PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam model konseling Ego yang dikemukan oleh Erikson ini dikenal satu
istilah yang sangat menonjol yaitu “ego strength” yang artinya kekuatan Ego. Pada
dasarnya kegiatan konseling adalah usaha memperkuat “ego strength”. Dengan
demikian orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki Ego yang lemah.
Misalnya orang yang penakut, rendah diri, banyak lemah, tidak bisa mengambil
keputusan termasuk orang yang memiliki Ego lemah. Dikatakan demikian adalah
karena orang yang keadaannya seperti itu tidak dapat memfungsikan egonya secara
penuh, baik untuk menggerakkan dirinya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya
maupun untuk meraih keinginan-keinginannya.
1
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari konseling ego?
b. Apakah biografi Erikson?
c. Apa yang dimaksud teori kepribadian dalam konseling ego?
d. Bagaimanakah tahap perkembangan kepribadian dalam konseling ego?
e. Bagaimanakah proses perkembangan kepribadian dalam konseling ego?
f. Apa saja yang dimaksud dengan fungsi konseling ego?
g. Bagaimanakah perkembangan tingkah laku salah suai?
h. Apakah tujuan dari konseling dan proses konseling?
i. Bagaimanakah bentuk teknik konseling dalam konseling ego?
j. Apakah kelebihan dan kelemahan konseling ego?
k. Apakah langkah-langkah dari konseling ego?
C. Tujuan
a. Mengetahui pengertian konseling ego
b. Mengetahui biografi Erikson
c. Mengetahui teori kepribadian dalam konseling ego
d. Mengetahui tahap perkembangan kepribadian dan konseling ego
e. Mengetahui proses perkembangan kepribadian dalam konseling ego
f. Mengetahui fungsi konseling ego
g. Mengetahui perkembangan tingkah laku salah suai
h. Mengetahui tujuan dari konseling dan proses konseling
i. Mengetahui bentuk teknik konseling dalam konseling ego
j. Mengetahui kelebihan dan kelemahan konseling ego
k. Mengetahui langkah-langkah dari konseling ego
2
BAB II
PEMBAHASAN
Konseling ego dipopulerkan oleh Erikson. Konseling ego memiliki ciri khas
yang lebih menekankan pada fungsi ego. Kegiatan konseling yang dilakukan pada
umumnya bertujuan untuk memperkuat ego strength, yang berarti melatih kekuatan
ego klien. Seringkali orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang
lemah. Misalnya, orang yang rendah diri, dan tidak bisa mengambil keputusan secara
tepat dikarenakan ia tidak mampu memfungsikan egonya secara penuh, baik untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, meraih keinginannya. Perbedaan ego menurut Freud
dengan ego menurut Erikson adalah: menurut Freud ego tumbuh dari id, sedangkan
menurut Erikson ego tumbuh sendiri yang menjadi kepribadian seseorang.
B. Biografi Erikson
3
Sejak Karla Abrahamsen resmi menikah dengan pialang saham Yahudi
Waldemar Isidor Salomonsen pada saat itu, putranya, lahir di Jerman, terdaftar
sebagai Erik Salomonsen. Tidak ada informasi lebih lanjut tentang ayah kandungnya,
kecuali bahwa dia adalah seorang Dane dan namanya mungkin diberikan adalah Erik.
Hal ini juga menyarankan agar dia menikah pada saat yang mengandung Erikson.
Setelah kelahiran anaknya, Sheila dilatih untuk menjadi seorang perawat, pindah ke
Karlsruhe dan pada tahun 1904 menikah dengan seorang Yahudi dokter anak Theodor
Homburger. Pada tahun 1909 Erik Erik Salomonsen menjadi Homburger dan pada
1911 ia secara resmi diadopsi oleh ayah tirinya.
Setelah lulus dari Erikson Institute di Wina psikoanalitis 1933, Nazi baru saja
berkuasa di Jerman dan ia berhijrah bersama istrinya, pertama ke Denmark lalu ke
Amerika Serikat, di mana ia menjadi psikoanalis anak pertama di Boston. Erikson
memegang posisi di Massachusetts General Hospital, Hakim Bimbingan Baker
Center dan di Harvard Medical School dan Psikologis Klinik, membangun reputasi
sebagai dokter. Pada tahun 1936, Erikson menerima posisi di Yale University,
4
bekerja di Institute of Human Relations dan mengajar di Sekolah Kedokteran. Setelah
setahun mengamati anak-anak Sioux di Dakota Selatan, ia bergabung dengan staf
pengajar University of California di Berkeley, berafiliasi dengan Institut
Kesejahteraan Anak, dan membuka praktik. Di California, Erikson belajar anak suku
asli Yurok Amerika.
Setelah penerbitan buku yang terkenal Erikson, Anak dan Masyarakat, pada
1950, ia meninggalkan University of California ketika profesor ada diminta untuk
tanda-tangani sumpah loyalitas. Ia menghabiskan sepuluh tahun bekerja dan mengajar
di Pusat Riggs Austen., fasilitas perawatan psikiatri terkemuka di Stockbridge,
Massachusetts, dimana ia bekerja dengan orang-orang muda emosional bermasalah.
Pada tahun 1960, Erikson kembali ke Harvard sebagai profesor pembangunan
manusia dan tetap di universitas hingga pensiun pada tahun 1970. Erikson juga
dikreditkan dengan menjadi salah satu pencetus psikologi Ego, yang menekankan
peran ego sebagai lebih dari seorang hamba id.
Erik Erikson percaya bahwa setiap manusia berjalan melalui sejumlah tahap
untuk mencapai pembangunan penuhnya, berteori delapan tahap, bahwa manusia
melewati dari lahir sampai mati. (Anak dan Masyarakat-Erik Erikson) Erikson
menguraikan tahap genital Freud menjadi remaja dan menambahkan tiga tahap
5
dewasa. Janda Joan Serson Erikson menguraikan pada model sebelum kematiannya,
menambahkan tahap kesembilan (umur tua) itu, dengan mempertimbangkan harapan
hidup meningkat di budaya Barat. Erikson adalah Neo-Freudian, digambarkan
sebagai seorang psikolog ego mempelajari tahap pembangunan yang mencakup
seluruh siklus hidup. Setiap tahap Erikson pengembangan psikososial ditandai oleh
konflik, untuk yang resolusi sukses akan menghasilkan hasil yang menguntungkan,
misalnya, kepercayaan vs ketidakpercayaan dan oleh sebuah peristiwa penting,
konflik ini terselesaikan sendiri.
