Anda di halaman 1dari 11

A.

Biografi Adian Husaini


Secara singkat biografi Adian Husaini adalah seperti terlampir dalam bukunya yang
berjudul Penyesatan Opini: Sebuah Rekayasa Mengubah Citra. Beliau lahir di Bojonegoro,
17 Desember 1965. Beliau pernah belajar di Madrasah Diniyah Nurul Ilmi Padangan Bojonegoro
(1971-1977), pernah nyantri di pondok pesantren Ar-Rasyid Kendal Bojonegoro (1981-1984), di
pondok pesantren Ulil Albab Bogor (1988-1989), serta di LIPIA Jakarta (1988).1
Adian Husaini lahir dari keluarga santri yang kuat aktivitas agamanya, sehingga sejak
kecil beliau telah mendapatkan pendidikan agama dengan pola pendidikan pesantren seperti
terlihat dalam rentetan lembaga-lembaga pendidikan yang dilaluinya. Sekitar kelas empat
sekolah dasar beliau telah mendapat asupan pelajaran tentang akidah, fikih, serta hadits dan
bahasa Arab. Pada usia demikian juga beliau telah bergaul dengan kitab-kitab kuning seperti
Kutubul Mutabaroh, Sulamu At-Taufiq, Safinatun Najah, Aqidatul Awam. Pendidikan agama
beliau ditempuh di langgar Al-Muhsin Desa Kuncen Padangan Bojonegoro dan beberapa
pesantren selanjutnya, sedangkan pendidikan formal beliau tempuh di SD Banjarjo 1, SMPN 1
Padangan Bojonegoro, SMAN 1 Bojonegoro. Kecintaan akan agama beliau telah terpupuk sejak
kecil karena selain terlahir dari keluarga santri, beliau juga banyak membaca artikel Buya
Hamka, majalah Panji Mas, dan majalah Muslimun sejak ia masih duduk di bangku SMP. Hal ini
juga yang akhirnya membentuk kecerdasan beliau yang dapat dikatakan sangat mumpuni.
Setelah menamatkan pendidikan di SMA, Adian Husaini meneruskan perjalanan
pendidikannya ke Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Pada masa kuliah di IPB ini kegiatan
keagamaannya tidak pernah surut, bahkan semakin intens dalam mengkaji diskusi-diskusi
keagamaan. Beliau mulai berkenalan dengan beberapa aktivis mahasiswa Islam yang mampu
memompa semangatnya dalam mempelajari Islam. Setelah menamatkan kuliah strata satu di
Institiup Pertanian Bogor, beliau melanjutkan kuliah di Universitas Jayabaya jurusan Hubungan
Internasional, dan sempat belajar di LIPIA Jakarta. Beilau kemudian melanjutkan S3 di bidang
Pemikirang dan Peradaban Islam di International Institute of Islamic Thought and CivilizationInternational Islamic University Malaysia (ISTAC UHM), dan ketika pada kurun inilah Adian
Husaini memperoleh kematangan intelektual di bawah asuhan Wan Daud.

Adian Husaini, Penyesatan Opini: Sebuah Rekayasa Merubah Citra, (Jakarta: Gema Insani,
2002), hal: 2.
1

