Model konseling ego merupakan model psikoanalisis baru dan biasa disebut psikologi
dalam. Model ini memiliki persamaan dengan pandangan psikoanalisis klasik, yaitu :
Ada satu istilah yang sangat menonjol dalam model konseling ego yang dikemukakan
oleh Erikson ini, yaitu “ego strength” yang artinya kekuatan ego. Pada dasarnya kegiatan
konseling adalah usaha memperkuat “ego strength”. Dengan demikian orang yang
bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang lemah. Misalnya orang yang penakut,
rendah diri, banyak lemah, tidak bisa mengambil keputusan termasuk orang yang memiliki
ego lemah. Dikatakan demikian adalah karena orang yang keadaannya seperti itu tidak
dapat memfungsikan egonya secara penuh, baik untuk menggerakkan dirinya dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya maupun untuk meraih keinginan-keinginannya. Pada
umumnya masalah-masalah yang dialami individu diwarnai oleh kuat dan lemahnya ego
tersebut.
Menurut Freud, ego tumbuh dari Id atau merupakan kelanjutan daripada Id, sedangkan
menurut Psikoanalisis baru, ego itu tidak terikat pada Id, jadi tumbuh sendiri yang
merupakan keseluruhan kepribadian. ego itulah yang tumbuh dan menjadi kepribadian
seseorang. Jenis ego baru ini disebutnya juga dengan ego kreatif.
2. Apabila pola-pola coping behavior yang sudah terbina pada dirinya sekarang tidak sesuai
lagi dengan siyuasi setempat dimana dia itu berada. Misalnya : Coping Behavior yang
selama ini biasa dipakai di tempat asalnya, digunkakan juga pada lingkungan baru, maka
oleh masyarakat akan dianggap ganjil, sehingga setipa kali dia berlaku begitu maka akan
menjadi pusat perhatian orang lain. Akhirnya individu itu menjadi salah tingkah yang tentu
saja berpengaruh pada penyesuaian dirinya.
3. Fungsi ego tidak berjalan dengan baik. Misalnya individu tersebut tidak mempertimbangkan
untung ruginya dalam bertingkah laku tertentu, kurang memanfaatkan pikiran atau kurang
mengontrol perasaanya sehingga menjadi sorotan orang disekitarnya dan tentu saja
menimbulkan ketidakenakan bagi yang bersangkutan.
1. Tujuan Konseling
Tujuan konseling berdasarkan pandangan Erikson adalah memfungsikan ego klien yang
sebelumnya tidak berfungsi dengan penuh. Selain itu tujuan konseling itu adalah melakukan
perubahan pada diri klien sehingga terbentuk Coping Behavior yang dikehendaki dan dapat
terbina dan agar ego klien itu dapat lebih kuat (ego integrety)
2. Proses Konseling
Agar konseling ego dapat diselenggarakan dengan efektif, maka ada beberapa aturan
dalam konseling ego, yaitu :
a) Proses konseling harus bertitik tolak dari proses kesadaran karena dalam suasana sadar
itulah fungsi kognitif dapat dilakukan, dalam keadaan sadar, fungsi kognitif ego itu tidak
dapat jalan sebagaimana yang diharapkan.
b) Proses konseling hendaklah bertitik tolak dari azas kekinian atau tingkah laku sekarang dan
tidak membahas nostalgia masa lampau.
c) Proses konseling lebih ditekankan pada pembahasan secara rasional, aspek kognitif dan
dimensi kognitif yang ada hubungannya dengan bagaimana individu berfikir tentang dasar-
dasar tingkah lakunya.
d) Konselor hendaklah menciptakan suasana hangat dab spontan, baik dalam penerimaan
klien mauoun dalam proses konseling.
e) Konseling harus dilakukan secara profesional dan dilakukan oleh konselor-konselor yang
sudah terlatih.
E. Teknik Konseling
1. Konselor perlu membina hubungan yang akrab dengan kliennya, sehingga dapat muncul
kepercayaan pada diri klien terhadap konselornya.
2. Usaha yang dilakukan konselor harus dipusatkan pada masalah yang dikeluhkan oleh klien,
khususnya pada masalah yang ternyata di dalamnya tampak kekuatan egonya melemah .
3. Pembahasan itu dipusatkan pada aspek kognitif, tetapi hal yang mempunyai kaitan
langsung dengam perasaan juga disinggung.
4. Mengembangkan situasi “ambiguitas” (keadaan bebas dan boleh kemana saja dan tidak
dibatasi, tidak dihalangi, tidak dihambat-hambat). Untuk terbinanya suasana ambiguitas itu
ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu :
5. Pada saat klien melakukan trabference, maka konselor hendaklah melakukan kontar
tranference. Maksudnya konselor mengendalikan diri terhadap kesan-kesan pada klien.
· Perincian dari masalah yang sedang dialami klien saat diselenggarakan konseling itu
· Sebab-sebab timbulnya masalah tersebut, bisa juga titik api yang menjadikan masalah
tersebut menyebar saat ini
· Letaknya masalah itu dimana, apakah pada kebiasaan klien, sikapnya atau pada cara
tingkah laku yang dilakukan pada saat itu
· Kekuatan dan kelemahan masing-masing orang yang bermasalah, misalnya apa yang
dimilikinya baik yang sifatnya tidak dimilikinya.
· Berdasarkan dignosis dan gagasan tersebut langsung diberikan upaya pengubahan tingkah
laku
· Membangun identitas ego klien, serta memperluas dan memperkuat berfungsinya sistem
ego
· Konseling ego tidak hanya mementingkan permasalahan yang terjadi pada masa balita
saja, tetapi juga masa setelah itu.
· Dapat membangun dan membentuk tingkah laku yang tepat suai dengan menekankan
adanya kekuatan ego (ego strengh)
· Memperkuat tiga fungsi ego, yaitu fungsi dorongan ekonomis, fungsi kognitif dan fungsi
pengawasan
· Konselor hanya menggunakan tekhnik konseling biasa karena tidak ada tekhnik khusus
yang bisa diterapkan untuk menggali masalah klien
· Lebih memusatkan pada ciri individu yang normal dan sadar, daripada mengungkapkan
motif tidak disadari
· Apabila individu tertekan oleh keadaan yang menimpanya dan ego kehilangan kontrol,
maka kontrol terhadap tingkah laku beralih dari kesadaran ke ketidaksadaran sehingga
beralih dari ego ke id.