Favourable hasil dari setiap tahap kadang dikenal sebagai "kebajikan", istilah
yang digunakan, dalam konteks kerja Eriksonian, sebagaimana diterapkan untuk obat-
obatan yang berarti "potensi." Misalnya kebajikan yang akan muncul dari resolusi
yang berhasil. Anehnya dan kontra-intuitif, penelitian Erikson menyarankan setiap
individu harus belajar cara memegang kedua ekstrim setiap tantangan hidup tahap
tertentu dalam ketegangan satu sama lain, tidak menolak salah satu ujung ketegangan
atau yang lain. Hanya ketika kedua ekstrem dalam tahap tantangan hidup dipahami
dan diterima sebagai keduanya diperlukan dan berguna, didapat kebajikan yang
optimal. Jadi, 'kepercayaan' dan 'salah kepercayaan' itu harus dipahami dan diterima,
agar harapan realistis 'untuk muncul sebagai solusi yang layak pada tahap pertama.
Demikian pula, 'integritas' dan 'putus asa' itu harus dipahami dan berpelukan, agar
hikmat ditindak-lanjuti ' sebagai solusi yang layak pada tahap terakhir.
6
bahwa menunjukkan bahwa mereka paling siap untuk menyelesaikan krisis dewasa
awal adalah mereka yang paling berhasil menyelesaikan krisis remaja.
C. Teori Kepribadian
Menurut teori ini manusia tidaklah didorong oleh energi dari dalam,
melainkan untuk merespon rangsangan yang berbeda-beda, misalnya indvidu dalam
kehidupannya perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Menurut Erikson egolah
yang mengembangkan segala sesuatunya. Misalnya kemampuan individu, keadaan
dirinya, hubungan sosialnya dan penyaluran minatnya. Seorang individu haruslah
memiliki ego yang sehat dan kuat guna merespon kondisi lingkungan sebagai salah
satu proses beradaptasi.
7
kesalahannya itu. Jika orangtua terlalu berbuat banyak untuk kepentingan anak, hal
ini dapat menghambat otonomi dan merusak kemampuan mereka untuk menghadapi
dunia secara berhasil. Sikap orangtua yang cenderung melarang, memarahi, dan
menyesali perbuatan anaknya akan menumbuhkembangkan perasaan ragu-ragu dan
malu baik pada masa sekarang maupun pada tahap perkembangan selanjutnya.
8
e. Masa puber dan remaja (12-20 tahun)
9
mencapai kematangan yang sempurna baik secara sosial, ekonomi, emosi dan
intelektual.
10
1. Individu belajar membedakan suatu objek dengan objek yang lainnya.
2. Individu harus bisa melibatkan diri dengan lingkungan yang spesial yang
makin lama makin meluas dan makin mendalam.
3. Proses sosialisasi, maksudnya adalah berhubungan dengan orang lain, dengan
adanya hubungan dengan orang lain individu dapat menyesuaikan diri dengan
keadaan yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya.
4. Perkembangan kepribadian yang baik apabila kepribadian itu mengarah
kepada pembentukan “coping behavior”. Coping behavior adalah
kemampuan atau tingkah laku individu yang dapat menangani suatu masalah
secara tepat dan hasilnya baik. Agar coping behavior berdaya guna, harus
memiliki dua ciri sebagai berikut:
5. Coping behavior merupakan pola-pola tingkah laku yang tertata dengan baik
melalui beberapa tahapan yang benar, terstruktur dan bermakna. Contohnya
apabila seorang mahasiswa membutuhkan sebuah buku dan hanya satu di
perpustakaan, dia meminjam untuk difoto copy terlebih dahulu atau mencatat
hal yang penting dari buku tersebut.
6. Tingkah laku yang mengandung coping behavior dilakukan secara sadar dan
impulsif.
Coping behavior merupakan konsep yang pokok dalam konego dan salah satu
tujuan dari konego adalah pembentukan coping behavior pada diri klien. Sedangkan
yang menjadi tujuan akhir perkembangan kepribadian adalah terbentuknya coping
behavior secara otomatis.
F. Fungsi Ego
Fungsi ego dalam diri individu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
11
diterima lingkungan, berguna dan menguntungkan baik bagi diri individu
sendiri maupun orang lain di lingkungannya.
b. Fungsi kognitif; berfungsinya ego pada diri individu untuk menerima
rangsangan dari luar kemudian menyimpannya dan setelah itu dapat
mempergunakannya unuk keperluan coping behavior. Dalam hal ini individu
mempergunakan kemampuan kognitifnya dengan disertai oleh pertimbangan-
pertimbangan akal dan menalar.
c. Fungsi pengawasan; disebut juga dengan fungsi kontrol, maksudnya tinglah
laku yang dimunculkan individu merupakan tingkah laku yang berpola dan
sesuai dengan aturan. Secara khusus fungsi ego ini mengontrol perasaan dan
emosi terhadap tingkah laku yang dimunculkan.
Munculnya tingkah laku salah suai pada diri seseorang disebabkan oleh tiga
faktor, yaitu:
12
H. Tujuan dan Proses Konseling Ego
1. Tujuan Konseling Ego
13
c. Pembahasan itu dipusatkan pada aspek-aspek kognitif dan aspek lain yang
terkait dengannya.
d. Mengembangkan situasi ambiguitas (keadaan bebas dan tak terbatas) yang
dapat dibina dengan:
e. Konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memunculkan perasaan
yang ada dalam dirinya.
f. Klien diperkenankan mengemukakan kondisi diri yang mungkin berbeda
dengan orang lain.
g. Konselor menyediakan fasilitas yang memungkinkan terjadinya transference
melalui proyeksi. Pribadi yang transference adalah pribadi yang mengizinkan
orang lain melihat pribadinya sedangkan proyeksi adalah mengemukakan
sesuatu yang sebetulnya ada pada diri sendiri.
h. Pada saat klien transference, konselor hendaknya melakukan kontra
transference.
i. Konselor hendaknya melakukan diagnosis dengan dimensi-dimensinya, yaitu:
j. Perincian dari masalah yang sedang dialami klien saat diselenggarakan
konseling itu.
k. Sebab-sebab timbulnya masalah tersebut, bisa juga titik api yang
menyebabkan masalah tersebut menyebar.
l. Menentukan letak masalah, apakah pada kebiasaan klien, cara bersikap atau
cara merespon lingkungan.
m. Kekuatan dan kelemahan masing-masing orang yang bermasalah.
n. Membangun fungsi ego yang baru dengan cara:
o. Dengan mengemukakan gagasan baru
p. Berdasarkan diagnosis dan gagasan tersebut diberikan upaya pengubahan
tingkah laku
q. Pembuatan kontrak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang telah diputuskan
dalam konseling.
