PRIMA KONSELOR
A. Latar Belakang
Dalam sistem pendidikan sekolah, terdapat tiga pilar utama yang menopang
keberhasilan sistem pendidikan tersebut, yaitu administrasi supervisi, pengajaran, dan
bimbingan dan konseling. Ketiga pilar tersebut memiliki penanggung jawabnya masing-
masing, namun dalam pelaksanaannya semua stake holder yang ada disekolah harus bahu
membahu melaksanakannya. Bimbingan dan konseling sebagai salah satu pilar tersebut juga
memiliki penanggung jawab yaitu konselor, akan tetapi pelaksanaannya diperlukan kerjasama
dengan berbagai pihak agar pelaksanaan bimbingan dan konseling yang memandirikan bagi
siswa bisa berjalan dengan baik.
Ironisnya, terdapat dua hal miris yang menjadi masalah utama pelaksanaan bimbingan
dan konseling seperti hasil pengamatan yang dilakukan. Pertama Bimbingan dan Konseling
di banyak sekolah tidak mendapatkan jam khusus untuk layanan bimbingan klasikal.
Bimbingan klasikal hanya dapat dilakukan bila ada guru mata pelajaran tertentu yang
berhalangan hadir atau dengan ‘suka rela’ memberikan jam pelajaran kepada konselor
sekolah untuk bimbingan kelompok klasikal. Bimbingan klasikal untuk siswa kelas IX atau
XII di banyak sekolah ditiadakan dengan alasan, persiapan Ujian Nasional di tahun terakhir
masa studi SMP dan SMA amat penting. Selama in sekolah lebih memusatkan
pengembangan kompetensi akademis-kognitif, peniadaan jam bimbingan kelompok klasikal
adalah bentuk nyata pemusatan perhatian sekolah hanya pada aspek akademik saja. Penentu
kebijakan pendidikan di tingkat sekolah memahami BK hanya berupa konseling saja dan
terutama berfungi dalam mengatasi persoalan-persoalan siswa. BK sebagai bagian dari
sekolah belum dapat membuktikan unjuk kerja yang berkualitas. Tiadanya program BK
berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan, membuat siswa, pengelola sekolah, dan stake
holder lain sulit memberi kepercayaan kepada BK. Kebijakan meniadakan jam bimbingan
klasikal mengakibatkan fungsi developmental, fungsi pencegahan, dan pemeliharaan BK
dalam aspek perkembangan personal, edukasional, dan karier tidak dapat dijalankan secara
utuh. Ketidakmengertian dan prasangka administrator sekolah bahwa BK dianggap membuang-
buang waktu dan tidak memberikan sumbangan berarti bagi perkembangan siswa
mengakibatkan sulitnya memperoleh dukungan sekolah terhadap program BK.
Kedua, banyak terjadi dilapangan bahwa bimbingan dan konseling hanya dilakukan
oleh konselor saja tanpa ada kerjasama dengan pihak lain. Dari pengamatan dilapangan, acap
kali sekolah hanya memiliki satu orang konselor untuk melayani 450 siswa, pun demikian
1
tidak ada guru lain yang terlibat untuk membantu dan hanya menyalahkan konselor saat ada
siswa yang dinilai masih bandel di kelas. Pada kasus lain, terdapat konselor yang kerjanya
hanya duduk-duduk di kantor atau di kantin sekolah karena konselor tersebut pusing
mengurusi siswa satu sekolah sendirian. Atau konselor yang harus pontang panting
mengurusi semua kebutuhan siswa mulai bimbingan klasikal, konseling individu, home visit,
dan membantu pendaftaran masuk perguruan tinggi bagi siswa kelas XII. Sehingga terlihat
jelas bahwa pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh konselor kurang
berdampak positif bagi siswa.
Kedua hal diatas sudah berjalan sangat lama sekali, maka diperlukan keseriusan dari
konselor untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya secara komperhensif, dengan
tujuan memberikan pelayanan terbaik untuk membantu kemandirian siswa. Maka dibutuhkan
gambaran utuh bimbingan dan konseling yang dapat dijadikan pedoman bagi konselor untuk
membantu perkembangan siswa.
B. PEMBAHASAN
A. Komponen Program BK Komprehensif
Program bimbingan dan konseling komprehensif mengandung empat komponen
pelayanan, yaitu pelayanan dasar bimbingan, pelayanan responsif, perencanaan indiviual, dan
dukungan sistem.
1. Pelayanan Dasar atau Guidance Curriculum
Menurut Depdiknas (2007: 30),pelayanan dasar yaitu “Proses pemberian bantuan
kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal
atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku
jangka panjang sesuai dengan tugas perkembangan yang diperlukan dalam pengembangan
kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya”. Layanan
dasar ini bertujuan untuk membantu konseli memperoleh perkembangan yang normal,
memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, mencapai tugas-
tugas perkembangannya.
