Anda di halaman 1dari 46

BIMBINGAN KEAGAMAAN TERHADAP

PENYANDANG TUNARUNGU DI RUMAH BELAJAR KITA

BANJARMASIN

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH :

SITI SARAH APRIANI

180104020123

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

BANJARMASIN

2021 M / 1442 H
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

A. Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1

B. Fokus Masalah .................................................................................................. 6

C. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 6

D. Signifikansi Penelitian ...................................................................................... 7

1. Kegunaan Teoritis ......................................................................................... 7

2. Kegunaan Praktis ........................................................................................... 7

E. Definisi Operasional.......................................................................................... 8

1. Bimbingan Keagamaan ................................................................................. 8

2. Tunarungu ..................................................................................................... 9

3. Rumah Belajar Kita Banjarmasin .................................................................. 9

F. Penelitian Terdahulu ....................................................................................... 10

G. Sistematika Penulisan ..................................................................................... 12

H. Kajian Teori .................................................................................................... 13

1. Bimbingan Keagamaan ............................................................................... 13

2. Dasar Bimbingan Keagamaan ..................................................................... 18

3. Tujuan Bimbingan Keagamaan ................................................................... 19

ii
4. Model Bimbingan Keagamaan .................................................................... 21

5. Metode Bimbingan ...................................................................................... 24

6. Metode Bimbingan Keagamaan .................................................................. 27

7. Materi Bimbingan Keagamaan .................................................................... 28

8. Tunarungu ................................................................................................... 30

I. Metode Penelitian............................................................................................ 35

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian .................................................................. 35

2. Subjek dan Objek Penelitian ....................................................................... 36

3. Lokasi Penelitian ......................................................................................... 36

4. Data dan Sumber Data ................................................................................. 37

5. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 38

6. Pengolahan dan Analisis Data ..................................................................... 38

7. Pengecekan Keabsahan Data ....................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA ....................................................................... 41

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................... 43

iii
A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam adalah agama samawi, yaitu agama yang berasal dari

Allah swt. yang diturunkan melalui utusan-Nya, nabi Muhammad saw. Yang

ajarannya tertuang dalam al- Qur’an dan as- Sunnah, yaitu berupa petunjuk,

perintah, maupun larangan demi kebaikan manusia.

Agama Islam merupakan agama yang diajarkan oleh nabi dan rasul

Allah swt. dari nabi Adam as. hingga nabi Muhammad saw. Namun, yang

dimaksud agama Islam yakni agama yang masih murni keasliannya seusai

dengan apa yang diajarkan oleh nabi dan rasul. Di dalam agama Islam

terdapat perintah dari Allah swt. bahwa setiap umat manusia diperintahkan

agar menjalankan amal ma’ruf dan mencegah serta menjauhi dari yang

mungkar. Sehingga dalam konteks ini, kita sebagai umat muslim hendaknya

berdakwah kepada sesama umat menusia.

Dakwah berasal dari akar kata da’a- yad’u- da’watan yang berarti

menyeru atau mengajak. Secara istiah dakwah berarti mengajak atau menyeru

manusia agar menempuh kehidupan di dunia ini berada di jalan Allah swt.1

Sebagaimana yang terdapat pada firman Allah swt dalam surah An- Nahl ayat

125.

ٌَّ ِ‫يم َربِّكَ بِ ْٲن ِح ْك ًَ ِت َو ْٱن ًَىْ ِعظَ ِت ْٱن َح َسَُ ِت ۖ َو ٰ َج ِذ ْنهُى بِٲنَّتِى ِه َى أَحْ َس ٍُ ۚ إ‬
ِ ِ‫ع إِنَ ٰى َسب‬
ُ ‫ٱ ْد‬

ٍَ‫ض َّم عٍَ َسبِيهِِۦه ۖ َوهُ َى أَ ْعهَ ُى بِ ْٲن ًُ ْهتَ ِذي‬


َ ًٍَ ِ‫َربَّكَ هُ َى أَ ْعهَ ُى ب‬

1
Asep Syamsul M. Romli, Komunikasi Dakwah Pendekatan Praktis, (Bandung:
www.romeltea.com, 2013), h. 10.

1
Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah

dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.

Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang

tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang

mendapat petunjuk. (Q.S. An- Nahl: 125)

Dalam berdakwah, tentu saja tidak hanya sekedar menyeru atau

mengajak seseorang berada di jalan Allah swt. Akan tetapi dalam berdakwah

diperlukan juga yang namanya bimbingan. Karena untuk mengajak seseorang

berada di jalan Allah bukanlah hal yang mudah dan juga memerlukan waktu

yang lumayan lama agar seseorang tersebut tetap berada dalam

keistiqomahan untuk menjalankan yang maruf dan menjauhi yang mungkar.

Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh

seorang ahli kepada orang lain atau beberapa orang agar seorang yang

bersangkutan mampu mengembangkan potensi seperti bakat, minat ataupun

kemampuan yang dimiliki. Sehingga mereka mampu menentukan sendiri

jalan hidupnya tanpa tergantung kepada orang lain.2

Dalam memberikan bimbingan kepada orang lain atau beberapa

orang, tentu saja orang yang akan dihadapi memiliki permasalahan ataupun

kondisi yang berbeda- beda. Karena dalam kehidupan di dunia ini, pasti kita

akan menemukan adanya perbedaan satu sama lain, baik dari kondisi fisik,

2
Sri Maullasari, “Metode Dakwah Menurut Jalaluddin Rakhmat dan Implementasinya
dalam Bimbingan dan Konseling Islam”, (Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 38, No. 01, 2018), h. 173.

2
psikis, maupun spiritual. Oleh karena itu sebagai pembimbing atau dai

hendaknya bisa memahami kondisi madu atau klien yang akan dihadapi.

Mad’u adalah orang yang menerima pesan dakwah dari seorang dai

atau pendakwah. Madu disebut juga sebagai sasaran atau objek dakwah,

maksudnya ialah madu merupakan orang yang menjadi sasaran bagi

pendakwah yang tidak ada batasan usia, dan tidak ada ketentuan khusus baik

dari segi fisik maupun psikis.

Mad’u dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yakni :

Ahl al- burhan, yaitu orang- orang yang dapan menangkap pesan-

pesan dakwah dengan adanya mengajukan bukti- bukti demonstratif. Orang

yang termasuk dalam kategori ini ialah para pemuka agama yang umum

dikenal sebagai ulama atau kaum burhani.

Ahl al- jidal, yaitu orang yang termasuk dalam kategori ini ialah orang

yang belum mampu menyingkap hakikat- hakikat terdalam mengenai agama.

Orang yang termasuk dalam ketegori ini hanya mampu didekati dengan cara

mujadalah bil lati hiya ahsan (berdebat yang baik) atau berdialog.

Ahl al- khittab, yaitu orang yang belum mampu menerima pesan

dakwah hanya dengan cara dialog. Karena orang- orang yang termasuk dalam

kategori ini adalah orang yang memiliki tingkat pemahaman agamanya yang

rendah. Dan orang- orang yang termasuk ke dalam kategori ini adalah

masyarakat umum. Sehingga cara yang dilakukan untuk menyampaikan

dakwah yaitu dengan cara bil hikmah dan mauidzatil hasanah.

3
Pada hakikatnya, mad’u adalah manusia, baik yang terlahir sempurna

ataupun yang memiliki keterbatasan yang dapat menerima pesan dakwah dari

seorang dai ataupun orang lain yang mampu mengajak atau menyeru orang

lain agar berada di jalan Allah.

