Dari latar belakang diatas, akhirnya muncul beberapa aktivis gender, terutama di
Indonesia dimana tidak sedikit tokoh perempuan yang begitu getol menyuarakan hak-hak
perempuan Indonesia baik secara langsung melalui forum-forum diskusi ilmiah ataupun
melalui tulisan. Salah satu tokoh aktivis Hak Perempuan Indonesia adalah siti musdah mulia,
beliau merupakan aktivis hak perempuan Indonesia dijaman modern, beliau juga merupakan
Professor Agama. Beliau lahir pada tanggal 3 Maret 1958 di Bone, Sulawesi Selatan.
Musdah Mulia adalah putri pertama dari pasangan H. Mustamin Abdul Fatah dan Hj.
Buaidah Achmad. Ibunya merupakan alumni di Pondok Pesantren Darud Dakwah wal Irsyad
(DDI), Pare-Pare. Sedangkan ayahnya sendiri merupakan Komandan Batalyon dalam Negara
Islam, pimpinan Abdul Kahar Muzakkar yang kemudian dikenal sebagai gerakan DI/TII di
Sulawesi Selatan. Kalau dilihat musdah mulia secara garis silsilah sanad keluarganya, maka
hal yang sangat wajar, jika musdah mulia muda kental dengan tradisi kehidupan keagamaan.
Alasannya sederhana, dimana kakek dari Ayahnya yaitu H. Abdul Fatah merupakan tokoh
spiritual pesantren. Dimana beliau merupakan seorang Mursyid Thareqat yang sangat
dihormati di Jama’ah Tharekat Khalwatiyah.
Musdah Mulia dikenal sebagai aktivis sejak berada dibangku perguruan tinggi hingga
sekarang, Musdah Mulia aktif di beberapa orgnisasi, antara lain:
Musdah Mulia selalu hadir dalam berbagai program advokasi, pelatihan, penelitian,
dan konsultasi untuk pemberdayaan masyarakat, khususnya yang bertemakan demokrasi,
pluralisme, HAM, dan keadilan demi membangun masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-
nilai spritual dan nilai-nilai kemanusiaan. Musdah Mulia pernah menjabat sebagai kepala
balai penelitian agama dan kemasyaraakatan departemen agama; staf ahli menteri negara
urusan hak asasi manusia, bidang pencegahan diskriminasi dan perlindungan minoritas;
anggota tim ahli menteri tenaga kerja RI; staf ahli agama, bidang hubungan organisasi
keagamaan internasional. Atas upayanya mempromosikan demokrasi dan HAM, pada tahun
2007 dalam peringatan International Women Days di Gedung Putih US, dia menerima
penghargaan International Women of Courage mewakili Asia Pasifik dari Menteri Luar
Negeri (Menlu) Amerika Serikat, Condoleeza Rice. Akhir tahun 2009, dia menerima
penghargaan internasional dari Italia, Woman of The Year 2009 (Ibid). Penghargaan tersebut
menjadi bukti diakuinya kiprah sosial Prof. Siti Musdah Mulia. Lebih penting dari itu,
prestasi tersebut selaiknya menjadi motivasi bagi siapapun juga, wa bil khushūsh mereka
yang masih memiliki banyak kesempatan.
Begitupun dengan perjalanan karir beliau cukup mulus. Kenaikan pangkat fungsional
penelitiannya berjalan lancar, bahkan lebih cepat dari yang biasa diraih oleh umumnya
peneliti pada Instansi pemerintah. Beliau mencapai puncak peneliti hanya dalam waktu 9
tahun sejak diangkat menjadi asisten peneliti muda. Selain dalam jabatan fungsional dan
struktural. Pengalaman pekerjaan Musdah Mulia adalah sebagai berikut:
Selain sebagai peneliti dan dosen, beliau juga aktif menjadi trainer (instruktur) di
berbagai pelatihan, khususnya dalam isu demokrasi, HAM, Pluralisme, dan Perempuan.