14
J. Kelebihan dan Kelemahan Konseling Ego
1. Kelemahan
a. Susah untuk mengetahui bagaimana ego yang ditimbulkan oleh klien
karena individu merasa bahwa tidak akurat dan tidak harus di
temukan.
b. Konselor tidak mampu atau susah mengetahuinya karena dalam
konego ini di lihat dari reaksi yang di timbulkan.
2. Kelebihan
a. Bisa membuat individu berkembang dan kekuatan dirinya melalui ego
b. Membuat anak dalam berkomunikasi dan dapat bernilai tingkah
lakunya berdasarkan reaksi dari orang lain.
c. Membiasakan individu berkembang terus melalui proses hubungan
dirinya dengan dunia luar.
15
16
BAB II
PEMBAHASAN
Ciri baru dari model konseling Ego adalah lebih menekankan pada fungsi ego.
Dalam model konseling Ego dikenal satu istilah yang sangat menonjol yaitu “ego
strength“ tang artinya kekuatan ego. Pada dasarnya kegiatan konseling adalah
usaha memperkuat “Ego Strength”. Dengan demikian orang yang bermasalah
adalah orang yang memiliki ego yang lemah. Pada umumnya masalah-masalah
yang dialami individu diwarnai oleh kuat dan lemahnya ego tersebut.
Erickson tidak sependapat dengan Freud tentang hakekat manusia, dan dia
beranggapan bahwa manusia tidaklah dijadikan sesederhana binatang yang
hanya bertingkah laku berdasarkan pada instink atau semata-mata memenuhi
kebutuhanya ( Freud cenderung melihat bahwa dasarnya tingkah laku manusia
itu adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan Id nya).
Manusia tidaklah didorong oleh energy dari dalam, tetapi manusia itu lahir ke
dunia untuk merespon perangsang-perangsang yang berbeda-beda. Disini
terlihat beda pendapatnya dengan Sigmund Freud yang lebih menekankan
peranan Id dalam kehidupan, sedangkan konseling Ego lebih menekankan
peranan ego dalam kehidupan seseorang.
17
Menurut Calvin S Hall & Gander Lindzey (1978), Erickson merumuskan cirri-ciri
perkembangan kepribadian atas dua bagian yaitu perkembangan kepribadian
yang sehat dan perkembangan kepribadian yang gagal pada setiap tahap.
Pada tahap ini perkembangan yang sukses ditandai dengan sikap percaya.
Sikap ini dianutnya, apabila anak memperoleh kasih sayang yang cukup dari
orang tuanya dan kebutuhanya terpenuhi dengan baik. Pada diri anak akan
tertanam rasa percaya pada dunia, sebaliknya apabila pada masa ii anak sering
diterlantarkan dan dikasari, maka pada dirinya akan berkembang sikap tidak
percaya khususnya pada orang lain..
Pada tahap ini, Perkembangan kepribadian yang sukses ditandai oleh adanya
inisiatif. Sedangkan perkembangan yang gagal ditandai dengan adanya
perasaan bersalah. Menurut Erickson, tugas pokok dari individu pada masa ini
adalah membentuk rasa memiliki kemampuan dan inisiatif. Sikap yang sebaiknya
diambil oleh orang tua pendidik lainnya adalah selalu member kesempatan pada
anak untuk beraktualisasi diri dengan berbagai percobaan yang ingin mereka
lakukan.
18
Perkembangan yang sukses pada masa ini ditandai dengan “menghasilkan”,
sedangkan yang gagal akan menjadi merasa rendah diri. Dapat dilihat bahwa
anak SD sedikit demi sedikit sudah dapat diberi kewajiban misalnya menyapu,
mengerjakan PR sekolah, membersihkan sepatu sendiri.
Ciri dari perkembangan kepribadian yang sukses pada masa ini ditandai oleh
adanya keintiman, sedangkan perkembangan yang gagal ditandai oleh isolasi.
Intim maksudnya adalah sudah memiliki kemampuan yang baik untuk akrab
dengan orang lain dan tidak suka menyendiri.
Perkembangan yang sukses ditandai oleh adanya “intergrity” atau terpadu dan
perkembangan yang gagal ditandai dengan “despair” atau keputusasaan.
19
c) Perkembangan bahasa juga menambah keterampilan individu untuk
membedakan suatu objek dalam lingkungan dengan bahasa individu mampu
berkomunikasi dengan orang lain.
b) Individu harus bisa melibatkan diri dengan lingkungan yang spesial yang
makin lama makin meluas dan makin mendalam.
ü Coping behavior merupakan pola-pola tingkah laku yang tertata dengan baik
melalui beberapa tahapan yang benar, terstruktur dan bermakna. Contohnya
apabila seorang mahasiswa membutuhkan sebuah buku dan hanya satu di
perpustakaan, dia meminjam untuk difoto copy terlebih dahulu atau mencatat hal
yang penting dari buku tersebut.
ü Coping behavior merupakan konsep yang pokok dalam konego dan salah satu
tujuan dari konego adalah pembentukan coping behavior pada diri klien.
Sedangkan yang menjadi tujuan akhir perkembangan kepribadian adalah
terbentuknya coping behavior secara otomatis.
3. Fungsi Ego
Dibandingkan dengan teori psikoanalisis klasik, disini fungsi ego lebih positif,
yaitu berhubungan dengan lingkungan melalui cara-cara rasional dan sadar.
20
Tiga kategori fungsi ego, yaitu sebagai berikut :
Kemampuan ego untuk menganalisis dan berpikir logis mengatasi perasaan ini
merupakan kemampuan ego yang bebas dari pengaruh Id.
Fungsi ego kognitif maksudnya adalah berfungsinya ego pada diri individu untuk
menerima rangsangan dari luar kemudian menyimpannya dan setelah itu dapat
mempergunakannya untuk sesuatu keperluan coping behafior. Individu yang
memiliki fungsi kognitifnya dalam bertingkah laku selalu menggunakan aspek
pikiran, dan selalu diiringi dengan kemampuan mengingat dan memutuskan.
Sebaliknya apabila tidak berfungsi aspek kognitif ego ini maka tingkah laku
individu nampak agak sembrono, implus dan kekanak-kanakan.