Pada awalnya, Adian Husaini hendak melanjutkan studi di Amerika, namun dilarang oleh
seorang tokoh INSIST (Institute for the Study of Islamic Thought & Civilizations) yang bernama
Hamid Fahmi Zarkasyi, yang ketika itu sedang menyelesaikan kuliah S-3 di ISTAC. Hamid
Fahmi mengatakan kepada Adian Husaini bahwa kampus ISTAC adalah kampus yang luar biasa,
dan kemudian membawa Adian Husaini kepada Prof. Wan Muhammad Nur.
Adian Husaini merasa kagum dengan arsitektur kampus ISTAC dan yang lebih lagi
adalah kekagumannya kepada mata kuliah yang memadukan antara Al-Quran dan Hadits, serta
sekaligus mendapatkan kewajiban mengambil mata kuliah filsafat Barat, sejarah peradaban
Barat, Sains Barat, sampai pada mata kuliah bahasa Yunani dan Latin. Adian Husaini sendiri
merupakan seorang tutor Bahasa Latin. Selain itu, Adian Husaini merasa tertarik kuliah di
ISTAC karena pernah dijanjikan beasiswa oleh Prof. Wan Muhammad sebanyak Rp. 2,5 juta
walaupun tidak terrealisir karena terjadi pergantian pimpinan. Untuk menutup biaya kehidupan
di Malaysia, beliau berhutang kepada Dompet Dhuafa Republika sebanyak sepuluh juta
rupiah, selain itu beliau mendapat bantuan biaya pendidikan dari Gema Insani Pers, sebuah
toko buku yang menerbitkan sebagian besar karya Adian Husaini, maupun beasiswa dari Radio
Dakta.
Adapun kegiatan ilmiah beliau adalah seperti menjadi wartawan di majalah Media
Dakwah, beliau juga pernah menjadi wartawan di harian Warta Buana (1990-1993), harian
Republika (1993-1997), Redaktur Pelaksana di tabloid ABADI dan tabloid ekonomi Daulat
Rakyat, dosen di Universitas Ibnu Khaldun Bogor, penceramah di Pengajian Umum Ahad Pagi di
Pesantren Husnayain Pekayon Jakarta Timur, sekarang aktif di KISDI (Komite Indonesia untuk
Solidaritas Dunia Islam), anggota Komisi Kerukunan antar-Umat Beragama MUI Pusat, pernah
menjadi pengajar di Pondok Pesantren Darut Taqwa Cibinong, serta berbagai kegiatan ilmiah
lainnya semisal diskusi dan ceramah ilmiah.
B. Pokok Pemikiran Adian Husaini
Sebagai salah satu dari insider yang mumpuni pemahamannya dalam kajian agama,
Adian Husaini berdiri dan mengemuka dengan bekal pemikiran yang tentunya urgen untuk
diperhitungkan dalam perbincangan publik, khususnya dalam ranah diskusi keagamaan. Secara
garis besar pemikiran Adian Husaini mengerucut menjadi tiga bentuk yaitu sebagai berikut:
1. Pluralisme- Liberalisme
2

Adian Husaini juga fokus membahas pluralisme-sekularisme agama-liberalisme. Beliau


menilai bahwa liberalisme dan pluralisme adalah alat yang digunakan barat untuk merusak
agama dan peradaban Islam, serta menghapus trauma barat terhadap supremasi peradaban Islam
yang sempat mereka saksikan dahulu. Ada kecurigaan bahwa barat sengaja menciptakan konsepkonsep semacam liberalisme dan pluralisme untuk meruntuhkan moralitas Islam dalam tubuh
umat Islam. Dalam bukunya yang berjudul Islam Liberal dijelaskan tentang persepsi salah
serta penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan barat dalam bingkai leberalisme dan
pluralisme. Kemudian pemikiran beliau akan liberalisme ini pun kembali dibahas dalam bukunya
yang berjudul Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal,
bahwa di balik liberalisme dan sekularisme terdapat kepentingan barat untuk menguasai
peradaban.
Islam liberal merupakan fenomena mutakhir gerakan kontemporer pemikiran Islam
yang di Indonesia banyak dimotori oleh kalangan muda Islam yang banyak menimbulkan
tanggapan kontroversial dari kalangan umat Islam itu sendiri. Sebenarnya ada beberapa gerakan
Islam liberal di Indonesia pasca revormasi. Namun yang paling terkenal dan menentang arus
pemikiran di Indonesia adalah gerakan pemikiran yang dimotori oleh kelompok Jaringan Islam
Liberal ( JIL ) yang digerakan oleh tokoh tokoh muda seperti Ulil Absar Abdalla dan kawan
kawannya.
Beragam tanggapan dan respon yang muncul mengenai pemikiran liberal khususnya di
Indonesia. Ada kelompok yang tidak begitu antusia dalam menanggapinya, ada pula sebagian
kelompok yang sangat serius menanggapinya karena dianggap menentang akidah islam bahkan
ada kelompok radikal yang menghalalkan darah Ulil Abshar Abdalla dan kawan kawannya yang
tergabung dalam Jaringan Islam Liberal ( JIL ).
Adian Husaini merupakan salah satu sosok penentang keberadaan JIL di Indonesia. Dia
begitu aktif dan kontra ketika berhadapan dengan paham-paham baru yang dirasa dapat merusak
citra agama islam. Berbagai upaya dilakukannya untuk memerangi paham-paham baru tersebut
dengan menyuguhkan argumentasi-argumentasi yang tidak dapat dipandang sebelah mata.

