Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PSIKOTERAPI

PENDEKATAN GESTALT
Dosen Pengampu : Rina Rifayanti, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Disusun Oleh :
Muhammad Wingky P 1702105077 Fitriya Hidayah 1802105076
Nur’aini Tristania Delpi 1802105067 Akhmad Zaki Al J 1802105073
Raisha Salsabila 1802105055 Evita Fasha N 1802105090
Putri Yolanda P 1802105074 M. Rayhan 1802105092
Edwin Maximilianus K 1802105193 Grace Jenifer B 1702105044
Kasyful Maulidya N 1502105048

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah S.W.T yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami
bisa menyelesaikan makalah tentang Pendekatan Gestalt. Makalah ini kami
susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga bias memperlancar pembuatannya. Untuk itu kami menyampaikan
ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu selama proses pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa masih terdapat banyak
kesalahan dalam penulisan makalah yang kami buat, baik dari segi susunan
maupun tata bahasanya, untuk itu kami dengan lapang dada mau menerima
kritik dan saran dari para pembaca sebagai perbaikan di masa yang akan
datang.
Akhir kata, kami berharap makalah tentang Pendekatan Gestalt ini
dapat memberikan ilmu ataupun inspirasi dan bermanfaat untuk para
pembaca.

Samarinda, 2 September 2020

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 4
2.1 Pengertian Dasar .................................................................................. 4
2.2 Tokoh Pendekatan Gestalt .................................................................. 4
2.3 Konsep Dasar ....................................................................................... 5
2.4 Teori Kepribadian Gestalt ................................................................... 9
2.5 Tujuan Konseling Gestalt .................................................................... 9
2.6 Proses dan Teknik Konseling Gestalt .................................................. 11
2.7 Karakteristik dan Aplikasi Konseling Gestalt ..................................... 15
BAB III PENUTUP ................................................................................................ 18
3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 18
3.2 Saran ................................................................................................... 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konseling Gestalt diciptakan dan dikembangkan oleh Frederick S.Perls.
Perls mendapat gelar dalam bidang medis di Universitas Frederick Wilhelm
Berlin, Jerman tahun 1921. Selanjutnya dia melakukan percobaannya di bidang
Institut Psikoanalisis Berlin, Frankurt, dan Vienna. Pada tahun 1933 Perls
membuka praktek pribadinya di Amsterdam sampai dengan kedatangan Nazi.
Perls pindah ke Afrika Selatan pada tahun 1935. Di Afrika Selatan Perls
mengembangkan terapi gestaltnya, namun publikasinya terhalang karena dia
berada di daerah terpencil dan kesibukannya sebagai penceramah. Pada tahun
1964 Perls pindah ke Amerika Serikat dan menjadi guru terapi Gestalt di Institut
Erasalen California sampai dengan tahun 1969. Konseling Gestalt ini bersumber
dari pengaruh tiga displin teori yang sangat berbeda yaitu Psikoanalisis, terutama
yang dikembangkan oleh Wilhem Reich, Fenomenologi eksistensialisme Eropa
dan Psikologi Gestalt.
Walaupun pada awalnya Frederick merupakan pengikut aliran
psikoanalisa, tetapi dalam perkembangannya, teori Gestal banyak bertentangan
dengan teori Sigmund Freud. Jika Psikoanalisa memandang manusia secara
mekanistik, maka Frederick memandang manusia secara holistic. Terapi Gestalt
merupakan bentuk terapi perpaduan antara eksistensial–humanistis dan
fenomenologi, sehingga memfokuskan diri pada pengalaman klien dan
memadukannya dengan bagian-bagian kepribadian yang terpecah di masa lalu.

