Anda di halaman 1dari 45

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam model konseling Ego yang dikemukan oleh Erikson ini dikenal satu
istilah yang sangat menonjol yaitu “ego strength” yang artinya kekuatan Ego. Pada
dasarnya kegiatan konseling adalah usaha memperkuat “ego strength”. Dengan
demikian orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki Ego yang lemah.
Misalnya orang yang penakut, rendah diri, banyak lemah, tidak bisa mengambil
keputusan termasuk orang yang memiliki Ego lemah. Dikatakan demikian adalah
karena orang yang keadaannya seperti itu tidak dapat memfungsikan egonya secara
penuh, baik untuk menggerakkan dirinya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya
maupun untuk meraih keinginan-keinginannya.

Pada umumnya masalah-masalah yang dialami individu diwarnai oleh kuat


dan lemahnya ego tersebut. Perbedaan antara Ego menurut Sigmund Freud dengan
Ego menurut Psikoanalisis Baru adalah : menurut Freud, Ego itu tumbuh dari Id atau
merupakan kelanjutan daripada Id, sedangkan menurut Psikoanalisis baru, Ego itu
tidak terikat pada Id, jadi tumbuh sendiri yang merupakan keseluruhan kepribadian.
Ego itulah yang tumbuh dan menjadi kepribadian seseorang. Jenis Ego baru ini
disebutnya juga dengan Ego kreatif.

1
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari konseling ego?
b. Apakah biografi Erikson?
c. Apa yang dimaksud teori kepribadian dalam konseling ego?
d. Bagaimanakah tahap perkembangan kepribadian dalam konseling ego?
e. Bagaimanakah proses perkembangan kepribadian dalam konseling ego?
f. Apa saja yang dimaksud dengan fungsi konseling ego?
g. Bagaimanakah perkembangan tingkah laku salah suai?
h. Apakah tujuan dari konseling dan proses konseling?
i. Bagaimanakah bentuk teknik konseling dalam konseling ego?
j. Apakah kelebihan dan kelemahan konseling ego?
k. Apakah langkah-langkah dari konseling ego?

C. Tujuan
a. Mengetahui pengertian konseling ego
b.      Mengetahui biografi Erikson
c.       Mengetahui teori kepribadian dalam konseling ego
d.      Mengetahui tahap perkembangan kepribadian dan konseling ego
e.       Mengetahui proses perkembangan kepribadian dalam konseling ego
f.       Mengetahui fungsi konseling ego
g.      Mengetahui perkembangan tingkah laku salah suai
h.      Mengetahui tujuan dari konseling dan proses konseling
i.        Mengetahui bentuk teknik konseling dalam konseling ego
j.        Mengetahui kelebihan dan kelemahan konseling ego
k.      Mengetahui langkah-langkah dari konseling ego

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konseling Ego

Konseling ego dipopulerkan oleh Erikson. Konseling ego memiliki ciri khas
yang lebih menekankan pada fungsi ego. Kegiatan konseling yang dilakukan pada
umumnya bertujuan untuk memperkuat ego strength, yang berarti melatih kekuatan
ego klien. Seringkali orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang
lemah. Misalnya, orang yang rendah diri, dan tidak bisa mengambil keputusan secara
tepat dikarenakan ia tidak mampu memfungsikan egonya secara penuh, baik untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, meraih keinginannya. Perbedaan ego menurut Freud
dengan ego menurut Erikson adalah: menurut Freud ego tumbuh dari id, sedangkan
menurut Erikson ego tumbuh sendiri yang menjadi kepribadian seseorang.

B. Biografi Erikson

Erik Erikson adalah seorang psikolog perkembangan Denmark-Jerman-


Amerika dan psikoanalis terkenal karena teorinya tentang pembangunan sosial
manusia. Dia mungkin paling terkenal untuk coining krisis identitas frase. Anaknya,
Kai T. Erikson, adalah seorang sosiolog Amerika. Erik Erikson lahir di Frankfurt dari
orang tua Denmark, Identitas Erik Erikson dalam psikologi dapat ditelusuri ke masa
kecilnya. Ia dilahirkan 15 Juni 1902 sebagai hasil dari hubungan di luar nikah ibunya
dan keadaan kelahirannya yang tersembunyi dari dia di masa kecilnya. Ibunya, Karla
Abrahamsen, berasal dari keluarga Yahudi terkemuka di Kopenhagen, Henrietta
ibunya meninggal ketika Karla hanya 13 tahun. ayah Abrahamsen's, Josef, seorang
pedagang barang kering. Saudar Karla : Einar, Nicolai, dan Axel aktif dalam amal
Yahudi lokal dan membantu menjaga dapur umum gratis bagi imigran Yahudi miskin
dari Rusia.

3
Sejak Karla Abrahamsen resmi menikah dengan pialang saham Yahudi
Waldemar Isidor Salomonsen pada saat itu, putranya, lahir di Jerman, terdaftar
sebagai Erik Salomonsen. Tidak ada informasi lebih lanjut tentang ayah kandungnya,
kecuali bahwa dia adalah seorang Dane dan namanya mungkin diberikan adalah Erik.
Hal ini juga menyarankan agar dia menikah pada saat yang mengandung Erikson.
Setelah kelahiran anaknya, Sheila dilatih untuk menjadi seorang perawat, pindah ke
Karlsruhe dan pada tahun 1904 menikah dengan seorang Yahudi dokter anak Theodor
Homburger. Pada tahun 1909 Erik Erik Salomonsen menjadi Homburger dan pada
1911 ia secara resmi diadopsi oleh ayah tirinya.

Perkembangan identitas tampaknya telah menjadi salah satu keprihatinan


Erikson terbesar dalam hidup sendiri maupun teorinya. Selama masa kanak-kanak
dan dewasa awal ia dikenal sebagai Erik Homburger dan orang tuanya terus rincian
kelahirannya rahasia. Dia adalah seorang, jangkung pirang, bermata biru anak yang
dibesarkan dalam agama Yahudi. Di sekolah kuil, anak-anak menggodanya karena
Nordic; di sekolah dasar, mereka menggoda dia untuk menjadi Yahudi. Erikson
adalah seorang mahasiswa dan guru seni. Ketika mengajar di sebuah sekolah swasta
di Wina, ia berkenalan dengan Anna Freud, putri Sigmund Freud. Erikson mengalami
psikoanalisis dan pengalaman itu membuatnya memutuskan untuk menjadi seorang
analis sendiri. Dia dilatih dalam psikoanalisis di Wina psikoanalitis Institute dan juga
mempelajari metode pendidikan Montessori, yang berfokus pada perkembangan
anak.

Setelah lulus dari Erikson Institute di Wina psikoanalitis 1933, Nazi baru saja
berkuasa di Jerman dan ia berhijrah bersama istrinya, pertama ke Denmark lalu ke
Amerika Serikat, di mana ia menjadi psikoanalis anak pertama di Boston. Erikson
memegang posisi di Massachusetts General Hospital, Hakim Bimbingan Baker
Center dan di Harvard Medical School dan Psikologis Klinik, membangun reputasi
sebagai dokter. Pada tahun 1936, Erikson menerima posisi di Yale University,

4
bekerja di Institute of Human Relations dan mengajar di Sekolah Kedokteran. Setelah
setahun mengamati anak-anak Sioux di Dakota Selatan, ia bergabung dengan staf
pengajar University of California di Berkeley, berafiliasi dengan Institut
Kesejahteraan Anak, dan membuka praktik. Di California, Erikson belajar anak suku
asli Yurok Amerika.

Setelah penerbitan buku yang terkenal Erikson, Anak dan Masyarakat, pada
1950, ia meninggalkan University of California ketika profesor ada diminta untuk
tanda-tangani sumpah loyalitas. Ia menghabiskan sepuluh tahun bekerja dan mengajar
di Pusat Riggs Austen., fasilitas perawatan psikiatri terkemuka di Stockbridge,
Massachusetts, dimana ia bekerja dengan orang-orang muda emosional bermasalah.
Pada tahun 1960, Erikson kembali ke Harvard sebagai profesor pembangunan
manusia dan tetap di universitas hingga pensiun pada tahun 1970. Erikson juga
dikreditkan dengan menjadi salah satu pencetus psikologi Ego, yang menekankan
peran ego sebagai lebih dari seorang hamba id.

Menurut Erikson, lingkungan di mana anak hidup sangat penting untuk


memberikan pertumbuhan, penyesuaian, sumber kesadaran diri dan identitas.
Bukunya 1969 Gandhi Kebenaran, yang lebih terfokus pada teori yang diterapkan
untuk tahap selanjutnya dalam siklus hidup, memenangkan hadiah Pulitzer Erikson
dan US National Book Award. Pada tahun 1973 National Endowment untuk dipilih
Humaniora Erikson untuk Kuliah Jefferson, kehormatan pemerintah federal AS untuk
pencapaian tertinggi di humaniora. Erikson kuliah berjudul "Dimensi dari Identity
Baru." Erik Erikson meninggal pada 12 Mei 1994.

Erik Erikson percaya bahwa setiap manusia berjalan melalui sejumlah tahap
untuk mencapai pembangunan penuhnya, berteori delapan tahap, bahwa manusia
melewati dari lahir sampai mati. (Anak dan Masyarakat-Erik Erikson) Erikson
menguraikan tahap genital Freud menjadi remaja dan menambahkan tiga tahap

5
dewasa. Janda Joan Serson Erikson menguraikan pada model sebelum kematiannya,
menambahkan tahap kesembilan (umur tua) itu, dengan mempertimbangkan harapan
hidup meningkat di budaya Barat. Erikson adalah Neo-Freudian, digambarkan
sebagai seorang psikolog ego mempelajari tahap pembangunan yang mencakup
seluruh siklus hidup. Setiap tahap Erikson pengembangan psikososial ditandai oleh
konflik, untuk yang resolusi sukses akan menghasilkan hasil yang menguntungkan,
misalnya, kepercayaan vs ketidakpercayaan dan oleh sebuah peristiwa penting,
konflik ini terselesaikan sendiri.

Favourable hasil dari setiap tahap kadang dikenal sebagai "kebajikan", istilah
yang digunakan, dalam konteks kerja Eriksonian, sebagaimana diterapkan untuk obat-
obatan yang berarti "potensi." Misalnya kebajikan yang akan muncul dari resolusi
yang berhasil. Anehnya dan kontra-intuitif, penelitian Erikson menyarankan setiap
individu harus belajar cara memegang kedua ekstrim setiap tantangan hidup tahap
tertentu dalam ketegangan satu sama lain, tidak menolak salah satu ujung ketegangan
atau yang lain. Hanya ketika kedua ekstrem dalam tahap tantangan hidup dipahami
dan diterima sebagai keduanya diperlukan dan berguna, didapat kebajikan yang
optimal. Jadi, 'kepercayaan' dan 'salah kepercayaan' itu harus dipahami dan diterima,
agar harapan realistis 'untuk muncul sebagai solusi yang layak pada tahap pertama.
Demikian pula, 'integritas' dan 'putus asa' itu harus dipahami dan berpelukan, agar
hikmat ditindak-lanjuti ' sebagai solusi yang layak pada tahap terakhir.