Tidak hanya manusia normal saja yang harus dibimbing agar berada

di jalan Allah. Akan tetapi manusia yang memiliki keterbatasan pun juga

harus dibimbing agar berada di jalan Allah. Karena tujuan manusia hidup di

dunia ini yaitu hanya menyembah kepada Allah swt. sebagaimana yang

terdapat dalam firman Allah pada surah Adz- Dzariyat ayat 56.

ٌِ ‫َس إِ ََّّل نِيَ ْعبُ ُذو‬ ِ ْ ‫ت ْٱن ِج ٍَّ َو‬


َ ‫ٱْل‬ ُ ‫َو َيب خَ هَ ْق‬

Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan

supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Q.S. Adz- Dzariyat: 56)

Oleh karena itu, baik manusia yang normal ataupun memiliki

keterbatasan, seperti mengalami gangguan pada salah satu panca indera yaitu

telinga atau seringkali disebut sebagai tunarungu, hendaknya dibimbing

dengan cara yang khusus agar mereka dapat menjalankan kewajibannya

sebagai makhluk ciptaan Allah.

Tunarungu adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik pada salah

satu panca indera, yaitu telinga. Sehingga mereka mengalami kesulitan dalam

hal mendengar. Dan untuk berkomunikasi dengan orang tunarungu hanya

4
dapat dilakukan dengan cara komunikasi non- verbal, yaitu dengan

menggunakan bahasa isyarat seperti gerakan jari jemari dan ekspresi.

Dalam membimbing seseorang yang normal saja untuk menjalankan

yang maruf dan menjauhi yang mungkar tidaklah mudah. Apalagi

membimbing orang yang memiliki keterbatasan fisik. Terlebih pada

pendengaran. Karena pendengaran merupakan panca indera pertama yang

diciptakan oleh Allah yang sangat berperan dalam kehidupan manusia. Jika

seseorang tidak bisa mendengar, maka ia tidak dapat mendengar suara azan

yang merupakan sebuah panggilan dari Allah swt.

Dalam membimbing seseorang yang memiliki keterbatasan fisik

yaitu pada pendengaran, tentu saja pembimbing harus memiliki keahlian

khusus seperti bisa berbahasa isyarat. Karena hanya dengan itulah tunarungu

bisa berkomunikasi dengan orang yang dapat mendengar. Dan di

Banjarmasin, Kalimantan Selatan terdapat tempat belajar agama Islam bagi

penyandang tunarungu, tempat tersebut bernama Rumah Belajar Kita (RBK).

Rumah Belajar Kita merupakan salah satu tempat yang ada di

Banjarmasin untuk belajar agama Islam bagi penyandang tunarungu. Tidak

hanya penyandang tunarungu yang dari daerah Banjarmasin saja, akan tetapi

dari luar Banjarmasin pun juga ikut belajar agama Islam di Rumah Belajar

Kita tersebut.

Rumah Belajar Kita (RBK) ini hanya dikelola oleh sepasang suami

istri yang menjadi pembimbing bagi ratusan penyandang tunarungu yang dari

5
berbagai macam usia, daerah, serta tingkat ketunarunguan. Oleh karena itu,

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “BIMBINGAN

KEAGAMAAN TERHADAP PENYANDANG TUNARUNGU DI

RUMAH BELAJAR KITA BANJARMASIN.”

B. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka

peneliti membuat fokus masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana proses pelaksanaan bimbingan keagamaan terhadap

penyandang tunarungu di Rumah Belajar Kita Banjarmasin?

2. Apa saja yang menjadi faktor- faktor pendukung dan penghambat dalam

pelaksanaan bimbingan keagamaan terhadap penyandang tunarungu di

Rumah Belajar Kita Banjarmasin?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan bimbingan keagamaan terhadap

penyandang tunarungu di Rumah Belajar Kita Banjarmasin.

2. Untuk meengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam

pelaksanaan bimbingan keagamaan terhadap penyandang tunarungu di

Rumah Belajar Kita Banjarmasin.

6
D. Signifikansi Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan dan

wawasan mengenai bimbingan keagamaan terhadap penyandang

tunarungu dan dapat dimanfaatkan sebagai referensi dalam berdakwah

bagi para dai.

2. Kegunaan Praktis

a. Kegunaan untuk Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Kegunaan penelitian ini untuk Jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam yaitu diharapkan dapat memberikan kesempatan

bagi penyuluh agama untuk menerapkan ilmu yang telah dimiliki

dalam membimbing penyandang tunarungu untuk dapat mendekatkan

dirinya kepada Allah swt.

b. Kegunaan untuk Rumah Belajar Kita Banjarmasin

Untuk memberikan masukan dan dijadikan bahan evaluasi

bagi Rumah Belajar Kita agar ke depannya bisa lebih baik lagi.

c. Kegunaan untuk masyarakat

Untuk dapat memberikan pengalaman empiris dan dapat

memberikan informasi mengenai bimbingan agama terhadap

penyandang tunarungu.

7
E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah batasan- batasan istilah terhadap

permasalahan yang diteliti. Adapun untuk batasan- batasan istilah dalam

proposal ini yaitu :

1. Bimbingan Keagamaan

Bimbingan keagamaan merupakan suatu proses pemberian

bantuan atau tuntunan yang diberikan kepada individu ataupun kelompok

yang berkaitan dengan hal- hal agama untuk keberlangsungan hidup

seseorang dalam beragama.3

Bimbingan keagamaan (religious guidance) yaitu bimbingan

dalam rangka membantu pemecahan masalah seseorang dalam kaitannya

dengan masalah- masalah keagamaan, melalui keimanan menurut

agamanya.4 Bimbingan keagamaan yang dimaksud dalam penelitian ini

yaitu kegiatan bimbingan keagamaan yang menyangkut pembinaan dalam

beragama pada penyandang tunarungu.

3
Norhaanah, Inspirasi Luqman Dalam Konteks Membimbing Keagamaan Anak Telaah
Surah Luqman, (Banjarmasin: BILDUNG, 2020), h. 18.
4
H.M. Arifin, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1977), h. 46.

8
2. Tunarungu

Tunarungu adalah suatu istilah bagi kaum difabel yang memiliki

ketidakfungsian pada salah satu panca indera manusia yaitu pendengaran

atau telinga.5

Secara bahasa tunarungu berasal dari beberapa pecahan kata yaitu

“tuna” dan “rungu”. Tuna yang berarti kurang dan rungu berarti

pendengaran. Jadi tunarungu adalah istilah lain dari kata tuli yaitu tidak

dapat mendengar atau kurang dalam hal pendengaran.6

Menurut Hallahan dan Kauffman, tunarungu merupakan salah satu

istilah bagi orang yang kurang dapat atau mengalami kesulitan dalam hal

mendengar, baik dari yang ringan sampai yang berat. Dengan demikian

tunarungu adalah sebutan bagi orang yang mengalami gangguan pada

salah satu panca indera, yaitu berupa pendengaran.

3. Rumah Belajar Kita Banjarmasin

Rumah merupakan bangunan yang dapat berfungsi sebagai tempat

tinggal seseorang. Belajar adalah proses seseorang menimba ilmu

pengetahuan melalui perantara. Yang dimaksud Rumah Belajar Kita atau

yang disingkat dengan RBK pada penilitian ini adalah suatu wadah atau

tempat belajarnya anak- anak, teman- teman, saudara- saudara kita yang

5
Ardhi Wijaya, Memahami Tuna Rungu, (Yogyakarta: Relasi Inti Media, 2019), h. 1
6
Ahmad Wasita, Seluk- Beluk Tunarungu dan Tunawicara Serta Strategi Pembelajarannya,
(Jogjakarta: Javalitera, Cetakan Kedua, 2013), h. 17.

9
memiliki kebutuhan khusus yaitu kesulitan pada salah satu panca indera

yakni pada pendengaran (telinga).