Ditinjau dari asal katanya, istilah Gestalt sendiri merupakan suatu istilah
bahasa Jerman yang sulit dicarikan terjemahannya dalam bahasa lain. Dalam
bahasa Inggris ia berarti form atau shape/ bentuk atau manner/ hal. Berbagai
istilah bahasa Inggris telah dicoba untuk menterjemahkan istilah Gestalt ini antara
lain diajukan oleh Titchener. Tetapi istilah itu tidak ada yang tepat, dalam artian
tidak ada yang bisa menggambarkan arti yang sesungguhnya daripada istilah itu
dalam bahasa Jerman. Oleh karena itu istilah Gestalt tetap digunakan sebagaimana

1
adanya dalam bahasa inggris dan juga dalam kalangan sarjana psikologi
Indonesia.
Konseling Gestalt mengemukakan teori mengenai struktur dan
perkembangan kepribadian yang mendasari proses konselingnya, serta
serangkaian eksperimen yang dapat digunakan langsung oleh para penggunanya.
Mengenai klien yang menjadi sasarannya, dapat disimpulkan bahwa klien terdiri
dari anak-anak, remaja, dewasa, murid sekolah, pegawai, atau karyawan,
pasangan suami istri yang mengalami kesulitan dalam mengintegrasikan dirinya
dalam hidup dan lingkungannya, yaitu mereka yang mendapat gangguan
psikologis dan yang potensi dirinya tidak berkembang.
Tujuan dasar konseling dalam terapi ini adalah untuk meraih kesadaran,
terhadap apa yang sedang dialami oleh konseli dan kemudian konseli bertanggung
jawab terhadap apa yang yang dirasakan, dipikirkan dan dikerjakan. Untuk itu,
maka terapi ini lebih mengutamakan keadaan di sini, dan saat ini.
Konseling Gestalt diciptakan dan dikembangkan oleh Frederick S.Perls.
Perls mendapat gelar dalam bidang medis di Universitas Frederick Wilhelm
Berlin, Jerman tahun 1921. Selanjutnya dia melakukan percobaannya di bidang
Institut Psikoanalisis Berlin, Frankurt, dan Vienna. Pada tahun 1933 Perls
membuka praktek pribadinya di Amsterdam sampai dengan kedatangan Nazi.
Perls pindah ke Afrika Selatan pada tahun 1935. Di Afrika Selatan Perls
mengembangkan terapi gestaltnya, namun publikasinya terhalang karena dia
berada di daerah terpencil dan kesibukannya sebagai penceramah. Pada tahun
1964 Perls pindah ke Amerika Serikat dan menjadi guru terapi Gestalt di Institut
Erasalen California sampai dengan tahun 1969. Konseling Gestalt ini bersumber
dari pengaruh tiga displin teori yang sangat berbeda yaitu Psikoanalisis, terutama
yang dikembangkan oleh Wilhem Reich, Fenomenologi eksistensialisme Eropa
dan Psikologi Gestalt.

Freud memandang manusia selalu dikuasai oleh konflik (intrapsychic


conflict) awal masa anak-anak yang ditekan, maka Frederick memandang manusia
pada situasi saat ini. Sehingga Gestalt lebih menekankan pada pada apa yang

2
dialami oleh konseli saat ini daripada hal-hal yang pernah dialamai oleh konseli,
dengan kata lain, Gestalt lebih memusatkan pada bagaimana konseli berperilaku,
berpikiran dan merasakan pada situasi saat ini (here and now) sebagai usaha untuk
memahami diri daripada mengapa konseli berperilaku seperti itu.

Proses perkembangan teori Gestalt tidak bisa dilepaskan dari sosok Laura
(Lore) Posner (1905-1990). Dia adalah istri Frederick Perls yang secara signifikan
turut mengembangkan teori Gestalt. Laura dilahirkan di Jerman. Awal mulanya
dia adalah seorang pianis sampai dengan umur 18 tahun. Pada awalnya, Laura
juga seorang pengikut aliran Psikoanalisa, yang kemudian pindah untuk
mendalami teori-teori Gestalt. Pada tahun 1926, Laura dan Perls secara aktif
melakukan kolaborasi untuk mengembangkan teori Gestalt, hingga pada tahun
1930 akhirnya mereka menikah. Pada ytahun 1952, mereka mendirikan New York
Institute for Gestalt Therapy.

1.2. Rumusan Masalah


a. Bagaimana konsep dasar dari pendekatan gestalt ?
b. Bagaimana tahapan dari pendekatan gestalt?
c. Apa hakikat manusia menurut pendekatan gestalt?

