Anda di halaman 1dari 10

QADHIYAH DAN MACAM-MACAMNYA

Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Ilmu mantiq
Dosen pengampu ; Firdos SH,MH
Disusun oleh :
Aziz Hidayat X.03/18.19/T/02.1476
Iffah Tsabita Ihsani X.03/20.21/K/02.1913
Marfi'atus Sholikah X.03/20.21/K/02.1772
Miftakhul Ma'ruf Irza N.I.D X.03/20.21/K/02.1925
Muhammad Abdul Aziz X.03/20.21/K/02.1869
Muhammad Amar Affandi X.03/20.21/K/02.1887

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT ISLAM MANBAU’UL ‘ULUM (IIM) SURAKARTA
2020/2021
DAFTAR ISI

Cover

Kata pengantar

Daftar isi

Bab I Pendahuluan

A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan penulisan
Bab II Pembahasan
A. Pengertian Qadhiyyah
B. Pembagian Qadhiyyah
1. Qadhiyah syarthiyyah
2. Qadhiyah hamliyyah
3. Juz’iyah(qadhiyah hamliyah juzi’yah)

Bab III Penutup


Kesimpulan
Daftar pustaka

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu mantiq adalah ilmu yang berkaitan dengan pembicaraan yang masuk akal yang sesuai
dengan keadaan dan kenyataan beserta argumentasi dan juga sesuai dengan dalil. Ilmu ini
merupakan suatu metode dalam penelitian ilmiah sehingga dalam pembahasan Ilmu Mantiq
tidak bisa dilepaskan dengan pembahasan sesuatu yang condong pada kebenaran dzatnya
yang berlaku diantara manathiqah. Perkataan itu dipandang dari segi perkataan itu sendiri
yang dapat condong kearah benar dan tidak benar, hal ini dalam ilmu mantiq disebut dengan
“qadhiyah” atau “khobar”.

Sesuatu itu akan mengandung kemungkinan dua kemungkinan yakni benar dan salah, hal
tersebut dibuktikan dengan suatu eksperimen untuk memastikan kebenarannya. Sebagaimana
yang telah kita ketahui, tashdiqi adalah penilaian dan penghukuman atas sesuatu dengan
sesuatu yang lain (seperti: gunung itu indah; manusia itu bukan kera dan lain sebagainya).
Atas dasar itu, tashdiq berkaitan dengan dua hal: maudhu’ dan mahmul (“gunung” sebagai
maudhu’ dan “indah” sebagai mahmul). Gabungan dari dua sesuatu itu disebut qadhiyyah
(proposisi).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian Qadhiyyah


2. Bagaimana pembagian-pembagian dalam Qadhiyyah?
3. Bagaimana Qadhiyah hamliyah?
4. Pembagian Qadhiyah Hamliyah?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian qadhiyah

Qadhiyah adalah:

َ ‫ق َوال ِك ْذ‬
‫ب لَ َذاتِ ِه‬ ِّ ‫قَوْ ٌل ُمف ْي ٌد يَحْ ثَ ِم ُل ال‬
َ ‫ص ْد‬

Pernyataan yang sempurna, yang isinya mengandung kemungkinan benar atau salah.

jumlah khobariyah yang mengandung kebenaran dan kesalahan dan bisa diketahui benar
tidaknya dengan penelitian atau eksperimen. Misalnya, Tahun depan saya akan dapat
menamatkan sekolah saya/pelajaran saya atau besok syawal saya akan pindah ke Surabaya.
Perkataan ini disebut qadhiyah karena penamatan atau kepindahan itu mungkin bisa terjadi
dan mungkin tidak terjadi.[1]

Sebuah contoh, Allah itu maujud/ada, Nabi Muhammad itu utusan Allah. Untuk memastikan
kebenarannya bahwa telah ada yang mengatakan dan membuktikan kebenarannya kepada
kita, atau kita sudah mengi’tiqadkannya terlebih dahulu bahwa Allah itu ada dan Muhammad
itu utusan Allah

B. Pembagian Qadhiyyah

Setiap qadhiyyah terdiri dari tiga unsur: 1) maudhu’, 2) mahmul dan 3) rabithah (hubungan
antara mawdhu’ dan mahmul).[2]

1. Maudhu’ (subjek), dalam ilmu nahwu disebut mubtada’, fa’il atau na’ibul fa’ilatau mahkum
alaih jika dilihat dari segi proses engambilan kerputusan
2. Mahmul (predikat) dalam ilmu nahwu disebut khabar atau fi’il, disebut pula al-
mahkumbih jika dilihat dari segi pengambilan keputusan
3. Rabith (penghubung), berupa kata ganti (dhamir al-fashl) byang menghubungkan
antara subjek dan predikat

Contoh: Zaid itu berdiri, maka yang pertama yaitu Zaid disebut maudhu’, berdiri dinamakan
mahmul yaitu hukum yang diletakkan pada zaid dan itu disebut rabithah.