Sebagian besar penelitian empiris ke teori Erikson telah difokuskan pada


pandangannya mengenai upaya untuk membangun identitas masa remaja. pendekatan
teoretis-Nya telah dipelajari dan didukung, khususnya mengenai remaja, oleh James
Marcia. Marcia's Erikson bekerja diperpanjang dengan membedakan berbagai bentuk
identitas, dan ada beberapa bukti empiris bahwa orang-orang yang membentuk diri
yang paling koheren-konsep pada masa remaja adalah mereka yang paling mampu
membuat lampiran intim di usia dewasa awal. Ini mendukung teori Eriksonian, di

6
bahwa menunjukkan bahwa mereka paling siap untuk menyelesaikan krisis dewasa
awal adalah mereka yang paling berhasil menyelesaikan krisis remaja.

C. Teori Kepribadian

Menurut teori ini manusia tidaklah didorong oleh energi dari dalam,
melainkan untuk merespon rangsangan yang berbeda-beda, misalnya indvidu dalam
kehidupannya perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Menurut Erikson egolah
yang mengembangkan segala sesuatunya. Misalnya kemampuan individu, keadaan
dirinya, hubungan sosialnya dan penyaluran minatnya. Seorang individu haruslah
memiliki ego yang sehat dan kuat guna merespon kondisi lingkungan sebagai salah
satu proses beradaptasi.

D. Tahap Perkembangan Kepribadian

Erikson lebih menekankan pembahasan kepada pembahasan psikososial.


Dalam teorinya, Erikson merumuskan ciri-ciri perkembangan kepribadian menjadi
delapan tahap, yaitu:
a. Masa bayi awal (0-1 tahun)

Perkembangan yang sukses ditandai dengan sifat percaya. Jika anak


memperoleh kasih sayang yang cukup dari orangtuanya dan kebutuhan terpenuhi
dengan baik. Perkembangan yang gagal jika pada masa ini anak sering diterlantarkan
dan dikasari oleh orangtua, maka dalam dirinya akan berkembang sikap tidak
percaya.

b. Masa bayi akhir (1-3 tahun)

Perkembangan yang sukses ditandai oleh adanya otonomi sedangkan


perkembangan yang gagal ditandai oleh adanya perasaan ragu-ragu dan malu. Pada
usia ini anak perlu mendapat kesempatan untuk melakukan kesalahan dan belajar dari

7
kesalahannya itu. Jika orangtua terlalu berbuat banyak untuk kepentingan anak, hal
ini dapat menghambat otonomi dan merusak kemampuan mereka untuk menghadapi
dunia secara berhasil. Sikap orangtua yang cenderung melarang, memarahi, dan
menyesali perbuatan anaknya akan menumbuhkembangkan perasaan ragu-ragu dan
malu baik pada masa sekarang maupun pada tahap perkembangan selanjutnya.

c. Masa kanak-kanak awal (3-5 tahun)

Perkembangan yang sukses ditandai oleh adanya inisiatif. Sedangkan


perkembangan yang gagal ditandai dengan adanya perasaan bersalah. Menurut
Erikson tugas individu pada masa ini adalah membentuk rasa memiliki kemampuan
dan inisiatif. Sikap yang sebaiknya diambil oleh orangtua dalam mendidik adalah
senantiasa memberikan kesempatan kepada anak untuk beraktualisasi diri dengan
berbagai percobaan yang ingin mereka lakukan dan jika perlu merangsang mereka
untuk melakukan berbagai jenis percobaan walau menunjukkan hasil yang minimal.

d. Masa kanak-kanak pertengahan (6-11 tahun)

Perkembangan yang sukses ditandai dengan “menghasilkan”, sedangkan


perkembangan yang gagal ditandai dengan rasa rendah diri. Anak yang sukses
menjalani perkembangannya sudah mau melakukan sesuatu, contohnya menyapu
rumah, mengerjakan PR, dan membersihkan sepatu sendiri. Kewajiban melakukan
hal tersebut menjadi ciri sukses yang disebut dengan mamapu menghasilkan
tanggung jawab. Sebaliknya anak yang kurang beruntung mengalami rendah diri,
misalnya takut ke sekolah, takut bernyanyi, dan kecenderungan merajuk. Anak-anak
pada tahap ini mempunyai tugas untuk membentuk nilai-nilai pribadi, melibatkan diri
dalam kegiatan sosial, belajar menerima dan memahami orang lain. Kegagalan pada
masa ini akan membentuk rasa ketidakmampuan sebagai seorang dewasa kelak, dan
tahap perkembangan selanjutnya akan mengarah negatif.

8
e. Masa puber dan remaja (12-20 tahun)

Perkembangan yang sukses ditandai dengan kemampuan mengenal identitas


dirinya sendiri. Perkembangan yang gagal ditandai dengan kebingungan baik dalam
peran gender, bingung dengan keadaan diri dan cita-cita di masa depan. Menurut
Erikson, krisis utama yang sering terjadi pada masa ini adalah krisis identitas yang
berpengaruh terhadap perkembangan individu di masa dewasa. Remaja yang gagal
dalam menentukan dirinya akan cenderung mengalami konflik peran, kehilangan
tujuan dan arah hidupnya.

f. Masa dewasa awal (21-30 tahun)

Perkembangan yang sukses ditandai dengan adanya keintiman, sedangkan


perkembangan yang gagal ditandai oleh isolasi. Intim yang dimaksud adalah memiliki
kemampuan yang baik untuk akrab dengan orang lain dan tidak menyukai
menyendiri. Perkembangan yang baik pada masa ini ditandai dengan adanya
kematangan untuk memasuki lembaga perkawinan. Sebaliknya orang yang suka
menyendiri sebenarnya ia sedang berada dalam kekacauan perkembangan.
Ketidakpercayaan terhadap orang lain serta ketidakberanian untuk bekerja sama
membuat individu tersebut untuk mengurung diri, mengalami kesukaran dalam
membina rumah tangga yang harmonis dan kesulitan bekerja bersama orang lain.

g. Masa dewasa pertengahan (30-55 tahun)

Perkembangan yang sukses ditandai dengan adanya keaktifan dalam berbagai


bidang secara umum. Secara umum individu yang berada pada masa ini mampu
melibatkan diri secara luas yang diwujudkan dalam bentuk kemampuan untuk
mengasihi secara baik, bekerja baik, dan bersahabat. Inilah yang disebut dengan
kedewasaan dan kematangan secara penuh. Individu yang sukses akan mampu
berprestasi dengan baik pada bidang yang ditekuninya. Pada tahap ini sudah

9
mencapai kematangan yang sempurna baik secara sosial, ekonomi, emosi dan
intelektual.

h. Masa dewasa akhir (55 tahun ke atas)

Perkembangan yang sukses ditandai dengan keterpaduan dan perkembangan


yang gagal ditandai dengan keputusasaan. Sukses yang terpadu maksudnya apa yang
dilakukannya sudah dapat dimaknainya dengan baik, misalnya jika sudah memiliki
cucu, dia akan sayang pada cucu dan menantunya. Sebaliknya perkembangan yang
gagal cenderung membenci menantu dan cucu serta banyak penyesalan.

E. Proses Perkembangan Kepribadian

Erikson membagi atas empat tahapan sebagai berikut:

1. Ego berkembang atas kekuatan dirinya sendiri.


2. Pertumbuhan ego yang normal adalah dengan berkembangnya keterampilan
anak dalam berkomunikasi. Karena melalui komunikasi individu dapat
mengukur dan menilai tingkah lakunya berdasarkan reaksi dari orang lain.
3. Perkembangan bahasa juga menambah keterampilan individu untuk
membedakan suatu objek dalam lingkungan dengan bahasa individu mampu
berkomunikasi dengan orang lain.
4. Kepribadian individu berkembang terus menerus melalui proses hubungan
dirinya dengan dunia luar atau lingkungannya (adanya keterkaitan antara
hubungan yang satu dengan yang lain).

Dalam berkomunikasi dengan lingkungannya ada enam aspek yang perlu


diperhatikan yaitu:

10
1. Individu belajar membedakan suatu objek dengan objek yang lainnya.
2. Individu harus bisa melibatkan diri dengan lingkungan yang spesial yang
makin lama makin meluas dan makin mendalam.
3. Proses sosialisasi, maksudnya adalah berhubungan dengan orang lain, dengan
adanya hubungan dengan orang lain individu dapat menyesuaikan diri dengan
keadaan yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya.
4. Perkembangan kepribadian yang baik apabila kepribadian itu mengarah
kepada pembentukan “coping behavior”. Coping behavior adalah
kemampuan atau tingkah laku individu yang dapat menangani suatu masalah
secara tepat dan hasilnya baik. Agar coping behavior berdaya guna, harus
memiliki dua ciri sebagai berikut:
5. Coping behavior merupakan pola-pola tingkah laku yang tertata dengan baik
melalui beberapa tahapan yang benar, terstruktur dan bermakna. Contohnya
apabila seorang mahasiswa membutuhkan sebuah buku dan hanya satu di
perpustakaan, dia meminjam untuk difoto copy terlebih dahulu atau mencatat
hal yang penting dari buku tersebut.
6. Tingkah laku yang mengandung coping behavior dilakukan secara sadar dan
impulsif.

Coping behavior merupakan konsep yang pokok dalam konego dan salah satu
tujuan dari konego adalah pembentukan coping behavior pada diri klien. Sedangkan
yang menjadi tujuan akhir perkembangan kepribadian adalah terbentuknya coping
behavior secara otomatis.

F. Fungsi Ego

Fungsi ego dalam diri individu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Fungsi dorongan ekonomis; fungsi ego ini menyalurkan dengan cara


mewujudkan dalam bentuk tingkah laku secara baik yaitu yang baik dan dapat

11
diterima lingkungan, berguna dan menguntungkan baik bagi diri individu
sendiri maupun orang lain di lingkungannya.
b. Fungsi kognitif; berfungsinya ego pada diri individu untuk menerima
rangsangan dari luar kemudian menyimpannya dan setelah itu dapat
mempergunakannya unuk keperluan coping behavior. Dalam hal ini individu
mempergunakan kemampuan kognitifnya dengan disertai oleh pertimbangan-
pertimbangan akal dan menalar.
c. Fungsi pengawasan; disebut juga dengan fungsi kontrol, maksudnya tinglah
laku yang dimunculkan individu merupakan tingkah laku yang berpola dan
sesuai dengan aturan. Secara khusus fungsi ego ini mengontrol perasaan dan
emosi terhadap tingkah laku yang dimunculkan.

