Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENDEKATAN KELOMPOK DALAM KONSELING


“Pendekatan Gestalt dalam Kelompok”

Dosen Pengampu:
Dr. Yeni Karneli, M.Pd., Kons.
Dr. Netrawati, M.Pd., Kons.

Disusun Oleh:

Feni Listari 23151032

PROGRAM STUDI S2 BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT.yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan penyusunan makalah ini tentang” Pendekatan
Gestalt dalam Kelompok ". Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak
akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Sebagai penyusun, kami
menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan maupun tata bahasa
penyampaian dalam makalah ini.Oleh karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah kami ini Kami berharap semoga
makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.

Padang, 19 Oktober 2023

Makalah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR1
DAFTAR ISI2
BAB I
PENDAHULUAN3
A. Latar Belakang Masalah3
B. Rumusan Masalah 4

BAB II
PEMBAHASAN5
A. Filsafat Dasar5
B. Konsep Dasar Konseling Gestalt7
C. Makna Konseling Gestalt10
D. Tujuan Konseling Gestalt11
E. Proses konseling Gestalt12
F. Teknik Konseling Gestalt16
G. Karakteristik Konseling Gestalt18

BAB III
PENUTUP19
A. Kesimpulan19
B. Saran19
DAFTAR PUSTAKA20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Konseling Gestalt diciptakan dan dikembangkan oleh Frederick S.Perls. Perls mendapat
gelar dalam bidang medis di Universitas Frederick Wilhelm Berlin, Jerman tahun 1921.
Selanjutnya dia melakukan percobaannya di bidang Institut Psikoanalisis Berlin, Frankurt, dan
Vienna. Pada tahun 1933 Perls membuka praktek pribadinya di Amsterdam sampai dengan
kedatangan Nazi. Perls pindah ke Afrika Selatan pada tahun 1935. Di Afrika Selatan Perls
mengembangkan terapi gestaltnya, namun publikasinya terhalang karena dia berada di daerah
terpencil dan kesibukannya sebagai penceramah. Pada tahun 1964 Perls pindah ke Amerika
Serikat dan menjadi guru terapi Gestalt di Institut Erasalen California sampai dengan tahun 1969.
Konseling Gestalt ini bersumber dari pengaruh tiga displin teori yang sangat berbeda yaitu
Psikoanalisis, terutama yang dikembangkan oleh Wilhem Reich, Fenomenologi eksistensialisme
Eropa dan Psikologi Gestalt.
Terapi Gestalt merupakan bentuk terapi perpaduan antara eksistensial – humanistis dan
fenomenologi , sehingga memfokuskan diri pada pengalaman klien here and now dan
memadukannya dengan bagian – bagian kepribadian yang terpecah di masa lalu.[1]
Ditinjau dari asal katanya, istilah Gestalt sendiri merupakan suatu istilah bahasa Jerman
yang sukar dicarikan terjemahannya dalam bahasa lain. Dalam bahasa inggris ia
berarti form atau shape/ bentuk atau lebih luas lagi manner/ hal, peristiwa atau essence /hakikat.
Berbagai istilah bahasa inggris telah dicoba untuk menterjemahkan istilah Gestalt ini antara lain
diajukan oleh Titchener. Tetapi istilah – istilah itu tidak ada yang tepat, dalam arti tidak ada yang
bisa menggambarkan arti yang sesungguhnya daripada istilah itu dalam bahasa Jerman. Oleh
karena itu istilah Gestalt tetap digunakan sebagaimana adanya dalam bahasa inggris dan juga
dalam kalangan sarjana psikologi Indonesia.[2]
Konseling Gestalt mengemukakan teori mengenai struktur dan perkembangan
kepribadian yang mendasari proses konselingnya, serta serangkaian eksperimen yang dapat
digunakan langsung oleh para penggunanya. Mengenai klien yang menjadi sasarannya, dapat
disimpulkan bahwa klien terdiri dari anak – anak, remaja, dewasa, murid sekolah, pegawai, atau
karyawan, pasangan suami istri yang mengalami kesulitan dalam mengintegrasikan dirinya
dalam hidup dan lingkungannya, yaitu mereka yang mendapat gangguan psikologis dan yang
potensi dirinya tidak berkembang.
Tujuan dasar konseling dalam terapi ini adalah untuk meraih kesadaran, terhadap apa
yang sedang dialami oleh konseli dan kemudian konseli bertanggung jawab terhadap apa yang
