Anda di halaman 1dari 12

TUGAS 4

Pendekatan dalam Konseling

“Konseling Analisis Transaksional (KONSTRAN)”

DOSEN PEMBIMBING : Dr. Marjohan, M.Pd. kons.

Oleh :

Defa Lismana

18006010

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
KONSELING ANALISIS TRANSAKSIONAL

A. Pandangan Tentang Manusia


Pada dasarnya, analisis transaksional berasumsi bahwa manusia itu :
1. Memiliki pilihan-pilihan dan tidak dibelenggu oleh masa lampaunya (manusia selalu
berubah dan bebas untuk menentukan pilihannya). Ada 3 hal yang membuat manusia
selalu berubah, yaitu :
a. Manusia yang “telah cukup lama menderita”, karena itu mereka ingin bahagia dan
mereka berusaha melakukan perubahan.
b. Adanya kebosanan, kejenuhan atau putus asa. Keadaan yang monoton akan
melahirkan perasaan jenuh atau bosan, karena itu individu terdorong dan
berupaya untuk melakukan perubahan
c. Manusia bisa berubah karena adanya penemuan tiba-tiba. Banyak orang pada
awalnya tidak mau atau tidak tahu dengan perubahan, tetapi dengan adanya
informasi, cerita, atau pengetahuan baru yang membuka pikirannya, maka ia
menjadi bersemangat untuk menyelidiki terus dan berupaya melakukan
perubahan.
2. Sanggup melampaui pengondisian dan pemprograman awal (manusia dapat berubah
asalkan ia mau). Perubahan manusia itu adalah persoalan di sini dan sekarang.
Dimana menurut analisis transaksional, manusia sekarang memiliki kehendak, karena
itu perilaku manusia sekarang adalah persoalan sekarang dan di sini. Walaupun ada
hubungannya dengan masa lalu, tapi bukan seluruhnya perilaku hari ini ditentukan
oleh pengalaman masa lalunya.
3. Manusia bisa belajar mempercayai dirinya sendiri , berpikir dan memutuskan untuk
dirinya sendiri, dan mengungkapkan perasaan-perasaannya
4. Manusia sanggup untuk tampil di luar pola-pola kebisaaan dan menyeleksi tujuan-
tujuan dan tingkah laku baru
5. Manusia bertingkah laku dipengaruhi oleh pengharapan dan tuntutan dari orang-orang
lain
6. Manusia dilahirkan bebas, tetapi salah satu yang pertama dipelajari adalah berbuat
sebagaimana yang diperintahkan.