Sedangkan karya Musdah Mulia begitu tak terhitung, dimana beliau banyak
melakukan penelitian sosial-antropologi dan teks (filologi), diantaranya: agama dan realitas
sosial komunitas towani dan amatowa (1987), konsep keTuhanan YME dalam etnis sasak
(1989), naskah kuno bernafaskan Islam (1995), potret buruh perempuan dalam industri
garmen di jakarta (1989), dan lektur agama di media massa (1989). Musdah Mulia menulis
sejumlah artikel di berbagai media, sejumlah makalah untuk diskusi dan seminar di berbagai
forum, baik di dalam maupun di luar negeri, juga menyusun sejumlah buku seperti:
Adapun konsep pemikirannya Siti Musdah Mulia merupakan salah satu feminis dari
Indonesia yang konsen mengkritik terhadap pola tafsir yang tidak adil terhadap perempuan
sehingga mewujudkan implikasi termarginalnya perempuan. Selain mengkritisi penafsiran
yang tidak adil atau seimbang antara pola hubungan laki-laki dan perempuan, Siti Musdah
Mulia juga melakukan upaya penafsiran terhadap ayat-ayat yang berhubungan dengan
hubungan antara laki-laki dan perempuan seperti proses penciptaan perempuan, poligami,
kepemimpinan perempuan, dan kesaksian perempuan, dan pernikahan sesama jenis. Dari
ayat-ayat yang menjelaskan hal tersebutlah yang memiliki dampak besar dalam membentuk
kontruksi pemikiran umat dalam memperlakukan laki-laki dan perempuan.
Musdah Mulia dengan tegas mengatakan bahwa poligami telah menafikan
kemanusian perempuan. Perempuan tidak dianggap manusia utuh dengan segenap potensi
kemanusiannya, tapi dianggap sebagai barang yang bisa diperlakukan dengan
seenaknya.Hermeneutika Musdah Mulia menolak poligami dan memosisikan monogami
sebagai perkawinan ideal dalam Islam. Hal ini sesuai dengan nalar zaman ini. Alasan dengan
mengelola anak yatim tidak perlu mengawininya, banyak cara mengatasi permasalahan sosial
ini, dan perempuan harus dibebaskan dari poligami.
Wacana tersebut dapat diamati secara jelas, diturunnya Al-Qur'an secara bertahap
merupakan kearifan Tuhan. Dengan misi yang amat besar yaitu merubah suasana kehidupan
masyarakat jahiliyah yang penuh dengan kebiadaban menuju kehidupan yang beradab.
Sehingga membawa masyarakat dunia kedalam nuansa-nuansa yang sangat sesuai ruang dan
waktu yang dibutuhkan. Dengan cara seperti itu Nabi Muhammad SAW. dan Al-Qur'an
sanggup merubah dunia Arab menuju masyarakat yang madani dalam waktu yang sangat
singkat. Dalam pemahaman tafsir yang timpang dan tidak adil terhadap perempuan, kita
lebih sering mendengar hasil dari pemahaman tersebut, dalam pemahaman itu lebih
mensosialisasikan di masyarkat tentang kewajiban-kewajiban kaum perempuan daripada
pembahasan yang mengarahkan kepada pemahaman-pamahaman terhadap hak-hak mereka,
sehingga menghadirkan pemahaman dan ajaran yang tidak ramah pada salah satu jenis
kelamin. Terkadang teks yang membicarakan tentang kewajiban tersebut sedikit, namun akan
diuraikan panjang lebar dengan tafsir. Sehingga pada gilirannya jika teks itu dihadirkan
dalam kondisi yang menitik beratkan keadilan jender maka teks-teks yang berbicara tentang
kewajiban akan dipadukan dengan teks yang berbicara hak-hak sehingga akan menghasilkan
pemahaman yang berbeda dan ramah kepada perempuan.
Demikian profil singkat dari sang revolusioner gender kontemporer Indonesia yaitu
musdah mulia, semoga bermanfaat bagi pembaca yang budiman.