yang dirasakan, dipikirkan dan dikerjakan. Untuk itu, maka terapi ini lebih mengutamakan
keadaan di sini, dan saat ini.[3]
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Filsafat Dasar Konseling Gestalt?
2. Apakah Konsep Dasar Konseling Gestalt?
3. Apakah Makna dan Tujuan Konseling Gestalt?
4. Apakah proses dan Teknik Konseling Gestalt?
5. Apakah Karakteristik dan Aplikasi Konseling Gestalt?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Filsafat Dasar
Perls mengemukakan bahwa manusia selalu aktif sebagai keseluruhan. Setiap individu
bukan semata – mata penjumlahan bagian – bagian atau organ seperti hati, jantung , otak, dan
sebagainya, melainkan suatu koordinasi semua bagian. Organism yang sehat dalam
lingkungannya sendiri selalu memperhatikan masalah – masalah penting untuk kelangsungan dan
pemeliharaan hidup. Masalah penting itu antara lain adalah ikatan dari keseluruhan bagian –
bagian ini.[4]
Pandangan Gestalt adalah bahwa individu memiliki kesanggupan memikul tanggung
jawab pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi yang
terpadu. Disebabkan oleh masalah – masalah tertentu dalam perkembangannya, individu
membentuk berbagai cara menghindari masalah dan karenanya, menemui jalan buntu dalam
pertumbuhan pribadinya. Terapi menyajikan intervensi dan tantangan yang diperlukan, yang bisa
membantu individu memperoleh pengetahuan dan kesadaran sambil melangkah menuju
pemandu dan petumbuhan. Dengan mengakui dan mengalami penghambat – penghambat itu
akan meningkat sehingga dia kemudian bisa mengumpulkan kekuatan guna mencapai
keberadaan yang lebih otentik dan vital.[5]
Konseling Gestalt meyakini delapan butir filsafat dasar tentang hakekat manusia yang
menjadi pegangan dalam menyelenggarakan konseling maupun analisis masalah klien.
Kedelapan butir yang dimaksudkannya itu adalah:
1. Manusia itu merupakan kesatuan, keterpaduan dari berbagai elemen. Dari berbagai elemen yang
ada pada dirinya itu tidak satu pun yang dapat dimengerti tanpa mengkaitkan dengan
keseluruhan orang itu. Misalnya pabila kaki seseorang tertusuk duri, maka tidaklah kaki itu saja
yang sakit tetapi sakitnya juga akan dirasakan oleh seluruh tubuh. Dengan demikian, adalah tidak
tepat bila seseorang meremehkan sesuatu yang terjadi pada diri orang lain, karena dapat
mempengaruhi semua bagian tubuhnya.
2. Manusia merupakan bagian dari lingkungannya dan ia tidak akan bisa dimengerti apabila
dilepaskan pandangan kita dari lingkungannya itu. Dalam kehidupan dapat kita lihat daerah asal
seseorang akan mempengaruhi bagaimana dia bereaksi dan bertingkah laku. Begitu juga halnya
dengan lingkungan pekerjaan atau profesi yang dijabatnya selalu akan mempengaruhi perilaku
hidupnya. Misalnya seseorang polisi akan bereaksi dengan cara – cara polisi, seseorang guru SD
akan mereaksi suatu kejadian seperti guru SD juga dan sebagainya.
3. Manusia memilih bagaimana caranya merespon terhadap perangsang internal maupun
perangsang eksternal. Manusia itu meruapakan actor (pelaku) bagi dunianya bukan
hanya reactor(pasif).
4. Manusia mempunyai potensi untuk sepenuh – penuhnya menyadari sensasinya(rasa badannya),
pikirannya, emosinya, dan persepsinya.
5. Manusia dapat membuat pilihan – pilihan karena manusia menyadari sensasinya, pikirannya dan
emosinya, dan manusia yang berbahagia adalah yang menyadari ketiga hal ini. Contoh orang
yuang memilih kekasihnya, pakaiannya, mobilnya dan sebagainya dengan selalu
mempertimbangkan ketiga aspek diatas.
6. Manusia mempunyai kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri secara efektif.
7. Manusia tidak dapat mengalami masa lalunya atau masa depannya, manusia hanya dapat melalui
masa sekarangnya, dan masa sekarang selalu tidak akan pernah terulang.
8. Manusia pada dasarnya dikatakan bagus, ya juga tidak bagus, dikatakan jelek ya juga tidak jelek,
dengan demikian jangan menghebat – hebatkan manusia dan jangan pula menjelek – jelekkan
manusia itu.

