“Pendekatan Gestalt”
Disusun Oleh :
Kelas B 2016
2018
Pendekatan Gestalt
A. Terapi Gestalt
Frederik S (“Fritz”) Perls (1893-1970) dan istrinya Laura Postner Perls (1905-1990)
sebagai pencetus atau penggagas terapi gestalt. Terapi ini merupakan bentuk terapi
eksistensial yang berpijak pada premis bahwa individu-individu harus menemukan jalan
hidupnya sendiri dan menerima tanggung jawab pribadi jika mereka berharap mencapai
kematangan. Dikarenakan terapi ini bekerja terutama di atas prinsip kesadaran, sehingga ia
terfokus kepada apa dan bagaimana-nya tingkah laku dan pengalaman disini dan sekarang
dengan mengintegrasikan bagian-bagian kepribadian yang terpecah dan tidak diketahui.
Asumsi dasar terapi Gestalt adalah bahwa individu-individu mampu menangani sendiri
masalah-masalah hidupnya secara efektif. Tugas utama terapis adalah membantu klien agar
mengalami sepenuhnya keberadaannya disini dan sekarang dengan menyadarkannya atas
tindakannya mencegah diri sendiri merasakan dan mengalami saat sekarang. Oleh karena itu,
terapi Gestalt pada dasarnya noninterpretatif dan sedapat mungkin klien menyelenggarakan
terapi sendiri, mereka membuat penafsiran-penafsirannya sendiri, menciptakan pernyataan-
pernyataannya sendiri. Akhirnya klien didorong untuk langsung mengalami perjuangan disini
dan sekarang terhadap urusan yang tidak selesai di masa lampau. Dengan mengalami
konflik-konflik alih-alih hanya membicarakanya, klien lambat laun bisa memperluas
kesadarannya.
Fritz Perls menggunakan terapi Gestalt secara paternalistik. Klien harus tumbuh dan
berdiri diatas kedua kakinya, dan mempersoalkan masalah hidupnya sendiri (Perls, 1969a).
Gaya melakukan terapinya meliputi dua agenda personal : memindahkan klien dari
dukungan/pengaruh lingkungan pada dukungan/ pengaruh dirinya sendiri dan memadukan
kembali bagian-bagian kepribadian yang diingkari. Jelasnya, cara kerja Perls, terapi Gestalt
secara kontemporer menekankan dialog antara klien dan ahli terapi.
Pengalaman Klien dalam Terapi
Orientasi umum terapi Gestalt adalah dialog. Miriam Polster (1987) menggambarkan tiga
langkah rangkaian integrasi menumbuhkan kesadaran klien dalam terapi.
Pertama : Discovery ; klien akan menemukan kenyataan baru tentang dirinya, atau
mereka mendapatkan pandangan baru tentang orang-orang yang penting dalam hidupnya.
Kedua : akomodasi ; klien mengenal bahwa dirinya mempunyai pilihan. Membuat pilihan
baru sering dilakukan dengan canggung, tetapi dengan dukungan klien akan mendapatkan
kemampuan untuk mengatasinya dalam situasi yang sulit.
Sebagai sebuah jenis terapi eksistensial, terapi penggunaan Gestalt meliputi hubungan
orang per orang antara pelaku terapi dengan kliennya. Pelaku terapi bertanggungjawab atas
kualitas keberadaannya, atas pengetahuan tentang dirinya dan klien, dan terbuka dalam
mengingatkan klien.
Pelaku terapi Gestalt bukan hanya memperbolehkan kliennya untuk menjadi dirinya
sendiri tetapi juga mengingatkan dirinya sendiri dan jangan sampai melanggar aturan.
• Katanya : klien banyak mengatakan “katanya” dari pada “saya memang”, ini merupakan
bahasa dari orang yang mengalami kegamangan kepribadian. Contoh klien mengatakan
“katanya menjalin pertemanan itu sulit”, maka klien ini harus dirubah pernyataannya menjadi
“ saya mengalami kesulitan dalam menjalin pertemanan”
• Polster percaya bercerita bukanlah suatu yang selalu berupa resistensi, namun, bercerita
bisa menjadi jantung/ inti/ modal utama dari proses terapi ini, manusia adalah mahluk yang
suka bercerita.
Holisme : Menurut Latner (1986) Holisme merupakan salah satui prinsip pokok terapi
Gestalt, semua perangai dipandang sebagai satu kesatuan dan seluruhnya koheren, dan semua
berbeda dari setiap bagiannya.
Teori Lapangan : terapi Gestalt berdasarkan teori lapangan yang berdasarkan pada prinsip
bahwa organisme harus dilihat dalam lingkungannya sendiri, atau dalam konteksnya, sebagai
bagian lapangan yang berubah-rubah secara konstan. Terapi Gestalt berprinsip bahwa segala
sesuatu itu saling berhubungan, saling berkaitan dan ada dalam proses.
Proses Formasi Figur : proses formasi figur menggambarkan bagaimana individu
mengorganisir lingkungannya dari waktu ke waktu. Dalam terapi Gestalt lapangan yang tidak
berbeda di sebut sebagai background, dan munculnya fokus perhatian disebut figur
(Latner,1986).
Keadaan sekarang merupakan masa yang paling penting dalam Gestalt terapi. Salah satu
kontribusi utama pendekatan Gestalt adalah penekanannya pada pembelajaran untuk
mengapresiasi dan pengalaman di saat sekarang.
Asumsi dasar pendekatan gestalt tentang manusia adalah bahwa individu dapat mengatasi
sendiri permasalahannya dalam hidup, terutama bila mereka menggunakan kesadaran akan
pengalaman yang sedang dialami dan dunia sekitarnya. Gestalt berpendapat bahwa individu
memiliki masalah karena menghindari masalah. Oleh karena itu pendekatan gestalt
mempersiapkan individu dengan intervensi dan tantangan untuk membantu konseli mencapai
integrasi diri dan menjadi lebih autentik.
