonesia.com/tokoh/article/282-ensiklopedi/2032-
tutty-alawiyah>, diakses 30 April 2014, pukul 19.25 WIB.

“Hj Tutty Alawiyah AS, Usia Bukan Halangan Dakwah”


<http://www.republika.co.id/berita/senggang/sosok/14/01/06/myz6z3-
hj-tutty-alawiyah-as-usia-bukan-halangan-dakwah>, diakses 31 Mei
2014, pukul 23.50 WIB.

“Jangan Abaikan Peran Majelis Taklim”


<http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-
nusantara/14/03/27/n31ka7-jangan-abaikan-peran-majelis-taklim>,
diakses 31 Mei 2014, pukul 20.34 WIB.

“Tuti Alawiyah, Perempuan Harus Mampu Beri Semangat Baru”


<http://berita.plasa.msn.com/nasional/republika/tuti-alawiyah-
perempuan-harus-mampu-beri-semangat-baru>, diakses 27 Mei
2014, pukul 22.23 WIB.

“Tutty Alawiyah: Tak Pernah Terpikir Ikut Program Asuransi”


<http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/141>, diakses 1
Juni 2014, pukul 10.12 WIB.

“Wikipedia - Tuty Alawiyah” <http://id.wikipedia.org/wiki/Tuty_Alawiyah>,


diakses 1 Juni 2014, pukul 19.30 WIB.

Anda mungkin juga menyukai