B. Konsep Dasar konseling Gestalt


Konsep dasar dari konseling Gestalt ini adalah pandangan mereka terhadap individu dan
perkembangan kepribadian. Pandangan - pandangan tersebut adalah:
1. Suatu dorongan pokok yang menyebabkan manusia seperti ini adalah dorongan untuk
beraktualisasi diri atau dorongan untuk mewujudkan diri. Dalam pendekatan Gestalt ini
digunakan juga istilah on becoming atau usaha seorang untuk mewujudkan diri, yang
berorientasi pada masa sekarang. Menurut Fritz Pert, on becoming yang melihat pada masa
sekarang adalah striving to be dengan arti usaha – usaha guna mewujudkan diri apa
adanya. Striving to be itu bersifat sangat individual, jadi orang hampir – hampir tidak mungkin
meramalkan tingkah laku seseorang. Satu – satunya hal yang dapat diketahui adalah bahwa pada
diri seseorang ada dua keinginan, dan keinginan itu berada dalam konflik. Biasanya salah satu
keinginan yang dapat dominan, dan keinginan yang dominan itulah yang akan menentukan
tingkah laku seseorang dalam memenuhi keinginannya.
2. Perkembangan kepribadian merupakan hasil perjuangan individu untuk menyeimbangkan
keinginan – keinginan yang ada pada dirinya yang seringkali berada dalam konflik. Untuk itu
orang yang ingin berkembang harus menyadari konfliknya dan menjembatani keinginannya itu.
Jadi perkembangan kepribadian itu pada dasarnya adalah perjuangan seseorang untuk
menselaraskan konflik yang ada. Dalam hal ini terdapat tiga tahap yang harus dilaluinya yaitu:
a. Tahap social yang berlangsung sewaktu anak masih kecil, dimulai oleh kesadaran anak bahwa di
luar dirinya itu ada orang lain.
b. Tahap psycho fisik yang diwarnai oleh kesadaran akan aku, saya, dan diri sendiri di samping
adanya orang lain. Dalam kesadaran atas saya tersebut ada tiga komponen yang harus
diperhatikan yaitu self/diri, self image/penilaian terhadap diri, being/ keberadaan diri sendiri.
Ketiga komponen ini bersifat terpadu dan secara penuh berfungsi melalui tiga proses yaitu
adaptasi, acknowledgement dan approbation. Adaptasi adalah proses dimana seseorang
menyadari adanya batas antara diri sendiri dan lingkungan sehingga mengalami penemuan diri(
individu berpikir : nah inilah saya , dan itu buka saya). Proses adaptasi ini memungkinkan anak
menyadari dan mengahargai adanya batas – batas antar dirinya dan orang
lain./acknowledgement berarti pengakuan. Pada dasarnya proses dimana individu menemukan
dirinya sendiri sehingga didapat inilah saya. Adanya acknowledgemeny ini memungkinkan anak
menyadari diri sendiri dan menghargai diri sendiri. Approbation merupakan proses yang
memisahkan antara diri sendiri dan bukan diri sendiri. Approbation menciptakan self image. Self
image itu merupakan pecahan dari dua pribadi. Pertentangan self dan self image itu dinamakan
konflik yaitu bertempurnya self dan self image dalam pribadi seseorang akan dapat
menimbulkan frustasi. Namun justru frustasi yang dapat dijembatani dengan baik, akan
menimbulkan individu memiliki pribadi yang tangguh.
c. Tahap spiritual, dimana individu mempunyai kemampuan dalam menjabatani konflik – konflik
dan frustasi – frustasi itu.
3. Keberadaan individu yang normal yaitu kalau ada keseimbangan antara self dan self image dan
melihat keharusan dari lingkungan, serta tuntutan lingkungan. Dengan demikian, sebaliknya
individu yang salah suai adalah individu yang tidak seimbang antara self dan self imagenya.
Terdapat beberapa bentuk tingkah laku salah suai yaitu:
a. Kekurangan kesadaran, yaitu sadar tentang self sendiri, self image atau sadar antara self dengan
lingkungan. Orang yang seperti ini dapat menjadi rigid atau kayu, lawannya luwes. Seseorang
yang tidak menyadari lingkungan, maka dia terlalu menjadi rigid atau uneasy feeling yaitu
perasaan yang tidak tentram ,tidak enak, dan hatinya meronta terus.