Berkaitan dengan etiologi yaitu hubungan sebab akibat. Ciri kepribadian yang menyimpang
menurut gestalt dipengaruhi oleh :
3. Retroflection, berisi tentang diri seseorang yang mempunyai keinginan untuk menjadi
sesuatu tetapi dialihkan kepada orang lain.
1. Individu yang dapat mempertahankan kesadaran tanpa dipecah oleh berbagai stimulasi
dari lingkungan yang dapat mengganggu perhatian individu. Orang tersebut dapat secara
penuh dan jelas mengalami dan mengenali kebutuhannya dan alternatif potensi lingkungan
untuk memenuhi kebutuhannya.
2. Individu yang dapat merasakan dan berbagi konflik pribadi dan frustasi tapi dengan
kesadaran dan konsentrasi yang tinggi tanpa ada pencampuran dengan fantasi-fantasi.
3. Individu yang dapat membedakan konflik dan masalah yang dapat diselesaikan dan tidak
dapat diselesaikan.
5. Individu yang dapat berfokus pada satu kebutuhan (the figure) pada satu waktu sambil
menghubungkannya dengan kebutuhan yang lain (the ground), sehingga ketika kebutuhan itu
terpenuhi disebut juga Gestalt yang sudah lengkap.
Dalam ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012), prinsip kerja teknik konseling
Gestalt yaitu:
a. Penekanan tanggung jawab klien. Konselor bersedia membantu klien tetapi tidak akan
bisa mengubah klien, konselor menekankan agar klien mengambil tanggung jawab atas
tingkah lakunya.
b. Orientasi sekarang dan saat ini. Konselor tidak membangun kembali (mengulang)
masalalu atau motif tidak sadar, tetapi memfokuskan keadaan sekarang. Masa lalu hanya
dalam kaitannya dengan keadaan sekarang
c. Orientasi kesadaran. Konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri sendiri dan
masalah-masalahnya.
Dalam buku Gerald Corey (2005). Teknik-teknik yang biasanya dipakai yaitu:
1) Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogkan dua
kecenderungan yang saling bertentangan yaitu, kecenderungan top dog (adil, menuntut, dan
berlaku sebagai majikan) dan under dog (korban, bersikap tidak berdaya, membela diri, dan
tak berkuasa). Disini ada permainan kursi kosong, yaitu klien diharapkan bermain dialog
dengan memerankan top dog maupun under dog sehingga klien dapat merasakan keduanya
dan dapat melihat sudut pandang dari keduanya. Terdapat banyak contoh konflik umum yang
bisa digunakan pada permainan dialog. Diantaranya adalah: (1) sisi orang tua lawan sisi
anak, (2) sisi yang bertanggung jawab lawan sisi yang impulsif, (3) sisi yang puritan lawan
sisi yan sexy, (4) “anak baik” lawan “anak nakal”, (5) diri yang agresif lawan diri yang pasif,
dan (6) sisi yang otonom lawan sisi yang marah.
Teknik kursi kosong adalah suatu cara untuk mengajak klien agar mengeksternalisasi
introyeksinya. Dalam teknik ini dua kursi diletakkan di tengah ruangan. Terapis meminta
klien untuk duduk di kursi yang satu dan memainkan peran sebagai top dog, kemudian
pindah ke kursi lain dan menjadi underdog. Dialog bisa dilangsungkan dia antara kedua sisi
klien. Pada dasarnya, teknik kursif kosong adalah suatu teknik permainan peran yang semua
perannya dimainkan oleh klien. Melalui teknik ini introyeksi –introyeksi bisa dimunculkan
ke permukaan, dan klien bisa mengalami konflik lebih penuh. Konflik bisa diselesaikan
melalui penerimaan dan integrasi kedua sisi kepribadian oleh klien. Teknik ini membantu
klien agar berhubungan dengan perasaan atau sisi dari dirinya sendiri yang diingkarinya;
klien mengintensifkan dan mengalami secara penuh perasaan-perasaan yang bertentangan,
ketimbang hanya membicarakannya. Selanjutnya, dengan membantu klien untuk menyadari
bahwa perasaan adalah bagian diri yang sangat nyata, teknik mencegah klien memisahkan
perasaan.
2) Teknik Pembalikan
Teori yang melandasi teknik pembalikan adalah teori bahwa klien terjun ke dalam suatu
yang ditakutinya karena dianggap bisa menimbulkan kecemasan, dan menjalin hubungan
dengan bagian-bagian diri yang telah ditekan atau diingkarinya. Gejala-gejala dan tingkah
laku sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasari. Jadi
konselor bisa meminta klien memainkan peran yang bertentangan dengan perasaan-perasaan
yang dikeluhkannya atau pembalikan dari kepribadiannya.
3) Bermain Proyeksi
Memantulkan pada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat
atau menerimanya.
4) Tetap dengan Perasaan
Teknik ini bisa digunakan pada saat klien menunjuk pada perasaan atau suasana hati yang
tidak menyenangkan yang ia sangat ingin menghindarinya. Terapi mendesak klien untuk
tetap atau menahan perasaan yang ia ingin hindari itu.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan penerapan yang pantas dari teknik-teknik terapi
Gestalt adalah : (1) waktu, (2) jenis klien yang ditangani, (3) setting yang dihadapi.
Corey, Gerald. 2005. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Rahman, Imas Kania. 2017. Gestalt Profetik (G-PRORO) Best Practice Pendekatan Bimbingan
Dan Konseling Sufistik. KONSELING RELIGI: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, Vol. 8, 156.