F. Penelitian Terdahulu

Pada penulisan proposal skripsi yang akan diteliti terdapat beberapa

karya tulis ilmiah yaitu berupa skripsi pada tahun- tahun sebelumnya

mengenai hal- hal yang berkaitan tentang Bimbingan Keagamaan Terhadap

Penyandang Tunarungu, antara lain sebagai berikut :

1. BIMBINGAN KEAGAMAAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN

KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH INKLUSI SDN 1.2 BELIMBING

RAYA KECAMATAN MURUNG PUDAK. Oleh Rahmi Fauzi

Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin Fakultas Dakwah

dan Ilmu Komunikasi (FDIK) Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam

(BPI).

a. Persamaan

Persamaan dari kedua penelitian ini yaitu penelitian yang

dilakukan peneliti juga menggunakan metode penelitan kualitatif. Dan

juga memiliki kesamaan pada variabel penelitian yaitu terletak pada

bimbingan keagamaan.

b. Perbedaan

Perbedaan dari kedua penelitian ini yaitu pada penelitian

terdahulu yang jadi sasaran peneliti ialah lebih menekankan pada

pelaksanaan bimbingan keagamaan terhadap anak berkebutuhan

khusus yang ada di Sekolah Dasar . Sedangkan yang peneliti teliti

10
sasarannya lebih spesifik yaitu pada penyandang tunarungu dan

tempatnya bukan di sekolah akan tetapi pada suatu komunitas.

2. PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK TUNA RUNGU WICARA DI

UNIT PELAKSANAAN TEKNIS PANTI SOSIAL PEMATANG

SIANTAR. Oleh Nursyahidah Pane mahasiswi Universitas Islam Negeri

(UIN) Sumatera Utara Medan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Jurusan

Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI).

a. Persamaan

Persamaan dari kedua penelitian ini yaitu penelitian yang

dilakukan peneliti juga menggunakan metode penelitan kualitatif.

b. Perbedaan

Perbedaan dari kedua penelitian ini yaitu pada penelitan

terdahulu lebih menekankan pada pembinaan keagamaan anak

tunarungu wicara. Sedangkan peneliti lebih menekankan pada

bimbingan keagamaan terhadap penyandang tunarungu.

3. METODE BIMBINGAN AGAMA BAGI ANAK TUNARUNGU DI

PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA MELATI BAMBU APUS

JAKARTA TIMUR. Oleh Ida Nurfarida mahasiswi Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Dakwah dan

Komunikasi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI).

a. Persamaan

11
Persamaan dari kedua penelitian ini yaitu penelitian yang

dilakukan peneliti juga menggunakan metode penelitan kualitatif dan

yang menjadi sasaran penelitian adalah tunarungu.

b. Perbedaan

Perbedaan dari kedua penelitian ini yaitu pada penelitian

terdahulu lebih menekankan pada metode bimbingan agama.

Sedangkan peneliti lebih menekankan pada model bimbingan

keagamaan.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sistematika penulisan

yang terdiri dari lima bab dan di dalam masing- masing bab terdapat beberapa

subbab, yaitu sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN, berisikan tentang problematika yang

akan diteliti sebagai gambaran- gambaran umum yang dibahas meliputi; latar

belakang, fokus masalah, tujuan, signifikansi penelitian, definisi operasional,

dan sistematika penulisan.

BAB II : KAJIAN TEORI, pada bab ini membahas tentang hal- hal

yang menjadi landasan teori dalam penelitian yang terdiri dari kerangka teori

yaitu teori model bimbingan dan kerangka konsep yang meliputi pengertian

dari model bimbingan agama, metode bimbingan keagamaan, dan tunarungu.

BAB III : METODE PENELITIAN, bab ini membahas tentang

metode penelitian yang terdiri dari pendekatan dan jenis penelitian, subjek

12
dan objek penelitian, lokasi penelitian, data, sumber data, teknik

pengumpulan data, analisis data, dan pengecekan keabsahan data.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN, berisikan tentang hasil

dari penelitian berupa observasi, wawancara, dan dokementasi.

BAB V : PENUTUP, pada bab ini membahas tentang kesimpulan

dan saran.

H. Kajian Teori

1. Bimbingan Keagamaan

a. Pengertian Bimbingan

Bimbingan adalah terjemahan dari istilah bahasa Inggris yaitu

guidance. Kata guidance merupakan kata yang berasal dari kata kerja

yakni to guide yang artinya menunjukkan, membimbing atau

menuntun orang lain ke jalan yang benar.7 Tidak hanya terdapat

dalam istilah bahasa Inggris akan tetapi definisi bimbingan juga

terdapat dalam istilah bahasa Arab yaitu berasal dari akar kata

rasysyada, rusydan yang bermakna menunjukkan, membimbing.8

Dengan demikian, jika kata bimbingan tersebut juga ada dalam

istilah bahasa Arab, maka boleh jadi bimbingan merupakan salah satu

cara untuk berdakwah. Sebagaimana yang terdapat dalam potongan

7
Ibid., h. 20.
8
Samsul Amin Munir, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 3.

13
surah An-Nahl ayat 125 yang menjelaskan tentang bagaimana cara

mengajak seseorang ke jalan kebaikan yaitu ajaran Islam dengan cara

yang baik.

Menurut Failor, bimbingan adalah bantuan kepada seseorang

dalam proses pemahaman dan penerimaan terhadap kenyataan dirinya

sendiri serta perhitungan (penilaian) terhadap lingkungan sosio-

ekonomisnya masa sekarang dan kemungkinan masa mendatang: dan

bagaimana mengintegrasikan dua hal tersebut melalui pilihan-pilihan

serta penyesuaian-penyesuaian diri yang membawa kepada kepuasan

hidup pribadi dan kedayagunaan sosio-ekonomisnya itu.

Selain itu, bimbingan juga berarti pemberian bantuan secara

kontinu dan sistematis kepada seseorang dalam menjawab segala

permasalahan yang dihadapi ataupun yang dialami oleh individu,

sehingga individu tersebut dapat memahami dirinya (self

understanding), mampu untuk menerima dirinya (self accaptace),

mampu mengarahkan dirinya (self direction), serta mampu

merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan

kemampuannya dalam beradaptasi dengan lingkungan keluarga,

lingkungan sekolah, maupun lingkungan masyarakat.9

Adapun yang menjadi landasan bimbingan terdapat dalam Al-

Qur’an surah Ali Imran ayat 104 yang berbunyi sebagai berikut :

9
Muhammad Surya, Psikologi Konseling, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2003), h.2.

14
ِ ‫َو ْنتَ ُكٍ ِّيُ ُك ْى أُ َّيتٌ يَ ْذ ُعىٌَ إِنَى ْٱنخَ ي ِْر َويَأْ ُيرُوٌَ بِ ْٲن ًَ ْعر‬
ۚ ‫ُوف َويَ ُْهَىْ ٌَ ع ٍَِ ْٱن ًُُ َك ِر‬
َٰٓ
ٌَ‫َوأُو ٰنَئِكَ هُ ُى ْٱن ًُ ْفهِحُى‬

Artinya : Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat

yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan

mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang

beruntung. (Q.S. Ali Imran : 104).

Berdasarkan ayat diatas sudah jelas bahwa hendaknya sesama

muslim untuk menyeru kepada kebaikan, melaksanakan yang ma’ruf

dan menjauhi yang mungkar, karena hal tersebut dapat membuat

individu selamat.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa bimbingan

merupakan proses pemberian bantuan oleh seorang pembimbing

terhadap individu yang memiliki masalah dan dilakukan secara

berkesinambungan dan bertahap, sehingga individu tersebut dapat

memahami dirinya dan berada di jalan kebaikan.

b. Pengertian Keagamaan

Keagamaan berasal dari kata agama yang mendapat konfiks

yakni berawalan “ke-“ dan berakhiran “-an” yang menunjukkan kata

sifat yang memiliki sifat keagamaan. Secara bahasa, kata agama

berasal dari bahasa Sansakerta yang berasal dari perpecahan kata “a”

yang berarti tidak dan “gama” berarti pergi atau kocar- kacir.