b. Kurangnya tanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungan yaitu kurangnya self
responsibility dasar dan kurangnya kesadaran terhadap diri sendiri dan lingkungan, tetapi arah
perbuatannya memanipulasi lingkungan. Individu tersebut mempergunakan sesuatu yang tidak
pada tempatnya seperti orang yang kurang percaya pada diri sendiri, ketergantungan pada orang
lain, misalnya tingkah lakunya yang cenderung membiarkan sesuatu yang pada dasarnya perlu
ditindaklanjutinya, seperti membiarkan saja kondisi badan yang sakit, tanpa berusaha
mengobatinya, membiarkan orang tua sendiri mengalami kesulitan, membiarkan saudara
kandung merana karena mengalami musibah dan sebagainya.
c. Tidak ada kontak dengan lingkungan, yaitu menarik diri dari kontak dengan lingkungan,
misalnya apabila terjadi banjir di sekitar lingkungannya, dia beranggapan peduli amat sama
banjir, tidak peduli dengan tanah longsor yang terjadi di lingkungan sosialnya, tidak peduli sama
kawan yang mengalami musibah, dan lain sebagainya. Individu ini sama sekali tidak peduli
dengan apa yang terjadi terhadap lingkungan sekitarnya. Tentunya orang yang hidup dengan
penuh ketidakpedulian seperti ini hidupnya akan menjadi kaku.
d. Ketidak mampuan menyelesaikan gestalt, sesuatu hendaknya ditanggapi secara
gestal(keseluruhan) supaya menjadi gestal dan serasi. Orang yang tidak mampu menyelesaikan
gestalt selalu berada dalam keadaan unfished bussines (urusan yang tidak selesai). Makin banyak
urusan dalam hidup yang tidak selesai, akan semakin ruwet dalam menjalani kehidupan ini.
Sebaliknya makin banyak urusan yang dapat diselesaikan akan semakin ringan hidupnya .
seringkali seseorang ingin berada dalam suasana urusan yang tidak selesai, maka dapat dikatakan
dianggap sebagai manusia bodoh.
e. Menolak kebutuhan – kebutuhan diri sendiri yang sebenarnya penting bagi dirinya. Misalnya
anda perlu apa?, perlu makan?, perlu minum? Atau bahkan perlu menikah? Dan lain – lain, akan
tetapi apabila selalu menolak untuk memenuhinya, maka itu artinya anda mengaalami keadaan
salah suai.
f. Orang yang mengadakan dikotomisasi self, meletakkan diri sendiri pada posisi dua kutub yang
berlawanan. Orang yang termasuk ini adalah orang yang merasa sangat hebat atau merasa sangat
rendah (top dog atau under dog). Orang yang cepat sekali memutuskan sesuatu itu menjadi dua,
hitam atau putih, misalnya secara ekstrim menyebutkan manusia itu kalau tidak malaikat ya setan
dan rentangan antara keduanya itu tidak diakui keberadaannya.
C. Teori Kepribadian Konseling Gestalt
Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya selalu aktif
sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu bukan semata – mata merupakan penjumlahan dari
bagian – bagian organ – organ seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan
suatu koordinasi semua bagian tersebut. Manusia aktif terdorong ke suatu koordinasi semua
bagian tersebut. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan,
dan tingkah lakunya.[6]
Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki
dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju terbentuknya
integritas atau keutuhan pribadi. Jadi hakikat manusia menurut pendekatan konseling ini adalah:
1. Tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya
2. Merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan
lingkungannya itu
3. Actor bukan reactor
4. Berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya
5. Dapat memilih secara sadar dan bertanggungjawab, mampu mengatur dan mengarahkan
hidupnya secara efektif. Dalam pendekatan ini, kecemasan dipandang sebagai kesenjangan
antara saat sekarang dan kemudian. Jika individu menyimpang dari saat sekarang dan menjadi
terlalu terpaku pada masa depan, maka mereka mengalami kecemasan.