B. Struktur Kepribadian
Analisis transaksional meyakini bahwa pada diri setiap manusia terdapat unsur-unsur
kepribadian yang terstruktur dan itu merupakan satu kesatuan yang disebut dengan “ego
state”. Berikut beberapa unsur yang terdapat dalam ego state ialah:
1. Ego state child: yaitu bentuk tindakan dari seseorang yang didasarkan pada reaksi
emosional yang spontan, reaktif, humor, kreatif, serta inisiatif. Isi pernyataan ego state
child ini seperti ciri pribadi anak-anak misalnya: manja, riang, melucu dan sebagainya.
Ego state child ini diwarnai oleh perasaan (feeling) yang mulai terbentuk pada usia 7
tahun pertama. Prinsip ego state child ini adalah spontan, dan kesenangan. Jadi corak ego
state ini adalah kelincahan dan kebebasan bergerak.
2. Ego state parent: yaitu kelakuan, pemikiran dan perasaan yang ditiru dari orang tua atau
pembina lainnya. Unsur ego state parent ini memiliki ciri-ciri pribadi yang
memperlihatkan ke orang tuaan yaitu memerintah, menasehati, membimbing,
mengarahkan. Ego state parent ini diwarnai oleh moral dan nilai-nilai. Jadi corak ego
state parent ini menampakkan kembali perasaan, pemikiran, pengamatan, dan tingkah
laku orang-orang yang ditiru dari figur orang tua atas dasar pengalaman masa kecilnya.
3. Ego state adult: yaitu bentuk tindakan seseorang yang berdasarkan dasar pikiran yang
logis, rasional, objektif, dan bertanggung jawab. Kelakuan, pemikiran dan perasaan yang
merupakan tanggapan langsung terhadap situasi saat itu tanpa terpengaruh orang tua atau
perilaku masa kecil. Jadi corak ego state adult berpegang pada akal sehat.
C. Motivasi Hidup
Pendekatan analisis transaksional berpendapat bahwa sesungguhnya manusia itu hidup
dipengaruhi oleh 2 kebutuhan yaitu: kebutuhan fisiologis seperti kebutuhan untuk makan,
minum, bernafas dan sebagainya, kebutuhan psikologis yang terbagi menjadi 3 bagian yaitu:
1. Kebutuhan akan memperoleh sentuhan
Setiap manusia membutuhkan sentuhan. Sentuhan tersebut ada yang bersifat
jasmaniah ataupun rohaniah, dari sentuhan itu dapat positif ataupun negatif. sentuhan
yang bersifat jasmaniah misalnya salaman, tepukan bahu, belaian, ciuman dan
sejenisnya. Sedangkan sentuhan yang bersifat rohaniah seperti perhatian, senyuman,
sapaan, dan lain-lain. sentuhan yang bersifat positif akan menyenangkan bagi orang yang
menerimanya. Sebaliknya sentuhan yang bersifat negatif akan tidak menyenagkan atau
menyakitkan bagi yang menerimanya, misalnya dalam bentuk ejekan, cemooh, hinaan
dan sebagainya. Orang yang kurang memperoleh sentuhan disebut juga dengan lapar
akan sentuhan.
2. Kebutuhan untuk menstruktur waktu
Manusia menginginkan waktunya 24 jam itu terstruktur dengan baik atau
termanfaatkan secara baik. orang selalu berkehendak untuk mengisi waktunya
sepenuhnya guna memperoleh sentuhan. Apabila orang menghadapi pembagian waktu,
dengan sendiri dia akan mengatur waktunya sendiri.
3. Kebutuhan untuk memperoleh posisi hidup
Keinginan dan kebutuhan untuk memperoleh posisi hidup, ialah hubungan yang
dirasakan oleh seseorang antara diri sendiri dengan orang lain.
Terdapat 4 posisi hidup pada analisis transaksional sebagai berikut:
a. Saya OK, kamu OK
Keadaan ini menunjukkan sikap yang positif terhadap diri sendiri dan terhadap
oranglain, yakin dan berperilaku terbuka.
b. Saya OK, kamu tidak OK
Sikap ini menggambarkan individu yanh angkuh dan sombong, dan suka
menyalahkan oranglain apabila dia mengalami masalah. Dia memandang rendah
orang lain dan berpikir bahwa dia lebih hebat, lebih baik ataupun lebih keren.
c. Saya tidak OK, kamu OK
Sikap ini menyebabkan individu itu menjadi pemurung, sering menyalahkan diri
sendiri dan tidak memiliki keyakinan dengan diri sendiri.
d. Saya tidak OK, kamu OK
sikap ini menghinggapi orang yang putus asa. Dia merasakan hidup ini tidak ada
artinya, dan mencoba merusak diri sendiri dan orang lain. Orang yang berada pada
posisi ini merasa bahwa dirinya sendiri tidak berdaya dan orang lain dirasakannya
juga tidak berdaya.
D. Jenis-jenis Transaksi
Menurut Gerald Corey (dalam Taufik, 2017: 123) terdapat beberapa jenis transaksi
sebagai berikut:
1. Transaksi sejajar
Terjadi apabila pesan yang ditunjukkan ego state ke ego state yang dituju, dipahami dan
mendapatkan respon yang sesuai.
2. Transaksi silang
Transaksi yang terjadi apabila suatu pesan yang disampaikan, namun salah terima atau
respon yang didapatkan tidak disangka-sangka.
3. Transaksi terselubung
Penampilan ego state oleh orang yang berkomunikasi tersebut memiliki maksud yang
terselubung seperti kiasan atau sindiran dan sejenisnya

E. PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN YANG SEHAT


Ciri-ciri kepribadian yang sehat menurut Hansen (dalam Taufik, 2009;111) adalah:
1. Individu dapat menampilkan ego statenya secara luwes sesuai dengan tempat ia berada
2. Individu berusaha menemukan naskah hidupnya secara bebas serta memungkinkan pula
ia memperoleh sentuhan secara bebas pula.
3. Memilih posisi hidup revolusioner, saya OK kamu Ok
4. Ego statenya bersifat fleksibel tidak kaku dan tidak pula cair.

F. PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN YANG ABNORMAL


Hansen dkk, (1977) merumuskan empat cirri-ciri dari prkembangan kepribadian yang
abnormal, yaitu :

1. Kecenderungan untuk memilih posisi hidup devolusioner, revolusioner atau obsolusi-


oner pada diriya ada “ not Ok”, misalnya memilih untuk tidak berbuat yang sebetulnya
perlu, memilih untuk tidak bertanya, berhias dan lain-lain.
2. Kecenderungan untuk menggunakan ego state yang tunggal, atau hanya satu saja tampil
untuk situasi yang berbeda. Misalnya pada situasi dan kondisi yang berbeda, ego state
yang tampil cenderung satu saja apakah ego state adult, parent atau selalu child.
3. Ego state yang ditampilkannya terlalu ‘cair” sehingga tidak ada batas antara ego state
yang satu dengan yang lainnya atau ego statenya bolong. Ini semuanya berkembang
menjadi “untility parenting’ (orang tua yag selalu tidak). Orang seperti ini seringkali
mengacaukan penampilan ego statenya pada situasi dan kondisi yang relative sama.
4. Ego statenya tercemar, misalnya ego state adult dicemari oleh ego state child, dan ego
state parent. Bentuk nyatanya berwujud prasangka, yaitu menganggap sesuatu tidak
sesuai dengan kenyataan. Bentuk nyata lainnya adalah delusi, yaitu melihat sesuatu tidak
sebagaimana mestinya. Prasangka dan delusi dapat merusak persepsi dan akhirnya
merusak penyesuaian diri. Usaha unuk menyehatkan kepribadian sendiri adalah melalui
cara menghilangkan prasangka dan delusi tersebut.

G. TEKNIK – TEKNIK KONSELING


Untuk membantu memecahkan masalah klien, dalam konseling dipakaikan beberapa
teknik yang dirumuskan oleh model ini. Teknik yang digunakan dalam analisis transaksional ini
menurut Hansen (1977), yaitu :

1. Permission, konselor memberikan kebebasan yang luas, yaitu melakukan sesuatu yang
dilarang oleh orang lain, dengan cara ini konselor akan dapat melihat ego state yang mana
dominan pada diri klien, posisi hidup mana yang dipilihnya, bagaimana naskah hidupnya dan
pola permainan mana yang dipilihnya dalam memperoleh sentuhan.
2. Proteksi, dalam hal ini klien merasa aman berada bersama konselor. Dalam kegiatan
konseling diciptakan rasa aman, sehingga klien merasa dirinya aman meskipun dia melakukan
apa saja.
3. Potensi, konselor benar-benar menampilkan kemampuan dirinya untuk membantu klien.
Disini tampak bahwa konselor dituntut untuk mampu memberikan sesuatu dan mampu berbuat
sesuatu dengan kepentingan, kemajuan dan kesejahteraan klien.