Sehingga kata agama bermakna tidak pergi atau tidak berantakan.

15
Maksudnya ialah agama bersifat tetap yang diwarisi secara turun-

temurun.

Kata agama terdapat diberbagai bahasa seperti pada bahasa

Inggris (religion), bahasa Belanda (religie), bahasa Arab (din) yang

semua itu berasal dari bahasa Latin yaitu : Relegare, to treat carefully

(Ciicero), relagare, to bind together (Lactantius); relegare, to recover

(Agustinus). Kata religi dapat diartikan sebagai membaca dan

mengumpulkan. Maksudnya ialah agama merupakan suatu kumpulan

cara- cara untuk mengabdi kepada sang Pencipta, yang kemudian

dibaca melalui sebuah kumpulan yang berbentuk kitab suci.10

Adapun dalam bahasa Arab kata agama disebut dengan al- din

yang berakar dari kata “dana- yadinu” yang berarti peraturan,

undang- undang, taat dan patuh. Maksudnya adalah agama merupakan

peraturan Tuhan yang membawa manusia ke arah kebahagiaan dunia

dan akhirat. Kata “diin” disebutkan sebanyak 79 kali dalam al- qur’an

salah satunya adalah terdapat pada surah Al- Kafirun ayat 6 yang

berbunyi :

ٍِ ‫نَ ُك ْى ِد ْيُُ ُك ْى َونِ َي ِد ْي‬


Artinya : Untukku agamaku dan untukmu agamamu.

10
R. Abuy Sodikin, “Konsep Agama dan Islam”, Banten: Al- Qalam, Vol. 20 No. 97 (2003):
h. 2.

16
Berdasarkan ayat tersebut bahwa kata agama tidak hanya

digunakan untuk umat muslim akan tetapi kata agama juga dapat

digunakan pada non- muslim.

Secara teologis, agama adalah seperangkat ajaran yang

mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia

dengan manusia lainnya, dan manusia dengan alam lingkungannya.11

Menurut Muhammad Syaltut, agama adalah ketentuan- ketentuan

Tuhan yang diwahyukan kepada nabi- Nya untuk dijadikan sebagai

pedoman hidup manusia.12

Adapun pengertian agama menurut M. Reville, agama adalah

suatu kekuatan yang menjadi penentu kehidupan manusia, yaitu

berupa sebuah ikatan yang menyatukan pikiran manusia dengan

pikiran misterius yang dapat menguasai dunia dan diri yang dia sadari,

dan dengan hal-hal yang dapat menimbulkan ketentraman.13 Agama

adalah ikatan yang harus dipegang dan dipenuhi manusia. Ikatan yang

dimaksud adalah kekuatan yang lebih tinggi dari manusia yang tidak

dapat ditangkap keduanya, namun mampu mewarnai kehidupan.14

11
Ridwan Lubis, Sosiologi Agama: Memahami Perkembangan Agama dalam Interaksi
Sosial, (Jakarta: Kencana, 2015), h. 86.
12
Muhammad Quraisy Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), h. 209.
13
Emile Durkheim, The Elementary Forms Of The Religous life, (Jogjakarta: IRCiSoD,
Cetakan Pertama, 2011), h. 56.
14
H. Nur Zazin, Psikologi Agama, (Banjarbaru: Zukzez Express, 2016), h. 3.

17
Ada pula pengertian agama yang dikemukakan oleh Husain

Ismail yaitu agama adalah suatu jalan atau cara yang bersumber dari

Tuhan yang bertujuan untuk mengetahui dan mengenal sifat, tujuan,

perbuatan diri- Nya dalam menciptakan makhluk.

Berdasarkan dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan

bahwa agama adalah seperangkat ajaran yang memiliki peraturan

untuk ditaati yang bersumber dari Tuhan yang bertujuan untuk

mengetahui dan mengenal Tuhan- Nya sehingga dapat membawa

manusia ke arah kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

2. Dasar Bimbingan Keagamaan

Suatu ilmu ataupun teori tentu saja memerlukan dasar atau

landasan untuk titik pijak dan begitupula pada bimbingan diperlukan

sebuah dasar, karena dasar merupakan suatu fondasi untuk membangun

sebuah bangunan yang kuat. Tanpa adanya fondasi yang kuat, maka suatu

bangunan tidak dapat berdiri kokoh. Begitupula pada bimbingan

keagamaan tentu saja memerlukan adanya fondasi. Adapun yang menjadi

dasar bimbingan keagamaan terdapat pada Al- Qur’an dan Hadis yang

menganjurkan agar manusia dapat memberikan bimbingan dan nasihat

yang baik kepada individu lainnya, sebagaimana yang terdapat pada surah

Ali Imran ayat 104 dan An- Nahl ayat 125.

Adapun dasar religius pada bimbingan keagamaan adalah

menetapkan individu sebagai makhluk Tuhan bahwa manusia terlahir

18
dalam keadaan fitrah yang telah beragama. Sosok pembimbing dituntut

agar memiliki pemahaman tentang agama, hakikat manusia menurut

agama, dan peranan agama dalam kehidupan manusia.15

Menurut Carl G. Jung yang merupakan seorang psikiater dari

Switzerland, menyatakan bahwa pasien- pasien yang diobati sebagian

besar menderita penyakit. Hal ini dikarenakan pasien- pasien tersebut

tidak mendapatkan cahaya dari nilai- nilai agama dalam diri mereka

kecuali apabila yang bersangkutan mendapatkan kembali cahaya dari

nilai- nilai keagamaannya, maka pasien- pasien tersebut dapat sembuh.

Berdasarkan pernyataan dari Carl G. Jung maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa bimbingan keagamaan diperlukan untuk kehidupan umat manusia.

3. Tujuan Bimbingan Keagamaan

Manusia pada hakikatnya terlahir dalam keadaan yang fitrah (suci)

dan murni. Yang dimaksud dalam keadaan fitrah pada konteks ini yaitu

manusia pada dasarnya telah beragama, mengakui dan bersaksi bahwa

Allah Swt. adalah tuhannya. Sehingga tujuan yang ingin dicapai melalui

bimbingan keagamaan adalah agar fitrah yang ada dalam setiap individu

dapat berkembang dan berfungsi dengan baik serta individu secara

bertahap mampu untuk mengaktualisasikan apa yang telah diimani dalam

kehidupan sehari- hari.

15
Hamdani, Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2012), h.61.

19
Tujuan bimbingan agama menurut Drs. H. M. Arifin, M.Ed yaitu

sebagai berikut :

Bimbingan agama yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah

untuk memberikan bantuan kepada orang yang dibimbing agar memiliki

pegangan keagamaan dalam memecahkan suatu masalah. Bimbingan

agama ditujukan kepada membantu orang yang dibimbing agar dengan

kesadaran dan kemampuan yang dimilikinya bersedia untuk

mengamalkan ajaran agamanya.16

Tujuan yang ingin dicapai melalui bimbingan keagamaan adalah

untuk menuntun, memelihara, dan meningkatkan pengamalan ajaran

agama yang dianut individu dalam hal ini yaitu agama Islam yang disertai

perbuatan ataupun perilaku yang baik dan mengandung unsur- unsur

ibadah.17

Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui bimbingan keagamaan

terhadap penyandang tunarungu yaitu agar manusia yang memiliki

keterbatasan dalam hal pendengaran dapat mempelajari, memahami, dan

mengamalkan ajaran agama Islam melalui individu yang dapat

mengajarkan, menuntun, memelihara serta meningkatkan pengamalan

ajaran agama Islam kepada penyandang tunarungu.

