Teori ini dipelopori oleh pandangan Frederick Thorn. Istilah Konseling Eklektik (Eclectic Counseling) menunjuk pada suatu sistematika dalam konseling yang berpegang pada pandangan teoretis dan pendekatan (approach), yang merupakan perpaduan dan berbagai unsur yang diambil atau dipilih dari beberapa konsepsi serta pendekatan. Konseling Eklektik merupakan suatu model pendekatan konseling yang dilakukan dengan cara menggabungkan berbagain teori atau metode ke dalam suatu program perlakuan. 2. Munculnya Konseling Eklektik Konseling Eklektik muncul karena adanya pengakuan dari para ahli bahwa tidak ada satu teori tunggal yang cukup komprehensif untuk menjelaskan perilaku manusia yang kompleks, termasuk kesulitan atau problema perilaku konseli. Karena tidak ada satu teori yang memiliki kebenaran mutlak, dan karena tidak ada satu metode konseling yang selalu efektif untuk menangani berbagai macam masalah dan konseli, maka para ahli mengembangkan pendekatan eklektik. 3. Asumsi Konseling Eklektik Eklektik memiliki sejumlah asumsi dasar yang berkaitan dengan proses konseling, asumsi dasar itu adalah: a. Tidak ada sebuah teori yang dapat menjelaskan seluruh situasi klien, b. Pertimbangan professional atau pribadi konselor adalah faktor penting akan keberhasilan konseling pada bebagai tahap proses konseling Menurut Gilliland dkk (1984) asumsi-asumsi di atas ditunjang oleh kenyataan berikut: a. Tidak ada dua klien atau situasi klien yang sama. b. Setiap klien dan konselor adalah pribadi yang berubah dan berkembang. Tidak ada pribadi atau situasi konseling yang sangat statis. c. Konselor yang efektif menunjukkan fleksibilitas dalam perbendaharaan aktivitas, berada pada kontinum dari non direktif ke direktif. d. Klien adalah pihak yang paling tahu dengan problemnya. e. Konselor menggunakan keseluruhan sumber professional dan personal yang tersedia dalam situasi pemberian bantuan (konseling). f. Konselor dan proses konseling dapat salh dan dapat tidak mampu untuk melihat secara jelas atau cepat berhasil dalam setiap konseling atau situasi klien. g. Kompetensi konselor menyadari kualifikasi professional setiap personal dan kekurangan-kekurangannya., dan kompetensi itu juga bertanggung jawab untuk menjamin bahwa proses konseling secara etis tertangani dan dalam keadaan yang sangat diminati klien dan masyarakat. h. Kepuasan klien lebih diutamakan diatas pemenuhan kebutuhan konselor. i. Banyak perbedaan pendekatan yang strategis berguna bagi konseptualisasi dan pemecahan setiap masalah. Mungkin ini bukan pendekatan atau strategi terbaik. j. Banyak masalah yang kelihatan sebuah dilema yang tidak dapat dipecahkan dan selalu ada bebagai alternatifnya. Untuk beberapa alternative itu adalah terbaik bagi klientertentu dan tidak bagi klien yang lain. k. Secara umum, efektifitas konseling adalah proses yang dikerjakan “dengan” atau “untuk” klien. 4. Tujuan Konseling Tujuan konseling menurut eklektik adalah membantu klien mengembangkan integritasnya pada level tertinggi, yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas yang memuaskan. Untuk mencapai tujuan yang ideal ini maka klien perlu dibantu untuk menyadari sepenuhnya situasi masalahnya, mengajarkan klien secara sadar dan intensif mamiliki latihan pengendalian di atas masalah tingkah laku. Eklektik berfokus pada tingkah laku, tujuan, masalah, dan sebagainya. Konselor dalam mencapai tujuan ini dapat berperan secara bervariasi, misalnya sebagai konselor, psikiater, guru, konsultan, fasilitator, mentor, advisor, atau pelatih. 