2. Layanan Responsif
3. Perencanaan Individual
Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar mampu
merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depan
berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan
peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya (Depdiknas, 2007:35). Pemahaman
konseli dan karakteristiknya secara mendalam, penafsiran hasil asesmen, dan penyediaan
informasi yang akurat sesuai dengan peluang dan potensi yang dimiliki konseli amat
diperlukan sehingga konseli mampu memilih dan mengambil keputusan yang tepat di dalam
mengembangkan potensinya secara optimal, termasuk keberbakatan dan kebutuhan khusus
konseli. Tujuan perencanaan individual ini dapat dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi
konseli untuk merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana pendidikan, karir, dan
pengembangan sosial-pribadi oleh dirinya sendiri.
4. Dukungan Sistem
merupakan komponen pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja, infrastruktur,
dan pengembangan kemampuan profesional konselor secara berkelanjutan, yang secara tidak
langsung memberikan bantuan kepada konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan
konseli. Menurut Depdiknas (2007:37) “Program ini memberikan dukungan kepada konselor
dalam memper-lancar penyelenggaraan pelayanan diatas. Sedangkan bagi personel pendidik
lainnya adalah untuk memperlancar penyelenggaraan program pendidikan di
Sekolah/Madrasah. Dukungan sistem ini meliputi pengembangan jejaring (networking),
kegiatan manajemen, riset, dan pengembangan.”
Menurut Gysbers & Handerson (2007) kurikulum bimbingan ibarat sebuah kendaraan
untuk mengadirkan materi bimbingan kepada semua siswa dengan cara sistematis. Layanan
dasar dapat diberikan secara klasikal atau kelompok. Fokus perilaku yang dikembangkan
menyangkut aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karir. Semua ini berkaitan erat dengan
upaya membantu konseli dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.
a. Bimbingan Kelas
Program yang dirancang menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung dengan
para peserta didik di kelas. Secara terjadwal, konselor memberikan pelayanan bimbingan
kepada para peserta didik. Kegiatan bimbingan kelas ini bisa berupa diskusi kelas atau
brain storming (curah pendapat).
b. Pelayanan Orientasi
Pelayanan ini merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik dapat
memahami dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, terutama lingkungan
Sekolah/Madrasah, untuk mempermudah atau memperlancar berperannya mereka di
lingkungan baru tersebut. Pelayanan orientasi ini biasanya dilaksanakan pada awal
program pelajaran baru. Materi pelayanan orientasi di Sekolah/Madrasah biasanya
mencakup organisasi Sekolah/Madrasah, staf dan guru-guru, kurikulum, program
bimbingan dan konseling, program ekstrakurikuler, fasilitas atau sarana prasarana, dan
tata tertib Sekolah/Madrasah.
c. Pelayanan Informasi
Yaitu pemberian informasi tentang berbagai hal yang dipandang bermanfaat bagi peserta
didik. melalui komunikasi langsung, maupun tidak langsung melalui media cetak
maupun elektronik, seperti: buku, brosur, leaflet, majalah, dan internet.
d. Bimbingan Kelompok
Konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada peserta didik melalui kelompok-
kelompok kecil (5-10 orang). Bimbingan ini ditujukan untuk merespon kebutuhan dan
minat para peserta didik. Topik yang didiskusikan dalam bimbingan kelompok ini,
adalah masalah yang bersifat umum (common problem) dan tidak rahasia, seperti : cara-
cara belajar yang efektif, kiat-kiat menghadapi ujian, dan mengelola stress.
e. Pelayanan Pengumpulan Data/Apraisal/Aplikasi Instrumentasi
Merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang pribadi peserta
didik, dan lingkungan peserta didik. Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan
berbagai instrumen tes atau non tes.
2. Layanan Responsif
Menurut Gysbers & Handerson (2007) layanan responsif merupakan bagian penting
dari bimbingan dan konseling komprehensif karena kebutuhan untuk memberikan
respon/pertolongan kepada siswa secara langsung dan seketika itu berdasarkan kebutuhan
siswa, kegiatan yang bisa dilakukan yaitu konseling individual, konseling krisis, referal,
konsultasi dengan orang tua, guru atau profesi lain.
Kegiatan yang bisa dilaksanakan dalam memberikan pelayanan responsif antara lain:
Konseling Individual dan Kelompok
Referal (Rujukan atau Alih Tangan)
Kolaborasi dengan Guru Mata Pelajaran atau Wali Kelas
Kolaborasi dengan Orang tua
Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar Sekolah/Madrasah
Konsultasi
Bimbingan Teman Sebaya
Konferensi Kasus
Kunjungan Rumah
3. Perencanaan Individual
Menurut Gysbers & Handerson (2007) perencanaan individual menjadi bagian dari
bimbingan dan konseling komprehensif karena peningkatan kebutuhan dari semua siswa
untuk merencanakanan secara sistematis, memonitor, dan mengelola perkembangannya dan
untuk mengambil keputusan berikutnya tentang kehidupan, pendidikan, dan karier.