16
Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: AMZAH, 2010), h. 39.
17
Fiqih Amalia, Skripsi: “Bimbingan Keagamaan Dalam Upaya Mengatasi Perilaku
Bullying Anak Di Panti Asuhan Surya Mandiri Way Halim Bandar Lampung”, (Lampung: UIN Raden
Intan Lampung, 2018), h. 41.

20
4. Model Bimbingan Keagamaan

a. Pengertian Model Bimbingan Keagamaan

Model Bimbingan Keagamaan terdiri dari 3 kata yaitu model,

bimbingan, dan keagamaan. Menurut Amirullah Syarbini, model

adalah suatu kerangka konseptual yang dijadikan sebagai pedoman

dalam melakukan kegiatan. Selain itu, model juga sebagai

seperangkat yang sistematis atau tersusun untuk mewujudkan suatu

kegiatan.18

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, model dapat diartikan

sebagai pola, contoh, acuan, ragam, dari sesuatu yang akan dibuat

atau dihasilkan. Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan

bahwa model adalah suatu kerangka konseptual yang dijadikan acuan

dalam melakukan sebuah kegiatan yang bertujuan agar orang lain

dapat mengikutinya dan turut terlibat dalam kegiatan tersebut.

Sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas, maka model

bimbingan keagamaan adalah suatu interpretasi dari sebuah praktik

yang akan membantu individu atau kelompok secara kontinu yang

bertujuan untuk mengetahui dan mengenal Tuhan- Nya menuju

kebahagiaan dunia dan akhirat.

Model bimbingan keagamaan merupakan suatu acuan yang di

dalamnya terdapat beberapa metode yang akan digunakan dalam

18
Makrim Tabe, Model Pembentukan Akhlak Mulia Pada Mahasantri Pondok Shabran,
Naskah Artikel Publikasi, (Surakarta: 2015), h. 3.

21
membantu dan membimbing individu atau kelompok dalam mengatasi

masalah tersebut dengan berdasarkan agama.19

b. Macam- Macam Model Bimbingan Keagamaan

1) Model Internalisasi Keagamaan

Internalisasi adalah usaha memasukkkan pengetahuan dan

keterampilan dalam melaksanakan pengetahuan ke dalam diri

seseorang sehingga menjadi kepribadiannya.

Internalisasi adalah suatu proses injeksi nilai pada

seseorang yang akan membentuk pola pikirnya dalam melihat

makna realitas empiris. Nilai- nilai tersebut bisa didapat dari

agama, budaya, kebiasaan, hidup, dan norma sosial. Dalam bidang

agama, para dai atau pendakwah adalah orang yang sangat

berperan pada fase ini.

Menurut Kartono (2011), internalisasi adalah pengaturan

tingkah laku individu ke dalam pikiran atau kepribadian, sehingga

perbuatannya dijadikan praktik dari orang- orang lain menjadi

bagian dari diri sendiri.20

2) Model Keteladanan

19
Mubasyaroh, “Model Bimbingan Agama Anak Jalanan di Jalur Pantura”, Jawa Tengah:
Jurnal Penelitian, Vol. 8, No. 1 ( 2014): h. 116.
20
Suhardi Suwaroyo, Internalisasi Nilai- Nilai Pendidikan Agama Islam dalam
Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Peserta Didik (Studi Kasus di MTs Sunan Kalijogo Malang),
(Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2017), h. 55.

22
Hal yang paling terpenting dalam mendidik adalah

memberikan contoh yang baik atau suri tauladan yang baik.

Keteladanan tidak hanya sekedar dapat memberikan contoh

kepada orang lain, akan tetapi juga menyangkut berbagai hal yang

dapat diteladani, termasuk kebiasaan- kebiasaan yang baik.

Sebagaimana yang terdapat pada firman Allah swt dalam surah

Al- Ahzab : 21.

َّ ‫ٱَّللِ أُ ْس َىةٌ َح َسَُتٌ نِّ ًٍَ َكبٌَ يَرْ جُىا‬


‫ٱَّللَ َو ْٱنيَىْ َو ٱلْ َءا ِخ َر‬ َّ ‫نَّقَ ْذ َكبٌَ نَ ُك ْى فِى َرسُى ِل‬

َّ ‫َو َر َك َر‬
‫ٱَّللَ َكثِيرً ا‬

Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah

itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang

mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia

banyak menyebut Allah.

3) Model Pembiasaan

Pembiasaan adalah suatu yang dilakukan berulang- ulang

secara sengaja agar menjadi sebuah kebiasaan. Dalam dunia

psikologi, kata pembiasaan disebut dengan operant conditioning.

Operant conditioning menurut Skinner adalah teori belajar

yang berupaya menjabarkan pembelajaran (perubahan perilaku)

23
dengan fokus pada konsekuensi perilaku tertentu yang dilakukan

oleh seorang individu.21

4) Model Nasihat

Nasihat dapat diartikan sebagai kata- kata yang memiliki

nilai dan motivasi sehingga dapat menggerakkan hati seseorang.

Nasihat diberikan hendaknya dengan cara yang baik sebagaimana

yang terdapat dalam surah An- Nahl ayat 125 yang didalamnya

telah disebutkan cara atau metode berdakwah salah satunya

dengan cara mauidzah hasanah yaitu nasihat yang baik. Seperti

yang telah dilakukan oleh para nabi sebelumnya, yakni nabi

Ibrahim yang menasihati ayahnya sendiri agar tidak membuat

patung lagi dan menyembah Allah swt.

5. Metode Bimbingan

a. Metode Langsung

Metode langsung adalah metode dimana pembimbing

melakukan komunikasi langsung (bertatap muka) dengan orang yang

dibimbingnya. Metode ini dapat dirinci lagi menjadi:

1) Metode Individual

Pembimbing atau penyuluh dalam hal ini melakukan komunikasi

langsung secara individual dengan pihak yang dibimbingnya. Hal

ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknik:

21
Ica Efilia Natasya, “Pengaruh Penerapan Teori Belajar Operant Conditioning Dalam Mata
Pelajaran PPKN Terhadap Perbaikan Perilaku Peserta Didik di SMP Negeri 6 Kayuagung”, Jurnal
Bhinneka Tunggal Ika, Vol. 2, No. 1: (2015), h. 61.

24
a. Percakapan pribadi, yakni pembimbing mengadakan dialog

langsung tatap muka dengan pihak yang dibimbing atau

disuluh

b. Kunjungan ke rumah (home visit), yakni pembimbing

mengadakan dialog dengan kliennya tetpi dilaksankan di

rumah klien sekaligus mengamati keadaan rumah dan

lingkungannya.

c. Kunjungan dan observasi kerja, yakni pembimbing/konseling

jabatan melakukan percakapan individual sekaligus mengamati

kerja klien dan lingkungannya.

2) Metode Kelompok

Pembimbing atau penyuluh melakukan komunikasi langsung

dengan klien dalam kelompok. Hal ini dapat dilakukan dengan

teknik-teknik:

a. Diskusi Kelompok, yakni pembimbing melaksanakan

bimbingan dengan cara mengadakan diskusi bersama

kelompok klien yang mempunyai masalah yang sama.

b. Karya Wisata, yakni bimbingan kelompok yang dilakukan

secara langsung dengan mempergunakan ajang karya wisata

sebagai forumnya.

c. Sosiodrama, yakni bimbingan yang dilakukan dengan cara

bermain peran untuk memecah/mencegah timbulnya masalah

(psikologis).