5. Pendekatan Dengan Teori Eklektik Pandangan ini juga disebut dengan sebagai Eklektisme yaitu pandangan yang berusaha menyelidiki berbagai sistem metode, teori atau doktrin, yang dimaksudkan untuk memahami dan bagaimana menerapkannya dalam situasi yang tepat. Dalam pandangan ini digunakan bebagai teori dalam pendekatannya. Hal in dilakukan karena tidak ada suatu teori yang sahih. Setiap teori mempunyai kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Suatu teori dapat diterapkan dalam satu kasus tetapi tidak dapat digunakan dalam kasus lain, hal inilah yang menyebakan digunakannya bebagai teori dalam pendekatannya. 6. Strategi Konseling a. Hubungan konselor dank klien Konseling eklektik memandang penting adanya hubungan positif antara konselor dengan klien. Hubungan unu tergantung pada: - Iklim konseling - Keterampilan hubungan - Komunikasi verbal dan non verbal - Kemampuan mendengarkan. b. Interview Eklektik memandang interviu sebagai strategi untuk membangun atau menciptakan struktur hubungan. Awal interviu merupakan tahap untuk membuka, dan menciptakan hubungan kepercayaan. Dengan interviu ini akan dapat mengidentifikasi dan menjelaskan peran dan tanggung jawab konselor dank klien, mengidentifikasi alas an klien dating ke konselor membangun kepercayaan dan hubungan, memahami tata karma, mekanisme, harapan dan keterbatasan hubungan konseling. c. Asesmen Asesmen berguna untuk mengidentifikasi alternatif dan mengembangkan alternatif itu secara realistik, merencanakan tindakan dan membantu klien meningkatkan potensinya. Asesmen sebaiknya diperoleh dengan metode yang komprehensif, sistematis dan memperhitungkan fleksibelitas. Asesmen dapat dilakukan dengan tes terstandar, pelaporan diri, obsevasi dan sebagainya, tergantung pada situasi dan kebutuhannya. d. Perubahan ide Eklektik memandang bahwa alternative pemecahan dilaksankan dengan sangat fleksibel. Jika alternatef yang semula tidak efektif, maka pemegahan masalah dapat diganti dengan cara-cara lain yang lebih efektif. 7. Tahapan Konseling Dalam pelaksanaan konseling eklektik tidak ada suatu tahapan yang spesifik. Untuk tahapan-tahapan konseling Carkhuff mengemukakan adan enam tahapan konseling eklektik. Enam tahapan tersebut adalah: a. Tahapan eksplorasi Ini adalah tahap awal dari proses konseling. Pada tahap ini konselor di harapkan untuk membangun suatu hubungan yang baik dengan konselor. Hal ini diperlukan karena dengan hubungan yang baik konselor dapat mencari informasi tetnang permasalahan yang dihadapi klien sebanyak-banyaknya. b. Tahapan perumusan masalah Bersama klien, konselor membuat rumusan dan membuat kesepakatan bersama tentang masalah apa yang dihadapi oleh klien. Jika rumusan tidak disepakati maka kembali ke tahap pertama. c. Tahap identifikasi masalah Pada tahap ini konselor dan klien bersama mengidentifikasi masalah dan alternatif masalah dari hasil perumusan masalah. Aternatif yang yang diidentifikasi adalah alternatif yang tepat dan realistik. Konselor tidak boleh menentukan alternatif mana yang akan digunakan, akan tetapi semua keputusan tetang penggunaan alternatif pemecahan masalah berada di tangan klien. Konselor hanya membantu dalam menyusun daftar alternatif. d. Tahap perencanaan Jika klien telah menentukan alternatif pemecahan masalah. Kemudian klien bersama konselor membuat rencana tindakan. Rencana tersebut antara lain tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana caranya, kapan waktunya, dsb. Syarat rencana yang baik antara lain - Realistik - Bertahap - Mempunyai tujuan yang jelas - Dapat dipahami klien e. Tahap tindakan atau komitmen Pada tahap selanjutnya hasil petencanaan kemudian dilaksanakan. Disini klien harus melakukan rencana yang telah disusun. Pelaksanaan ini harus dilakukan karena proses konseling akan sia-sia jika perencananan yang telah disusun sedemikian rupa tidak dilaksanakan. f. Tahap penilaian dan umpan balik Konselor dan klien perlu mendapatkan umpan balik dan penilaian tentang keberhasilanya. Jika dirasa gagal maka perlu adannya tinjauan atau perencanaan ulang dalam memberi tindakan terhadap masalah yang dihadapi klien. Sehingga dapat dicari siatu tindakan yang paling tepat untuk menghadapi masalah yanmg dihadapi oleh klien. B. KONSELING PANCAWASKITA