G. Perkembangan Tingkah Laku Salah Suai

Munculnya tingkah laku salah suai pada diri seseorang disebabkan oleh tiga
faktor, yaitu:

1. Individu di masa lalunya kehilangan kemampuan atau tidak diperkenankan


merespon rangsangan dari luar secara tepat sehingga pada saat sekarang
menjadi salah suai dalam bertingkah.
2. Apabila pola coping yang sudah terbina pada dirinya sekarang tidak sesuai
lagi dengan situasi sekarang.
3. Fungsi ego tidak berjalan dengan baik, saat bertingkah laku salah satu fungsi
ego atau ketiga-tiganya tidak berfungsi dengan baik, misalnya individu
tersebut tidak mempertimbangkan untung ruginya dalam bertingkah laku,
kurang memanfaatkan pikiran atau kurang mengontrol perasaan, sehingga
menjadi sorotan dari lingkungan dan tentu saja menimbulkan
ketidaknyamanan bagi individu.

12
H. Tujuan dan Proses Konseling Ego
1. Tujuan Konseling Ego

Adapun tujuan konseling menurut Erikson adalah memfungsikan ego klien


secara penuh. Tujuan lainnya adalah melakukan perubahan-perubahan pada diri klien
sehingga terbentuk coping behavior yang dikehendaki dan dapat terbina agar ego
klien itu menjadi lebih kuat. Ego yang baik adalah ego yang kuat, yaitu yang dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan dimana dia berada.

2. Proses Konseling Ego

Beberapa aturan dalam konseling ego yaitu:

a. Proses konseling harus bertitik tolak dari proses kesadaran.


b. Proses konseling bertitik tolak dari asas kekinian.
c. Proses konseling lebih ditekankan pada pembahasan secara rasional.
d. Konselor hendaknya menciptakan suasana hangat dan spontan, baik dalam
penerimaan klien maupun dalam proses konseling.
e. Konseling harus dilakukan secara profesional.
f. Proses konseling hendaklah tidak berusaha mengorganisir keseluruhan
kepribadian individu, melainkan hanya pada pola-pola tingkah laku salah suai
saja.

I. Teknik-Teknik Konseling Ego

Adapun teknik-teknik dalam konseling ego adalah:

a. Pertama-tama konselor perlu membina hubungan yang akrab dengan klien.


b. Usaha yang dilakukan oleh konselor harus dipusatkan pada masalah yang
dikeluhkan oleh klien, khususnya pada masalah yang ternyata di dalamnya
tampak lemahnya ego.

13
c. Pembahasan itu dipusatkan pada aspek-aspek kognitif dan aspek lain yang
terkait dengannya.
d. Mengembangkan situasi ambiguitas (keadaan bebas dan tak terbatas) yang
dapat dibina dengan:
e. Konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memunculkan perasaan
yang ada dalam dirinya.
f. Klien diperkenankan mengemukakan kondisi diri yang mungkin berbeda
dengan orang lain.
g. Konselor menyediakan fasilitas yang memungkinkan terjadinya transference
melalui proyeksi. Pribadi yang transference adalah pribadi yang mengizinkan
orang lain melihat pribadinya sedangkan proyeksi adalah mengemukakan
sesuatu yang sebetulnya ada pada diri sendiri.
h. Pada saat klien transference, konselor hendaknya melakukan kontra
transference.
i. Konselor hendaknya melakukan diagnosis dengan dimensi-dimensinya, yaitu:
j. Perincian dari masalah yang sedang dialami klien saat diselenggarakan
konseling itu.
k. Sebab-sebab timbulnya masalah tersebut, bisa juga titik api yang
menyebabkan masalah tersebut menyebar.
l. Menentukan letak masalah, apakah pada kebiasaan klien, cara bersikap atau
cara merespon lingkungan.
m. Kekuatan dan kelemahan masing-masing orang yang bermasalah.
n. Membangun fungsi ego yang baru dengan cara:
o. Dengan mengemukakan gagasan baru
p. Berdasarkan diagnosis dan gagasan tersebut diberikan upaya pengubahan
tingkah laku
q. Pembuatan kontrak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang telah diputuskan
dalam konseling.

14
J. Kelebihan dan Kelemahan Konseling Ego
1. Kelemahan
a. Susah untuk mengetahui bagaimana ego yang ditimbulkan oleh klien
karena individu merasa bahwa tidak akurat dan tidak harus di
temukan.
b. Konselor tidak mampu atau susah mengetahuinya karena dalam
konego ini di lihat dari reaksi yang di timbulkan.

2. Kelebihan
a. Bisa membuat individu berkembang dan kekuatan dirinya melalui ego
b. Membuat anak dalam berkomunikasi dan dapat bernilai tingkah
lakunya berdasarkan reaksi dari orang lain.
c. Membiasakan individu berkembang terus melalui proses hubungan
dirinya dengan dunia luar.

K. Langkah-Langkah Konseling Ego

Adapun langkah-langkah dalan penyelenggaraan konego adala:

a. Membantu klien mengkaji perasaan-perasaannya berkenaan dengan


kehidupan, feeling terhadap peranannya, penampilan dan hal lain yang terkait
dengan tugas-tugas kehidupannya.
b. Klien diproyeksikan dirinya terhadap masa depan. Dalam hal ini konselor
mendiskusikan tujuan hidup masa depan klien, sekaligus potensi-potensi yang
dimilikinya. Konselor membawa klien agar mampu melihat hubunagn yang
signifikan antara masa depan dan tujuan hidup klien dengan kondisinya di
masa sekarang.
c. Konselor mendiskusikan bersama klien hambatan-hambatan yang ditemuinya
untuk mencapai tujuan masa depan.

15
16
BAB II

PEMBAHASAN

KONSELING EGO (KONEGO)

A. Pengantar Konseling Ego

Ciri baru dari model konseling Ego adalah lebih menekankan pada fungsi ego.
Dalam model konseling Ego dikenal satu istilah yang sangat menonjol yaitu “ego
strength“ tang artinya kekuatan ego. Pada dasarnya kegiatan konseling adalah
usaha memperkuat “Ego Strength”. Dengan demikian orang yang bermasalah
adalah orang yang memiliki ego yang lemah. Pada umumnya masalah-masalah
yang dialami individu diwarnai oleh kuat dan lemahnya ego tersebut.

Pebedaan antara ego menurut Sigmund Freud dengan Ego menurut


Psikoanalisis Baru adalah menurut Freud, ego itu tumbuh dari Id atau
merupakan kelanjutan daripada Id sedangkan menurut Psikoanalisis baru, ego
itu tidak terikat pada Id, jadi tumbuh sendiri yang merupakan keseluruhan
kepribadian. Ego itulah yang tumbuh dan menjadi kepribadian seseorang. Jenis
ego baru ini disebutnya juga dengan ego kreatif.

Erickson tidak sependapat dengan Freud tentang hakekat manusia, dan dia
beranggapan bahwa manusia tidaklah dijadikan sesederhana binatang yang
hanya bertingkah laku berdasarkan pada instink atau semata-mata memenuhi
kebutuhanya ( Freud cenderung melihat bahwa dasarnya tingkah laku manusia
itu adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan Id nya).

Manusia tidaklah didorong oleh energy dari dalam, tetapi manusia itu lahir ke
dunia untuk merespon perangsang-perangsang yang berbeda-beda. Disini
terlihat beda pendapatnya dengan Sigmund Freud yang lebih menekankan
peranan Id dalam kehidupan, sedangkan konseling Ego lebih menekankan
peranan ego dalam kehidupan seseorang.

Egolah yang mengembangkan segala sesuatunya,misalnya kemampuan


individu, keadaan dirinya, penyaluran minatnya, hubungan sosialnya dan
sebagainya. Selanjutnya dikemukakan oleh Hansen,dkk (1977) bahwa,
seseorang individu haruslah mempunyai ego yang sehat dan ego yang kuat.

B. Pandangan Tentang Manusia

1. Tahap-tahap Perkembangan Kepribadian

17
Menurut Calvin S Hall & Gander Lindzey (1978), Erickson merumuskan cirri-ciri
perkembangan kepribadian atas dua bagian yaitu perkembangan kepribadian
yang sehat dan perkembangan kepribadian yang gagal pada setiap tahap.

Keseluruhan tahap perkembangan kepribadian tersebut dibagi Erickson menjadi


delapan tahap, empat tahap perkembangan yang pertama sejalan dengan
pengklasifikasian tahap perkembangan psikoseksual menurut Sigmund Freud,
yaitu yang berlangsung pada masa kanak-kanak. Tahap perkembangan kelima
berlangsung pada masa remaja, sedangkan tiga tahap terakhir berlangsung
pada masa dewasa dan masa tua.

Berikut ini diuraikan ke-8 tahap tersebut

a) Masa Bayi Awal ( umur 0 sampai 1 tahun )

Pada tahap ini perkembangan yang sukses ditandai dengan sikap percaya.
Sikap ini dianutnya, apabila anak memperoleh kasih sayang yang cukup dari
orang tuanya dan kebutuhanya terpenuhi dengan baik. Pada diri anak akan
tertanam rasa percaya pada dunia, sebaliknya apabila pada masa ii anak sering
diterlantarkan dan dikasari, maka pada dirinya akan berkembang sikap tidak
percaya khususnya pada orang lain..

b) Masa Bayi Akhir ( umur 1 samapi 3 tahun)

Menurut Erickson 9 dalam Hansen,dkk: 1977), perkembangan anak yang sukses


pada masa ini ditandai oleh adanya otonomi. Sedangkan perkembangan yang
gagal ditandai oleh adanya perasaan ragu-ragu dan malu. Sikap orang tua yang
cenderung melarang melakukan sesuatu, apalagi memarahi dan menyesali
tentang apa yang dilakukannya itu tidak tepat, akibatnya akan dapat
menumbuhkembangkan perasaan ragu-ragu dan malu baik pada masa sekarang
maupun pada masa tahap pekembangan berikutnya.

c) Masa Kanak-kanak Awal ( umur 3 – 5 tahun)

Pada tahap ini, Perkembangan kepribadian yang sukses ditandai oleh adanya
inisiatif. Sedangkan perkembangan yang gagal ditandai dengan adanya
perasaan bersalah. Menurut Erickson, tugas pokok dari individu pada masa ini
adalah membentuk rasa memiliki kemampuan dan inisiatif. Sikap yang sebaiknya
diambil oleh orang tua pendidik lainnya adalah selalu member kesempatan pada
anak untuk beraktualisasi diri dengan berbagai percobaan yang ingin mereka
lakukan.

d) Masa Kanak-Kanak Pertengahan (6 – 11 tahun)

18
Perkembangan yang sukses pada masa ini ditandai dengan “menghasilkan”,
sedangkan yang gagal akan menjadi merasa rendah diri. Dapat dilihat bahwa
anak SD sedikit demi sedikit sudah dapat diberi kewajiban misalnya menyapu,
mengerjakan PR sekolah, membersihkan sepatu sendiri.

e) Masa Puber dan Remaja ( 12-20 tahun)

Menurut Salvatore R.Maddi (1980), Perkembangan yang diinginkan pada masa


ini adalah anak dapat mengenal identitas dirinya sendiri, yaitu dia mengetahui
siapa dirinya,apa potensinya dan hendak kemana arah kehidupannya

f) Masa Dewasa Awal (21-30 tahun)

Ciri dari perkembangan kepribadian yang sukses pada masa ini ditandai oleh
adanya keintiman, sedangkan perkembangan yang gagal ditandai oleh isolasi.
Intim maksudnya adalah sudah memiliki kemampuan yang baik untuk akrab
dengan orang lain dan tidak suka menyendiri.

g) Masa Dewasa Pertengahan (30 – 55 tahun )

Perkembangan yang sukses ditandai oleh adanya keaktifan dalam berbagai


bidang secara umum. Misalnya secara umum dia aktif dalam pekerjaan, aktif
dalam organisasi, aktif dalam raga, dan sebagainya. Selanjutnya menurut
Rochman Natawijaya (1987) kemampuan untuk generativity merupakan konsep
yang luas yang dimanivestasikan dalam bentuk kemampuan untuk mengasihi
secara baik, bekerja baik, dan bagaimanapun baik.

h) Masa Dewasa Akhir ( 55 tahun keatas)

Perkembangan yang sukses ditandai oleh adanya “intergrity” atau terpadu dan
perkembangan yang gagal ditandai dengan “despair” atau keputusasaan.