Berdasarkan rabithah-nya, qadhiyyah dibagi menjadi dua: qadiyyah hamliyyah (proposisi


kategoris) dan qadiyyah syarthiyyah (proposisi hipotesis). Yaitu :

1. Qadhiyah syarthiyyah
Yaitu qadhiyah yang menerangkan ketergantungannya suatu hukum, dimana
ketetapan suatu hukum tersebut digantungkan oleh adanya suiatu hukum yang lain,
[3]contoh:
-, Kalau aku punya uang, aku pergi haji.
-, Kalau matahari terbit, terjadilah siang.
Qadhiyah syarthiyyah dibagi menjadi dua macam:

4
a) Syarthiyyah muttashilah, yaitu qadhiyah yang mengharuskan adanya saling
tetap menetapkan antara juznya. seperti: kalau aku punya uang, aku jadi pergi.
Dilihat dari segi penggunaan “adat Sur” (kata yang menunjukkan kuantitas),
Qadhiyah Syarthiyah Muttashilah terbagi menjadi empat macam
1) Al-Sur al-Kulli fi al-Ijab yaitu kata depan yang menunjukkan adanya
penetapan atas hubungan antara muqaddam dan taliy dalam semua
situasi dan kondisi, Contoh: jika tamu datang ke rumahku, aku akan
menemuinya
2) Al-Sur al-Kulli fi al-Salabi yaitu kata depan yang menunjukkan
penetapan dengan meniadakan tetapnya hubungan sebab-akibat antara
muqaddam dan taliy dalam semua situasi dan kondisi. Contoh: tidaklah
sama sekali, jika pandangan masyarakat itu bersatu, mereka gagal
dalam perjuangannya
3) Al-Sur al-Juz’I fi al-Ijab yaitu kata depan yang menunjukkan
penetapan adanya sebagian hubungan sebab-akibat antara muqaddam
dan taliy tanpa menentukan situasi dan kondisi. Contoh; terkadang
terjadi, jika mahasiswa itu rajin, ia akan memperoleh penghargaan
4) Al-Sur al-Juz’I fi al-Salab artinya kata depan yang menunjukkan
tetapnya sebagian dengan memindahkan tetapnya hubungan sdebab-
akibat antara muqaddam dan taliy tanpa menentukan situasi dan
kondisi. Contoh: terkadang tidak terjadi, manusi berilmu,
mengamalkan ilmunya

b) .Syarthiyyah munfashilah, yaitu qadhiyah yang menetapkan adanya


perlawanan antara dua juznya. Seperti: Zaid ada kalanya pergi, ada kalanya
tidur.
Qadhiyah ini dibagi menjadi tiga macam:
1) Mani’ul jami’, ditolak kumpulnya artinya tidak boleh berkumpul dan
tidak ditolak sepinya artinya tidak boleh terjadi kedua-duanya.
Umpama: Umar adakalanya berdiri, adakalanya duduk; ini mani’ul
jami’ karena berdiri dan duduk tidak bisa dilakukan secara bersamaan.
Tetapi kalau sekaligus tidak berdiri dan tidak duduk itu mungkin
terjadi, ini yang dimaksud ditolak sepinya (boleh tidak terjadi kedua-
duanya).
2) Mani’ul huluwwi, ditolak sepinya (tidak boleh tidak terjadi kedua-
duanya), tidak ditolak berkumpulnya (boleh berkumpul kedua-duanya
sekaligus), misalnya: Aisyah ada kalanya berada dilautan, adakalanya
tidak tenggelam, ini boleh jadi (karena berperahu misalnya).
3) Mani’ul jami’ wal huluw, yaitu yang dinamakan qadhiyyah
syarthiyyah munfashilah haqiqqiyah, artinya kedua-duanya
berkumpulnya dan sepinya (tidak terjadi) itu ditolak, keduanya terjadi
sekaligus tidak mungkin. Contohnya, Muhammad adakalanya mati dan
adakalanya hidup, andaikata Muhammad sekjaligus mati dan hidup itu
tidak mungkin terjadi, sebaliknya ia tidak mati dan tidak hidup juga
tidak mungkin.

Qadhiyah syarthiyyah pasti mempunyai dua bagian (Dua juz) kalimat.


Manakala matahari terbit (bagian ke satu/muqaddam) siang hari terjadi
(bagian juz kedua/taali).