Fungsi pengawasan disebut disebut juga dengan fungsi control, maksudnya ego
tidak membiarkan tingkah laku seseorang itu sembarangan atau acak tetapi
tingkah laku yang dilahirkan itu hendaknya merupakan tingkah laku yang berpola
dan menurut aturan tertentu. Secara khusus fungsi ego yang mengontrol ini
termasuk juga mengontrol perasaan dan emosi terhadap tingkah laku yang
dimunculkan. Tingkah laku yang baik adalah penampilan tingkah laku tersebut
tidak begitu juga saja dicakari oleh emosi, dan sebagai sifat kerasionalanya
tingkah laku lebih tampak. Ciri fungsi control ini adalah individu yang bertingkah
laku tanpa diganggu oleh emosinya, orang yang paling tidak ada kontrolnya
adalah “Manic Depressive”
21
C. Perkembangan Tingkah Laku Salah Suai (TLSS)
Erikson merumuskan munculnya tingkah laku salah suai pada diri seseorang
disebabkan oleh tiga faktor, yaitu :
Contoh : seseorang yang tidak boleh bergaul dengan jenis kelamin lain yang
berbeda, dimana seseorang tersebut amat terikat dengan nilai-nilai yang kaku
(agama, adat atau kepercayaan lainnya) sedangkan pada dirinya selalu muncul
dorongan atau naluri yang mana sangat dilarang oleh lingkungannya, sehingga
apabila inidividu itu pindah pada lingkungan yang agak longgar terhadap nilia-
nilai, maka akan menimbulkan masalah pada diri individu itu setiap kali dia
dihadapkan pada situasi yang sama.
2. Apabila pola-pola coping behavior yang sudah terbina pada dirinya sekarang
tidak sesuai lagi dengan siyuasi setempat dimana dia itu berada.
Misalnya : Coping Behavior yang selama ini biasa dipakai di tempat asalnya,
digunkakan juga pada lingkungan baru, maka oleh masyarakat akan dianggap
ganjil, sehingga setipa kali dia berlaku begitu maka akan menjadi pusat
perhatian orang lain. Akhirnya individu itu menjadi salah tingkah yang tentu saja
berpengaruh pada penyesuaian dirinya.
4. Perkembangan kepribadian
Kepribadian merupakan produk dari sebagai faktor dalam waktu yang cukup
lama. Perkembangan psikososial (Erikson) Ego berkembang atas kekuatannya
sendiri, tidak tergantung pada energi id.
22
5. Pertumbuhan ego yang normal merupakan perkembangan kemampuan
komunitas pada anak, Pola dasar tingkah laku terbentuk pada masa enam tahun
pertam.
6. Fungsi ego dibandingkan dengan teori psikoanalisis klasik, disini ego lebih
positif, yaitu berhubungan dengan lingkungan melalui cara-cara rasional dan
sadar.
1. Tujuan Konseling
b) Selain itu tujuan konseling itu adalah melakukan perubahan pada diri klien
sehingga terbentuk Coping Behavior yang dikehendaki dan dapat terbina dan
agar ego klien itu dapat lebih kuat (ego integrety)
c) Keseluruhan pribadi harus diarahkan untuk merubah, kalau klien mau dibantu.
2. Proses Konseling
23
Agar konseling ego dapat diselenggarakan dengan efektif, maka ada beberapa
aturan dalam konseling ego, yaitu :
a) Proses konseling harus bertitik tolak dari proses kesadaran karena dalam
suasana sadar itulah fungsi kognitif dapat dilakukan, dalam keadaan sadar,
fungsi kognitif ego itu tidak dapat jalan sebagaimana yang diharapkan.
b) Proses konseling hendaklah bertitik tolak dari azas kekinian atau tingkah laku
sekarang dan tidak membahas nostalgia masa lampau.
E. Teknik Konseling
3. Pembahasan itu dipusatkan pada aspek kognitif, tetapi hal yang mempunyai
kaitan langsung dengan perasaan juga disinggung.
24
b) Klien diperkenankan mengemukakan kediriannya sendiri yang mungkin
berbeda dengan orang lain.
Misalnya pirbadi yang tranference adalah pribadi yang tidak miskin dan orang
lain boleh melihat pribadi yang terbuka tersebut. Sedangkan proyeksi disini
maksudnya adalah mengemukakan sesuatu yang sebetulnya ada pada diri
sendiri, tapi menyebutkan hal itu terdapat pada diri orang lain.
b) Sebab-sebab timbulnya masalah tersebut, bisa juga titik api yang menjadikan
masalah tersebut menyebar saat ini
c) Letaknya masalah itu dimana, apakah pada kebiasaan klien, sikapnya atau
pada cara tingkah laku yang dilakukan pada saat itu
1. Kelemahan
25
a) Susah untuk mengetahui bagaimana ego yang di timbulkan oleh klien karena
individu merasa bahwa egonya tidak kuat dan tidak harus di temukan
b) Konselor tidak mampu atau susah mengetahuinya karena dalam konego ini di
lihat dari reaksi yang di timbulkan.
2. Kelebihan
a) Bisa membuat individu berkembang dan kekuatan dirinya sendiri melalui ego
1. Apabila individu tertekan oleh keadaan yang menimpanya dan ego kehilangan
kontrol, maka kontrol terhadap tingkah laku beralih dari kesadaran dan
ketidaksadaran / kontrol beralih dari ego ke id.
2. Ego yang kurang kuat dapat tumbuh, karena Pada periode perkembangan
individu, yaitu sejajar dengan tahap perkembangan psikososial Erikson
disebabkan oleh :
b) Pola tingkah yang dimiliki tidak lagi cocok dengan tuntutan lingkungan (situasi)
3. Individu abnormal adalah individu yang tingkah lakunya tidak berubah dalam
menghadapi tuntutan diri sendiri atau pun lingkungan yang telah berubah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
26
Model konseling ego lebih menekankan pada fungsi ego, yaitu dengan
menonjolkan ego strength (kekuatan ego). Individu yang memiliki ego yang kuat
akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan membina hubungan
sosial yang harmonis bersama orang lain. Dalam perkembangan individu Erikson
membaginya menjadi perkembangan yang sukses dan perkembangan yang
gagal pada setiap tahap perkembangan.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Baraja , Abu Bakar. 2004. Psikologi Konseling dan Teknik Konseling. Jakarta: Studio
Pers
Gantina, Komalasari dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : PT. Indeks
27
Press
http://counselingcare.blogspot.com/2012/06/konseling-ego.html
http://muhammadamirullah14.wordpress.com/2012/02/27/teori-kepribadian-erikson-
2.html
http://konselorindonesia.blogspot.com/2013/03/31/konseling-ego-erickson-4.html
KONSELING EGO
28
menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya, perlu melakukan sesuatu untuk
keperluan orang lain di sekitarnya dan lain-lain. Disinilah perbedaan pendapat dimana Freud
lebih menekankan peranan Id dalam kehidupan, sedangkan konseling ego lebih menekankan
peranan ego dalam kehidupan seseorang. Egolah yang mengembangkan segala
sesuatunya, misalnya kemampuan individu, keadaan dirinya, penyaluran minatnya hubungan
sosialnya dan sebagainya.