2. Proses Perkembangan Kepribadian

Erikson telah membagi proses perkembangan kepribadian atas empat tahapan


yaitu sebagai berikut:

a) Ego berkembang atas kekuatan dirinya sendiri.

b) Pertumbuhan ego yang normal adalah dengan berkembangnya keterampilan


anak dalam berkomunikasi. Karena melalui komunikasi individu dapat mengukur
dan menilai tingkah lakunya berdasarkan reaksi dari orang lain.

19
c) Perkembangan bahasa juga menambah keterampilan individu untuk
membedakan suatu objek dalam lingkungan dengan bahasa individu mampu
berkomunikasi dengan orang lain.

d) Kepribadian individu berkembang terus menerus melalui proses hubungan


dirinya dengan dunia luar atau lingkungannya (adanya keterkaitan antara
hubungan yang satu dengan yang lain).

Dalam berkomunikasi dengan lingkungannya ada empat aspek yang perlu


diperhatikan yaitu:

a) Individu belajar membedakan suatu objek dengan objek yang lainnya.

b) Individu harus bisa melibatkan diri dengan lingkungan yang spesial yang
makin lama makin meluas dan makin mendalam.

c) Proses sosialisasi, maksudnya adalah berhubungan dengan orang lain,


dengan adanya hubungan dengan orang lain individu dapat menyesuaikan diri
dengan keadaan yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya.

d) Perkembangan kepribadian yang baik apabila kepribadian itu mengarah


kepada pembentukan “coping behavior”. Coping behavior adalah kemampuan
atau tingkah laku individu yang dapat menangani suatu masalah secara tepat
dan hasilnya baik. Agar coping behavior berdaya guna, harus memiliki dua ciri
sebagai berikut:

ü Coping behavior merupakan pola-pola tingkah laku yang tertata dengan baik
melalui beberapa tahapan yang benar, terstruktur dan bermakna. Contohnya
apabila seorang mahasiswa membutuhkan sebuah buku dan hanya satu di
perpustakaan, dia meminjam untuk difoto copy terlebih dahulu atau mencatat hal
yang penting dari buku tersebut.

ü Tingkah laku yang mengandung coping behavior dilakukan secara sadar


danimpulsif.

ü Coping behavior merupakan konsep yang pokok dalam konego dan salah satu
tujuan dari konego adalah pembentukan coping behavior pada diri klien.
Sedangkan yang menjadi tujuan akhir perkembangan kepribadian adalah
terbentuknya coping behavior secara otomatis.

3. Fungsi Ego

Dibandingkan dengan teori psikoanalisis klasik, disini fungsi ego lebih positif,
yaitu berhubungan dengan lingkungan melalui cara-cara rasional dan sadar.

20
Tiga kategori fungsi ego, yaitu sebagai berikut :

a) Impluse economics (imec)/ fungsi Dorongan Ekonomis

Kemampuan ego untuk tidak hanya mengontrol dorongan-dorongan, tetapi


menyalurkan kea rah tingkah laku yang lebih dapat diterima dan berguna.

Fungsi ego impulse economic, maksudnya adalah dorongan-dorongan yang


menguntungkan disalurkan dengan cara yang baik dan normative. Pada diri
individu terdapat bermacam-macam dorongan yang setiap saat muncul,misalnya
dorongan untuk bekerja, berbicara, melakukan sesuatu dan sebagainya. Fungsi
ego disini adalah menyalurkan dengan cara mewujudkan dalam bentuk tingkah
laku secara baik yaitu yang baik dan dapat diterima oleh lingkungan.

b) Cognitive fungtion (cogfun)/ Fungsi Kognitif

Kemampuan ego untuk menganalisis dan berpikir logis mengatasi perasaan ini
merupakan kemampuan ego yang bebas dari pengaruh Id.

Fungsi ego kognitif maksudnya adalah berfungsinya ego pada diri individu untuk
menerima rangsangan dari luar kemudian menyimpannya dan setelah itu dapat
mempergunakannya untuk sesuatu keperluan coping behafior. Individu yang
memiliki fungsi kognitifnya dalam bertingkah laku selalu menggunakan aspek
pikiran, dan selalu diiringi dengan kemampuan mengingat dan memutuskan.
Sebaliknya apabila tidak berfungsi aspek kognitif ego ini maka tingkah laku
individu nampak agak sembrono, implus dan kekanak-kanakan.

c) Controlling Fungsional (confun)

Kemampuan ego untuk memusatkan usaha penyelesaian tugas tanpa diganggu


oleh perasaan.

Fungsi pengawasan disebut disebut juga dengan fungsi control, maksudnya ego
tidak membiarkan tingkah laku seseorang itu sembarangan atau acak tetapi
tingkah laku yang dilahirkan itu hendaknya merupakan tingkah laku yang berpola
dan menurut aturan tertentu. Secara khusus fungsi ego yang mengontrol ini
termasuk juga mengontrol perasaan dan emosi terhadap tingkah laku yang
dimunculkan. Tingkah laku yang baik adalah penampilan tingkah laku tersebut
tidak begitu juga saja dicakari oleh emosi, dan sebagai sifat kerasionalanya
tingkah laku lebih tampak. Ciri fungsi control ini adalah individu yang bertingkah
laku tanpa diganggu oleh emosinya, orang yang paling tidak ada kontrolnya
adalah “Manic Depressive”

21
C. Perkembangan Tingkah Laku Salah Suai (TLSS)

Erikson merumuskan munculnya tingkah laku salah suai pada diri seseorang
disebabkan oleh tiga faktor, yaitu :

1. Individu dahulunya kehilangan kemampuan atau tidak diperkenankan


merespon rangsangan dari luar secara tepat sehingga pada saat sekarang
menjadi salah tingkah.

Contoh : seseorang yang tidak boleh bergaul dengan jenis kelamin lain yang
berbeda, dimana seseorang tersebut amat terikat dengan nilai-nilai yang kaku
(agama, adat atau kepercayaan lainnya) sedangkan pada dirinya selalu muncul
dorongan atau naluri yang mana sangat dilarang oleh lingkungannya, sehingga
apabila inidividu itu pindah pada lingkungan yang agak longgar terhadap nilia-
nilai, maka akan menimbulkan masalah pada diri individu itu setiap kali dia
dihadapkan pada situasi yang sama.

2. Apabila pola-pola coping behavior yang sudah terbina pada dirinya sekarang
tidak sesuai lagi dengan siyuasi setempat dimana dia itu berada.

Misalnya : Coping Behavior yang selama ini biasa dipakai di tempat asalnya,
digunkakan juga pada lingkungan baru, maka oleh masyarakat akan dianggap
ganjil, sehingga setipa kali dia berlaku begitu maka akan menjadi pusat
perhatian orang lain. Akhirnya individu itu menjadi salah tingkah yang tentu saja
berpengaruh pada penyesuaian dirinya.

3. Fungsi ego tidak berjalan dengan baik.

Misalnya individu tersebut tidak mempertimbangkan untung ruginya dalam


bertingkah laku tertentu, kurang memanfaatkan pikiran atau kurang mengontrol
perasaanya sehingga menjadi sorotan orang disekitarnya dan tentu saja
menimbulkan ketidakenakan bagi yang bersangkutan.

4. Perkembangan kepribadian

Kepribadian merupakan produk dari sebagai faktor dalam waktu yang cukup
lama. Perkembangan psikososial (Erikson) Ego berkembang atas kekuatannya
sendiri, tidak tergantung pada energi id.

22
5. Pertumbuhan ego yang normal merupakan perkembangan kemampuan
komunitas pada anak, Pola dasar tingkah laku terbentuk pada masa enam tahun
pertam.

6. Fungsi ego dibandingkan dengan teori psikoanalisis klasik, disini ego lebih
positif, yaitu berhubungan dengan lingkungan melalui cara-cara rasional dan
sadar.

D. Tujuan Konseling dan Proses Konseling

1. Tujuan Konseling

Menurut C.H Patterson (1966), tujuan konseling berdasarkan pandangan teori


Erickson, ialah

a) Memfungsikan ego klien yang sebelumnya tidak berfungsi dengan penuh

b) Selain itu tujuan konseling itu adalah melakukan perubahan pada diri klien
sehingga terbentuk Coping Behavior yang dikehendaki dan dapat terbina dan
agar ego klien itu dapat lebih kuat (ego integrety)

c) Keseluruhan pribadi harus diarahkan untuk merubah, kalau klien mau dibantu.

d) Konselor membantu klien memperbaiki satu-dua fungsi ego yang rusak


sehingga menimbulkan kesulitan begi klien.

2. Proses Konseling

Langkah-langkah dalam penyelenggaraan konseling ego adalah :

a) Pertama-tama membantu klien mengkaji perasaan-perasaannya berkenaan


dengan kehidupan, juga feeling terhadap peranan-peranannya, feeling
penampilannya dan hal-hal lain yang bersangkut paut dengan tugas-tugas
kehidupannya.

b) Klien kita proyeksikan dirinya terhadap masa depan.

c) Selanjutnya konselor berusaha mendiskusikan dengan klien hambatan-


hambatan yang dijumpainya untuk mencapai tujuan masa depannya

d) Kalau pendiskusian tentang hambatan-hambatan itu sudah berlangsung


cukup jauh, konselor melalui proses interpretasi dan refleksi, mengajak klien
untuk mengkaji lagi diri sendiri dan lingkungannya.

23
Agar konseling ego dapat diselenggarakan dengan efektif, maka ada beberapa
aturan dalam konseling ego, yaitu :

a) Proses konseling harus bertitik tolak dari proses kesadaran karena dalam
suasana sadar itulah fungsi kognitif dapat dilakukan, dalam keadaan sadar,
fungsi kognitif ego itu tidak dapat jalan sebagaimana yang diharapkan.

b) Proses konseling hendaklah bertitik tolak dari azas kekinian atau tingkah laku
sekarang dan tidak membahas nostalgia masa lampau.

c) Proses konseling lebih ditekankan pada pembahasan secara rasional, aspek


kognitif dan dimensi kognitif yang ada hubungannya dengan bagaimana individu
berfikir tentang dasar-dasar tingkah lakunya.

d) Konselor hendaklah menciptakan suasana hangat dab spontan, baik dalam


penerimaan klien mauoun dalam proses konseling.

e) Konseling harus dilakukan secara profesional dan dilakukan oleh konselor-


konselor yang sudah terlatih.

f) Proses konseling hendaklah tidak berusaha mengorganisir keselururan


kepribadian individu, tetapi hanya pada pola tingkah laku yang salah suai.

