Oleh :
Defa Lismana
18006010
2020
KONSELING ANALISIS TRANSAKSIONAL
B. Struktur Kepribadian
Analisis transaksional meyakini bahwa pada diri setiap manusia terdapat unsur-unsur
kepribadian yang terstruktur dan itu merupakan satu kesatuan yang disebut dengan “ego
state”. Berikut beberapa unsur yang terdapat dalam ego state ialah:
1. Ego state child: yaitu bentuk tindakan dari seseorang yang didasarkan pada reaksi
emosional yang spontan, reaktif, humor, kreatif, serta inisiatif. Isi pernyataan ego state
child ini seperti ciri pribadi anak-anak misalnya: manja, riang, melucu dan sebagainya.
Ego state child ini diwarnai oleh perasaan (feeling) yang mulai terbentuk pada usia 7
tahun pertama. Prinsip ego state child ini adalah spontan, dan kesenangan. Jadi corak ego
state ini adalah kelincahan dan kebebasan bergerak.
2. Ego state parent: yaitu kelakuan, pemikiran dan perasaan yang ditiru dari orang tua atau
pembina lainnya. Unsur ego state parent ini memiliki ciri-ciri pribadi yang
memperlihatkan ke orang tuaan yaitu memerintah, menasehati, membimbing,
mengarahkan. Ego state parent ini diwarnai oleh moral dan nilai-nilai. Jadi corak ego
state parent ini menampakkan kembali perasaan, pemikiran, pengamatan, dan tingkah
laku orang-orang yang ditiru dari figur orang tua atas dasar pengalaman masa kecilnya.
3. Ego state adult: yaitu bentuk tindakan seseorang yang berdasarkan dasar pikiran yang
logis, rasional, objektif, dan bertanggung jawab. Kelakuan, pemikiran dan perasaan yang
merupakan tanggapan langsung terhadap situasi saat itu tanpa terpengaruh orang tua atau
perilaku masa kecil. Jadi corak ego state adult berpegang pada akal sehat.
C. Motivasi Hidup
Pendekatan analisis transaksional berpendapat bahwa sesungguhnya manusia itu hidup
dipengaruhi oleh 2 kebutuhan yaitu: kebutuhan fisiologis seperti kebutuhan untuk makan,
minum, bernafas dan sebagainya, kebutuhan psikologis yang terbagi menjadi 3 bagian yaitu:
1. Kebutuhan akan memperoleh sentuhan
Setiap manusia membutuhkan sentuhan. Sentuhan tersebut ada yang bersifat
jasmaniah ataupun rohaniah, dari sentuhan itu dapat positif ataupun negatif. sentuhan
yang bersifat jasmaniah misalnya salaman, tepukan bahu, belaian, ciuman dan
sejenisnya. Sedangkan sentuhan yang bersifat rohaniah seperti perhatian, senyuman,
sapaan, dan lain-lain. sentuhan yang bersifat positif akan menyenangkan bagi orang yang
menerimanya. Sebaliknya sentuhan yang bersifat negatif akan tidak menyenagkan atau
menyakitkan bagi yang menerimanya, misalnya dalam bentuk ejekan, cemooh, hinaan
dan sebagainya. Orang yang kurang memperoleh sentuhan disebut juga dengan lapar
akan sentuhan.
2. Kebutuhan untuk menstruktur waktu
Manusia menginginkan waktunya 24 jam itu terstruktur dengan baik atau
termanfaatkan secara baik. orang selalu berkehendak untuk mengisi waktunya
sepenuhnya guna memperoleh sentuhan. Apabila orang menghadapi pembagian waktu,
dengan sendiri dia akan mengatur waktunya sendiri.
3. Kebutuhan untuk memperoleh posisi hidup
Keinginan dan kebutuhan untuk memperoleh posisi hidup, ialah hubungan yang
dirasakan oleh seseorang antara diri sendiri dengan orang lain.
Terdapat 4 posisi hidup pada analisis transaksional sebagai berikut:
a. Saya OK, kamu OK
Keadaan ini menunjukkan sikap yang positif terhadap diri sendiri dan terhadap
oranglain, yakin dan berperilaku terbuka.
b. Saya OK, kamu tidak OK
Sikap ini menggambarkan individu yanh angkuh dan sombong, dan suka
menyalahkan oranglain apabila dia mengalami masalah. Dia memandang rendah
orang lain dan berpikir bahwa dia lebih hebat, lebih baik ataupun lebih keren.
c. Saya tidak OK, kamu OK
Sikap ini menyebabkan individu itu menjadi pemurung, sering menyalahkan diri
sendiri dan tidak memiliki keyakinan dengan diri sendiri.
d. Saya tidak OK, kamu OK
sikap ini menghinggapi orang yang putus asa. Dia merasakan hidup ini tidak ada
artinya, dan mencoba merusak diri sendiri dan orang lain. Orang yang berada pada
posisi ini merasa bahwa dirinya sendiri tidak berdaya dan orang lain dirasakannya
juga tidak berdaya.