1.3. Tujuan
a. Untuk mengetahui konsep dasar teori pendekatan gestalt
b. Untuk mengetahui tahapan dari pendekatan gestalt
c. Mempelajari bagaimana teori Gestalt memandang hakikat manusia dan
segala permasalahan yang dialaminya

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dasar


Pendekatan konseling gestalt ini dikembangkan oleh Frederick S.Pearl
(1894-1970) yang didasari oleh empat aliran psikoanalisis, fenomenologis,
dan eksistensialisme. Kata “Gestalt” berasal dari bahasa Jerman yang berarti
mempersepsikan suatu bentuk, maka bentuk itu tidak pernah tampil bagian per
bagian tapi selalu sebagai keseluruhan. Misalnya ketika melihat sebuah pohon ,
kita menangkapnya secara keseluruhan, bukan bagian per bagian batang, cabang,
ranting, dan daun.Pendekatan konseling Gestalt mengungkapkan mengenai
struktur dan perkembangan kepribadian. Pendekatan konseling Gestalt adalah
suatu pendekatan eksistensial yang menekankan kesadaran di sini dan sekarang.
Fokus utamanya adalah pada apa dan bagaimananya tingkah laku dan pada peran
urusan yang tak selesai dari masa lampau yang menghambat kemampuan individu
untuk bisa berfungsi secara afektif.Disamping itu, pendekatan konseling Gestalt
juga menekankan pentingnya dialog sebagai bentuk komunikasi hati ke hati.
Perbedaan perspektif dalam dialog bukan masalah, bahkan harus dijadikan
kekuatan yang mengiringi proses konseling. Tujuan yang ingin dicapai pada
pendekatan konseling Gestalt ini adalah kesadaran klien akan perilakunya yang
keliru dan keinginan pribadi untuk mengubah perilaku itu.

2.2 Tokoh Pendekatan Gestalt


Frederick dilahirkan di Berlin dan berasal dari keluarga Yahudi. Masa
mudanya adalah masa-masa yang penuh dengan masalah. Dia mengganggap
dirinya sebagai sumber masalah dalam keluarganya dan dia bermasalah dengan
pendidikannya. Bahkan di kelas tujuh, Frederick sempat tinggal kelas sebanyak
dua kali dan bahkan keluar dari sekolah karena dia memiliki masalah dengan

4
gurunya.Walaupun dimasa mudanya Frederick memiliki masalah dengan
pendidikan, tetapi dia dapat menyelesaikan sarjananya, dan pada tahun 1916 dia
bergabung dengan angkatan darat Jerman pada PD I.Proses perkembangan teori
Gestalt tidak bisa dilepaskan dari sosok Laura (Lore) Posner (1905-1990). Dia
adalah isteri Frederick Perls yang secara signifikan turut mengembangkan teori
Gestalt. Laura dilahirkan di Pforzheim Jerman. Awal mulanya dia adalah seorang
pianis sampai dengan umur 18 tahun. Pada awalnya, Laura juga seorang pengikut
aliran Psikoanalisa, yang kemudian pindah untuk mendalami teori-teori Gestalt.
Pada tahun 1926, Laura dan Perls secara aktif melakukan kolaborasi untuk
mengembangkan teori Gestalt, hingga pada tahun 1930 akhirnya mereka menikah.
Pada tahun 1952, mereka mendirikan New York Institute for Gestalt Therapy.

2.3 Konsep Dasar


Konsep dasar dari konseling Gestalt ini adalah pandangan mereka
terhadap individu dan perkembangan kepribadian. Pandangan-pandangan tersebut
adalah:

1. Suatu dorongan pokok yang menyebabkan manusia seperti ini adalah


dorongan untuk beraktualisasi diri atau dorongan untuk mewujudkan diri.
Dalam pendekatan Gestalt ini digunakan juga istilah on becoming atau
usaha seorang untuk mewujudkan diri, yang berorientasi pada masa
sekarang. Menurut Fritz Pert, on becoming yang melihat pada masa
sekarang adalah striving to be dengan arti usaha – usaha guna
mewujudkan diri apa adanya. Striving to be itu bersifat sangat individual,
jadi orang hampir – hampir tidak mungkin meramalkan tingkah laku
seseorang. Satu – satunya hal yang dapat diketahui adalah bahwa pada diri
seseorang ada dua keinginan, dan keinginan itu berada dalam konflik.
Biasanya salah satu keinginan yang dapat dominan, dan keinginan yang
dominan itulah yang akan menentukan tingkah laku seseorang dalam
memenuhi keinginannya.