E. Teknik Konseling

Adapun teknik konseling ego itu adalah sebagai berikut :

1. Pertama-tama konselor perlu membiana hubungan yang akrab dengan


kliennya, sehingga dapat muncul kepercayaan pada diri klien terhadap
konselornya.

2. Usaha yang dilakukan konselor harus dipusatkan pada masalah yang


dikeluhkan oleh klien, khususnya pada masalah yang ternyata di dalamnya
tampak kekuatan egonya melemah .

3. Pembahasan itu dipusatkan pada aspek kognitif, tetapi hal yang mempunyai
kaitan langsung dengan perasaan juga disinggung.

4. Mengembangkan situasi “ambiguitas” (keadaan bebas dan boleh kemana saja


dan tidak dibatasi, tidak dihalangi, tidak dihambat-hambat). Untuk terbinanya
suasana ambiguitas itu ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu :

a) Konselor memberikan kesempatan kepada klien bagi munculnya perasaan-


perasaan dari dalam diri klien.

24
b) Klien diperkenankan mengemukakan kediriannya sendiri yang mungkin
berbeda dengan orang lain.

c) Konselor menyediakan fasilitas yang memungkinkan terjadinya tranference


melalui proyeksi. Tranference maksudnya adalah tembus pandang dalam arti
bisa dilihat orang.

Misalnya pirbadi yang tranference adalah pribadi yang tidak miskin dan orang
lain boleh melihat pribadi yang terbuka tersebut. Sedangkan proyeksi disini
maksudnya adalah mengemukakan sesuatu yang sebetulnya ada pada diri
sendiri, tapi menyebutkan hal itu terdapat pada diri orang lain.

5. Pada saat klien melakukan trabference, maka konselor hendaklah melakukan


kontar tranference. Maksudnya konselor mengendalikan diri terhadap kesan-
kesan pada klien.

6. Konselor hendaknya melakukan dignosis dengan dimensi-dimensinya, yaitu :

a) Perincian dari masalah yang sedang dialami klien saat diselenggarakan


konseling itu

b) Sebab-sebab timbulnya masalah tersebut, bisa juga titik api yang menjadikan
masalah tersebut menyebar saat ini

c) Letaknya masalah itu dimana, apakah pada kebiasaan klien, sikapnya atau
pada cara tingkah laku yang dilakukan pada saat itu

d) Kekuatan dan kelemahan masing-masing orang yang bermasalah, misalnya


apa yang dimilikinya baik yang sifatnya tidak dimilikinya.

7. Membangun fungsi ego yang baru dengan cara :

a) Dapat dikemukakan berbagai gagasan-gagasan baru

b) Berdasarkan dignosis dan gagasan tersebut langsung diberikan upaya


pengubahan tingkah laku

c) Pembuatan kontrak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang telah diputuskan


dalam konseling.

F. Kekuatan dan kelemahan konseling Ego

1. Kelemahan

25
a) Susah untuk mengetahui bagaimana ego yang di timbulkan oleh klien karena
individu merasa bahwa egonya tidak kuat dan tidak harus di temukan

b) Konselor tidak mampu atau susah mengetahuinya karena dalam konego ini di
lihat dari reaksi yang di timbulkan.

2. Kelebihan

a) Bisa membuat individu berkembang dan kekuatan dirinya sendiri melalui ego

b) Membantu anak dalam berkomunikasi dan dapat menilai tingkah lakunya


berdasarkan reaksi dari orang lain.

c) Membiasakan individu berkembang terus melalui proses hubungan dirinya


dengan dunia luar.

G. Analisis kasus berdasarkan KONEGO

1. Apabila individu tertekan oleh keadaan yang menimpanya dan ego kehilangan
kontrol, maka kontrol terhadap tingkah laku beralih dari kesadaran dan
ketidaksadaran / kontrol beralih dari ego ke id.

2. Ego yang kurang kuat dapat tumbuh, karena Pada periode perkembangan
individu, yaitu sejajar dengan tahap perkembangan psikososial Erikson
disebabkan oleh :

a) Individu kurang mampu merespon dengan cara yang layak

b) Pola tingkah yang dimiliki tidak lagi cocok dengan tuntutan lingkungan (situasi)

c) Rusaknya fungsi ego

3. Individu abnormal adalah individu yang tingkah lakunya tidak berubah dalam
menghadapi tuntutan diri sendiri atau pun lingkungan yang telah berubah.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

26
Model konseling ego lebih menekankan pada fungsi ego, yaitu dengan
menonjolkan ego strength (kekuatan ego). Individu yang memiliki ego yang kuat
akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan membina hubungan
sosial yang harmonis bersama orang lain. Dalam perkembangan individu Erikson
membaginya menjadi perkembangan yang sukses dan perkembangan yang
gagal pada setiap tahap perkembangan.

Erikson telah membagi proses perkembangan kepribadian atas empat tahapan


yaitu sebagai berikut:

1. Ego berkembang atas kekuatan dirinya sendiri.

2. Pertumbuhan ego yang normal adalah dengan berkembangnya keterampilan


anak dalam berkomunikasi. Karena melalui komunikasi individu dapat mengukur
dan menilai tingkah lakunya berdasarkan reaksi dari orang lain.

3. Perkembangan bahasa juga menambah keterampilan individu untuk


membedakan suatu objek dalam lingkungan dengan bahasa individu mampu
berkomunikasi dengan orang lain.

4. Kepribadian individu berkembang terus menerus melalui proses hubungan


dirinya dengan dunia luar atau lingkungannya (adanya keterkaitan antara
hubungan yang satu dengan yang lain).

B. Saran

Sebagai calon konselor masa depan, seorang konselor harus mampu


memahami kapankah akan digunakannya setiap teori yang ada dalam konseling.
Dan penggunaan teori itupun juga harus tepat, sesuai dengan hal-hal yang
dialami dan dirasakan oleh klien.

DAFTAR PUSTAKA

Baraja , Abu Bakar. 2004. Psikologi Konseling dan Teknik Konseling. Jakarta: Studio
Pers

Gerald, Corey. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Terjemahan).


Bandung : PT Refika Aditama

Gantina, Komalasari dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : PT. Indeks

Prayitno. 1998. Konseling Pancawaskita: Kerangka Konseling Eklektik. Padang : UNP

27
Press

Surya, Muhammad. 2003. Teori-teori Konseling. Bandung: Pustaka Bany Quraisy

Taufik. 2009. Model-model Konseling. Padang: BK FIP UNP

http://counselingcare.blogspot.com/2012/06/konseling-ego.html

http://muhammadamirullah14.wordpress.com/2012/02/27/teori-kepribadian-erikson-
2.html

http://konselorindonesia.blogspot.com/2013/03/31/konseling-ego-erickson-4.html

KONSELING EGO

A.    Pengantar Konseling Ego


Model konseling ego merupakan model psikoanalisis baru dan biasa disebut psikologi
dalam. Model ini memiliki persamaan dengan pandangan psikoanalisis klasik, yaitu :
a.       Mementingkan masa kehidupan anak dibawah lima tahun
b.      Sama-sama menggunakan konsep ego
c.       Sama-sama mementingkan konsep kesadaran, bawah sadar dan ketidak sadaran.
Ada satu istilah yang sangat menonjol dalam model konseling ego yang dikemukakan
oleh Erikson ini, yaitu “ego strength” yang artinya kekuatan ego. Pada dasarnya kegiatan
konseling adalah usaha memperkuat “ego strength”. Dengan demikian orang yang
bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang lemah. Misalnya orang yang penakut,
rendah diri, banyak lemah, tidak bisa mengambil keputusan termasuk orang yang memiliki
ego lemah. Dikatakan demikian adalah karena orang yang keadaannya seperti itu tidak dapat
memfungsikan egonya secara penuh, baik untuk menggerakkan dirinya dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya maupun untuk meraih keinginan-keinginannya. Pada umumnya
masalah-masalah yang dialami individu diwarnai oleh kuat dan lemahnya ego tersebut.
Menurut Freud, ego tumbuh dari Id atau merupakan kelanjutan daripada Id, sedangkan
menurut Psikoanalisis baru, ego itu tidak terikat pada Id, jadi tumbuh sendiri yang merupakan
keseluruhan kepribadian. ego itulah yang tumbuh dan menjadi kepribadian seseorang. Jenis
ego baru ini disebutnya juga dengan ego kreatif.
B.     Asumsi Tentang Manusia
Erikson beranggapan bahwa manusia tidaklah dijadikan sesederhana binatang yang
hanya bertingkah laku berdasarkan pada instink atau semata-mata memenuhi kebutuhannya.
Manusia tidaklah didorong oleh energi dari dalam, tetapi manusia itu lahir ke dunia untuk
merespon perangsang yang berbeda-beda, misalnya individu dalam kehidupannya perlu

28
menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya, perlu melakukan sesuatu untuk
keperluan orang lain di sekitarnya dan lain-lain. Disinilah perbedaan pendapat dimana Freud
lebih menekankan peranan Id dalam kehidupan, sedangkan konseling ego lebih menekankan
peranan ego dalam kehidupan seseorang. Egolah yang mengembangkan segala
sesuatunya, misalnya kemampuan individu, keadaan dirinya, penyaluran minatnya hubungan
sosialnya dan sebagainya.
C.    Perkembangan Tingkah Laku Salah Suai
Erikson merumuskan munculnya tingkah laku salah suai pada diri seseorang disebabkan
oleh tiga faktor, yaitu :
1.      Individu dahulunya kehilangan kemampuan atau tidak diperkenankan merespon rangsangan
dari luar secara tepat sehingga pada saat sekarang menjadi salah tingkah. Contoh :
seseorang yang tidak boleh bergaul dengan jenis kelamin lain yang berbeda, dimana
seseorang tersebut amat terikat dengan nilai-nilai yang kaku (agama, adat atau kepercayaan
lainnya) sedangkan pada dirinya selalu muncul dorongan atau naluri yang mana sangat
dilarang oleh lingkungannya, sehingga apabila inidividu itu pindah pada lingkungan yang
agak longgar terhadap nilia-nilai, maka akan menimbulkan masalah pada diri individu itu
setiap kali dia dihadapkan pada situasi yang sama.
2.      Apabila pola-pola coping behavior yang sudah terbina pada dirinya sekarang tidak sesuai
lagi dengan siyuasi setempat dimana dia itu berada. Misalnya : Coping Behavior yang
selama ini biasa dipakai di tempat asalnya, digunkakan juga pada lingkungan baru, maka
oleh masyarakat akan dianggap ganjil, sehingga setipa kali dia berlaku begitu maka akan
menjadi pusat perhatian orang lain. Akhirnya individu itu menjadi salah tingkah yang tentu
saja berpengaruh pada penyesuaian dirinya.
3.      Fungsi ego tidak berjalan dengan baik. Misalnya individu tersebut tidak mempertimbangkan
untung ruginya dalam bertingkah laku tertentu, kurang memanfaatkan pikiran atau kurang
mengontrol perasaanya sehingga menjadi sorotan orang disekitarnya dan tentu saja
menimbulkan ketidakenakan bagi yang bersangkutan.
D.    Tujuan Konseling dan Proses Konseling
1.      Tujuan Konseling
Tujuan konseling berdasarkan pandangan Erikson adalah memfungsikan ego klien yang
sebelumnya tidak berfungsi dengan penuh. Selain itu tujuan konseling itu adalah melakukan
perubahan pada diri klien sehingga terbentuk Coping Behavior yang dikehendaki dan dapat
terbina dan agar ego klien itu dapat lebih kuat (ego integrety)
2.      Proses Konseling
Langkah-langkah dalam penyelenggaraan konseling ego adalah :
         Pertama-tama mebantu klien mengkaji perasaan-perasaannya berkenaan dengan
kehidupan, juga feeling terhadap peranan-peranannya, feeling penampilannya dan hal-hal
lain yang bersangkut paut dengan tugas-tugas kehidupannya.
         Klien kita proyeksikan dirinya terhadap masa depan.