Cara yang dipergunakan konselor dalam menyelenggarakan proses konseling


dikemukakan oeh Berne yang dikutip oleh Hansen (1977), sebagai berikut :

1. Kemampuan bertanya, khususnya bertanya secara terbuka untuk menggali kenyataan


tentang diri klien
2. Konselor harus mampu mengkhususkan berbagai hal yang bersifat umum yang
dikemukakan oleh klien.
3. Dengan konfrontasi, klien akan menyadari keadaan yang sebenarnya yaitu keadaan yang
mengandung kesenjangan tertentu.
4. Konselor harus mampu memberikan penjelasan dan uraian tentang sesuatu yang
menyangkut diri klien atau pun yang ditanyakan klien.
5. Konselor dituntut untuk memberikan contoh-contoh, gambaran-gambaran, demonstrasi-
demostrasi tertentu, misalnya contoh, gambaran atau ilustrasi bagaimana orang
tersenyum, bagaimana bersikap ramah dan lain sebagainya, kalau misalnya klie memang
tidak bisa melakukan hal yang demikian.

H. TUJUAN KONSELING

Menurut Corey (1982) melihat dari tujuan dasar dari analisis transaksional adalah
membantu klien dalam membuat putusan-putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya
sekarang dan arah hidupnya. Sasarannya adalah mendorong klien agar menyadari bahwa
kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatsai oleh putusan dini mengenai posisi hidupnya.

Menurut Lutfi Fauzan (1994) Tujuan konseling analisis transaksional dapat dibagi
menjadi tujuan umum dan tujuan khusus.Tujuan Umum Konseling Analisis Transaksional, ialah
membantu individu mencapai otonomi. Individu dikatakan mencapai otonomi bilamana ia
memliki Kesadaran, Spontanitas, Keakraban.

Tujuan Khusus Konseling Analisis Transaksional

1. Konselor membantu klien membebankan Status Ego Dewasanya dari kontaminasi dan
pengaruh negatif Status Ego Anak dan Status Ego Orang tua.
2. Konselor membantu klian menetapkan kebebasan untuk membuat pilihan-pilihan terlepas
dari perintah-perintah orang tua.
3. Konselor membantu klien untuk menggunakan semua status egonya secara tepat.
4. Konselor membantu klien  untuk mengubah keputusan-keputusan yang mengarah pada
posisi kehidupan “orang kalah”.
Tujuan utama dari terapi analisis transaksional dalam Sayekti Pujosuwarno (1993:27)
adalah :

1. Membantu klien untuk membuat keputusan-keputusan baru dalam mengarahkan atau


mengubah tingkah laku dalam kehidupannya.
2. Memberikan kepada klien suatu kesadaran serta kebebasan untuk memilih cara-cara serta
keputusan-keputusan mengenai posisi kehidupannya serta menghindarkan klien dari cara-
cara yang bersifat deterministic.
3. Memberikan bantuan kepada klien berupa kemungkinan-kemungkinan yang dapat dipilih
untuk memantapkan dan mematangkan status egonya.

I. PROSES KONSELING

Proses Konseling Analisis Transaksional ini dilakukan tiap transaksi yang dianalisis.
Klien yang nampaknya mengelakkan tanggung jawab diarahkan untuk mau menerima tanggung
jawab pada dirinya sehingga klien dapat menyeimbangkan Egogramnya, mendefinisikan kembali
skriptnya, serta melakukan instrospeksi terhadap games yang dijalaninya.

Tahapan Proses Konseling Analisis Transaksional :