Untuk melaksanakan perencanaan individual, aktivitas dan prosedur sepenuhnya
digunakan untuk memfasilitasi siswa dalam memahami dan secara berkala memantau
perkembangannya. Siswa diajak untuk berkomitmen dengan tujuan, nilai, kemampuan,
perilaku, dan kegemaran, dan kompetensi mereka, sehingga mereka melanjutkan
perkembangan pendidikannya. Konselor menjadi “ahli pengembangan dan penempatan”.
Perencanaan individual dilaksanakan dengan kegiatan yang membantu siswa untuk
merencanakan, memonitor, dan mengelola perkembangan belajar dan karir mereka.
4. Dukungan Sistem
Untuk memberikan pelayanan bimbingan yang prima dan efektif mengikuti
perkembangan jaman, diperlukan aktivitas pendukung seperti pengemngan kemampuan
konselor, riset, dan pengembangan kurikulum. Dukungan sistem juga memfasilitasi
kebutuhan bimbingan dari program sekolah yang lain untuk menciptakan iklim saling
membantu dalam mensukseskan sitem pendidikan sekolah.
Administrasi dan manajemen program bimbingan dan konseling komprehensif
membutuhkan dukungan sistem. Itulah mengapa dukungan sistem menjadi komponen utama.
Namun seringkali hal ini terlupakan dan dipandang sebelah mata, padahal sangat penting
untuk menunjang tiga komponen lainnya. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain:
b. Kegiatan Manajemen
Kegiatan manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara,
dan meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan (1)
pengembangan program, (2) pengembangan staf, (3) pemanfaatan sumber daya, dan (4)
pengembangan penataan kebijakan.
Pengembangan Profesionalitas
Konselor secara terus menerus berusaha untuk memutakhirkan pengetahuan dan
keterampilannya melalui (a) in-service training, (b) aktif dalam organisasi profesi, (c)
aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah; seperti seminar dan workshop (lokakarya), atau (d)
melanjutkan studi ke program yang lebih tinggi (Pascasarjana).
Pemberian Konsultasi dan Berkolaborasi
Konselor perlu melakukan konsultasi dan kolaborasi dengan guru, orang tua, staf
Sekolah/Madrasah lainnya, dan pihak institusi di luar Sekolah/ Madrasah (pemerintah,
dan swasta) untuk memper-oleh informasi, dan umpan balik tentang pelayanan bantuan
yang telah diberikannya kepada para konseli, menciptakan lingkungan
Sekolah/Madrasah yang kondusif bagi perkembangan konseli, melakukan referal, serta
meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling.
Manajemen Program
Suatu program pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan terselenggara,
dan tercapai bila tidak memiliki suatu sistem pengelolaan (manajemen) yang bermutu,
dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah.
9. Sosialisasi program BK kepada seluruh warga masyarakat sekolah dan luar sekolah
didahulukan sebab kegiatan ini sangat strategis dalam menciptakan iklim yang
mendukung pelaksanaan program BK sepanjang tahun ajaran.
C. KESIMPULAN
Tiadanya program BK berkualitas selama ini yang sesuai yang sesuai dengan
kebutuhan, membuat siswa, pengelola sekolah, dan stake holder lain sulit memberi
kepercayaan kepada BK. BK selama ini dianggap sebagai guru yang hanya memajang daftar
aktivitas dapat mengacu pada pola 17 atau pola-pola yang lain, tetapi tidak menonjolkan isi
yang akan ‘digarap’, untuk mengembangkan aspek afektif, nilai, sikap, dan perilaku positif
siswa. Pola 17 yang sering dipajang di ruang BK sebenarnya hanyalah ‘bungkus’ yang belum
menampakkan ‘isi’. Ketidakmampuan BK di sekolah membuktikan unjuk kerja yang
berkualitas dan ketidak percayaan administrator dan seluruh staff kependidikan di sekolah.
Diperlukan bimbingan dan konseling komperhensif untuk menunjukkan unjuk kerja
konselor sekolah yang utuh dan mampu menghantarkan siswa menuju perkembangan diri
optimum dengan melaksanakan perencanaan program yang sesuai kebutuhan siswa,
implementasi program dengan melibatkan seluruh siswa, stake holder sekolah, dan orang tua,
bukan hanya sebagai sasaran tetapi juga sebagai pelaksana program bimbingan dan
konseling, dan evaluasi program sebagai wujud akuntabilitas bimbingan dan konseling
membantu siswa mencapai perkembangan optimal.
D. DAFTAR RUJUKAN
Connecticut Comprehensive School Counseling Program. 2000. (Online), (http:// csca.org),
diakses 15 Juli 2011.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Rambu-Rambu pelaksanaan BK dalam jalur
Pendidikan Formal. Jakarta: Ditjen PMPTK
Erford, Bradley T. ed. 2004. Professional School Counseling, A Handbook of Theories,
Program, and Practices. Texas: Pro-Ed.
Gysbers, Norman C.&Patricia Henderson. 2007. Comprehensive Guidance Programs
That Work II. Alexandria: American Counseling Association.
Santoadi, Fajar. 2007. Profil Manajemen Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah Atas
(SMA) Rekanan Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma
(Prodi BK USD) di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2006.Widya Dharma, Vol. 17,
No. 2 , April 2007. 149-175.