5
2. Perkembangan kepribadian merupakan hasil perjuangan individu untuk
menyeimbangkan keinginan – keinginan yang ada pada dirinya yang
seringkali berada dalam konflik. Untuk itu orang yang ingin berkembang
harus menyadari konfliknya dan menjembatani keinginannya itu. Jadi
perkembangan kepribadian itu pada dasarnya adalah perjuangan seseorang
untuk menselaraskan konflik yang ada. Dalam hal ini terdapat tiga tahap
yang harus dilaluinya yaitu:

a. Tahap social yang berlangsung sewaktu anak masih kecil, dimulai


oleh kesadaran anak bahwa di luar dirinya itu ada orang lain.

b. Tahap psycho fisik yang diwarnai oleh kesadaran akan aku, saya, dan
diri sendiri di samping adanya orang lain. Dalam kesadaran atas saya
tersebut ada tiga komponen yang harus diperhatikan yaitu self/diri, self
image/penilaian terhadap diri, being/ keberadaan diri sendiri. Ketiga
komponen ini bersifat terpadu dan secara penuh berfungsi melalui tiga
proses yaitu adaptasi, acknowledgement dan approbation. Adaptasi
adalah proses dimana seseorang menyadari adanya batas antara diri
sendiri dan lingkungan sehingga mengalami penemuan diri( individu
berpikir : nah inilah saya , dan itu buka saya). Proses adaptasi ini
memungkinkan anak menyadari dan mengahargai adanya batas–batas
antar dirinya dan orang lain./acknowledgement berarti pengakuan.
Pada dasarnya proses dimana individu menemukan dirinya sendiri
sehingga didapat inilah saya. Adanya acknowledgemeny ini
memungkinkan anak menyadari diri sendiri dan menghargai diri
sendiri. Approbation merupakan proses yang memisahkan antara diri
sendiri dan bukan diri sendiri. Approbation menciptakan self image.
Self image itu merupakan pecahan dari dua pribadi.
Pertentangan self dan self image itu dinamakan konflik yaitu
bertempurnya self dan self image dalam pribadi seseorang akan dapat
menimbulkan frustasi. Namun justru frustasi yang dapat dijembatani

6
dengan baik, akan menimbulkan individu memiliki pribadi yang
tangguh.

c. Tahap spiritual, dimana individu mempunyai kemampuan dalam


menjabatani konflik – konflik dan frustasi – frustasi itu.

3. Keberadaan individu yang normal yaitu kalau ada keseimbangan


antara self dan self image dan melihat keharusan dari lingkungan, serta
tuntutan lingkungan. Dengan demikian, sebaliknya individu yang salah
suai adalah individu yang tidak seimbang antara self dan self imagenya.
Terdapat beberapa bentuk tingkah laku salah suai yaitu:

a. Kekurangan kesadaran, yaitu sadar tentang self sendiri, self image atau
sadar antara self dengan lingkungan. Orang yang seperti ini dapat
menjadi rigid atau kayu, lawannya luwes. Seseorang yang tidak
menyadari lingkungan, maka dia terlalu menjadi rigid atau uneasy
feeling yaitu perasaan yang tidak tentram ,tidak enak, dan hatinya
meronta terus.

b. Kurangnya tanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungan


yaitu kurangnya self responsibility dasar dan kurangnya kesadaran
terhadap diri sendiri dan lingkungan, tetapi arah perbuatannya
memanipulasi lingkungan. Individu tersebut mempergunakan sesuatu
yang tidak pada tempatnya seperti orang yang kurang percaya pada
diri sendiri, ketergantungan pada orang lain, misalnya tingkah lakunya
yang cenderung membiarkan sesuatu yang pada dasarnya perlu
ditindaklanjutinya, seperti membiarkan saja kondisi badan yang sakit,
tanpa berusaha mengobatinya, membiarkan orang tua sendiri
mengalami kesulitan, membiarkan saudara kandung merana karena
mengalami musibah dan sebagainya.