1. Bagian pendahuluan digunakan untuk menentukan kontrak dengan klien, baik


mengenai masalah maupun tanggung jawab kedua pihak.
2. Pada bagian kedua baru mengajarkan Klien tentang ego statenya dengan diskusi
bersama Klien.
3. Membuat kontrak yang dilakukan oleh klien sendiri, yang berisikan tentang apa yang
akan dilakukan oleh klien, bagaimana klien akan melangkah ke arah tujuan yang telah
ditetapkan, dan klien tahu kapan kontraknya akan habis. Kontrak berbentuk pernyataan
klien – konselor untuk bekerja sama mencapai tujuan dan masing-masing terikat untuk
saling bertanggung jawab. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam kontrak,
yaitu :
a. Dalam kontrak, konselor dan klien harus melalui transaksi, serta ada
kesepakatan dalam menentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapai.
b. Kontrak harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu : pertimbangan
pertama yaitu konselor memberikan layanan kepada klien secara
profesional (baik berupa kesempatan maupun keahlian) pertimbangan
kedua yaitu, klien memberikan imbalan jasa kepada konselor, dan
menandatangani serta melaksanakan isi kontrak sesuai dengan waktu atau
jadwal yang telah ditetapkan.
c. Kontrak memiliki pengertian sebagai suatu bentuk kompetensi antara dua
pihak, yaitu, konselor yang harus memiliki kecakapan untuk membantu
klien dalam mengatasi masalahnya, dan klien harus cukup umur dan
matang untuk memasuki suatu kontrak.
d. Tujuan dari kontrak haruslah sesuai dengan kode etik konseling.
4. Setelah kontrak ini selesai, baru kemudian konselor bersama klien menggali ego state
dan memperbaikinya sehingga terjadi dan tercapainya tujuan konseling.

J. ANALISIS KASUS DENGAN MODEL KONSTRAN


1. Pemeliharaan oleh orang tua kurang sehat sehingga :
a. Anak memilih STOKO
b. Tidak dapat mempergunakan ketiga ES dengan baik :
1) Kontaminasi : prasangka dan berpandangan salah tanpa mau
mendengarkan mana yang benar (delution)
2) Ekslusi : terlaku kabur atau terlalu “cair” dalam mempergunakan ES, 
mampuan dalam mempergunakan ES secara tepat.

Aplikasi dalam Konseling dengan Pendekatan Analisis Transaksional

1. Deskripsi Kronologis Masalah Konseli / Siswa

Risa (26 tahun) dan Juminten (35 tahun) merupakan pasangan suami istri yang telah
dikaruniai tiga orang anak yang masih kecil. Anak perempuan yang paling besar bernama Siska
(4 tahun). Sedangkan kedua adiknya laki-laki kembar bernama Doni dan Dino (2 tahun).Secara
kultural Risa dan Juminten dibesarkan dalam budaya yang sangat jauh berbeda. Risa seorang
Samin kulit hitam yang dibesarkan pada keluarga yang disiplin ketat dan penuh peraturan.
Sedangkan Juminten yang berkulit putih dibesarkan dalam keluarga yang cenderung bebas dan
tidak terlalu ketat dalam hal peraturan. Ini jugalah yang menyebabkan perbedaan pandangan
mereka berdua dalam mendidik anak dan juga pembagian tugas.

Dalam pembagian tugas di rumah tangga, Risa mendapatkan porsi yang jauh lebih banyak
dibandingkan dengan Juminten. Sebagai seorang ayah selain mencari nafkah Risa juga harus
melakukan berbagai urusan rumah tangga seperti mencuci piring, mencuci baju, merawat anak,
dan sebagainya. Sebagai kepala rumah tangga Risa yang paling dominan dalam keluarga
tersebut. Sedangkan Juminten hanya mendapatkan tugas-tugas rumah tangga yang lebih
sederhana dan ringan. Dia juga cenderung menyerahkan berbagai tugas kepada suaminya.
Sikapnya ini mungkin muncul akibat perbedaan pandangan yang terlalu mencolok antara
pasangan tersebut tentang kehidupan ideal sebuah keluarga. Sehingga Juminten cenderung pasif
dan menurut untuk menghindari konflik dengan suaminya.