C. Perkembangan Tingkah Laku Salah Suai
Erikson merumuskan munculnya tingkah laku salah suai pada diri seseorang disebabkan
oleh tiga faktor, yaitu :
1. Individu dahulunya kehilangan kemampuan atau tidak diperkenankan merespon rangsangan
dari luar secara tepat sehingga pada saat sekarang menjadi salah tingkah. Contoh :
seseorang yang tidak boleh bergaul dengan jenis kelamin lain yang berbeda, dimana
seseorang tersebut amat terikat dengan nilai-nilai yang kaku (agama, adat atau kepercayaan
lainnya) sedangkan pada dirinya selalu muncul dorongan atau naluri yang mana sangat
dilarang oleh lingkungannya, sehingga apabila inidividu itu pindah pada lingkungan yang
agak longgar terhadap nilia-nilai, maka akan menimbulkan masalah pada diri individu itu
setiap kali dia dihadapkan pada situasi yang sama.
2. Apabila pola-pola coping behavior yang sudah terbina pada dirinya sekarang tidak sesuai
lagi dengan siyuasi setempat dimana dia itu berada. Misalnya : Coping Behavior yang
selama ini biasa dipakai di tempat asalnya, digunkakan juga pada lingkungan baru, maka
oleh masyarakat akan dianggap ganjil, sehingga setipa kali dia berlaku begitu maka akan
menjadi pusat perhatian orang lain. Akhirnya individu itu menjadi salah tingkah yang tentu
saja berpengaruh pada penyesuaian dirinya.
3. Fungsi ego tidak berjalan dengan baik. Misalnya individu tersebut tidak mempertimbangkan
untung ruginya dalam bertingkah laku tertentu, kurang memanfaatkan pikiran atau kurang
mengontrol perasaanya sehingga menjadi sorotan orang disekitarnya dan tentu saja
menimbulkan ketidakenakan bagi yang bersangkutan.
D. Tujuan Konseling dan Proses Konseling
1. Tujuan Konseling
Tujuan konseling berdasarkan pandangan Erikson adalah memfungsikan ego klien yang
sebelumnya tidak berfungsi dengan penuh. Selain itu tujuan konseling itu adalah melakukan
perubahan pada diri klien sehingga terbentuk Coping Behavior yang dikehendaki dan dapat
terbina dan agar ego klien itu dapat lebih kuat (ego integrety)
2. Proses Konseling
Langkah-langkah dalam penyelenggaraan konseling ego adalah :
Pertama-tama mebantu klien mengkaji perasaan-perasaannya berkenaan dengan
kehidupan, juga feeling terhadap peranan-peranannya, feeling penampilannya dan hal-hal
lain yang bersangkut paut dengan tugas-tugas kehidupannya.
Klien kita proyeksikan dirinya terhadap masa depan.
29
Selanjutnya konselor berusaha mendiskusikan dengan klien hambatan-hambatan yang
dijumpainya untuk mencapai tujuan masa depannya
Kalau pendiskusian tentang hambatan-hambatan itu sudah berlangsung cukup jauh,
konselor melalui proses interpretasi dan refleksi, mengajak klien untuk mengkaji lagi diri
sendiri dan lingkungannya.
Agar konseling ego dapat diselenggarakan dengan efektif, maka ada beberapa aturan
dalam konseling ego, yaitu :
a) Proses konseling harus bertitik tolak dari proses kesadaran karena dalam suasana sadar
itulah fungsi kognitif dapat dilakukan, dalam keadaan sadar, fungsi kognitif ego itu tidak dapat
jalan sebagaimana yang diharapkan.
b) Proses konseling hendaklah bertitik tolak dari azas kekinian atau tingkah laku sekarang dan
tidak membahas nostalgia masa lampau.
c) Proses konseling lebih ditekankan pada pembahasan secara rasional, aspek kognitif dan
dimensi kognitif yang ada hubungannya dengan bagaimana individu berfikir tentang dasar-
dasar tingkah lakunya.
d) Konselor hendaklah menciptakan suasana hangat dab spontan, baik dalam penerimaan klien
mauoun dalam proses konseling.
e) Konseling harus dilakukan secara profesional dan dilakukan oleh konselor-konselor yang
sudah terlatih.
f) Proses konseling hendaklah tidak berusaha mengorganisir keselururan kepribadian individu,
tetapi hanya pada pola tingkah laku yang salah suai.
E. Teknik Konseling
1. Konselor perlu membina hubungan yang akrab dengan kliennya, sehingga dapat muncul
kepercayaan pada diri klien terhadap konselornya.
2. Usaha yang dilakukan konselor harus dipusatkan pada masalah yang dikeluhkan oleh klien,
khususnya pada masalah yang ternyata di dalamnya tampak kekuatan egonya melemah .
3. Pembahasan itu dipusatkan pada aspek kognitif, tetapi hal yang mempunyai kaitan langsung
dengam perasaan juga disinggung.
4. Mengembangkan situasi “ambiguitas” (keadaan bebas dan boleh kemana saja dan tidak
dibatasi, tidak dihalangi, tidak dihambat-hambat). Untuk terbinanya suasana ambiguitas itu
ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu :
Konselor memberikan kesempatan kepada klien bagi munculnya perasaan-perasaan dari
dalam diri klien.
Klien diperkenankan mengemukakan kediriannya sendiri yang mungkin berbeda dengan
orang lain.
Konselor menyediakan fasilitas yang memungkinkan terjadinya tranference melalui proyeksi.
Tranference maksudnya adalah tembus pandang dalam arti bisa dilihat orang. Misalnya
pirbadi yang tranference adalah pribadi yang tidak miskin dan orang lain boleh melihat
pribadi yang terbuka tersebut. Sedangkan proyeksi disini maksudnya adalah mengemukakan
30
sesuatu yang sebetulnya ada pada diri sendiri, tapi menyebutkan hal itu terdapat pada diri
orang lain.
5. Pada saat klien melakukan trabference, maka konselor hendaklah melakukan kontar
tranference. Maksudnya konselor mengendalikan diri terhadap kesan-kesan pada klien.