2. Qadhiyah hamliyyah
Yaitu qadhiyah yang menerangkan terjadinya ketetapan hukum, tidak tergantung pada
suatu yang lain.[4]
Qadhiyah Hamliyah dilihat dari sisi Mahmul dan Maudhu'
Qadhiyah Hamliyah dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi mahmul dan dari sisi
maudhu'. Dilihat dari sisi ada atau tidak adanya mahmul pada maudhu', qadhiyah
hamliyah terbagi dua: Mujibah, dan Salibah.
a. Mujibah
Mujibah (qadhiyah hamliyah mujibah) adalah qadhiyah yang mahmul-nya ada
atau terdapat pada maudhu'. Contoh: Jakarta adalah kota terbesar di Indonesia.
Beras Cianjur adalah yang terbaik di Jawa Barat. Kota terbesar (mahmul) ada
atau terdapat pada Jakarta (maudhu'). Terbaik (mahmul) ada atau terdapat pada
beras Cianjur(maudhu').
b. Salibah
Salibah (Qadhiyah hamliyah salibah) adalah qadhiyah yang mahmul-nya tidak
ada atau tidak terdapat pada maudhu'. Contoh: Jakarta bukanlah kota kecil.
Sebagian petani Indonesia belum berfikir maju. Kota kecil (mahmul) tidak ada
atau tidak terdapat pada Jakarta (maudhu'). Demikian juga , berfikir maju
(mahmul) tidak ada atau tidak terdapat pada sebagian petani Indonesia (maudhu'),
karena belum seluruh mereka sudah berfikir maju.

Qadhiyah hamliyah dilihat dari segi maudhu’nya ada empat macam:

1) Qadhiyah syahshiyyah; yaitu qadhiyah yang menerangkan terjadinya ketetapan


hukum atas bagian yang tertentu. Seperti: Ahmad kaya, Dani itu juru tulis,
ditetapkannya hukum (kaya dan juru tulis) atas Ahmad dan Dani merupakan sebagian
dari hakekat Ahmad dan Dani. Atau Ahmad dan Dani itu adalah sebagian saja dari
suatu jenis (manusia).
2) Muhmalah (qadhiyah hamliyah muhmalah) adalah qadhiyah yang maudhu'-nya lafazh
kulli, tetapi mahmulnya belum tentu ada atau terdapat pada semua atau sebagian
satuan maudhu'. Contoh: Manusia (kulli) dapat mengikuti pengajaran tinggi. Contoh
ini dikatakan muhmalah karena dapat mengikuti pengajaran tinggi (mahmul), tidak
ada atau tidak melekat kepada manusia secara kulli, yakni keseluruhan manusia,
melainkan kepada sebagian manusia saja yang mempunyai biaya, kemampuan dan
kesempatan untuk itu.
3) Juz’iyah(qadhiyah hamliyah juzi’yah)

6
adalah qadhiyah yang maudhu'-nya lafazh kulli, sedang mahmul-nya ada atau
terdapat pada sebagian dari satuan maudhu' itu saja. Contoh:
Sebagian makhluk hidup, Sebagian benda cair. Sebagian tumbuh-tumbuhan tanam
keras. Sebagian makhluk, sebagian benda, dan sebagian tumbuh-tumbuhan adalah
lafazh juz'i yang menjadi maudhu' dalam contoh-contoh di atas. Sedang hidup,
mahmul pada contoh pertama, terdapat pada sebagian makhluk. Cair, mahmul pada
contoh kedua, terdapat pada sebagian benda. Demikian juga tanaman keras, mahmul
pada contoh ketiga, terdapat pada sebagian tumbuh-tumbuhan.
4) Qadhiyah kulliyah atau berdasarkan maudhu’nya dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Kulliyah musyawwaroh atau mahshurah; yaitu qadhiyah yang dimulai dengan “Soer”,
misalnya semua siswa pada tidur, kata “semua” itu dinamakan “soer” yang bahasa
Arabnya “Kullu”. Semua, setiap, seluruh adalah “soer”. Seperti contoh, setiap
manusia itu hewan, semua murid berolah raga, seluruh penghuni asrama tidur.
b.   Kulliyah Muhmalah; yaitu qadhiyah yang tidak dimulai dengan “soer”. Umpama:

manusia itu hewan, murid berolah raga, penghuni asrama tidur.

Sur yang berupa kully dan juz’i itu dapat dilihat dari empat bagian sur, ada kalanya
dengan lafadz kullin atau dengan lafadz ba’dlin atau dengan lafadz laa syai’in dan
.lafadz laisa ba’dlu atau sesamanya yang telah jelas

Soer itu ada kalanya kulli(universal/keseluruhan) dan ada kalanya juz’i(sebagian),


kulli dibagi menjadi dua yakni mujibah yang mengharuskan, kepastian, keharusan.
Contoh: seperti manusia itu hewan. Dan salibah yang menghapuskan, mentiadakan,
dan menolak. Contoh: tidaklah semua dari manusia itu batu. Juz’i juga dibagi menjadi
dua yaitu mujibah, contoh: sebagian dari hewan itu manusia dan salibah, contoh:
tidaklah sebagian dari hewan itu manusia.