Menurutnya, sebenarnya sikap pro kontra terhadap gerakan islam liberal terutama
Jaringan Islam Liberal (JIL) dapat dipetakan menjadi dua yaitu : dalam bentuk fisik dan
intelektual. Dalam bentuk intelektual dapat dilihat dari terbitnya berbagai buku baik yang
menghujat maupun menanggapinya secara positif. Beberapa penulis yang menentang JIL yang
dibukukan antara lain Adian Husaini, Adnin Armas, Yudhi R. Haryono, Hartono Ahmad Jaiz dan
Fauzan Al Anshari. Sementara ada juga yang mencoba berfikir obyektif, ilmiah, menjadikan JIL
sebagai fokus bahasan untuk menyusun skripsi, tesis maupun disertasi. Ada juga yang secara
aktif menantang gagasan gagasan JIL dengan menerbitkan bulletin setiap jumat seperti yang
dilakukan Hizbut Tahrir Indonesia ( HTI ).2 JIL dianggapnya sebagai paham yang sangat liberal,
yang dapat dengan mudah merusak keislaman seseorang, apalagi yang tidak terlalu memahami
kajian keislaman dengan baik. Oleh karena itu, dia menjadi salah satu sosok yang menentang
keberadaan JIL.
2. Wacana Tafsir
Sesuai dengan latar belakang pendidikannya yang berkonsentrasi pada kajian Tafsir dan
Hadits ketika beliau kuliah, maka wacana yang ada dalam pemikiran beliau pun tidak akan lari
jauh dari kontek Tafsir. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam sebagian besar karya beliau adalah
kajian tentang Tafsir. Dan dalam kajian ini, bagian yang paling disinggung oleh Adian Husaini
adalah tentang penggunaan hermeneutika sebagai salah satu instrumen dalam memahami dan
mengkaji tafsir al-Quran. sebut saja dalam karyanya yang berjudul Hermeneutika dan Tafsir
Al-Quran, beliau mempertanyakan tentang keabsahan dan kelayakan hermeneutika sebgai
metode ilmu tafsir serta akibat dari penggunaan hermenneutika tersebut dalam pemikiran umat
muslim secara keseluruhan. Menurut Adian Husaini, Hermeneutika adalah produk barat yang
akan digunakan untuk menghancurkan keyakinan dan pemikiran umat Islam.
Euforia penerapan hermeneutika dalam penafsiran Al-Quran yang gencar disuarakan oleh
kalangan akademisi muslim, cukup menjadi bukti nyata kesuksesan Barat-Kristen dalam
menghegemoni dunia Islam. Barat kini bukan hanya menghegemoni dunia Islam dalam aspek
politik, ekonomi, militer, sosial dan budaya. Globalisasi atau westernisasi bukan hanya
2

Adian Husaini, Pluralisme Agama : Haran Fatwa MUI yang Tegas dan Tidak Kontroversial, (Jakarta,
Pustaka Al Kausar, 2004), hal. 6.