29
         Selanjutnya konselor berusaha mendiskusikan dengan klien hambatan-hambatan yang
dijumpainya untuk mencapai tujuan masa depannya
         Kalau pendiskusian tentang hambatan-hambatan itu sudah berlangsung cukup jauh,
konselor melalui proses interpretasi dan refleksi, mengajak klien untuk mengkaji lagi diri
sendiri dan lingkungannya.
Agar konseling ego dapat diselenggarakan dengan efektif, maka ada beberapa aturan
dalam konseling ego, yaitu :
a)      Proses konseling harus bertitik tolak dari proses kesadaran karena dalam suasana sadar
itulah fungsi kognitif dapat dilakukan, dalam keadaan sadar, fungsi kognitif ego itu tidak dapat
jalan sebagaimana yang diharapkan.
b)      Proses konseling hendaklah bertitik tolak dari azas kekinian atau tingkah laku sekarang dan
tidak membahas nostalgia masa lampau.
c)      Proses konseling lebih ditekankan pada pembahasan secara rasional, aspek kognitif dan
dimensi kognitif yang ada hubungannya dengan bagaimana individu berfikir tentang dasar-
dasar tingkah lakunya.
d)     Konselor hendaklah menciptakan suasana hangat dab spontan, baik dalam penerimaan klien
mauoun dalam proses konseling.
e)      Konseling harus dilakukan secara profesional dan dilakukan oleh konselor-konselor yang
sudah terlatih.
f)       Proses konseling hendaklah tidak berusaha mengorganisir keselururan kepribadian individu,
tetapi hanya pada pola tingkah laku yang salah suai.
E.     Teknik Konseling
1.      Konselor perlu membina hubungan yang akrab dengan kliennya, sehingga dapat muncul
kepercayaan pada diri klien terhadap konselornya.
2.      Usaha yang dilakukan konselor harus dipusatkan pada masalah yang dikeluhkan oleh klien,
khususnya pada masalah yang ternyata di dalamnya tampak kekuatan egonya melemah .
3.      Pembahasan itu dipusatkan pada aspek kognitif, tetapi hal yang mempunyai kaitan langsung
dengam perasaan juga disinggung.
4.      Mengembangkan situasi “ambiguitas” (keadaan bebas dan boleh kemana saja dan tidak
dibatasi, tidak dihalangi, tidak dihambat-hambat). Untuk terbinanya suasana ambiguitas itu
ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu :
         Konselor memberikan kesempatan kepada klien bagi munculnya perasaan-perasaan dari
dalam diri klien.
         Klien diperkenankan mengemukakan kediriannya sendiri yang mungkin berbeda dengan
orang lain.
         Konselor menyediakan fasilitas yang memungkinkan terjadinya tranference melalui proyeksi.
Tranference maksudnya adalah tembus pandang dalam arti bisa dilihat orang. Misalnya
pirbadi yang tranference adalah pribadi yang tidak miskin dan orang lain boleh melihat
pribadi yang terbuka tersebut. Sedangkan proyeksi disini maksudnya adalah mengemukakan

30
sesuatu yang sebetulnya ada pada diri sendiri, tapi menyebutkan hal itu terdapat pada diri
orang lain.
5.      Pada saat klien melakukan trabference, maka konselor hendaklah melakukan kontar
tranference. Maksudnya konselor mengendalikan diri terhadap kesan-kesan pada klien.
6.      Konselor hendaknya melakukan dignosis dengan dimensi-dimensinya, yaitu :
         Perincian dari masalah yang sedang dialami klien saat diselenggarakan konseling itu
         Sebab-sebab timbulnya masalah tersebut, bisa juga titik api yang menjadikan masalah
tersebut menyebar saat ini
         Letaknya masalah itu dimana, apakah pada kebiasaan klien, sikapnya atau pada cara
tingkah laku yang dilakukan pada saat itu
         Kekuatan dan kelemahan masing-masing orang yang bermasalah, misalnya apa yang
dimilikinya baik yang sifatnya tidak dimilikinya.
7.      Membangun fungsi ego yang baru dengan cara :
         Dapat dikemukakan berbagai gagasan-gagasan baru
         Berdasarkan dignosis dan gagasan tersebut langsung diberikan upaya pengubahan tingkah
laku
         Pembuatan kontrak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang telah diputuskan dalam
konseling.

F.     Kekuatan dan Kelemahan Konseling Ego


1.      Kelebihan Konseling Ego
         Membangun identitas ego klien, serta memperluas dan memperkuat berfungsinya sistem
ego
         Konseling ego tidak hanya mementingkan permasalahan yang terjadi pada masa balita saja,
tetapi juga masa setelah itu.
         Dapat membangun dan membentuk tingkah laku yang tepat suai dengan menekankan
adanya kekuatan ego (ego strengh)
         Setelah dilakukannya konseling maka individu dapat menggerakkan dirinya untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginannya
         Memperkuat tiga fungsi ego, yaitu fungsi dorongan ekonomis, fungsi kognitif dan fungsi
pengawasan
         Kembalinya kemampuanseseorang untuk mengembangkan coping behavior dalam setiap
kali menghadapi masalah-masalah dalam kehidupannya
2.      Kelemahan Konseling Ego
         Konselor hanya menggunakan tekhnik konseling biasa karena tidak ada tekhnik khusus
yang bisa diterapkan untuk menggali masalah klien
         Lebih memusatkan pada ciri individu yang normal dan sadar, daripada mengungkapkan
motif tidak disadari

31
         Apabila individu tertekan oleh keadaan yang menimpanya dan ego kehilangan kontrol, maka
kontrol terhadap tingkah laku beralih dari kesadaran ke ketidaksadaran sehingga beralih dari
ego ke id.

PEMBAHASAN

A.   Biografi Erik Erikson

Erik Erikson dilahirkan di Jerman tanggal 15 juni 1902. Sangat sedikit yang bisa
diketahui tentang asal usulnya. Ayah kandungnya adalah seorang laki-laki berkebangsaan
Denmark yang tidak dikenal namanya dan tidak mau mengakui Erik sebagai anaknya
sewaktu masih dalam kandungan dan langsung meninggalkan ibunya. Ibunya, Karla
Abrahamsen, adalah wanita Yahudi yang membesarkannya sampai usia tiga tahun. Dia
kemudian menikah dengan Dr. Theodore Homberger. Mereka kemudian pindah ke
karlsruhe di Jerman selatan.

            Setelah lulus sekolah menengah, Erik memutuskan untuk menjadi seniman. Karena
tidak mengambil kuliah seni dia memilih keliling eropa mengunjungi berbagai museum dan
hidup seperti gelandangan. Dia menjalani hidup secara bebas tanpa beban.

            Di usia yang ke 25, temannya Peter Blos seorang seniman yang kemudian menjadi
psikoanalisis menyarankannya agar mendaftar jadi guru disekolah percobaan untuk anak-
anak Amerika yang dikelola oleh Dorothy Burlingham, seorang teman Anna Freud. Di
samping mengajar seni, dia juga mendapat sertifikat dari montessori Education dan Vienna
Psyhoanalytic society. Bisa dikatakan, dia menjadi seorang psikoanalisis karena Anna Freud.

            Reputasi Erikson hampir seluruhnya berasal dari uraiannta tentang perkembangan
psikososial sepanjang masa kehidupan, dari masa bayi sampai masa tua, terutama konsep-
konsepnya tentang identitas dan krisis identitas. Pada umumnya para psikologi lebih
menyukai tahap Eikson daripada tahap psikoseksual Freud. Mereka berpendapat bahwa
Erikson telah memberikan sumbangan untuk perkembangan kepribadian, setara dengan apa
yang telah dilakukan piaget tentang perkembangan intelektual. Erikson juga dikagumi
karena observasinya yang tajam dan inteprestasinya yang peka dan perasaan kasihnya
dalam terhadap segala sesuatu yang bersifat manusiawi.

32
            Erikson berkata bahwa orang-orang harus menemukan identitasnya dalam potensi-
potensi masyarakatny, sedangkan perkembangannya harus selaras dengan syarat-syarat
yang dicanangkan masyarakat, atau mereka harus menanggung akibat-akibatnya.

            Sumbangan penting yang telah diberikan Erikson meliputi dua topik utama yaitu teori
psikososial tentang perkembangan darimana muncul suatu konsepsi yang luas tentang ego
dan penelitian psikosejarah yang menerangkan psikososialnya.[1]

B.     Konsep Dasar Konseling Ego

Ciri baru dari konseling Ego adalah lebih menekankan pada fungsi ego. Dalam model
konseling ego dikenal satu istilah yang sangat menonjol yaitu “ Ego Strength” yang artinya
kekuatan ego. Pada dasrnya kegiatan konseling adalah usaha memperkuat “Ego Strength”.
Dengan demikian orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki ego lemah. Misalnya
orang penakut, rendah diri, tidak bisa mengambil keputusan termasuk orang yang memiliki
ego yang lemah. Dikatakan demikian adalah karena orang yang keadaannya seperti tidak
dapat memfungsikan egonya secara penuh, baik untuk menggerakkan dirinya dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya maupun untuk meraih keinginan-keinginannya.

Perbedaan antar ego menurut Sigmund Freud dengan ego menurut Psikoanalisis
baru adalah menurut Freud, ego itu tumbuh dari Id atau merupakan kelanjutan dari pda Id
sedangkan menurut psikoanalisis baru, ego itu tidak terikat pada Id, jadi tumbuh sendiri
yang merupakan keseluruhan kepribadian. Ego itulah yang tumbuh dan menjadi kepribadian
seseorang. Jenis baru ego ini disebutnya juga dengan ego kreatif.