Konseling Pancawaskita dipelopori oleh Prayitno. Konseling
Pancawaskita (KOPASTA) merupakan salah satu bentuk pendekatan dalam konseling dengan memadukan teori konseling (eklektik). KOPASTA menitik beratkan pada wawasan “Pancawaskita”. Adapun beberapa konsep mengenai KOPASTA, yaitu: 1. Gatra, Hakikat dan Martabat Manusia, dan Dinamika Kehidupan a. Gatra Dalam dimensi makro pelayanan konseling berada di dalam konsep yang saya sebut sebagai gatra. Secara kesemestaan gatra adalah suatu benda atau sesuatu yang dibendakan dalam kondisi penuh makna atau arti.Dalam kondisi demikian itu gatra mengandung dua dimensi, yaitu dimensi ADD (arti dari dalam) dan dimensi ADL (arti dari luar). Dimensi ADD merujuk kepada segenap kondisi, karakteristik, sifat, makna ataupun arti yang ada atau menjadi isi dari benda atau yang dibendakan itu, sedangkan dimensi ADL adalah segala kondisi pengenaan, perlakuan, pemahaman ataupun pengartian oleh manusia tentang ataupun terhadap gatra yang dimaksudkan. Dengan konsep seperti itu, keterkaitan antara ADD dan ADL dapat digambarkan sebagai berikut: ADD = ADL, kondisi yang dapat mengarah pada hal-hal yang positif ADD ≠ ADL, kondisi yang potensial dapat menimbulkan hal negatif ADL > ADD, kondisi yang mengarah pada hal-hal yang berlebihan ADL < ADD, kondisi yang mengarah pada hal-hal yang tidak optimal ADD tanpa ADL, kondisi tanpa pengertian, pengabaian, tidak peduli b. HMM HMM mengandung 3 komponen dengan lima unsurnya masing- masing, yaitu: 1) Hakikat manusia a) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa b) Diciptakan paling sempurna c) Paling tinggi derajatnya d) Khalifah di muka bumi e) Penyanadng HAM 2) Dimensi kemanusiaan a) Dimensi kefitrahan b) Dimensi keindividualan c) Dimensi kesosialan d) Dimensi kesusilaan e) Dimensi keberagamaan 3) Potensi dasar manusia (Pancadaya) a) Daya takwa b) Daya cipta c) Daya rasa d) Daya karsa e) Daya karya Kesatuan manusia yang meliputi 3 komponen dengan masing-masing 5 unsurnya itu dapat disarikan dalak konsep lime-I, yaitu: 1. Iman dan takwa 2. Inisitatif 3. Industrius 4. Individu 5. Interaksi c. Dinamika kehidupan Kehidupan kemanusiaan tersebut berlangsung dalam dinamika yang mengarah sebagaimana yang dikehendaki oleh Sang Maha Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa, kepada kedamaian, kesejahteraan, kebahagiaan, kejayaan dan maju, dengan posisi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Kehidupan demikian itu terselenggara melalui dinamika BMB3, yaitu: 1) Berpikir 2) Merasa 3) Bersikap 4) Bertindak 5) Bertanggungjawab 2. Perkembangan Individu, Permasalahan, dan Konseling a. Perkembangan individu Menurut Prayitno, individu pada dasarnya berkiprah dalam: 1) Lirahid (Lima Ranah Kehidupan) a) Jasmaniah – rohaniah b) Individual – sosial c) Material – spiritual d) Local – global e) Dunia – akhirat 2) Likuladu (Lima Kekuatan di Luar Individu) a) Gizi b) Pendidikan c) Adat dan Budaya d) Sikap dan perlakuan orang lain e) Kondisi insidental 3) Masidu (Lima Kondisi Kehidupan Individu) a) Rasa aman b) Kompetensi c) Aspirasi d) Semangat e) Pemanfaatan kesempatan yang ada b. Permasalahan 1) KES (Kehidupan Efektif Sehari-hari) KES dalam hal ini memiliki acuan pada BMB3, yaitu sebagai berikut: a) Berpikir, secara obyektif – defenitif, logis – sistematis, dinamis – teknologis, kritis – evaluative, dan kreatif – inovatif b) Merasa, secara lembut, kasih sayang, tenggang rasa, etis dan ikhlas. c) Bersikap, secara positif, konstruktif, berprakarsa, mandiri, dan mengendalikan diri d) Bertindak, dengan tujuan/sasaran, kompetensi, waktu/tempat/suasana, bentuk/isi kegiatan, dan produktivitas yang positif, tepat dan tinggi e) Bertanggungjawab, kepada diri sendiri, lingkungan, atasan, ilmu/profesi, dan Tuhan Yang Maha Esa. Konteks KES dengan BMB3 positif itu ditunjang oleh MASIDU yang tepat dan tinggi. 