berlangsung dalam aspek 3F (Food, Fun, Fashion), seperti disebutkan John Naisbitt, tetapi juga
1T (Tought).3
Fenomena merebaknya hermeneutika di kalangan akademisi Islam juga tidak terlepas
dari hegemoni pemikiran Barat dalam studi Islam. Hermeneutika kini, di berbagai perguruan
tinggi Islam, bagaikan wabah yang menjangkiti sarjana muslim. Banyak yang terjangkit, tetapi
merasa bangga, karena menemukan sesuatu yang baru. Karena merasa mainan baru ini akan
membawa kemaslahatan umat, maka barang lama berupa tradisi Islam dikecam dan mau
dicampakkan begitu saja.4 Bagi mereka, hermeneutika dapat memperkaya dan dijadikan
alternatif pengganti metode tafsir tradisional yang dituduh ahistoris (mengabaikan konteks
sejarah) dan uncritical (tidak kritis). Kalangan ini tidak menyadari bahwa hermeneutika
sesungguhnya sarat dengan asumsi-asumsi dan implikasi teologis, filosofis, epistemologis dan
metodologis yang timbul dalam konteks keberagamaan dan pengalaman sejarah Yahudi dan
Kristen.5
Sebagai hal baru yang masuk dalam tradisi keilmuan Islam, hermeneutika seyogyanya
dikaji secara cermat, sebelum memutuskan, metodologi interpretasi Bibel ini dapat diaplikasikan
untuk menggantikan metode tafsir Al-Quran. Jika ditelaah, ternyata hermeneutika memang
berasal dari tradisi Kristen/Yahudi yang kemudian diadopsi oleh para teolog dan filosof Barat
modern menjadi metode interpretasi teks secara umum. Hermeneutika berkembang dalam tradisi
Kristen dan intelektual Barat, karena memang berangkat dari teks Bibel dan doktrin teologis
Kristen yang mengandung banyak sekali masalah di mata para cendekiawannya sendiri.6 Dan,
kini hermeneutika hendak diterapkan untuk menafsirkan Al-Quran.
Di awal abad ke-20, hermeneutika menjadi sangat filosofis. Interpretasi merupakan
interaksi keberadaan kita dengan wahana Sang Wujud (Sein) yang memanifestasikan dirinya
melalui bahasa, ungkap Heidegger. Yang tak terelakkan dalam interaksi tersebut adalah
terjadinya hermeneutic circle, semacam lingkaran setan atau proses tak berujung-pangkal
antara teks, praduga-praduga, interpretasi, dan peninjauan kembali (revisi). Demikian pula
3
Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal, (Gema
Insani Press, Jakarta, 2005), hal. 288.
4
Ibid., hal. 289.
5
Adian Husaini, Hermeneutika dan Infiltrasi Kristen, dikutip dari http://www.hidayatullah.com.
6
Ibid., hal. 289-290.