Manusia tidaklah didorong oleh energy dari dalam, tetapi manusia itu lahir ke
duania untuk merespon perangsang-perangsang yang berbeda-beda. Disini terlihat beda
pendapatnya dengan Sigmund Freud yang lebih menekankan peranan Id dalam kehidupan,
sedangkan konseling ego dalam peranan ego dalam kehidupan seseorang.

Egolah yang mengembangkan segala sesuatunya, misalnya kemampuan individu,


keadaan dirinya, penyaluran minatnya, hubungan sosialnya dan sebagainya. Selanjutnya
dikemukakan oleh Hansen, dkk (1997) bahwa, seseorang individu haruslah mempunyai ego
yang sehat dan ego yang kuat.

33
C.    Prinsip Epigenetik

Erikson terkenal karena upayanya memperbaiki dan memperluas teori tahapan yang
dicetuskan Freud. Dia mengatakan bahwa pertumbuhan berjalan berdasarkan prinsip
epigenetik. prinsip ini menyatakan bahwa kepribadian kita berkembang melalui delapan
tahap. Satu tahap ditentukan oleh keberhasilan atau ketidakberhasilan tahap sebelumnya.
Persis seperti bunga mawar, masing-masing kembangnya mekar pada waktu dan dengan
cara tertentu yang secara ilmiah telah ditentukan secara genetik.

Setiap tahapan memiliki tugas perkembangan sendiri-sendiri yang pada hakikatnya


bersifat psikososial. Tugas-tugas tersebut di tunjukkan oleh sepasang istilah. Tugas anak-
anak, misalnya disebut “percaya-tidak percaya”. Sepintas kelihatannya anak-anak memang
sudah seharusnya belajar percaya dan bukannya mencurigai. Akan tetapi, Erikson
menjelaskan bahwa mesti ada keseimbangan dalam apa yang harus kita pelajari. Jelasnya,
kita memang harus belajar percaya, tapi kita pun perlu mempelajari untuk tidak percaya,
walaupun sedikit, agar diwaktu besar kita tidak menjadi orang yang lugu.

Setiap tahap juga memiliki waktu optimal tertentu. Tidak ada gunanya
“mempercepat” kedewasaan seorang anak, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang
yang sangat terobsesi dengan kesuksesan. Begitu pula, kita tidak akan berhasil
memperlambat atau menghentikan pertumbuhan kejiwaan seseorang untuk memasuki
tahap selanjutnya. Karena setiap tahap sudah mempunyai jatah waktu masing-masing.[2]

D.    Pandangan tentang Hakikat Manusia

1.      Tahap-tahap perkembangan kepribadian

Menurut CalvinS Hall & Gander Lindzey (1978), Erikson merumuskan ciri-ciri
perkembangan kepribadian atas dua bagian yaitu perkembangan kepribadian yang sehat

34
dan perkembangan kepribadian yang gagal pada setiap tahap. Keseluruhan tahap
perkembangan kepribadian tersebut dibagi Erikson menjadi delapan tahap, empat tahap
perkembangan yang pertama sejalan dengan pengklasifikasian, tahap perkembangan
psikososial menurut Sigmeun Freud, yaitu yang berlangsung pada masa kanak-kanak. Tahap
perkembangan kelima berlangsung pada masa remaja, sedangkan tiga tahap terakhir
berlangsung pada masa dewasa dan masa tua.

            Berikut delapan tahap tersebut :

a.       Masa bayi awal (umur 0 samapai 1 tahun)

Pada tahap ini perkembangan yang sukses ditandai dengan sikap percaya. Jika anak
memperoleh kasih sayang yang cukup dari orang tuanya dan kebutuhan terpenuhi dengan
baik. Perkembangan yang gagal jika pada masa ini anak sering ditelantarkan dan dikasari
oleh orang tuanya, maka dalam dirinya akan berkembang sikap tidak percaya.

b.      Masa bayi akhir (1 – 3 tahun)

Perkembangan yang suskes ditandai oleh adanya otonomi sedangkan perkembangan yang
gagal ditandai oleh adanya perasaan ragu-ragu dan malu. Pada usia ini anak perlu mendapat
kesempatan untuk melakukan kesalahan dan belajar dari kesalahannya itu. Jika orang tua
terlalu berbuat banyak untuk kepentingan anak, hal ini dapat menghambat otonomi dan
merusak kemampuan mereka untuk menghadapi dunia secara berhasil. Sikap orang tua
yang cenderung melarang, memarahi, dan menyesali perbuatan anaknya akan
menumbuhkembangkan perasaan ragu-ragu dan malu baik pada masa sekarang maupun
pada tahap perkembangan selanjutnya.

c.       Masa kanak-kanak awal (3-5 tahun)

Perkembangan yang sukses di tandai oleh adanya inisiatif. Sedangkan perkembangan yang
gagal ditandai dengan adanya perasaan bersalah. Menurut Erikson tugas individu pada masa
ini adalah membentuk rasa memiliki kemampuan dan inisiatif. Sikap yang sebaiknya diambil
oleh orangtua dalam mendidik adalah senantiasa memberikan kesempatan kepada anak
untuk beraktualisasi diri dengan berbagai percobaan yang ingin mereka lakukan dan jika
perlu merangsang mereka untuk melakukan berbagai jenis percobaan walau menunjukkan
hasil yang minimal.

35
d.      Masa kanak-kanak pertengahan (6-11 tahun)

Perkembangan yang sukses ditandai dengan “menghasilkan”, sedangkan perkembangan


yang gagal ditandai dengan rasa rendah diri. Anak yang sukses menjalani perkembangannya
sudah mau melakukan sesuatu, contohnya menyapu rumah, mengerjakan pr, dan
membersihkan sepatu sendiri. Kewajiban melakukan hal tersebut menjadi ciri sukses yang
disebut dengan mampu menghasilkan tanggung jawab. Sebaliknya anak yang kurang
beruntung mengalami rendah diri, misalnya takut kesekolah, takut bernyanyi, dan
kecenderungan merajuk. Anak-anak pada tahap ini mempunyai tugas untuk membentuk
nilai-nilai pribadi, melibatkan diri dalam kegiatan sosial, belajar menerima dan memahami
orang lain. Kegagalan pada masa ini akan membentuk rasa ketidakmampuan sebagai
seorang dewasa kelak,  dan tahap perkembangan selanjutnya akan mengarah negatif.

e.       Masa puber dan remaja (12-20 tahun)

Perkembangan yang sukses ditandai dengan kemampuan mengenal identitas dirinya sendiri.
Perkembangan yang gagal di tandai dengan kebingungan baik dalam peran gender, bingung
dengan keadaan diri dan cita-cita dimasa depan. Menurut Erikson, krisis utama yang sering
terjadi pada masa ini adalah krisis identitas yang berpengaruh terhadap perkembangan
individu dimasa dewasa. Remaja yang gagal dalam menentukan dirinya akan cenderung
mengalami konflik peran, kehilangan tujuan dan arah hidupnya.

f.        Masa dewasa awal (21-30 tahun)

Perkembangan yang sukses ditandai dengan adanya keintiman, sedangkan perkembangan


yang gagal ditandai oleh isolasi. Intim yang dimaksud adalah memiliki kemampuan yang baik
untuk akrab dengan orang lain dan tidak menyukai menyendiri. Perkembangan yang baik
pada masa ini ditandai dengan adanya kematangan untuk memasuki lembaga perkawinan.
Sebaliknya orang yang suka menyendiri sebenarnya ia sedang berada dalam kekacauan
perkembangan. Ketidakpercayaan terhadap orang lain serta ketidakberanian untuk bekerja
sama membuat individu tersebut mengurung diri, mengalami kesukaran dalam membina
rumah tangga yang harmonis dan kesulitan bekerja.[3]

g.      Masa dewasa pertengahan (30-35 tahun)

36
Perkembangan yang sukses ditandai oleh adanya keaktifan dalam berbagai bidang secara
umum. Misalnya secara umum dia aktif didalam pekerjaan, aktif dalam organisasi, aktif
dalam berolahraga,dll. Selanjutnya menurut Rochman Natawijaya (1987) kemampuan untuk
generavity merupakan konsep yang luas yang dimanivestasikan dalam bentuk kemampuan
untuk mengasihi secara baik, bekerja baik, dan bagaimnapun baik.

h.      Masa dewasa akhir (55 tahun keatas)

Perkembangan yang sukses ditandai dengan keterpaduan, dan perkembangan yang gagal
ditandai dengan keputusasaan. Sukses yang terpadu maksudnya apa yang dilakukannya
sudah dapat dimaknainya dengan baik, misalnya jika sudah memiliki cucu, dia akan sayang
pada cucu dan menantunya. Sebaliknya yang gagal cenderung membenci menantu dan cucu
serta banyak penyesalan.[4]

E.     Perkembangan kepribadian manusia

Erikson telah membagi proses perkembangan kepribadian atas empat tahapan yaitu :

1)      Ego berkembang atas kekuatan dirinya sendiri.

2)      Pertumbuhan ego yang normal adalah dengan berkembangnya keterampilan anak dalam
berkomunikasi. Karena melalui komunikasi individu dapat mengukur dan menilai tingkah
lakunya berdasarkan reaksi dari orang lain.

3)      Perkembangan bahasa juga menambah keterampilan individu untuk membedakan suatu


objek dalam lingkungan dengan bahasa individu mampu berkomunikasi dengan orang lain.

4)      Kepribadian individu berkembang terus menerus melalui proses hubungan dirinya dengan
dunia luar atau lingkungannya (adanya keterkaitan antara hubungan yang satu dengan yang
lain).[5]

Dalam berkomunikasi dengan lingkungannya ada empat aspek yang perlu diperhatikan :

1)      Individu belajar membedakan suatu objek dengan objek yang lainnya.

37
2)      Individu harus bisa melibatkan diri dengan lingkungan yang spesial yang makin lama makin
meluas dan makin mendalam.

3)      Proses sosialisasi, maksudnya adalah berhubungan dengan orang lain, dengan adanya
hubungan dengan orang lain individu dapat menyelesaikan diri dengan keadaan yang
diharapkan oleh lingkungan sosialnya.

4)      Perkembangan kepribadian yang baik apabila kepribadian itu mengarah kepada


pembentukan “coping behavior”. Coping behavior adalah kemampuan atau tingkah laku
individu yang dapat menangani suatu masalah secara tepat dn hasilnya baik.

Agar coping behavior berdaya guna, harus memiliki dua ciri sebagi berikut :

1)      Coping behavior merupakan pola-pola tingkah laku yang tertata dengan baik melalui
beberapa tahapan yang benar, terstruktur dan bermakna. Contohnya apabila seoarang
mahasiswa membutuhkan sebuah buku dan hanya satu  di perpustakaan, dia meminjam
untuk di foto copy terlebih dahulu atau mencatat hal yang penting dari buku tersebut.