Adat Sur Qadhiyyah Hamliyah


Sur qadhiyah adalah:

ِ ْ‫اللَّ ْفظُ ال َّدا ُل َعلَي َك ِميَ ِة َما ُوقِ َع َعلَ ْي ِه ال ُح ْك ُم ِم ْن أَ ْف َرا ِد ال َموْ ضُو‬
‫ع‬

Kata yang menunjukkan kuantitas sesuatu yang padanya ditetapkan keputusan dari individu-individu
maudhu’.

Adat sur atau sur qadhiyah adalah kata yang menunjukkan penjumlahan (kuantitas).
Qadhiyah yang menggunakan adat sur ini disebut masrurat atau mahshurat.[5]

Adat sur ada empat macam, diantaranya:

1) Al-sur al-Kulli fi al-ijabi, yaitu kata yang menunjukkan tetapnya mahmul pada seluruh
individu maudhu’,contoh kata:  ٌّ‫ ُكل‬,ٌ‫ َج ِم ْيع‬,ٌ‫ عَا َّمة‬,ٌ‫كَا فَّة‬
2) Al-sur al-Kulli fi al-Salab, yaitu kata yang menunjukkan tidak tetapnya mahmul dari
individu maudhu’. Seperti kata ٌ‫َيء‬ ْ ‫ اَل ش‬,‫اَل أَ َح ٌد‬  (tidak satupun).
3)  Al-Sur al-juz’I fi al-Ijabi, yaitu kata yang menunjukkan tetapnya mahmul bagi sebagian

individu maudhu’. Seperti kata:  ٌ‫ َبعْض‬,ٌ‫ َكثِ ْير‬,‫ ُم ْعظَ ٌم‬,ٌ‫قَلِ ْيل‬
4) Al-Sur al-Juz’I fi al-Salab, yaitu kata yang menunjukkan tidak tetapnya mahmul
dari sebagian individu-individu maudhu’. Seperti kata: ٌ‫ْس بَعْض‬ َ ‫ لَي‬,ٌّ‫ْس ُكل‬
َ ‫ لَي‬,ٌ‫ْس َج ِم ْيع‬ َ ‫لَي‬

8
BAB III

KESIMPULAN

Qadhiyah adalah jumlah khobariyah yang mengandung kebenaran dan kesalahan dan
bisa diketahui benar tidaknya dengan penelitian atau eksperimen. Setiap qadhiyyah terdiri
dari tiga unsur: 1) mawdhu’, 2) mahmul dan 3) rabithah (hubungan antara mawdhu’ dan
mahmul). Contoh, Zaid itu berdiri, maka yang pertama yaitu Zaid disebut maudhu’, berdiri
dinamakan mahmul yaitu hukum yang diletakkan pada zaid dan itu disebut rabithah.

Berdasarkan rabithah-nya, qadhiyyah dibagi menjadi dua: qadiyyah hamliyyah


(proposisi kategoris) dan qadiyyah syarthiyyah (proposisi hipotesis). Qadhiyah syarthiyyah
dibagi menjadi dua macam yaitu Syarthiyyah muttashilah dan munfashilah. Qadhiyyah
hamliyyah juga dibagi menjadi dua yakni Qadhiyah syahshiyyah dan Qadhiyyah kulliyah.
DAFTAR PUSTAKA

Bisyri, cholil. 1893. Ilmu Manthiq.  Rembang: Al-Ma’arif offset.


Sambas, sukriadi. 2009. Mantiq Kaidah Berfikir. Bandung: Remaja Rosdakarya.
  Al-Kaff, Husain. 1999. Pengantar Menuju Filsafat Islam“. Al-Jawad.

________________________________
[1] Cholil Bisyri, Ilmu Manthiq,  (Rembang: Al-Ma’arif offset, 1893), 31.
[2] Sukriadi Sambas, Mantiq Kaidah Berfikir Islami, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), 69-70

[3]. Cholil Bisyri, Ilmu Manthiq,  (Rembang: Al-Ma’arif offset, 1893), 32.


[4] Cholil Bisyri, Ilmu Manthiq, (Rembang: Al-Ma’arif offset, 1893), 33.

[5] Sukriadi Sambas, Mantiq Kaidah Berfikir Islami, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), 74-75.

Anda mungkin juga menyukai