c. Tidak ada kontak dengan lingkungan, yaitu menarik diri dari kontak
dengan lingkungan, misalnya apabila terjadi banjir di sekitar
lingkungannya, dia beranggapan peduli amat sama banjir, tidak

7
peduli dengan tanah longsor yang terjadi di lingkungan sosialnya,
tidak peduli sama kawan yang mengalami musibah, dan lain
sebagainya. Individu ini sama sekali tidak peduli dengan apa yang
terjadi terhadap lingkungan sekitarnya. Tentunya orang yang hidup
dengan penuh ketidakpedulian seperti ini hidupnya akan menjadi
kaku.

d. Ketidak mampuan menyelesaikan gestalt, sesuatu hendaknya


ditanggapi secara gestal(keseluruhan) supaya menjadi gestal dan
serasi. Orang yang tidak mampu menyelesaikan gestalt selalu berada
dalam keadaan unfished bussines (urusan yang tidak selesai). Makin
banyak urusan dalam hidup yang tidak selesai, akan semakin ruwet
dalam menjalani kehidupan ini. Sebaliknya makin banyak urusan yang
dapat diselesaikan akan semakin ringan hidupnya . seringkali
seseorang ingin berada dalam suasana urusan yang tidak selesai, maka
dapat dikatakan dianggap sebagai manusia bodoh.

e. Menolak kebutuhan – kebutuhan diri sendiri yang sebenarnya penting


bagi dirinya. Misalnya anda perlu apa?, perlu makan?, perlu minum?
Atau bahkan perlu menikah? Dan lain – lain, akan tetapi apabila selalu
menolak untuk memenuhinya, maka itu artinya anda mengaalami
keadaan salah suai.

f. Orang yang mengadakan dikotomisasi self, meletakkan diri sendiri


pada posisi dua kutub yang berlawanan. Orang yang termasuk ini
adalah orang yang merasa sangat hebat atau merasa sangat rendah (top
dog atau under dog). Orang yang cepat sekali memutuskan sesuatu itu
menjadi dua, hitam atau putih, misalnya secara ekstrim menyebutkan
manusia itu kalau tidak malaikat ya setan dan rentangan antara
keduanya itu tidak diakui keberadaannya.

8
2.4 Teori Kepribadian Gestalt

Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa manusia dalam


kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu bukan
semata – mata merupakan penjumlahan dari bagian – bagian organ – organ seperti
hati, jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan suatu koordinasi semua
bagian tersebut. Manusia aktif terdorong ke suatu koordinasi semua bagian
tersebut. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran,
perasaan, dan tingkah lakunya.

Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab


pribadi, memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan
mengarahkan menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi. Jadi hakikat
manusia menurut pendekatan konseling ini adalah:

1. Tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya

2. Merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam


kaitannya dengan lingkungannya itu

3. Actor bukan reactor

4. Berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan


pemikirannya

5. Dapat memilih secara sadar dan bertanggungjawab, mampu mengatur dan


mengarahkan hidupnya secara efektif. Dalam pendekatan ini, kecemasan
dipandang sebagai kesenjangan antara saat sekarang dan kemudian. Jika
individu menyimpang dari saat sekarang dan menjadi terlalu terpaku pada
masa depan, maka mereka mengalami kecemasan.

2.5 Tujuan Konseling Gestalt

Tujuan konseling Gestalt adalah mengintegrasikan kepribadian individu.


Karena orang yang bermasalah pada dasarnya adalah terpisahnya self dan self
imagenya. Sehigga tujuan konseling adalah agar individu tersebut mampu

9
mengatur dirinya sendiri (striving to be), oleh karena itu perlu diperhatikan
kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya dan ia harus melepaskan diri dari
ketergantungan pada orang lain serta setiap kali haruslah bertanggung jawab.

Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut:

1. Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami


kenyataan atau realitas yang ada, serta mendapatkan pemahaman
(insight)secara penuh.

2. Membantu klien menuju pencapaian keterpaduan (integrasi) kepribadian


yang dimilikinya.

3. Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan


orang lain, ke mengatur diri sendiri.

4. Meningkatkan kesadaran individual, agar klien dapat bertingkah laku


menurut prinsip – prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah yang muncul
dan selalu akan muncul, dapat diatasi dengan baik.