25
d. Psikodrama, yakni bimbingan yang dilakukan dengan cara

bermain peran untuk memecah/mencegah timbulnya masalah

(psikologis).

e. Group teaching, yakni pemberian bimbingan dengan

memberikan materi bimbingan atau penyuluhan tertentu

(ceramah) kepada kelompok yang telah disiapkan.

Di dalam bimbingan pendidikan, metode kelompok ini

dilakukan pula secara klasikal, karena sekolah umumnya mempunyai

kelas-kelas belajar.

b. Metode Tidak Langsung

Metode tidak langsung adalah metode bimbingan atau

penyuluhan yang dilakukan melalui media komunikasi masa. Hal ini

dapat dilakukan secara individual maupun kelompok, bahkan massal.

1) Metode Individual

a. Melalui surat menyurat

b. Melalui telepon dan sebagainya

2) Metode Kelompok / Masal

a. Melalui papan bimbingan

b. Melalui surat kabar/majalah

c. Melalui brosur

d. Melalui mdio (media radio)

e. Melalui televisi.

26
Metode dan teknik mana yang dipergunakan dalam

melaksanakan bimbingan atau penyuluhan, tergantung pada:

1. Masalah atau problem yang sedang dihadapi. Tujuan penggarapan

masalah. Keadaan yang dibimbing / klien.

2. Kemampuan pembimbing mempergunakan metode / teknik.

3. Sarana dan prasarana yang tersedia.

4. Kondisi dan situasi lingkungan sekitar.

5. Organisasi dan administrasi layanan bimbingan dan penyuluhan.

6. Biaya yang tersedia.22

6. Metode Bimbingan Keagamaan

Selain metode bimbingan, juga terdapat metode bimbingan

keagamaan yang di telah dikemukakan oleh Wahidin Saputra dalam

bukunya Pengantar Ilmu Dakwah, metode bimbingan keagamaan tersebut

antara lain :

1) Metode Individu

Metode individu adalah metode atau cara yang dengan

melakukan komunikasi secara langsung dengan pihak yang dibimbing

tentang keagamaan dengan bertatap muka (face to face) secara

langsung.

2) Metode Kelompok

22
Tohari Muammar, Dasar- Dasar Konseptual Bimbingan Konseling Islami, (Yogyakarta:
UII PRESS, 1992), h. 51.

27
Metode yang dilakukan yaitu dengan cara pembimbing

melakukan proses bimbingan dalam bentuk komunikasi seperti diskusi

secara langsung dengan klien secara kelompok.

3) Metode Mau’idzatil Hasanah

Metode ini berupa nasihat atau bimbingan yang berhubungan

dengan kehidupan agama.

4) Metode Pencerahan

Metode pencerahan adalah metode yang menyertakan sudut

pandang dari yang dibimbing terhadap permasalahan yang dihadapi

dalam hidupnya dan dimanifestasikan kepada sumber kekuatan

konflik batin. Kemudian mencerahkan konflik tersebut serta

memberikan wawasan untuk memberikan pengertian mengapa si klien

merasakan konflik tersebut. Dengan demikian yang dibimbing dapat

mengerti dan memahami sudut pandang baru serta posisi baru di mana

dia berada.23

7. Materi Bimbingan Keagamaan

Dalam proses bimbingan keagamaan, tentu saja memerlukan yang

namanya materi agar dapat mewujudkan tujuan yang ada pada bimbingan

keagamaan. Adapun materi yang disampaikan pada proses bimbingan

keagamaan pada dasarnya merupakan pokok dari ajaran Islam, yakni :

23
Norhasanah, Inspirasi Luqman Dalam Konteks Membimbing Keagamaan Anak Telaah
Surah Luqman, (Banjarmasin: BILDUNG, 2020), h. 17- 18.

28
a. Akidah

Akidah adalah suatu dimensi keyakinan. Inti dari ajaran aqidah

yaitu terdapat pada rukun iman.

Menurut Ibnu Taimiyah, akidah adalah mewajibkan beriman

atau percaya kepada Allah, malaikat- malaikat, kitab dan rasul- rasul-

Nya serta kebangkitan hidup kembali setelah mati dan beriman

kepada qadar baik dan buruk.24

b. Syariah

Syariah adalah suatu dimensi peribadatan atau praktik agama.

Inti dari ajaran ini adalah terdapat pada rukun Islam. Syariah

merupakan seluruh kegiatan umat muslim yang berupa amal saleh

yang nantinya akan berbuah imbalan dari Allah baik secara langsung

di dunia atau diberikan di akhirat. Amal saleh tersebut antara lain

seperti; salat, puasa, serta ibadah- ibadah lain yang meliputi; sabar,

murah senyum, qanaah, dan ibadah lain yang bisa diterapkan.

c. Akhlak

Akhlak adalah perilaku jiwa yang tercermin dalam perbuatan

yang mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran dan

pertimbangan. Apabila perilaku yang muncul dari jiwa seseorang

yang merupakan perbuatan baik secara akal dan syariat, maka

perilaku tersebut disebut dengan akhlak terpuji (mahmudah) dan

sebaliknya apabila perilaku yang muncul dari jiwa seseorang yang

24
Al Musthafa Amin, Aqidah Islam Menurut Ibnu Taimiyah, (Bandung: PT al- Ma’arif,
1982), h. 7.

29
merupakan perbuatan yang buruk, maka perilaku tersebut disebut

dengan akhlak tercela (mazmumah).25

8. Tunarungu

a. Karakteristik Tunarungu

Seperti yang sudah dipaparkan di atas, bahwa tunarungu

adalah individu yang mengalami ketidakfungsian pada salah satu

organ tubuhnya yaitu telinga, sehingga dapat menyebabkan mereka

memiliki karakteristik yang khas. Adapun karakteristik penyandang

tunarungu antara lain sebagai berikut :

1) Segi Fisik

Dilihat dari fisiknya, penyandang tunarungu memiliki

karakteristik yaitu berjalannya kaku dan sedikit membungkuk. Hal

ini disebabkan karena adanya permasalahan pada salah satu panca

indera mereka yaitu telinga. Selain itu ciri-cirinya ialah memiliki

pernapasan yang pendek dan tidak teratur dikarenakan tidak bisa

mendengar dengan baik. Kemudian ciri- ciri selanjutnya adalah

memiliki cara penglihatan yang agak beringas, dikarenakan mata

adalah alat indera yang paling dominan.

2) Segi Bahasa

a) Memiliki kosakata yang sedikit.

25
Anas Ismail Abu Dawud, Bekal Seorang Dai, (Sukahajo: Insan Kamil Solo, Cetakan I,
2018), h. 218.

30
b) Memiliki kesulitan dalam mengartikan kata- kata yang

mengandung ungkapan.

c) Memiliki tatabahasa yang kurang teratur.

3) Segi Intelektual

Pada umumnya penyandang tunarungu memiliki kemampuan

intelektual yang normal namun dikarenakan keterbatasan dalam

berkomunikasi dan berbahasa sehingga perkembangan

intelektualnya menjadi lamban.26

Selain itu juga ada beberapa karakteristik yang dapat dikenali

hanya dengan mengamati penyandang tunarungu, yakni sebagai

berikut :

1) Ada cairan yang sering keluar dari liang telinga.

2) Bentuk daun telinga yang tidak normal.

3) Sering merasa gatal atau sakit di liang telinga.

4) Membaca gerakan bibir lawan bicara saat berinteraksi.

5) Sering tidak merespon jika diajak bicara kurang keras.

6) Selalu minta diulang dalam pembicaraan.