D. Jenis-jenis Transaksi
Menurut Gerald Corey (dalam Taufik, 2017: 123) terdapat beberapa jenis transaksi
sebagai berikut:
1. Transaksi sejajar
Terjadi apabila pesan yang ditunjukkan ego state ke ego state yang dituju, dipahami dan
mendapatkan respon yang sesuai.
2. Transaksi silang
Transaksi yang terjadi apabila suatu pesan yang disampaikan, namun salah terima atau
respon yang didapatkan tidak disangka-sangka.
3. Transaksi terselubung
Penampilan ego state oleh orang yang berkomunikasi tersebut memiliki maksud yang
terselubung seperti kiasan atau sindiran dan sejenisnya
1. Permission, konselor memberikan kebebasan yang luas, yaitu melakukan sesuatu yang
dilarang oleh orang lain, dengan cara ini konselor akan dapat melihat ego state yang mana
dominan pada diri klien, posisi hidup mana yang dipilihnya, bagaimana naskah hidupnya dan
pola permainan mana yang dipilihnya dalam memperoleh sentuhan.
2. Proteksi, dalam hal ini klien merasa aman berada bersama konselor. Dalam kegiatan
konseling diciptakan rasa aman, sehingga klien merasa dirinya aman meskipun dia melakukan
apa saja.
3. Potensi, konselor benar-benar menampilkan kemampuan dirinya untuk membantu klien.
Disini tampak bahwa konselor dituntut untuk mampu memberikan sesuatu dan mampu berbuat
sesuatu dengan kepentingan, kemajuan dan kesejahteraan klien.
H. TUJUAN KONSELING
Menurut Corey (1982) melihat dari tujuan dasar dari analisis transaksional adalah
membantu klien dalam membuat putusan-putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya
sekarang dan arah hidupnya. Sasarannya adalah mendorong klien agar menyadari bahwa
kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatsai oleh putusan dini mengenai posisi hidupnya.
Menurut Lutfi Fauzan (1994) Tujuan konseling analisis transaksional dapat dibagi
menjadi tujuan umum dan tujuan khusus.Tujuan Umum Konseling Analisis Transaksional, ialah
membantu individu mencapai otonomi. Individu dikatakan mencapai otonomi bilamana ia
memliki Kesadaran, Spontanitas, Keakraban.
1. Konselor membantu klien membebankan Status Ego Dewasanya dari kontaminasi dan
pengaruh negatif Status Ego Anak dan Status Ego Orang tua.
2. Konselor membantu klian menetapkan kebebasan untuk membuat pilihan-pilihan terlepas
dari perintah-perintah orang tua.
3. Konselor membantu klien untuk menggunakan semua status egonya secara tepat.
4. Konselor membantu klien untuk mengubah keputusan-keputusan yang mengarah pada
posisi kehidupan “orang kalah”.
Tujuan utama dari terapi analisis transaksional dalam Sayekti Pujosuwarno (1993:27)
adalah :
I. PROSES KONSELING
Proses Konseling Analisis Transaksional ini dilakukan tiap transaksi yang dianalisis.
Klien yang nampaknya mengelakkan tanggung jawab diarahkan untuk mau menerima tanggung
jawab pada dirinya sehingga klien dapat menyeimbangkan Egogramnya, mendefinisikan kembali
skriptnya, serta melakukan instrospeksi terhadap games yang dijalaninya.
Risa (26 tahun) dan Juminten (35 tahun) merupakan pasangan suami istri yang telah
dikaruniai tiga orang anak yang masih kecil. Anak perempuan yang paling besar bernama Siska
(4 tahun). Sedangkan kedua adiknya laki-laki kembar bernama Doni dan Dino (2 tahun).Secara
kultural Risa dan Juminten dibesarkan dalam budaya yang sangat jauh berbeda. Risa seorang
Samin kulit hitam yang dibesarkan pada keluarga yang disiplin ketat dan penuh peraturan.