6. Konselor hendaknya melakukan dignosis dengan dimensi-dimensinya, yaitu :
Perincian dari masalah yang sedang dialami klien saat diselenggarakan konseling itu
Sebab-sebab timbulnya masalah tersebut, bisa juga titik api yang menjadikan masalah
tersebut menyebar saat ini
Letaknya masalah itu dimana, apakah pada kebiasaan klien, sikapnya atau pada cara
tingkah laku yang dilakukan pada saat itu
Kekuatan dan kelemahan masing-masing orang yang bermasalah, misalnya apa yang
dimilikinya baik yang sifatnya tidak dimilikinya.
7. Membangun fungsi ego yang baru dengan cara :
Dapat dikemukakan berbagai gagasan-gagasan baru
Berdasarkan dignosis dan gagasan tersebut langsung diberikan upaya pengubahan tingkah
laku
Pembuatan kontrak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang telah diputuskan dalam
konseling.
31
Apabila individu tertekan oleh keadaan yang menimpanya dan ego kehilangan kontrol, maka
kontrol terhadap tingkah laku beralih dari kesadaran ke ketidaksadaran sehingga beralih dari
ego ke id.
PEMBAHASAN
Erik Erikson dilahirkan di Jerman tanggal 15 juni 1902. Sangat sedikit yang bisa
diketahui tentang asal usulnya. Ayah kandungnya adalah seorang laki-laki berkebangsaan
Denmark yang tidak dikenal namanya dan tidak mau mengakui Erik sebagai anaknya
sewaktu masih dalam kandungan dan langsung meninggalkan ibunya. Ibunya, Karla
Abrahamsen, adalah wanita Yahudi yang membesarkannya sampai usia tiga tahun. Dia
kemudian menikah dengan Dr. Theodore Homberger. Mereka kemudian pindah ke
karlsruhe di Jerman selatan.
Setelah lulus sekolah menengah, Erik memutuskan untuk menjadi seniman. Karena
tidak mengambil kuliah seni dia memilih keliling eropa mengunjungi berbagai museum dan
hidup seperti gelandangan. Dia menjalani hidup secara bebas tanpa beban.
Di usia yang ke 25, temannya Peter Blos seorang seniman yang kemudian menjadi
psikoanalisis menyarankannya agar mendaftar jadi guru disekolah percobaan untuk anak-
anak Amerika yang dikelola oleh Dorothy Burlingham, seorang teman Anna Freud. Di
samping mengajar seni, dia juga mendapat sertifikat dari montessori Education dan Vienna
Psyhoanalytic society. Bisa dikatakan, dia menjadi seorang psikoanalisis karena Anna Freud.
Reputasi Erikson hampir seluruhnya berasal dari uraiannta tentang perkembangan
psikososial sepanjang masa kehidupan, dari masa bayi sampai masa tua, terutama konsep-
konsepnya tentang identitas dan krisis identitas. Pada umumnya para psikologi lebih
menyukai tahap Eikson daripada tahap psikoseksual Freud. Mereka berpendapat bahwa
Erikson telah memberikan sumbangan untuk perkembangan kepribadian, setara dengan apa
yang telah dilakukan piaget tentang perkembangan intelektual. Erikson juga dikagumi
karena observasinya yang tajam dan inteprestasinya yang peka dan perasaan kasihnya
dalam terhadap segala sesuatu yang bersifat manusiawi.
32
Erikson berkata bahwa orang-orang harus menemukan identitasnya dalam potensi-
potensi masyarakatny, sedangkan perkembangannya harus selaras dengan syarat-syarat
yang dicanangkan masyarakat, atau mereka harus menanggung akibat-akibatnya.
Sumbangan penting yang telah diberikan Erikson meliputi dua topik utama yaitu teori
psikososial tentang perkembangan darimana muncul suatu konsepsi yang luas tentang ego
dan penelitian psikosejarah yang menerangkan psikososialnya.[1]
Ciri baru dari konseling Ego adalah lebih menekankan pada fungsi ego. Dalam model
konseling ego dikenal satu istilah yang sangat menonjol yaitu “ Ego Strength” yang artinya
kekuatan ego. Pada dasrnya kegiatan konseling adalah usaha memperkuat “Ego Strength”.
Dengan demikian orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki ego lemah. Misalnya
orang penakut, rendah diri, tidak bisa mengambil keputusan termasuk orang yang memiliki
ego yang lemah. Dikatakan demikian adalah karena orang yang keadaannya seperti tidak
dapat memfungsikan egonya secara penuh, baik untuk menggerakkan dirinya dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya maupun untuk meraih keinginan-keinginannya.
Perbedaan antar ego menurut Sigmund Freud dengan ego menurut Psikoanalisis
baru adalah menurut Freud, ego itu tumbuh dari Id atau merupakan kelanjutan dari pda Id
sedangkan menurut psikoanalisis baru, ego itu tidak terikat pada Id, jadi tumbuh sendiri
yang merupakan keseluruhan kepribadian. Ego itulah yang tumbuh dan menjadi kepribadian
seseorang. Jenis baru ego ini disebutnya juga dengan ego kreatif.
Manusia tidaklah didorong oleh energy dari dalam, tetapi manusia itu lahir ke
duania untuk merespon perangsang-perangsang yang berbeda-beda. Disini terlihat beda
pendapatnya dengan Sigmund Freud yang lebih menekankan peranan Id dalam kehidupan,
sedangkan konseling ego dalam peranan ego dalam kehidupan seseorang.
33
C. Prinsip Epigenetik
Erikson terkenal karena upayanya memperbaiki dan memperluas teori tahapan yang
dicetuskan Freud. Dia mengatakan bahwa pertumbuhan berjalan berdasarkan prinsip
epigenetik. prinsip ini menyatakan bahwa kepribadian kita berkembang melalui delapan
tahap. Satu tahap ditentukan oleh keberhasilan atau ketidakberhasilan tahap sebelumnya.
Persis seperti bunga mawar, masing-masing kembangnya mekar pada waktu dan dengan
cara tertentu yang secara ilmiah telah ditentukan secara genetik.
Setiap tahap juga memiliki waktu optimal tertentu. Tidak ada gunanya
“mempercepat” kedewasaan seorang anak, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang
yang sangat terobsesi dengan kesuksesan. Begitu pula, kita tidak akan berhasil
memperlambat atau menghentikan pertumbuhan kejiwaan seseorang untuk memasuki
tahap selanjutnya. Karena setiap tahap sudah mempunyai jatah waktu masing-masing.[2]
Menurut CalvinS Hall & Gander Lindzey (1978), Erikson merumuskan ciri-ciri
perkembangan kepribadian atas dua bagian yaitu perkembangan kepribadian yang sehat
34
dan perkembangan kepribadian yang gagal pada setiap tahap. Keseluruhan tahap
perkembangan kepribadian tersebut dibagi Erikson menjadi delapan tahap, empat tahap
perkembangan yang pertama sejalan dengan pengklasifikasian, tahap perkembangan
psikososial menurut Sigmeun Freud, yaitu yang berlangsung pada masa kanak-kanak. Tahap
perkembangan kelima berlangsung pada masa remaja, sedangkan tiga tahap terakhir
berlangsung pada masa dewasa dan masa tua.