D. Makna dan Tujuan Konseling Gestalt


Tujuan konsleing Gestalt adalah mengintegrasikan kepribadian individu itu., karena
orang yang bermasalah pada dasarnya adalah terpisahnya self dan self imagenya. Jadi tujuan
konseling adalah agar individu itu mampu mengatur dirinya sendiri(striving to be), untuk itu
perlu diperhatikan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya dan dia harus melepaskan diri dari
ketergantungan pada orang lain serta setiap kali haruslah bertanggung jawab.
Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut:
1. Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas
yang ada, serta mendapatkan pemahaman (insight)secara penuh.
2. Membantu klien menuju pencapaian keterpaduan (integrasi) kepribadian yang dimilikinya.
3. Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain, ke
mengatur diri sendiri.
4. Meningkatkan kesadaran individual, agar klien dapat bertingkah laku menurut prinsip – prinsip
Gestalt, semua situasi bermasalah yang muncul dan selalu akan muncul, dapat diatasi dengan
baik.
Guna upaya mencapai tujuan konsleing ini, peran konselor adalah sebagai berikut:
a. Konselor membangun suasana yang memungki9nkan klien daoat menampilkan diri, membuka
diri an berusaha mengenali, memahami, menerima dan menyadari dirinya sendiri.
b. Apabila klien sudah menyadari dirinya sendiri dan lingkungannya, kemudian konselor berusaha
menyeimbangkan keinginan yang ada dalam self dan self image.
c. Konselor memberikan kemungkinan kesempatan bagi klien untuk berkembang.
E. Proses dan Teknik Konseling Gestalt
Dalam proses konseling, peranan konselor yang utama dalam hal ini adalah sebagai
katalistor atau penghubung yang aktif dan menghidupkan , dimana dia berperan sebagai
penghubung antara diri klien sendiri dan lingkungannya dan antara self dan self image klien.
Dalam konseling Gestalt ini dirumuskan tiga teknik umum konseling di samping beberapa teknik
khusus. Teknik – teknik umum konseling Gestalt tersebut adalah :
1. Pengawalan konseling, yaitu yang menggarap pengawalan proses, dan dilakukan usaha sehingga
klien sendiri yang berusaha mengadakan perubahan pada diri sendiri. Selanjutnya konselor selalu
berusaha untuk merangsang dan menghidupkan tanggungjawab klien terhadap tingkah lakunya
sendiri. Dalam penyelenggaraan konselingnya hendaklah menekankan, dan berorientasi pada
kekinian dengan demikian ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian yaitu: konselor tidak
merekonstruksi masa lampau serta tidak pula menghidup- hidupkan ketidak sadaran klien, masa
lampau itu tidak selalu diabaikan namun juga digunakan khususnya jika masih dialami oleh klien
sekarang dan konselor tidak bertanya mengapa pada klien sebab jika konselor bertanya mengapa,
maka klien akan berusaha menutup – nutupi kesalahannya.
2. Memfrustasikan klien, ini maksdunya adalah menyadarkan klien bahwa ia betul – betul
bermasalah. Lakukan terus menerus sampai ia itu bertemu muka dengan kesulitan – kesulitan
yang dihadapinya itu. Dengan cara memfrustasikan ini, klien akan menyadari masalah dan baru
kemudian mengemukakan modal dasar dan kekuatan yang dimilikinya agar dapat dipergunakan
dalam konseling guna mengatasi masalah yang dialaminya.
3. Mengarahkan klien untuk mengalami sendiri, yaitu konselor berusaha agar klien mengalami
langsung terhadap apa – apa yang dikemukakannya. Dalam hal ini konselor dapat menggunakan
teknik – teknik khusus.
Terdapat delapan jenis teknik khusus apabila konselor berkehendak menggunakan pendekatan
konseling Gestalt yaitu:
1. Klien diarahkan untuk menggunakan kata ganti orang misalnya klien mesti berkata saya merasa
senang bertemu dengan dia. Jadi dalam hal ini harus selalu menyebut saya tidak kami, atau
menyalahkan mereka atau dia. Konselor selalu bertanya : anda bagaimana?. Ini semua tujuannya
adalah agar klien dapat bertanggung jawab dan tidak menyalahkan orang lain.
2. Mengubah kalimat pertanyaan menjadi kalimat pernyataan, misalnya apakah saya dapat
melakukannya? Menjadi saya akan melakukannya.
3. Latihan saya bertanggung jawab. Latihan ini merupakan teknik yang dimaksudkan untuk
membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan – perasaannya dari pada
memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain. Dalam teknik ini konselor meminta klien
untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian klien menambahkan dalam pernyatan itu dengan
kalimat: dan saya bertanggung jawab atas hal itu. Misalnya : indeks prestasi saya rendah
semester ini, dan saya bertanggung jawab atas kegagalan ini. Saya tidak dapat tampil prestasi
hari ini, dan saya bertanggung jawab ketidaksiapan saya itu. Saya terlambat bangun pagi ini, dan
saya bertanggung jawab atas keterlambatan itu. Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut
Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaran klien akan perasaan – perasaan yang mungkin
selama ini diingkarinya. Di samping itu dengan menggunakan kalimat – kalimat yang langsung
menimbulkan arti tanggung jawab dan meminta ketegasan klien, misalnya klien berkata: saya
harus menyenangkan hati dan perasaan orang tua saya, saya harus menyelesaikan skripsi saya
semester ini, saya harus bekerja setelah menamatkan kuliah ini, dan sejenisnya.
4. Membagi kesedihan dengan cara melakukan refleksi perasaan. Misalnya konselor berkata : anda
sedih dengan kepergiannya itu. Anda kecewa tidak bisa membahagiakannya, anda risau dengan
masa depannya yang tidak menentu.
5. Melakukan permainan proyeksi. Proyeksi artinya memantulkan kepada orang lain perasaan –
perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya. Mengingkari perasaan –
perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang lain. Sering terjadi, perasaan –
perasaan yang dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya. Dalam teknik
bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal – hal
yang diproyeksikan kepada orang lain. Jika klien memproyeksikan sesuatu kepada orang ketiga,
selanjutnya diminta begaimana reaksinya kalau itu terjadi pada dirinya sendiri. Apabila dia yang
memproyeksi, konselor meminta alasannya, misalnya klien berkata : guru membenci saya,
namun sebetulnya dia yang benci pada guru., minta alasan yang bersumber dari dirinya sehingga
dia membenci gurunya.
6. Konselor menyatakan penghargaan terhadap hal – hal yang coock dikemukakan klien dan
ketidaksukaan terhadap sesuatu yang tidak cocok. Misalnya klien berkata : tidak mungkin saya
raih kesuksesan, tanpa kerja pak, konselor segera merespon : anda benar dengan prinsip itu. Ki:
adalah kejujuran saya sebagai modal agar saya dipercaya bos saya pak. Respon konselor adalah :
anda benar di dunia ini orang yang tidak jujur sering dihindari. Klien juga diajak mengemukakan
hal - hal yang bagus dan tidak bagus bagi orang lain.
7. Permainan kebalikan, yaitu apabila klien memperlakukan sesuatu terhadap orang lain dibalikkan
menjadi seolah – olah klien yang diperlakukan begitu oleh orang lain. Gejala – gejala dan
tingkah laku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan – dorongan yang
mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta untuk memainkan peran yang berkebalikan
dengan perasaan – perasaan yang dikeluhkannya. Misalnya : konselor memberi kesempatan
kepada klien untuk bercerita banyak, khususnya terhadap klien pendiam yang berlebihan.
8. Permainan dialog, yaitu pembicaraan di antara dua orang, teknik ini dilakukan dengan cara klien
dikondisikan untuk mendialogkan dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu
kecenderungan top dog dan under dog, misalnya kecenderungan orang tua lawan kecenderungan
anak, kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh, kecenderungan
anak baik lawan kecenderungan anak bodoh, kecenderungan otonom lawan kecenderungan
tergantung, dan kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah. Melalui dialog yang
kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan mengarahkan dirinya pada
suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat
dilakasanakan dengan menggunakan teknik kursi kosong.
Kedelapan teknik khusus ini mengarah agar suapaya klien mengalami langsung.
Konseling Gestalt ini merupakan perkembangan lebih lanjut menurut teori persepsi oleh Pritz
Pert.
Tahap – tahap penyelenggaraan konseling dengan menggunakan model konseling Gestalt
ini adalah sebagai berikut ini:
1. Tahap pertama, konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang
memungkinkan perubahan – perubahan yang diaharapkan pada klien. Pola hubungan yang