Dalam pola pengasuhan pun mereka memiliki pandangan yang berbeda. Risa yang
dibesarkan dalam keluarga disiplin menginginkan anak-anaknya menjadi penurut. Berbeda
dengan Juminten yang cenderung memberikan kebebasan kepada anak-anaknya. Dalam
mendidik anak Risa cenderung  lebih memberikan instruksi langsung berupa perintah-perintah
tegas kepada anak-anaknya, sedangkan Juminten biasanya memberikan perintah dengan cara
meminta dan bukan menyuruh (memanjakan).

Perbedaan ini membuat anak-anak menjadi kebingungan dalam memahami aturan keluarga.
Mereka mengalami kebingungan tentang mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak boleh
dilakukan akibat perbedaan pendapat di antara kedua orang tua mereka. Seringkali ketika
ayahnya mengatakan iya untuk suatu hal namun ibu mengatakan tidak, begitu pula sebaliknya
dan terjadi secara berulang-ulang. Akibatnya anak-anak menjadi semakin kebingungan dengan
perilaku orang tuanya sehingga mereka cenderung tidak terkendali dan berbuat semaunya.

2. Kesimpulan

Untuk mengatasi kasus ini hal pertama yang perlu dilakukan adalah menyamakan konsep
antara pasangan suami istri tersebut. Selain solusi lainnya juga sangat perlu dilakukan. Berikut
ini merupakan upaya penanganan secara umum dari kasus perbedaan budaya dalam keluarga,
antara lain :
a. Menyamakan konsep antara pasangan suami istri tersebut. Perbedaan tersebut
perlu diselesaikan secepatnya kemudian perlu disepakati norma-norma dan nilai-
nilai bersama dalam keluarga.
b. Pasangan tersebut harus menyamakan gambaran ideal mereka tentang sebuah
keluarga yang baik bagi mereka berdua. Hal ini tidaklah mudah mengingat
mereka berdua dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga yang cukup berbeda
bahkan mungkin berlawanan.
c. Pasangan tersebut perlu menciptakan struktur keluarga mereka yang baru dimana
tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Sturuktur yang baru ini diharapkan
menjadi penyelesaian atas kebingungan struktur yang terjadi selama ini. 
d. Mengingat anak-anak yang masih kecil dimana sistem kognisi mereka belum
berkembang secara sempurna maka anak-anak cukup menerima secara langsung
kesepakatan yang dihasilkan oleh orang tua mereka. Setelah orang tua
menyepakati apa yang harus dilakukan, intervensi kepada anak-anak cukup
menggunakan model pendekatan behavioristic karena model pendekatan tersebut
lah yang dirasa paling efektif.
KEPUSTAKAAN

Correy,G.1982.Theory and Practice Of Counseling and Psycotheraphy. California:


Cole Publishing Company

Fauzan Lutfi,(1994),Pendekatan-Pendekatan Konseling Individual. Malang :Elang Mas.

Hansen, D. 1977. Counseling : theory and procces. Boston : Allyn Dan Bacon, Inc.
Ni Kadek Yuni Muliarti Dewi, dkk. 2014. Penerapan Konseling Analisis Transaksional
Teknik Bermain Peran untuk Menurunkan Feeling of Inferiority Siswam
Kelas XI A Administrasi Perkantoran SMK Negeri 1 Singaraja. e-
journal Undiksha Jurusan Bimbingan Konseling Vol.1.No 2

Prayitno. 1998. Konseling Pancawaskita. Padang: Jurusan BK FIP UNP

Pujosuwarno Sayekti, (1993). Berbagai Pendekatan dalam Konseling.Yogyakarta:


Menara Mas Offset

Rizky Putri Asridha S. Hutagalung. Psikologi Konseling. Pusat Bahan Ajar dan
Elearning. Universitas Mercu Buana (Jurnal Online)

Taufik. 2009. Model-model konseling. Padang: Jurusan BK FIP UNP

Taufik. 2017. Pendekatan Dalam Konseling. Padang: FIP UNP.

Muhammad Surya. 2003. Teori-teori Konseling.  Bandung: Pustaka Bany Quraisy

Anda mungkin juga menyukai