Pada tahap ini perkembangan yang sukses ditandai dengan sikap percaya. Jika anak
memperoleh kasih sayang yang cukup dari orang tuanya dan kebutuhan terpenuhi dengan
baik. Perkembangan yang gagal jika pada masa ini anak sering ditelantarkan dan dikasari
oleh orang tuanya, maka dalam dirinya akan berkembang sikap tidak percaya.
Perkembangan yang suskes ditandai oleh adanya otonomi sedangkan perkembangan yang
gagal ditandai oleh adanya perasaan ragu-ragu dan malu. Pada usia ini anak perlu mendapat
kesempatan untuk melakukan kesalahan dan belajar dari kesalahannya itu. Jika orang tua
terlalu berbuat banyak untuk kepentingan anak, hal ini dapat menghambat otonomi dan
merusak kemampuan mereka untuk menghadapi dunia secara berhasil. Sikap orang tua
yang cenderung melarang, memarahi, dan menyesali perbuatan anaknya akan
menumbuhkembangkan perasaan ragu-ragu dan malu baik pada masa sekarang maupun
pada tahap perkembangan selanjutnya.
Perkembangan yang sukses di tandai oleh adanya inisiatif. Sedangkan perkembangan yang
gagal ditandai dengan adanya perasaan bersalah. Menurut Erikson tugas individu pada masa
ini adalah membentuk rasa memiliki kemampuan dan inisiatif. Sikap yang sebaiknya diambil
oleh orangtua dalam mendidik adalah senantiasa memberikan kesempatan kepada anak
untuk beraktualisasi diri dengan berbagai percobaan yang ingin mereka lakukan dan jika
perlu merangsang mereka untuk melakukan berbagai jenis percobaan walau menunjukkan
hasil yang minimal.
35
d. Masa kanak-kanak pertengahan (6-11 tahun)
Perkembangan yang sukses ditandai dengan kemampuan mengenal identitas dirinya sendiri.
Perkembangan yang gagal di tandai dengan kebingungan baik dalam peran gender, bingung
dengan keadaan diri dan cita-cita dimasa depan. Menurut Erikson, krisis utama yang sering
terjadi pada masa ini adalah krisis identitas yang berpengaruh terhadap perkembangan
individu dimasa dewasa. Remaja yang gagal dalam menentukan dirinya akan cenderung
mengalami konflik peran, kehilangan tujuan dan arah hidupnya.
36
Perkembangan yang sukses ditandai oleh adanya keaktifan dalam berbagai bidang secara
umum. Misalnya secara umum dia aktif didalam pekerjaan, aktif dalam organisasi, aktif
dalam berolahraga,dll. Selanjutnya menurut Rochman Natawijaya (1987) kemampuan untuk
generavity merupakan konsep yang luas yang dimanivestasikan dalam bentuk kemampuan
untuk mengasihi secara baik, bekerja baik, dan bagaimnapun baik.
Perkembangan yang sukses ditandai dengan keterpaduan, dan perkembangan yang gagal
ditandai dengan keputusasaan. Sukses yang terpadu maksudnya apa yang dilakukannya
sudah dapat dimaknainya dengan baik, misalnya jika sudah memiliki cucu, dia akan sayang
pada cucu dan menantunya. Sebaliknya yang gagal cenderung membenci menantu dan cucu
serta banyak penyesalan.[4]
Erikson telah membagi proses perkembangan kepribadian atas empat tahapan yaitu :
2) Pertumbuhan ego yang normal adalah dengan berkembangnya keterampilan anak dalam
berkomunikasi. Karena melalui komunikasi individu dapat mengukur dan menilai tingkah
lakunya berdasarkan reaksi dari orang lain.
4) Kepribadian individu berkembang terus menerus melalui proses hubungan dirinya dengan
dunia luar atau lingkungannya (adanya keterkaitan antara hubungan yang satu dengan yang
lain).[5]
Dalam berkomunikasi dengan lingkungannya ada empat aspek yang perlu diperhatikan :
37
2) Individu harus bisa melibatkan diri dengan lingkungan yang spesial yang makin lama makin
meluas dan makin mendalam.
3) Proses sosialisasi, maksudnya adalah berhubungan dengan orang lain, dengan adanya
hubungan dengan orang lain individu dapat menyelesaikan diri dengan keadaan yang
diharapkan oleh lingkungan sosialnya.
Agar coping behavior berdaya guna, harus memiliki dua ciri sebagi berikut :
1) Coping behavior merupakan pola-pola tingkah laku yang tertata dengan baik melalui
beberapa tahapan yang benar, terstruktur dan bermakna. Contohnya apabila seoarang
mahasiswa membutuhkan sebuah buku dan hanya satu di perpustakaan, dia meminjam
untuk di foto copy terlebih dahulu atau mencatat hal yang penting dari buku tersebut.
2) Tingkah laku yang mengandung coping behavior dilakukan secara sadar dan implusif. Coping
behavior merupakan konsep yang pokok dalam konsep dan salah satu tujuan dari konseling
ego adalah pembentukan coping behavior pada diri klien.[6]
F. Fungsi Ego
Fungsi ego dalam diri individu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1) Fungsi dorongan ekonomis : fungsi ego ini menyalurkan dengan cara mewujudkan dalam
bentuk tingkah laku secara baik yaitu yang baik dan dapat diterima di lingkungan, berguna
dan menguntungkan baik bagi diri individu sendiri maupun orang lain di lingkungannya.
2) Fungsi kognitif : berfungsinya ego pada diri individu untuk menerima rangsangan dari luar
kemudian menyimpannya dan setelah itu dapat mempergunakannya untuk keperluan
coping behavior. Dalam hal ini individu mempergunakan kemampuan kognitifnya dengan
disertai oleh pertimbangan-pertimbangan akal dan nalar.
38
3) Fungsi pengawasan : disebut juga dengan fungsi kontro, maksudnya tingkah laku yang
dimunculkan individu merupakan tingkah laku yang berpola dan sesuai dengan aturan.
Secara khusus fungsi ego ini mengontrol perasaan dan emosi terhadap tingkah laku yang
dimunculkan.