Sedangkan Juminten yang berkulit putih dibesarkan dalam keluarga yang cenderung bebas dan
tidak terlalu ketat dalam hal peraturan. Ini jugalah yang menyebabkan perbedaan pandangan
mereka berdua dalam mendidik anak dan juga pembagian tugas.
Dalam pembagian tugas di rumah tangga, Risa mendapatkan porsi yang jauh lebih banyak
dibandingkan dengan Juminten. Sebagai seorang ayah selain mencari nafkah Risa juga harus
melakukan berbagai urusan rumah tangga seperti mencuci piring, mencuci baju, merawat anak,
dan sebagainya. Sebagai kepala rumah tangga Risa yang paling dominan dalam keluarga
tersebut. Sedangkan Juminten hanya mendapatkan tugas-tugas rumah tangga yang lebih
sederhana dan ringan. Dia juga cenderung menyerahkan berbagai tugas kepada suaminya.
Sikapnya ini mungkin muncul akibat perbedaan pandangan yang terlalu mencolok antara
pasangan tersebut tentang kehidupan ideal sebuah keluarga. Sehingga Juminten cenderung pasif
dan menurut untuk menghindari konflik dengan suaminya.
Dalam pola pengasuhan pun mereka memiliki pandangan yang berbeda. Risa yang
dibesarkan dalam keluarga disiplin menginginkan anak-anaknya menjadi penurut. Berbeda
dengan Juminten yang cenderung memberikan kebebasan kepada anak-anaknya. Dalam
mendidik anak Risa cenderung lebih memberikan instruksi langsung berupa perintah-perintah
tegas kepada anak-anaknya, sedangkan Juminten biasanya memberikan perintah dengan cara
meminta dan bukan menyuruh (memanjakan).
Perbedaan ini membuat anak-anak menjadi kebingungan dalam memahami aturan keluarga.
Mereka mengalami kebingungan tentang mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak boleh
dilakukan akibat perbedaan pendapat di antara kedua orang tua mereka. Seringkali ketika
ayahnya mengatakan iya untuk suatu hal namun ibu mengatakan tidak, begitu pula sebaliknya
dan terjadi secara berulang-ulang. Akibatnya anak-anak menjadi semakin kebingungan dengan
perilaku orang tuanya sehingga mereka cenderung tidak terkendali dan berbuat semaunya.
2. Kesimpulan
Untuk mengatasi kasus ini hal pertama yang perlu dilakukan adalah menyamakan konsep
antara pasangan suami istri tersebut. Selain solusi lainnya juga sangat perlu dilakukan. Berikut
ini merupakan upaya penanganan secara umum dari kasus perbedaan budaya dalam keluarga,
antara lain :
a. Menyamakan konsep antara pasangan suami istri tersebut. Perbedaan tersebut
perlu diselesaikan secepatnya kemudian perlu disepakati norma-norma dan nilai-
nilai bersama dalam keluarga.
b. Pasangan tersebut harus menyamakan gambaran ideal mereka tentang sebuah
keluarga yang baik bagi mereka berdua. Hal ini tidaklah mudah mengingat
mereka berdua dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga yang cukup berbeda
bahkan mungkin berlawanan.
c. Pasangan tersebut perlu menciptakan struktur keluarga mereka yang baru dimana
tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Sturuktur yang baru ini diharapkan
menjadi penyelesaian atas kebingungan struktur yang terjadi selama ini.
d. Mengingat anak-anak yang masih kecil dimana sistem kognisi mereka belum
berkembang secara sempurna maka anak-anak cukup menerima secara langsung
kesepakatan yang dihasilkan oleh orang tua mereka. Setelah orang tua
menyepakati apa yang harus dilakukan, intervensi kepada anak-anak cukup
menggunakan model pendekatan behavioristic karena model pendekatan tersebut
lah yang dirasa paling efektif.
KEPUSTAKAAN
Hansen, D. 1977. Counseling : theory and procces. Boston : Allyn Dan Bacon, Inc.
Ni Kadek Yuni Muliarti Dewi, dkk. 2014. Penerapan Konseling Analisis Transaksional
Teknik Bermain Peran untuk Menurunkan Feeling of Inferiority Siswam
Kelas XI A Administrasi Perkantoran SMK Negeri 1 Singaraja. e-
journal Undiksha Jurusan Bimbingan Konseling Vol.1.No 2
Rizky Putri Asridha S. Hutagalung. Psikologi Konseling. Pusat Bahan Ajar dan
Elearning. Universitas Mercu Buana (Jurnal Online)