26
M.Gusnur Wahid, Pembelajaran Artikulasi Huruf Hijaiyah untuk Anak Tunarungu (Teori,
Aplikasi, dan Penanganannya), (Majalengka: CV. Setia Media Penerbit, Cetakan I, 2019), h. 10.

31
Adapula karakteristik yang sering ditemukan pada penyandang

tunarungu menurut Uden (1971) dan Meadow (1980) dalam Bunawan

dan Yuwati (2000) adalah sebagai berikut27 :

1) Memiliki sifat egosentris yang dominan. Perilaku dan tindakannya

dikuasai oleh perasaan dan pikiran yang berlebihan sehingga sulit

dalam beradaptasi.

2) Memiliki sifat implusif, tindakannya tidak didasarkan pada

perencanaan yang hati- hati dan tanpa memikirkan sebab dan

akibat. Sehingga sulit untuk merencanakan atau menunda

kebutuhan dalam jangka yang panjang.

3) Memiliki sifat kaku dalam memandang dunia.

4) Memiliki sifat suka marah dan mudah tersinggung.

5) Selalu khawatir dan ragu- ragu.

b. Klasifikasi Tunarungu

Klasifikasi tunarungu terbagi menjadi dua yaitu klasifikasi

umum dan klasifikasi khusus, yaitu :

1) Klasifikasi Umum

a) Tuli (The Deaf)

Individu yang termasuk dalam kategori “tuli” adalah para

penyandang tunarungu yang memiliki tingkat ketulian di atas

27
Ahmad Wasita, Seluk- Beluk Tunarungu dan Tunawicara Serta Strategi
Pembelajarannya, (Jogjakarta: Javalitera, Cetakan Kedua, 2013), h. 25.

32
90 dB dan termasuk dalam penyandang tunarungu berat dan

sangat berat.

b) Kurang Dengar (Hard of Hearing)

Individu yang termasuk dalam kategori hard of hearing adalah

penyandang tunarungu yang memiliki tingkat ketulian di

antara 20- 90 dB dan termasuk ke dalam penyandang

tunarungu ringan atau sedang.

2) Klasifikasi Khusus

a) Tunarungu Ringan

Individu yang termasuk ke dalam kategori tunarungu ringan

ialah penyandang tunarungu yang memiliki tingkat ketulian di

antara 25- 45 dB. Individu yang mengalami tunarungu ringan

akan merasa kesulitan dalam mersepon suara- suara yang

datangnya sedikit jauh.

b) Tunarungu Sedang

Individu yang termasuk ke dalam kategori tunarungu sedang

adalah penyandang tunarungu yang memiliki tingkat ketulian

antara 45- 70 dB. Individu yang mengalami tunarungu sedang

hanya dapat mengerti percakapan pada jarak 3- 5 kaki secara

berhadapan.

c) Tunarungu Berat

Individu yang termasuk ke dalam kategori tunarungu berat

adalah penyandang tunarungu yang memiliki tingkat ketulian

33
antara 71- 90 dB. Individu yang mengalami tunarungu berat,

hanya dapat memberikan respon bunyi- bunyi dalam jarak

yang sangat dekat dan diperkeras.

d) Tunarungu Sangat Berat

Individu yang mengalami tunarungu sangat berat adalah

penyandang tunarungu yang memiliki tingkat ketulian 90 dB

ke atas. Individu yang mengalami tunarungu sangat berat

sudah tidak bisa merespon suara sama sekali, namun

kemungkinan masih bisa mersepon melalui getaran suara yang

ada.28

c. Penyebab Tunarungu

Gangguan pendengaran dapat disebabkan sebelum seseorang

dilahirkan ataupun setelah dilahirkan. Adapun menurut Sardjono

menyebutkan ada beberapa penyebab seseorang mengalami gangguan

pendengaran yang dikategorikan sebagai berikut29 :

1) Faktor Pre- Natal (Sebelum dilahirkan)

a) Faktor genetik (keturunan).

b) Cacar air, campak.

c) Terjadi keracunan darah (toxaemia).

d) Penggunaan obat- obatan yang berlebihan atau dalam jumlah

yang besar.

28
Ardhi Wijaya, Memahami Tuna Rungu, (Yogyakarta: Relasi Inti Media, 2019), h. 18- 20.
29
Ibid., h. 23- 34

34
e) Kekurangan oksigen (anoxia).

2) Faktor Natal (Kelahiran)

a) Ibu dan anak memiliki Rhesus (Rh) yang sejenis.

b) Lahir dalam keadaan pre- mature (lahir 5 atau 7 bulan).

c) Anak lahir menggunakan forcep (alat bantu tang).

d) Proses kelahiran yang terlalu lama.

3) Faktor Post Natal (Sesudah dilahirkan)

a) Infeksi.

b) Mengalami peradangan selaput otak (meningitis).

c) Tunarungu perspektif yang bersifat keturunan.

d) Radang pada bagian telinga tengah (otitis media) yang kronis

e) Terjadi infeksi pada alat- alat pernapasan.

I. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

a. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif.

Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif adalah sebuah

proses penelitian yang akan menghasilkan data deskriptif yang berupa

kata- kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang diamati.

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, karena data- data

yang didapatkan berupa data kualitatif, yaitu hanya berupa kata- kata

atau tulisan yang tidak berbentuk angka.

35
b. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan atau yang

disebut dengan field research. Field research adalah penelitian yang

pengumpulan data atau informasinya dilaksanakan secara langsung

kepada para responden di lapangan atau di tempat responden

beraktivitas. Dengan kata lain, penelitian lapangan ini merupakan

penelitian yang mana peneliti terjun langsung ke lapangan untuk

melakukan penelitian.

2. Subjek dan Objek Penelitian

a. Subjek Penelitian

Subejek penelitian ini adalah sepasang suami istri yang

menjadi pembimbing di Rumah Belajar Kita (RBK), dan para

penyandang tunarungu yang belajar di Rumah Belajar Kita (RBK).

b. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah gambaran mengenai bimbingan

keagamaan terhadap penyandang tunarungu dan faktor pendukung

serta penghambat dalam proses bimbingan keagamaan terhadap

penyandang tunarungu di Rumah Belajar Kita Banjarmasin.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi yang akan diambil untuk diteliti berada di Rumah Belajar

Kita (RBK) tepatnya di Jalan Ratu Zaleha, Gang. Pandan Sari, Nomor. 69

RT. 10, Kecamatan Banjarmasin Timur, Kota Banjarmasin.

36
4. Data dan Sumber Data

a. Data

Data yang digali dalam penelitian ini meliputi data primer dan data

sekunder.

1) Data Primer, yaitu merupakan data utama yang menggambarkan

mengenai bimbingan keagamaan terhadap penyandang tunarungu

di Rumah Belajar Kita Banjarmasin dan faktor pendukung serta

penghambat dalam bimbingan keagamaan terhadap penyandang

tunarungu di Rumah Belajar Kita Banjarmasin.

2) Data Sekunder, yaitu data pelengkap mengenai gambaran lokasi

penelitian, meliputi; jumlah penyandang tunarungu yang

mengikuti bimbingan keagamaan, sejarah berdirinya Rumah

Belajar Kita, sarana dan prasarana yang tersedia di Rumah Belajar

Kita Banjarmasin.

b. Sumber Data

1) Sumber Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari sumbernya

langsung. Adapun yang menjadi sumber data primer pada

penelitian ini adalah pembimbing yang memberikan bimbingan

keagamaan kepada penyandang tunarungu di Rumah Belajar Kita

Banjarmasin dan beberapa penyandang tunarungu yang mengikuti

pembelajaran yang ada di Rumah Belajar Kita (RBK).