Kajian tentang muncul dan berkembangnya tingkah laku salah suai adalah menjadi
sangat penting diketahui oleh konselor dalam memberikan pelayanan konseling. Hal ini
terutama akan dijadikan pedoman dan titik tolak bagi penemuan jalan pemecahan masalah
klien. Erikson merumuskan munculnya tingkah laku salah usai pada diri seseorang
disebabkan oleh tiga faktor, yaitu :
2) Apabila pola-pola coping behavior yang sudah terbina pada dirinya sekarang tidak sesuai
lagi dengan situasi setempat dimana dia berada. Contohnya : coping behavior yang
digunakan ditempat asalnya, digunakan juga pada lingkungan baru, maka oleh masyarakat
akan dianggap ganjil, sehingga setiap kali dia berlaku begitu maka akan menjadi pusat
perhatian orang lain. Akhirnya individu itu menjadi salah tingkah yang tentu saja
berpengaruh pada penyesuaian dirinya.
3) Fungsi ego tidak berjalan dengan baik, saat bertingkah laku, salah satu fungsi ego atau
ketiga-tiganya tidak berfungsi dengan baik. Contohnya : individu tersebut tidak
mempertimbangkan untung ruginya dalam bertingkah laku, kurang memanfaatkan pikiran
atau kurang mengontrol perasaan, sehingga menjadi sorotan dari lingkungan dan tentu saja
menimbulkan ketidaknyamanan bagi individu.[7]
39
H. Tujuan konseling Ego
Tujuan konseling menurut Erikson adalah memfungsikan ego kalian secara penuh.
Tujuan lainnya adalah melakukan perubahan-perubahan pada diri klien sehingga terbentuk
coping behavior yang dikehendaki dan dapat terbina agar ego klien itu menjadi lebih kuat.
Ego yang baik adalah ego yang kuat, yaitu yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
dengan dimana dia berada.
1) Proses konseling harus bertitik tolak dari proses kesadarankarena dalam suasana sadar
itulah fungsi kognitif dapat dilakukan, dalam keadaan sadar, fungsi kognitif ego itu tidak
dapat jalan sebagaimana yang diharapkan.
2) Proses konseling hendaklah bertitik tolak dari asas kekinian atau tingkah laku sekarang dan
tidak membahas nostalgia masa lampau.
3) Proses konseling lebih ditekankan pada pembahasan secara rasional, aspek kognitif dan
dimensi kognitif yang ada hubungannya dengan bagaimana individu berfikir tentang dasar-
dasar tingkah lakunya.
4) Konselor hendaklah menciptakan suasana hangat dan spontan, baik dalam penerimaan
klien maupun dalam proses konseling.
5) Konseling harus dilakukan secara profesional dan dilakukan oleh konselor-konselor yang
sudah terlatih.
40
6) Proses konseling hendaklah tidak berusaha mengorganisir keseluruhan kepribadian individu,
tetapi hanya pada pola tingkah laku yang salah suai.
1) Pertama-tama konselor perlu membina hubungan yang akrab dengan kliennya, sehingga
dapat muncul kepercayaan pada diri klien terhadap konselornya.
2) Usaha yang dilakukan konselor harus dipusatkan pada masalah yang dikeluhkan oleh klien,
khususnya pada masalah yang ternyata didalamnya tampak kekuatan egonya melemah.
3) Pembahasan itu dipusatkan pada aspek kognitif dan aspek lain yang terkait dengannya.
4) Mengembangkan situasi “ambiguitas” (keadaan bebas dan boleh kemana saja dan tidak
dibatasi, tidak dihalangi,tidak dihambat-hambat).
5) Konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memunculkan perasaan yang ada dalam
dirinya.
6) Klien diperkenankan mengemukakan kondisi diri yang mungkin berbeda dengan orang lain.
1) Perincian dari masalah yang sedang dialami klien saat diselenggarakan konseling itu.
2) Sebab-sebab timbulnya masalah tersebut, bisa juga titik api yang menyebabkan masalah
tersebut menyebar.
3) Menetukan letak masalah, apakah pada kebiasaan klien, cara bersikap atau cara merespon
lingkungan.
41
J. Kelebihan dan Kelemahan konseling Ego
Kelebihan :
1) Bisa membuat individu berkembang dan kekuatan dirinya sendiri melalui ego
2) Membantu anak dalam berkomunikasi dan dapat menilai tingkah lakunya berdasarkan
reaksi dari orang lain.
3) Membiasakan individu berkembang terus melalui proses hubungan dirinya dengan dunia
luar
5) Konseling ego mementingkan permasalahan pada masa balita, remaja maupun dewasa.
Kelemahan :
1) Susah untuk mengetahui bagaimana ego yang ditimbulkan oleh klien karena individu
merasa bahwa egonya tidak kuat dan tidak harus ditemukan.
2) Konselor tidak mampu atau susah mengetahuinya karena dalam konseling ego ini dilihat
dari reaksinya yang ditimbulkan.[9]
4) Apabila individu tertekan oleh keadaan yang menimpanya dan ego kehilangan kontrol,
maka kontrol terhadap tingkah laku beralih dari kesadaran ke ketidaksadaran, sehingga
kontrol beralih dari ego ke Id.[10]
42
1) Apabila individu tertekan oleh keadaan yang menimpanya dan ego kehilangan kontrol,
maka kontrol terhadap tingkah laku beralih dari kesadaran dan ketidaksadaran / kontrol
beralih dari ego ke Id
2) Ego yang kurang kuat dapat tumbuh, karena pada periode perkembangan individu, yaitu
sejajar dengan tahap perkembangan psikososial Erikson disebabkan oleh :
Pola tingkah yang dimiliki tidak lagi cocok dengan tuntutan lingkungan (situasi)
3) Individu abnormal adalah individu yang tingkah lakunya tidak berubah dalam menghadapi
tuntutan dari sendiri ataupun lingkungan yang telah berubah.
Daftar Pustaka
http://konseling4us.wordpress.com/2012/12/13/konseling/ego,
http://counselingcare.blogspot.com/2012/06/konseling-ego.html,
http://konselorindonesia.blogspot.com/2013/03/31/konseling-ego-erikson-4.html,
43
http://muhammadamirullah14.wordpress.com/2012/02/27/teori-kepribadian-erikson-
2.html,
44
[1] George Boeree, Personality Theories : Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikologi
[5] http://muhammadamirullah14.wordpress.com/2012/02/27/teori-kepribadian-erikson-
[6] http://konselorindonesia.blogspot.com/2013/03/31/konseling-ego-erikson-4.html, pada
Komentar
45