2) KES-T (Kehidupan Efektif Sehari-hari Terganggu) Kondisi KES-T terkait dengan kualitas pengembangan pancadaya, likuladu, dan masidu yang terganggu, yaitu sebagai berikut: a) Ketaqwaan yang terputus b) Daya cipta yang lemah c) Daya rasa yang tumpul d) Daya karsa yang mandeg e) Daya karya yang mandul f) Gizi yang rendah g) Pendidikan yang macet h) Sikap dan perlakuan yang menolak dan kasar i) Budaya yang terbelakang j) Kondisi insidental yang merugikan k) Rasa aman yang terancam l) Kompetensi yang mentok m) Aspirasi yang terkungkung n) Semangat yang layu o) Kesempatan yang terbuang c. Pelayanan Konseling 1) Proses Penggatraan Konseling adalah proses penggatraan, yaitu terbangunnya gatra baru yang positif pada diri klien, dengan langkah sebagai berikut: a) Konselor memandang gatra klien sebagai sisi yang penuh arti b) Mengkaji dan mengungkapkan ADD sehingga klien menyadarinya, selanjutnya konselor memberikan ADL yang positif c) Memberikan makna yang tepat dan positif KSA (Keberadaan yang Sedang Ada) dan mengantisipasi KMAnya (Keberadaan yang Mungkin Ada) d) Penampilan KSA baru e) Menggunakan sejumlah pendekatan dan teknik konseling yang relevan 2) Pelayanan Pembebasan Individu yang mengalami masalah atau KES-T sesungguhnyalah sedang berada dalam kondisi terkungkung, atau ibaratnya terpenjara atau bahkan terjajah oleh kezaliman tertentu.Individu tersebut perlu dibebaskan dari keterjajahannya itu. Untuk hal yang demikian pada diri individu perlu dibangun kekuatan pribadi melalui pengembangan pancadaya yang terpekspresikan dalam dinamika BMB3, sehingga ia mampu memproklamasikan kemerdekaan dirinya dari berbagai unsur penjajah. Pelayanan konseling yang mengembangkan KES dan menangani KES-T pada dasarnya terarah pada kemandirian dan pengembangan diri serta kemampuan pengendalian diri sasaran layanan 3) Tahap Konseling Adapun tahapan konseling dalam pancawaskita, yaitu: a. Pengantaran (introduction) b. Penjajakan (investigation) c. Penafsiran (interpretation) d. Pembinaan (intervention) e. Penilaian/pengembangan (inspection) SOAL-SOAL
1. Istilah konseling eklektik dikemukakan oleh…..
a. Sigmund Freud b. Frederick Thorn c. Frank Thorn d. Thorndike Jawab: B 2. Konseling pancawaskita dipelopori oleh…. a. Singgih D. Gunarsa b. Prayitno c. W. S. Winkel d. E.A. Munro Jawab: B 3. Yang termasuk dalam BMB3 adalah, kecuali….. a. Berpikir c. Bertanggungjawab b. Bertindak d. Berbuat Jawab: D 4. Yang bukan termasuk ke dalam pancadaya adalah…. a. Tangkap b. Karsa c. Cipta d. Takwa Jawab: A 5. Kondisi yang mengarah pada hal-hal yang berlebihan terjadi apabila….. a. ADD = ADL b. ADD ≠ ADL c. ADL > ADD d. ADL < ADD Jawab: KEPUSTAKAAN
Admin. 2012. Konseling Pancawaskita (online). dalam http://bk-
fkip.umk.ac.id/2012/09/konseling-pancawaskita.html. diakses pada tanggal 17 Mei 2015.
Kiki. 2009. Konseling Eklektik (online). dalam
http://bimbingankonsling.blogspot.com/2009/12/teori-konseling- eklektik.html. diakses pada tanggal 17 Mei 2015.
Prayitno. 1998. Konseling Panca Waskita. Padang: BK FIP IKIP Padang.
TUGAS XV MODEL-MODEL KONSELING
TENTANG KONSELING EKLEKTIK DAN PANCAWASKITA
OLEH
AHMAD BUNAYYA IRSANDEF
1204848
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2015