diciptakan untuk setiap klien berbeda, karena masing – maisng klien mempunyai keunikan
sebagai individu serta memiliki kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang harus
dipecahkan.
2. Tahap kedua, konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan klien untuk mengikuti
prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien. Ada dua hal yang dilakukan konsleor
dalam fase ini, yaitu :
a. Membangkitkan motivasi klien, dalam hal ini klien diberi kesempatan untuk menyadari
ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya. Makin tingggi kesadaran klien terhadap
ketidakpuasannya semakin besar motivasi untuk mencapai perubahan dirinya, sehingga makin
tinggi pula keinginannya untuk bekerja sama dengan konselor.
b. Membangkitkan dan mengembangkan otonomi klien dan menekankan kepada klien bahwa klien
boleh menolak saran – saran konselor asal dapat mengemukakan alasan – alasannya secara
bertanggung jawab.
3. Tahap ketiga, konselor mendorong klien untuk mengatakan perasaan – perasaannya pada saat
ini, klien diberi kesempatan untuk mengalamai kembali segala perasaan dan perbuatan pada
masa lalu, dalam situasi di sini dan saat ini. Kadang – kadang klien diperbolehkan
memproyeksikan dirinya kepada konselor. Melalui tahap ini, konselor berusaha menemukan
celah –celah kepribadian atau aspek – aspek kepribadian yang hilang, dari sini dapat
diidentifikasi apa yang harus dilakukan klien.
4. Tahap keempat, setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang pikiran,
perasaan, dan tingkah lakunya, konselor mengatakan klien memasuki fase akhir konseling. Pada
fase ini klien menunjukkan gejala – gejala yang mengindikasikan integritas kepribadiannya
sebagai individu yang unik dan manusiawi. Klien telah memiliki kepercayaan pada potensinya,
menyadari keadaan dirinya pada saat sekarang, sadar dan betanggung jawab atas sifat
otonominya, perasaan – perasaannya, pikiran – pikirannya dan tingkah lakunya. Dalam situasi ini
klien secara sadar dan bertanggung jawab memutuskan untuk melepaskan diri dari konselor, dan
siap untuk mengembangkan potensi dirinya.
F. Karakteristik dan Aplikasi
Model konseling Gestalt memiliki ciri – ciri khusus yang membedakannya dengan model
konseling lainnya. Ciri – ciri konseling Gestalt tersebut meliputi:
1. Penekanan pada tanggung jawab klien. Konselor menekankan bahwa konselor bersedia
membantu klien, namun kesemuanya itu tidak akan bisa mengubah klien tanpa klien mau
membantu dirinya juga. Dalam hal ini konselor menekankan agar klien mengambil tanggung
jawab atas usaha dan tingkah lakunya.
2. Berorientasi pada masa sekarang dan di sini. Dalam proses konseling konselor tidak
merekonstruksikan masa lalu klien ataupun motif – motif tidak sadar sebagaimana yang
dilakukan konseling psikoanalisis. Dalam hal ini konselor lebih memfokuskan keadaan pada
masa sekarang. Hal ini bukan berarti bahwa masa lalu tidak penting. Masa lalu hanya dalam
kaitannya dengan keadaan sekarang. Dalam kaitan ini pula konselor tidak pernah bertanya
mengapa kepada klien.
3. Berorientasi eksperiensial, konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri sendiri dan
masalah – masalahnya, sehingga dengan demikian klien mengintegrasikan kembali dirinya: klien
mempergunakan kata ganti personal, klien mengubah kalimat pertanyaan menjadi pernyataan,
klien mengambil peran dan tanggung jawab, klien menyadari bahwa ada hal – hal positif dan
negative pada diri atau tingkah lakunya.
4. Konseling Gestalt memahami manusia sebagai wujud dari keseluruhan, dan manusia itu mampu
mengatur diri sendiri.
5. Masalah – masalah yang dialami manusia itu pada dasarnya disebabkan oleh ketergantungan
yang terlalu banyak pada factor – factor luar dan kurang berkembangnya mekanisme pengaturan
diri sendiri. Factor itu dikaitkan dengan Self yang menghambat kesadaran pada diri klien
sehingga mengacaukan diri.
6. Tugas konseling adalah mengembalikan kemampuan klien untuk betul – betul menyadari diri
sendiri dan lingkungan. Untuk mencapai ini proses konseling sifatnya aktif, konfrontatif serta
dipusatkan pada apa yang dialami klien.
7. Konseling Gestalt dapat diaplikasikan pada masalah – masalah kecenderungan keluarnya
individu dari dunia di sekitarnya.