rumusan Gadamer, yang membayangkan interaksi pembaca dengan teks sebagai sebuah dialog
atau dialektika soal-jawab, di mana cakrawala kedua belah pihak melebur jadi satu
(Horizontverschmelzung), hingga terjadi kesepakatan dan kesepahaman. Interaksi tersebut tidak
boleh berhenti, tegas Gadamer. Setiap jawaban adalah relatif dan tentatif kebenarannya,
senantiasa boleh dikritik dan ditolak. Habermas pergi lebih jauh. Baginya, hermeneutika
bertujuan membongkar motif-motif tersembunyi (hidden interests) yang melatarbelakangi
lahirnya sebuah teks. Sebagai kritik ideologi, hermeneutika harus bisa mengungkapkan pelbagai
manipulasi, dominasi, dan propaganda di balik bahasa sebuah teks, segala yang mungkin telah
mendistorsi pesan atau makna secara sistematis.7
Hermeneutika tidaklah layak disinonimkan dengan tafsir Al-Quran, yang memiliki
konsep yang jelas, berurat serta berakar di dalam Islam. Hermeneutika dibangun atas paham
relativisme. Hermeneutika menggiring kepada gagasan bahwa segala penafsiran Al-Quran itu
relatif, padahal fakta empiris menunjukkan para mufasir yang terkemuka sepanjang masa tetap
memiliki kesepakatan-kesepakatan. Jika hermeneutika tetap digunakan sebagai sebuah sinonim
terhadap tafsir, akan mengimplikasikan bahwa berbagai problematika yang ada di dalam
hermeneutika, juga terjadi di dalam Al-Quran, padahal tidak seperti itu.
Setidaknya ada tiga persoalan serius apabila hermeneutika diterapkan untuk menafsirkan
Al-Quran. Pertama, memunculkan sikap kritis yang terkadang berlebihan dan curiga terhadap AlQuran. Kedua, teks Al-Quran akan dipandang sebagai produk budaya yang dipengaruhi oleh
kondisi sosio-historis Arab dan diabaikan dari hal-hal yang sifatnya transenden (ilahiyyah).
Ketiga, memunculkan relativisme tafsir, sehingga kebenaran tafsir itu menjadi sangat relatif,
yang pada gilirannya menjadi repot untuk diterapkan.8 Berbagai persoalan itu akan benar-benar
muncul, apabila hermeneutika dijadikan metode untuk memahami Al-Quran. Karena,
hermeneutika yang berasal dari tradisi Yunani, kemudian berkembang sebagai metodologi
penafsiran Bibel, yang kemudian dikembangkan oleh para teolog dan filosof di Barat sebagai
metode penafsiran secara umum dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora dan sekarang banyak
dikampayekan oleh kaum liberalis, ia jelas tidak bebas-nilai. Ia mengandung sejumlah asumsi

Ibid.
Adian Husaini, Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi, (Gema Insani Press,
Jakarta, Cet. I, 2006), hal. 153-155.
8

dan

konsekuensi.9Hermeneutika

menghendaki

pelakunya

untuk

menganut

relativisme

epistemologis. Tidak ada tafsir yang mutlak benar, semuanya relatif. Yang benar menurut
seseorang, boleh jadi salah menurut orang lain. Kebenaran terikat dan bergantung pada konteks
(zaman dan tempat) tertentu. Selain mengaburkan dan menolak kebenaran, paham ini juga akan
melahirkan mufasir-mufasir palsu dan pemikir-pemikir yang tidak terkendali (liar).10
Adian Husaini menyebutkan ada tiga dampak negatif hermeneutika jika diterapkan
sebagai metodologi memahami Al-Quran. Dampak negatif tersebut akan merusak cara pandang,
pemikiran, pemahaman dan bahkan perilaku umat.
Pertama, memunculkan relativisme tafsir. Paham relativisme tafsir ini sangat berbahaya,
sebab: (1) Menghilangkan keyakinan akan kebenaran dan finalitas Islam, sehingga selalu
berusaha memandang kerelativan kebenaran Islam. (2) Menghancurkan bangunan ilmu
pengetahuan Islam yang lahir dari Al-Quran dan Sunnah Rasul yang sudah teruji selama ratusan
tahun. Padahal, metode hermeneutika Al-Quran hingga kini masih merupakan upaya coba-coba
beberapa ilmuwan kontemporer yang belum membuahkan pemikiran Islam yang utuh dan
komprehensif. Akibatnya, para pendukung hermeneutika tidak akan mampu membuat satu tafsir
Al-Quran yang utuh. Mereka hanya berkutat pada masalah dekonstruksi sejumlah konsep/hukum
Islam yang sudah dipandang baku dalam Islam. (3) Menempatkan Islam sebagai agama sejarah
yang selalu berubah mengikuti zaman. Bagi mereka tidak ada yang tetap dalam Islam. Hukumhukum Islam yang sudah dinyatakan final dan tetap (tsawabit) akan senantiasa bisa diubah dan
disesuaikan dengan perkembangan zaman. Saat ini, sejalan dengan arus liberalisasi Islam, sudah
banyak yang berani menghalalkan hukum-hukum yang sudah pasti, seperti haramnya muslimah
menikah dengan laki-laki non muslim, dan haramnya perkawinan homoseksual.11
Kedua, hermeneutika menyuburkan sikap curiga dan mencerca ulama Islam. Para
pendukung metode ini juga tidak segan-segan memberikan tuduhan yang membabi buta terhadap
para ulama Islam yang terkemuka, seperti Imam Syafii, yang berjasa merumuskan metodologi
keilmuan Islam, yang tidak dikehendaki oleh para pendukung hermeneutika.12
9