2)      Tingkah laku yang mengandung coping behavior dilakukan secara sadar dan implusif. Coping
behavior merupakan konsep yang pokok dalam konsep dan salah satu tujuan dari konseling
ego adalah pembentukan coping behavior pada diri klien.[6]

F.     Fungsi Ego

Fungsi ego dalam diri individu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

1)      Fungsi dorongan ekonomis : fungsi ego ini menyalurkan dengan cara mewujudkan dalam
bentuk tingkah laku secara baik yaitu yang baik dan dapat diterima di lingkungan, berguna
dan menguntungkan baik bagi diri individu sendiri maupun orang lain di lingkungannya.

2)      Fungsi kognitif : berfungsinya ego pada diri individu untuk menerima rangsangan dari luar
kemudian menyimpannya dan setelah itu dapat mempergunakannya untuk keperluan
coping behavior. Dalam hal ini individu mempergunakan kemampuan kognitifnya dengan
disertai oleh pertimbangan-pertimbangan akal dan nalar.

38
3)      Fungsi pengawasan : disebut juga dengan fungsi kontro, maksudnya tingkah laku yang
dimunculkan individu merupakan tingkah laku yang berpola dan sesuai dengan aturan.
Secara khusus fungsi ego ini mengontrol perasaan dan emosi terhadap tingkah laku yang
dimunculkan.

G.    Perkemabangan tingkah laku salah suai

Kajian tentang muncul dan berkembangnya tingkah laku salah suai adalah menjadi
sangat penting diketahui oleh konselor dalam memberikan pelayanan konseling. Hal ini
terutama akan dijadikan pedoman dan titik tolak bagi penemuan jalan pemecahan masalah
klien. Erikson merumuskan munculnya tingkah laku salah usai pada diri seseorang
disebabkan oleh tiga faktor, yaitu :

1)      Individu dahulunya kehilangan kemampuan atau tidak diperkenankan merespon rangsangan


dari luar secara tepat sehingga pada saat sekarang menjadi salah suai dalam bertingkah.
Contohnya : seseorang yang tidak boleh bergaul dengan jenis kelamin yang berbeda,
dimana seseorang tersebut amat terikat dengan nial-nilai yang kaku (agama, adat atau
kepercayaan lainnya) sedangkan pada dirinya selalu muncul dorongan atau naluri yang
mana sangat dilarang oleh lingkungannya. Sehingga apabila individu itu pindah pada
lingkungan yang agak longgar terhadap nilai-nilai, maka akan menimbulkan masalah pada
diri individu itu setiap kali dia dihadapkan pada situasi yang sama.

2)      Apabila pola-pola coping behavior yang sudah terbina pada dirinya sekarang tidak sesuai
lagi dengan situasi setempat dimana dia berada. Contohnya : coping behavior yang
digunakan ditempat asalnya, digunakan juga pada lingkungan baru, maka oleh masyarakat
akan dianggap ganjil, sehingga setiap kali dia berlaku begitu maka akan menjadi pusat
perhatian orang lain. Akhirnya individu itu menjadi salah tingkah yang tentu saja
berpengaruh pada penyesuaian dirinya.

3)      Fungsi ego tidak berjalan dengan baik, saat bertingkah laku, salah satu fungsi ego atau
ketiga-tiganya tidak berfungsi dengan baik. Contohnya : individu tersebut tidak
mempertimbangkan untung ruginya dalam bertingkah laku, kurang memanfaatkan pikiran
atau kurang mengontrol perasaan, sehingga menjadi sorotan dari lingkungan dan tentu saja
menimbulkan ketidaknyamanan bagi individu.[7]

39
H.    Tujuan konseling Ego

Tujuan konseling menurut Erikson adalah memfungsikan ego kalian secara penuh.
Tujuan lainnya adalah melakukan perubahan-perubahan pada diri klien sehingga terbentuk
coping behavior yang dikehendaki dan dapat terbina agar ego klien itu menjadi lebih kuat.
Ego yang baik adalah ego yang kuat, yaitu yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
dengan dimana dia berada.

I.       Proses / teknik-teknik konseling ego

Beberapa aturan dalam konseling ego yaitu :

1)      Proses konseling harus bertitik tolak dari proses kesadarankarena dalam suasana sadar
itulah fungsi kognitif dapat dilakukan, dalam keadaan sadar, fungsi kognitif ego itu tidak
dapat jalan sebagaimana yang diharapkan.

2)      Proses konseling hendaklah bertitik tolak dari asas kekinian atau tingkah laku sekarang dan
tidak membahas nostalgia masa lampau.

3)      Proses konseling lebih ditekankan pada pembahasan secara rasional, aspek kognitif dan
dimensi kognitif yang ada hubungannya dengan bagaimana individu berfikir tentang dasar-
dasar tingkah lakunya.

4)      Konselor hendaklah menciptakan suasana hangat dan spontan, baik dalam penerimaan
klien maupun dalam proses konseling.

5)      Konseling harus dilakukan secara profesional dan dilakukan oleh konselor-konselor yang
sudah terlatih.

40
6)      Proses konseling hendaklah tidak berusaha mengorganisir keseluruhan kepribadian individu,
tetapi hanya pada pola tingkah laku yang salah suai.

Adapun teknik-teknik dalam konseling ego adalah :

1)      Pertama-tama konselor perlu membina hubungan yang akrab dengan kliennya, sehingga
dapat muncul kepercayaan pada diri klien terhadap konselornya.

2)      Usaha yang dilakukan konselor harus dipusatkan pada masalah yang dikeluhkan oleh klien,
khususnya pada masalah yang ternyata didalamnya tampak kekuatan egonya melemah.

3)      Pembahasan itu dipusatkan pada aspek kognitif dan aspek lain yang terkait dengannya.

4)      Mengembangkan situasi “ambiguitas” (keadaan bebas dan boleh kemana saja dan tidak
dibatasi, tidak dihalangi,tidak dihambat-hambat).

5)      Konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memunculkan perasaan yang ada dalam
dirinya.

6)      Klien diperkenankan mengemukakan kondisi diri yang mungkin berbeda dengan orang lain.

7)      Konselor menyediakan fasilitas yang memungkinkan terjadinya transference melalui


proyeksi. Transference maksudnya disini adalah tembus pandang dalam arti yang bisa dilihat
orang. Pribadi yang transference adalah pribadi yang mengizinkan orang lain melihat
pribadinya sedangkan proyeksi adalah mengemukakan sesuatu ada pada diri sendiri.

8)      Pada saat klien transference, konselor hendaknya melakukan kontra transference.[8]

Konselor hendaknya melakukan diagnosis dengan dimensi-dimensinya, yaitu:

1)      Perincian dari masalah yang sedang dialami klien saat diselenggarakan konseling itu.

2)      Sebab-sebab timbulnya masalah tersebut, bisa juga titik api yang menyebabkan masalah
tersebut menyebar.

3)      Menetukan letak masalah, apakah pada kebiasaan klien, cara bersikap atau cara merespon
lingkungan.

4)      Kekuatan dan kelemahan masing-masing orang yang bermasalah.

41
J.      Kelebihan dan Kelemahan konseling Ego

Kelebihan :

1)      Bisa membuat individu berkembang dan kekuatan dirinya sendiri melalui ego

2)      Membantu anak dalam berkomunikasi dan dapat menilai tingkah lakunya berdasarkan
reaksi dari orang lain.

3)      Membiasakan individu berkembang terus melalui proses hubungan dirinya dengan dunia
luar

4)      Kembalinya kemampuan untuk mengembangkan copying behavior dalam menghadapi


masalah.

5)      Konseling ego mementingkan permasalahan pada masa balita, remaja maupun dewasa.

6)      Membangun identitas serta memperluas dan memperkuat berfungsinya sistem ego.

Kelemahan :

1)      Susah untuk mengetahui bagaimana ego yang ditimbulkan oleh klien karena individu
merasa bahwa egonya tidak kuat dan tidak harus ditemukan.

2)      Konselor tidak mampu atau susah mengetahuinya karena dalam konseling ego ini dilihat
dari reaksinya yang ditimbulkan.[9]

3)      Konselor hanya menggunakan teknik biasa.

4)      Apabila individu tertekan oleh keadaan yang menimpanya dan ego kehilangan kontrol,
maka kontrol terhadap tingkah laku beralih dari kesadaran ke ketidaksadaran, sehingga
kontrol beralih dari ego ke Id.[10]

K.    Analisis Kasus berdasarkan konseling ego

42
1)      Apabila individu tertekan oleh keadaan yang menimpanya dan ego kehilangan kontrol,
maka kontrol terhadap tingkah laku beralih dari kesadaran dan ketidaksadaran / kontrol
beralih dari ego ke Id

2)      Ego yang kurang kuat dapat tumbuh, karena pada periode perkembangan individu, yaitu
sejajar dengan tahap perkembangan psikososial Erikson disebabkan oleh :

      Individu kurang mampu merespon dengan cara yang layak

      Pola tingkah yang dimiliki tidak lagi cocok dengan tuntutan lingkungan (situasi)

      Rusaknya fungsi ego

3)      Individu abnormal adalah individu yang tingkah lakunya tidak berubah dalam menghadapi
tuntutan dari sendiri ataupun lingkungan yang telah berubah.

Daftar Pustaka

Corey Gerald, theory and pratice of counseling and psychotherapy,(Bandung : 2005),

  Boeree George , General Psychology : psokologi kperibadian,persepsi,kognisi,emosi,&


perilaku, (Yogyakarta: 2013)

Boeree George , Personality Theories : Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikologi


Dunia,  (Yogyakarta: Prismasophie, 2013)

Hendri Novi , model-model konseling,(perdana publishing : medan, 2013)

Taufik, model-model konseling,  (Padang : 2009)

http://konseling4us.wordpress.com/2012/12/13/konseling/ego,

http://counselingcare.blogspot.com/2012/06/konseling-ego.html,

http://konselorindonesia.blogspot.com/2013/03/31/konseling-ego-erikson-4.html,

43
http://muhammadamirullah14.wordpress.com/2012/02/27/teori-kepribadian-erikson-
2.html,

44
[1] George Boeree, Personality Theories : Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikologi

Dunia,  (Yogyakarta: Prismasophie, 2013), hlm. 71-74

[2] George Boeree, General Psychology : psokologi kperibadian,persepsi,kognisi,emosi,&

perilaku, (Yogyakarta: 2013), hlm. 383-385

[3]  Ibid., hlm. 385-397

[4] Novi hendri ,model-model konseling,(perdana publishing : medan, 2013), hlm.167-180

[5] http://muhammadamirullah14.wordpress.com/2012/02/27/teori-kepribadian-erikson-

2.html, pada tanggal 09 maret 2017 pukul 18.05

[6] http://konselorindonesia.blogspot.com/2013/03/31/konseling-ego-erikson-4.html, pada

tanggal 09 maret 2017 pukul 18.07

[7] http://counselingcare.blogspot.com/2012/06/konseling-ego.html, pada tanggal 09 maret

2017 pukul 21.39

[8]  Gerald Corey, theory and pratice of counseling and psychotherapy,(Bandung : 2005),  

[9] Taufik, model-model konseling,  (Padang : 2009),

[10] http://konseling4us.wordpress.com/2012/12/13/konseling/ego, pada tanggal 11 maret

2017 pukul 10.30

Komentar

45

Anda mungkin juga menyukai