Guna upaya mencapai tujuan konsleing ini, peran konselor adalah sebagai berikut:

a. Konselor membangun suasana yang memungki9nkan klien daoat


menampilkan diri, membuka diri an berusaha mengenali, memahami,
menerima dan menyadari dirinya sendiri.

b. Apabila klien sudah menyadari dirinya sendiri dan lingkungannya,


kemudian konselor berusaha menyeimbangkan keinginan yang ada
dalam self dan self image.

c. Konselor memberikan kemungkinan kesempatan bagi klien untuk


berkembang.

10
2.6 Proses dan Teknik Konseling Gestalt

Dalam proses konseling, peranan konselor yang utama dalam hal ini
adalah sebagai katalistor atau penghubung yang aktif dan menghidupkan , dimana
dia berperan sebagai penghubung antara diri klien sendiri dan lingkungannya dan
antara self dan self image klien. Dalam konseling Gestalt ini dirumuskan tiga
teknik umum konseling di samping beberapa teknik khusus. Teknik – teknik
umum konseling Gestalt tersebut adalah :

1. Pengawalan konseling, yaitu yang menggarap pengawalan proses, dan


dilakukan usaha sehingga klien sendiri yang berusaha mengadakan
perubahan pada diri sendiri. Selanjutnya konselor selalu berusaha untuk
merangsang dan menghidupkan tanggungjawab klien terhadap tingkah
lakunya sendiri. Dalam penyelenggaraan konselingnya hendaklah
menekankan, dan berorientasi pada kekinian dengan demikian ada
beberapa hal yang harus menjadi perhatian yaitu: konselor tidak
merekonstruksi masa lampau serta tidak pula menghidup- hidupkan
ketidak sadaran klien, masa lampau itu tidak selalu diabaikan namun juga
digunakan khususnya jika masih dialami oleh klien sekarang dan konselor
tidak bertanya mengapa pada klien sebab jika konselor bertanya mengapa,
maka klien akan berusaha menutup – nutupi kesalahannya.

2. Memfrustasikan klien, ini maksdunya adalah menyadarkan klien bahwa ia


betul – betul bermasalah. Lakukan terus menerus sampai ia itu bertemu
muka dengan kesulitan – kesulitan yang dihadapinya itu. Dengan cara
memfrustasikan ini, klien akan menyadari masalah dan baru kemudian
mengemukakan modal dasar dan kekuatan yang dimilikinya agar dapat
dipergunakan dalam konseling guna mengatasi masalah yang dialaminya.

3. Mengarahkan klien untuk mengalami sendiri, yaitu konselor berusaha agar


klien mengalami langsung terhadap apa – apa yang dikemukakannya.
Dalam hal ini konselor dapat menggunakan teknik – teknik khusus.

11
Terdapat delapan jenis teknik khusus apabila konselor berkehendak menggunakan
pendekatan konseling Gestalt yaitu:

1. Klien diarahkan untuk menggunakan kata ganti orang misalnya klien mesti
berkata saya merasa senang bertemu dengan dia. Jadi dalam hal ini harus
selalu menyebut saya tidak kami, atau menyalahkan mereka atau dia.
Konselor selalu bertanya : anda bagaimana?. Ini semua tujuannya adalah
agar klien dapat bertanggung jawab dan tidak menyalahkan orang lain.

2. Mengubah kalimat pertanyaan menjadi kalimat pernyataan, misalnya


apakah saya dapat melakukannya? Menjadi saya akan melakukannya.

3. Latihan saya bertanggung jawab. Latihan ini merupakan teknik yang


dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima
perasaan – perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu
kepada orang lain. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk
membuat suatu pernyataan dan kemudian klien menambahkan dalam
pernyatan itu dengan kalimat: dan saya bertanggung jawab atas hal itu.
Misalnya : indeks prestasi saya rendah semester ini, dan saya bertanggung
jawab atas kegagalan ini. Saya tidak dapat tampil prestasi hari ini, dan
saya bertanggung jawab ketidaksiapan saya itu. Saya terlambat bangun
pagi ini, dan saya bertanggung jawab atas keterlambatan itu. Meskipun
tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan
kesadaran klien akan perasaan – perasaan yang mungkin selama ini
diingkarinya. Di samping itu dengan menggunakan kalimat – kalimat yang
langsung menimbulkan arti tanggung jawab dan meminta ketegasan klien,
misalnya klien berkata: saya harus menyenangkan hati dan perasaan orang
tua saya, saya harus menyelesaikan skripsi saya semester ini, saya harus
bekerja setelah menamatkan kuliah ini, dan sejenisnya.