Adian Husaini dan Abdurrahman Al-Baghdadi, Hermeneutika dan Tafsir Al-Quran, hal. 8.
Adian Husaini, Hermeneutika dan Infiltrasi Kristen, dikutip dari http://www.hidayatullah.com.
11
Adian Husaini dan Abdurrahman Al-Baghdadi, Hermeneutika dan Tafsir Al-Quran (pdf), hal. 20.
12
Ibid., hal. 28.
10

Ketiga, hermeneutika memunculkan dekonstruksi konsep wahyu. Sebagian pendukung


hermeneutika memasuki wilayah yang sangat rawan dengan mempersoalkan dan menggugat
otentisitas Al-Quran sebagai kitab yang lafzhan wa manan minallah (lafazh dan maknanya dari
Allah). Dan, hal ini sangat berbahaya sekali, karena bersentuhan langsung dengan masalah
akidah Islam.13
3. Barat vs Islam
Secara tidak langsung Adian Husaini telah ikut serta menempatkan diri dalam pergulatan
Barat vs Islam yang telah diciptakan oleh beberapa tokoh sebelumnya. Beliau berpendapat
bahwa telah terjadi gap yang berakhir pada permusuhan antar Islam dan barat. Barat begitu
gencar melakukan perlawanan terhadap Islam dengan hard-fighting dan soft-fighting. Kemudian
beliau juga mengenalkan konsep ghazwul fikri atau perang pemikiran yang telah ditabuhkan
sejak lama. Barat terus menciptakan senjata-senjata semacam hermeneutika, pluralisme, dan
liberalisme untuk merontokkan hegemoni peradaban Islam.
Oleh karena itu, faith protecting merupakan pemikiran yang paling utama dari seorang
Adian Husaini. Aktivitas dan gerakan-gerakan ilmiah dan keagamaannya, serta jenis kajian
lainnya adalah beertujuan untuk melakukan pemeliharaan akidah umat Islam dari pengaruh
liberalisme, sekularisme, pluralisme, hermeneutika, serta produk-produk barat lainnya yang
diasumsikan dapat mengancam keyakinan umat Islam. Tema inti dari karya-karya serta diskusi
beliau adalah penyadaran umat Islam terhadap ancaman dan teror barat yang diyakini senantiasa
mengintai umat Islam. Atau dapat dikatakan bahwa orientasi dari setiap buah pemikiran beliau
adalah upaya penjagaan akidah umat Islam.
C. Pendekatan Pemikiran
Berdasarkan analisa penulis, bahwa ada beberapa macam bentuk pendekatan Adian
Husaini dalam mengekspresikan pemikirannya, yaitu seperti berikut ini:
a. Pendekatan Teologis
Adian Husaini mencoba membangunkan kesadaran teologis umat Islam bahwa keyakian
yang dipercayai oleh umat Islam tersebut sedang berada dalam ancaman pemikiran barat yang
notabene bertolak belakang dan bermusuhan dengan keyakianan umat Islam.
13

