Dosen:
Prof. Dr. Firman, M.S., Kons.
Oleh:
Zikra Noviyas
18006163
Dalam konseling lintas budaya akan terjadi Menurut (Asih dan Pratiwi, 2010), empati
“perjumpaan budaya”melibatkan konselor dan klien diartikan sebagai perasaan simpati dan perhatian
terhadap orang lain, khususnya untuk berbagi
yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda,
pengalaman atau secara tidak langsung merasakan
dan karena itu proses konseling sangat rawan oleh penderitaan orang lain. Dalam konseling, empati
terjadinya biasbias budaya pada pihak konselor yang adalah kondisi inti untuk memberikan konseling yang
efektif. Empati telah digambarkan sebagai
mengakibatkan konseling tidak berjalan efektif.
kemampuan konselor untuk memasuki dunia klien,
Efektifitas pelaksanaan konseling, bagi konselor merasakan perasaan.
dituntut untuk memiliki kepekaan budaya dan
Empati berbeda dengan simpati, simpati bisa
melepaskan diri dari bias-bias budaya, mengerti dan dikatakan sebagai perasaan peduli terhadap perasaan
dapat mengapresiasi diversitas budaya, dan memiliki orang lain, tapi simpati tidak sedalam empati, kita
keterampilan-keterampilan yang responsif secara belum dikatakan bisa merasakan sesuatu yang
dirasakan oleh orang lain. Empati lebih powerful jika
kultural. Dengan demikian, maka konseling dipandang
kita pernah mengalami kejadian yang sama, atau
sebagai “perjumpaan budaya” (cultural encounter) minimal orang yang terdekat dengan kita (Amalia,
antara konselor dan klien (Syahril, 2018). 2019).
KONSELING LINTAS BUDAYA
Asih, Gusti Y. & Pratiwi Mageretha M.S. 2010. Prilaku Prososial ditinjau dari
Empati dan Kematangan Emosi. Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus.
Vol.1 No.1.
Mapiarre, Andi. 2006. Kamus Istilah Konseling dan Terapi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Syahril. 2018. Konseling Lintas Budaya Dalam Perspektif Indonesia. Jurnal Al-
Taujih. Vol 4(1).