4. Membagi kesedihan dengan cara melakukan refleksi perasaan. Misalnya


konselor berkata : anda sedih dengan kepergiannya itu. Anda kecewa tidak

12
bisa membahagiakannya, anda risau dengan masa depannya yang tidak
menentu.

5. Melakukan permainan proyeksi. Proyeksi artinya memantulkan kepada


orang lain perasaan – perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau
menerimanya. Mengingkari perasaan – perasaan sendiri dengan cara
memantulkannya kepada orang lain. Sering terjadi, perasaan – perasaan
yang dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya.
Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk
mencobakan atau melakukan hal – hal yang diproyeksikan kepada orang
lain. Jika klien memproyeksikan sesuatu kepada orang ketiga, selanjutnya
diminta begaimana reaksinya kalau itu terjadi pada dirinya sendiri.
Apabila dia yang memproyeksi, konselor meminta alasannya, misalnya
klien berkata : guru membenci saya, namun sebetulnya dia yang benci
pada guru., minta alasan yang bersumber dari dirinya sehingga dia
membenci gurunya.

6. Konselor menyatakan penghargaan terhadap hal – hal yang coock


dikemukakan klien dan ketidaksukaan terhadap sesuatu yang tidak cocok.
Misalnya klien berkata : tidak mungkin saya raih kesuksesan, tanpa kerja
pak, konselor segera merespon : anda benar dengan prinsip itu. Ki: adalah
kejujuran saya sebagai modal agar saya dipercaya bos saya pak. Respon
konselor adalah : anda benar di dunia ini orang yang tidak jujur sering
dihindari. Klien juga diajak mengemukakan hal - hal yang bagus dan tidak
bagus bagi orang lain.

7. Permainan kebalikan, yaitu apabila klien memperlakukan sesuatu terhadap


orang lain dibalikkan menjadi seolah – olah klien yang diperlakukan
begitu oleh orang lain. Gejala – gejala dan tingkah laku tertentu sering kali
mempresentasikan pembalikan dari dorongan – dorongan yang
mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta untuk memainkan
peran yang berkebalikan dengan perasaan – perasaan yang dikeluhkannya.

13
Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada klien untuk bercerita
banyak, khususnya terhadap klien pendiam yang berlebihan.

8. Permainan dialog, yaitu pembicaraan di antara dua orang, teknik ini


dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogkan dua
kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top
dog dan under dog, misalnya kecenderungan orang tua lawan
kecenderungan anak, kecenderungan bertanggung jawab lawan
kecenderungan masa bodoh, kecenderungan anak baik lawan
kecenderungan anak bodoh, kecenderungan otonom lawan kecenderungan
tergantung, dan kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan
lemah. Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt
pada akhirnya klien akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana
ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat
dilakasanakan dengan menggunakan teknik kursi kosong.

Kedelapan teknik khusus ini mengarah agar suapaya klien mengalami


langsung. Konseling Gestalt ini merupakan perkembangan lebih lanjut menurut
teori persepsi oleh Pritz Pert.

Tahap – tahap penyelenggaraan konseling dengan menggunakan model konseling


Gestalt ini adalah sebagai berikut ini:

1. Tahap pertama, konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar


tercapai situasi yang memungkinkan perubahan – perubahan yang
diaharapkan pada klien. Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap klien
berbeda, karena masing – maisng klien mempunyai keunikan sebagai
individu serta memiliki kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang
harus dipecahkan.