G. Tingkah Laku Salah Suai


Individu bermaslah karena terjadi pertentangan top dog dan keberadaan under dog.Top
dog adalah kekuatan yang mengharuskan, menuntut, mengancam. Under dog adalah keadaan
membela diri, tidak berdaya, lemah, ingin dimaklumi. Perkembangan yang terganggu adalah
tidak terjadi keseimbangan antara apa – apa yang harus ada dan apa – apa yang diinginkan.[7]

Ciri – ciri tingkah laku bermasalah pada individu meliputi:


1. Terjadi pertentangan antara keberadaan social dan biologis
2. Individu mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya
3. Mengalami gap/kesenjangan sekarang dan yang akan datang
4. Melarikan diri dari kenyataan yang harus dihadapi
5. Spectrum tingkah laku bermasalah pada individu meliputi
a. Kepribadian kaku
b. Tidak mau bebas bertasnggung jawab, ingin tetap tergantung
c. Menolak berhubungan dengan lingkungan
d. Memelihara unfinished business
e. Menolak kebutuhan diri sendiri
f. Melihat diri sendiri dalam kontinum hitam putih.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pandangan Gestalt adalah bahwa individu memiliki kesanggupan memikul tanggung
jawab pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi yang
terpadu. Disebabkan oleh masalah – masalah tertentu dalam perkembangannya, individu
membentuk berbagai cara menghindari masalah dan karenanya, menemui jalan buntu dalam
pertumbuhan pribadinya. Terapi menyajikan intervensi dan tantangan yang diperlukan, yang bisa
membantu individu memperoleh pengetahuan dan kesadaran sambil melangkah menuju
pemandu dan petumbuhan. Dengan mengakui dan mengalami penghambat – penghambat itu
akan meningkat sehingga dia kemudian bisa mengumpulkan kekuatan guna mencapai
keberadaan yang lebih otentik dan vital.
Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya selalu aktif
sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu bukan semata – mata merupakan penjumlahan dari
bagian – bagian organ – organ seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan
suatu koordinasi semua bagian tersebut. Manusia aktif terdorong ke suatu koordinasi semua
bagian tersebut. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan,
dan tingkah lakunya.
B. Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan, oleh karena itu
kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sangat dinantikan untuk perbaikan dalam
pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald.(2010). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung. Refika Aditama.
Hendri,Novi.(2013). Model –Model Konseling. Medan. Perdana Publising.
Hartono. (2012). Psikologi Konseling. Jakarta. Kencana.
Lumongga, Namora. (2011). Memahami Dasar – Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktek.
Jakarta. Kencana.
Taufik. (2014). Model – Model Konseling. Padang. UNP

Anda mungkin juga menyukai