Ibid., hal. 28-29.

b. Pendekatan Tafsir Normatif


Menurut beliau, salah satu medan atau wilayah yang menjadi target utama barat dalam
mengikis keyakinan dan peradaban Islam adalah wilayah tafsir ayat-ayat al-Quran dan Hadits.
Karena dari hasil penafsiran itulah lahir bentuk-bentuk keputusan dan sikap umat Islam dalam
kehidupan dan peradabannya. Menurut Adian Husaini, penafsiran al-Quran dan Hadits tersebut
haruslah sesuai dengan asas normativitas tanpa campur tangan hermeneutika.
c. Pendekatan Jurnalistik Kontrainformasi
Dengan kapabilitasnya dalam bidang jurnalistik yang mumpuni, Adian Husaini mencoba
menampik informasi-informasi dari barat dengan mengemukakan premis-premis yang bersifat
kontra dengan informasi dari barat. Yang dimaksud dengan informasi di sini adalah pemikiranpemikiran yang terbungkus dalam berbagai macam model kemasan. Banyak tulisan-tulisan dari
Adian Husaini yang bersifat kontrainformasi dalam menanggapi pemikiran-pemikiran barat.
d. Pendekatan History (Romantisme Sejarah)
Adian Husaini yakin bahwa barat memiliki trauma terhadap peradaban Islam yang dulu
sempat menguasai dunia. Hal ini merupakan salah satu motivasi barat untuk menghancurkan
peradaban Islam. Maka Adian Husaini mencoba membangkitakan romantisme sejarah tentang
kemegahan dan kemenangan peradaban Islam dahulu atas peradaban barat.
D. Metode Pemikiran
Adapun metode yang beliau tempuh dalam aplikasi pendekatan dan pemikirannya adalah
sebagai berikut:
a. Metode Doktriner (Media Dakwah)
Dalam setiap karya dan diskusi yang beliau berikan sejatinya memuat nilai-nilai ajakan
dan dakwah kepada al-Quran dan Hadits.
b. Metode Analisa Teks (Text Analyzing)
Di samping meyakini otoritas teks Al-Quran dan Hadits tanpa harus ada campur tangan
penafsiran sumber-sumber baru, beliau juga menyampaikan ide-idenya dengan mengedepankan
nilai teks, dibuktikan dengan karya-karya beliau dalam membahas berbagai permasalahan.
c. Metode Deskripsi Kritis
Beliau mendeskripsikan beberapa isu yang menjadi perbincangan, kemudian dihadapkan kepada
argumen yang beliau ajukan sebagai pembantahnya. Contohnya adalah deskripsi beliau tentang
9

sejarah peradaban dan pemikiran barat sebelum beliau kritisi pemikiran dan peradaban barat
tersebut dengan argumen-argumennya.14

DAFTAR PUSTAKA
Husaini, Adian. 2002. Penyesatan Opini: Sebuah Rekayasa Merubah Citra. (Jakarta: Gema Insani).
Husaini, Adian. 2004. Pluralisme Agama : Haran Fatwa MUI yang Tegas dan Tidak Kontroversial. (Jakarta:
Pustaka Al Kausar).

Husaini, Adian. 2005. Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal. (Gema
Insani Press: Jakarta).

Husaini, Adian. Hermeneutika dan Infiltrasi Kristen, dikutip dari http://www.hidayatullah.com


14

http://www.wisnoealfarisy.com/2012/03/biografi-adian-husaini.html

10

Husaini, Adian. 2006. Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi. (Gema Insani Press:
Jakarta, Cet. I)

Husaini, Adian.dkk. Hermeneutika dan Tafsir Al-Quran. (pdf)


www.wisnoealfarisy.com/2012/03/biografi-adian-husaini.html
http://www.wisnoealfarisy.com/2012/03/biografi-adian-husaini.html

11

Anda mungkin juga menyukai