2. Tahap kedua, konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan klien


untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi
klien. Ada dua hal yang dilakukan konsleor dalam fase ini, yaitu :

14
a. Membangkitkan motivasi klien, dalam hal ini klien diberi kesempatan
untuk menyadari ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya. Makin
tingggi kesadaran klien terhadap ketidakpuasannya semakin besar
motivasi untuk mencapai perubahan dirinya, sehingga makin tinggi
pula keinginannya untuk bekerja sama dengan konselor.

b. Membangkitkan dan mengembangkan otonomi klien dan menekankan


kepada klien bahwa klien boleh menolak saran – saran konselor asal
dapat mengemukakan alasan – alasannya secara bertanggung jawab.

3. Tahap ketiga, konselor mendorong klien untuk mengatakan perasaan –


perasaannya pada saat ini, klien diberi kesempatan untuk mengalamai
kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi di
sini dan saat ini. Kadang – kadang klien diperbolehkan memproyeksikan
dirinya kepada konselor. Melalui tahap ini, konselor berusaha menemukan
celah –celah kepribadian atau aspek – aspek kepribadian yang hilang, dari
sini dapat diidentifikasi apa yang harus dilakukan klien.

4. Tahap keempat, setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran


tentang pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor mengatakan klien
memasuki fase akhir konseling. Pada fase ini klien menunjukkan gejala –
gejala yang mengindikasikan integritas kepribadiannya sebagai individu
yang unik dan manusiawi. Klien telah memiliki kepercayaan pada
potensinya, menyadari keadaan dirinya pada saat sekarang, sadar dan
betanggung jawab atas sifat otonominya, perasaan – perasaannya, pikiran-
pikirannya dan tingkah lakunya. Dalam situasi ini klien secara sadar dan
bertanggung jawab memutuskan untuk melepaskan diri dari konselor, dan
siap untuk mengembangkan potensi dirinya.

2.7 Karakteristik dan Aplikasi Konseling Gestalt

Model konseling Gestalt memiliki ciri – ciri khusus yang membedakannya


dengan model konseling lainnya. Ciri – ciri konseling Gestalt tersebut meliputi:

15
1. Penekanan pada tanggung jawab klien. Konselor menekankan bahwa
konselor bersedia membantu klien, namun kesemuanya itu tidak akan bisa
mengubah klien tanpa klien mau membantu dirinya juga. Dalam hal ini
konselor menekankan agar klien mengambil tanggung jawab atas usaha
dan tingkah lakunya.

2. Berorientasi pada masa sekarang dan di sini. Dalam proses konseling


konselor tidak merekonstruksikan masa lalu klien ataupun motif – motif
tidak sadar sebagaimana yang dilakukan konseling psikoanalisis. Dalam
hal ini konselor lebih memfokuskan keadaan pada masa sekarang. Hal ini
bukan berarti bahwa masa lalu tidak penting. Masa lalu hanya dalam
kaitannya dengan keadaan sekarang. Dalam kaitan ini pula konselor tidak
pernah bertanya mengapa kepada klien.

3. Berorientasi eksperiensial, konselor meningkatkan kesadaran klien tentang


diri sendiri dan masalah – masalahnya, sehingga dengan demikian klien
mengintegrasikan kembali dirinya: klien mempergunakan kata ganti
personal, klien mengubah kalimat pertanyaan menjadi pernyataan, klien
mengambil peran dan tanggung jawab, klien menyadari bahwa ada hal –
hal positif dan negative pada diri atau tingkah lakunya.

4. Konseling Gestalt memahami manusia sebagai wujud dari keseluruhan,


dan manusia itu mampu mengatur diri sendiri.

5. Masalah – masalah yang dialami manusia itu pada dasarnya disebabkan


oleh ketergantungan yang terlalu banyak pada factor – factor luar dan
kurang berkembangnya mekanisme pengaturan diri sendiri. Factor itu
dikaitkan dengan Self yang menghambat kesadaran pada diri klien
sehingga mengacaukan diri.

6. Tugas konseling adalah mengembalikan kemampuan klien untuk betul –


betul menyadari diri sendiri dan lingkungan. Untuk mencapai ini proses
konseling sifatnya aktif, konfrontatif serta dipusatkan pada apa yang
dialami klien.

16
7. Konseling Gestalt dapat diaplikasikan pada masalah – masalah
kecenderungan keluarnya individu dari dunia di sekitarnya.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

18

Anda mungkin juga menyukai