2) Sumber Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari data

yang sudah ada dan mempunyai hubungan dengan masalah yang

37
diteliti atau sumber data pelengkap yang berfungsi sebagai

pelengkap data- data yang diperlukan oleh data primer.30

Adapun yang menjadi sumber data sekunder pada penelitian ini

adalah dengan mengumpulkan data dan memahami serta

mempelajari dengan mengutip teori ataupun konsep dari buku,

jurnal atau karya tulis lainnya, baik yang berupa cetakan ataupun

berupa soft file yang berkaitan tentang penelitian yang diteliti.

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi , yaitu teknik pengumpulan data dengan cara peneliti

melakukukan pengamatan langsung dan mencatat fenomena atau

gejala yang menjadi objek penelitian.

b. Wawancara, yaitu peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara

kontak langsung atau berkomunikasi langsung dengan informan

mengenai permasalahan penelitian.

c. Dokumenter, yaitu peneliti melakukan analisis terhadap dokumen-

dokumen untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian.

6. Pengolahan dan Analisis Data

a. Pengolahan Data

1. Koleksi Data, yaitu mengumpulkan data yang diperlukan baik

dari data primer maupun sekunder. Misalnya data mengenai

30
Adnan Mahdi, Mujahidin, Panduan Penelitian Praktis Untuk Menyusun Skripsi, Tesis, dan
Disertasi, (Bandung: ALFABETA, Cetakan I, 2014), h. 132.

38
bimbingan keagamaan terhadap penyandang tunarungu di rumah

belajar kita Banjarmasin.

2. Editing Data, yaitu melakukan penyeleksian ataupun pengecekan

kembali data- data yang dikumpulkan, untuk melengkapi dan

memperbaiki data- data yang kurang atau belum jelas.

3. Klasifikasi Data, yaitu melakukan pengelompokan data

berdasarkan jenisnya.

4. Interpretasi Data, yaitu menafsirkan dan memberikan penjelasan

pada data secara deskriptif kualitatif agar mudah dipahami.

b. Analisis Data

Data yang sudah terkumpul, kemudian diolah dan disajikan

dalam bentuk deskriptif kualitatif, yaitu berupa uraian- uraian yang

dapat memberikan gambaran tentang data yang telah ditemukan di

lapangan. Dan kemudian dianalisis sesuai dengan kaidah yang

digunakan dalam penelitian ilmiah.

39
7. Pengecekan Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan langkah yang diperlukan peneliti

dalam melakukan penelitian. Tujuan keabsahan data yaitu untuk

membuktikan apakah penelitian ini benar- benar penelitian ilmiah dan

untuk menguji data yang diperoleh agar terhindar dari subjektivitas.

Peneliti menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik dalam

pengecekan keabsahan data. Triangulasi sumber adalah teknik

pengecekan data yang telah diperoleh dengan melalui beberapa sumber.

Triangulasi teknik adalah mengecek data kepada sumber yang sama

dengan teknik yang berbeda; teknik observasi, wawancara dan

dokumentasi.

40
DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA

Amin, Al Musthafa Aqidah Islam Menurut Ibnu Taimiyah. Bandung:


PT al- Ma’arif. 1982.

Amalia, Fiqih, Skripsi: “Bimbingan Keagamaan Dalam Upaya Mengatasi


Perilaku Bullying Anak Di Panti Asuhan Surya Mandiri Way Halim Bandar
Lampung”, Lampung: UIN Raden Intan Lampung, 2018.

Dawud, Anas Ismail Abu. Bekal Seorang Dai, Sukahajo: Insan Kamil Solo,
Cetakan I. 2018.

Durkheim, Emile. The Elementary Forms Of The Religous life. Jogjakarta: IRCiSoD,
Cetakan Pertama. 2011.

Hamdani, Bimbingan dan Penyuluhan, Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2012.

H. M. Arifin. Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama.


Jakarta: Bulan Bintang. 1977.

Lubis, Ridwan. Sosiologi Agama: Memahami Perkembangan Agama dalam Interaksi


Sosial. Jakarta: Kencana. 2015.

M. Romli, Asep Syamsul. Komunikasi Dakwah Pendekatan Praktis. Bandung:


www.romeltea.com, 2013.

Mahdi, Adnan. Mujahidin, Panduan Penelitian Praktis Untuk Menyusun Skripsi,


Tesis, dan Disertasi. Bandung: ALFABETA. Cetakan I. 2014.

Muammar, Tohari. Dasar- Dasar Konseptual Bimbingan Konseling Islami.


Yogyakarta: UII PRESS. 1992.

Mubasyaroh, “Model Bimbingan Agama Anak Jalanan di Jalur Pantura”, Jawa


Tengah: Jurnal Penelitian, Vol. 8. No. 1. 2014

Munir, Samsul Amin. Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta: Amzah. 2010.

Natasya, Ica Efilia. “Pengaruh Penerapan Teori Belajar Operant Conditioning Dalam
Mata Pelajaran PPKN Terhadap Perbaikan Perilaku Peserta Didik di SMP
Negeri 6 Kayuagung”. Jurnal Bhinneka Tunggal Ika, Vol. 2, No. 1. 2015.

Norhasanah. Inspirasi Luqman Dalam Konteks Membimbing Keagamaan Anak


Telaah Surah Luqman. Banjarmasin: BILDUNG. 2020.

Quraisy Shihab, Muhammad. Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu


dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan. 1994.

41
Sodikin, R. Abuy. “Konsep Agama dan Islam”, Banten: Al- Qalam, Vol. 20 No. 97.
2003.

Surya, Muhammad. Psikologi Konseling, Bandung: Pustaka Bani Quraisy. 2003.

Suwaroyo, Suhardi. Internalisasi Nilai- Nilai Pendidikan Agama Islam dalam


Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Peserta Didik (Studi Kasus di MTs
Sunan Kalijogo Malang). Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim. 2017.

Tabe, Makrim. Model Pembentukan Akhlak Mulia Pada Mahasantri Pondok


Shabran, Naskah Artikel Publikasi. Surakarta: 2015.

Wahid, M.Gusnur Pembelajaran Artikulasi Huruf Hijaiyah untuk Anak Tunarungu


(Teori, Aplikasi, dan Penanganannya). Majalengka: CV. Setia Media
Penerbit, Cetakan I. 2019.

Wasita, Ahmad Seluk- Beluk Tunarungu dan Tunawicara Serta Strategi


Pembelajarannya, (Jogjakarta: Javalitera, Cetakan Kedua. 2013.

Wijaya, Ardhi. Memahami Tuna Rungu.Yogyakarta: Relasi Inti Media. 2019.

Zazin, Nur. Psikologi Agama. Banjarbaru: Zukzez Express. 2016.

42
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Siti Sarah Apriani

Tempat Tanggal Lahir : Kotabaru, 15 April 2000

Agama : Islam

Kebangsaan : Indonesia

Status Perkawinan : Belum Menikah

No Handphone : 087740770077

E-mail : sitisarahapriani.cnms@gmail.com

Alamat Asal : Jl. Salokayang No. 01 RT. 11 RW. 02


Desa Dirgahayu Kecamatan Pulau Laut Utara

Alamat Sekarang : Jl. Manunggal II, Gang. V Komplek Bina Brata


Kecamatan Banjarmasin Timur

Riwayat Pendidikan

SD/MI : MIN 1 Kotabaru

SMP/MTs : MTsN 1 Kotabaru

SMA/MA : SMAN 1 Kotabaru

Nama Orang Tua

Nama Ayah : H. M. Tasman Riadly, SE

Nama Ibu : Hj. Rusydiati

Alamat : Jl. Salokayang No. 01 RT. 11 RW. 02


Desa Dirgahayu Kecamatan Pulau Laut Utara

43

Anda mungkin juga menyukai