Anda di halaman 1dari 12

TUGAS (6)

KONSELING GESTALT (PERLS)

Dosen Pembina

Dr. Netrawati, M.Pd., Kons

Dr. Zadrian Ardi, M.Pd., Kons

Disusun Oleh:

Humaira Mustika
Nim:22151014

PROGRAM STUDI S2 BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023
KONSELING GESTALT (PERLS)

A. Tokoh dan Sejarah Gestalt

Konseling gestalt (Gestalt Therapy)dikembangkan oleh Federick Perls yang


kemudian lebih dikenal dengan nama Fritz Perls. Pada awalnya Perls dikenal sebagai
siswa yang agak malas belajar, namun ia berhasil meraih gelar doktor dalam bidang
psikiatri pada saat pindah ke Wina untuk belajar praktek psikoanalisa bersama dengan
beberapa murid Freud yang lain. Fritz juga belajar tentang penggunaan tubuh (body)
untuk mendorong pemahaman dan perkembangan pribadi. Berdasarkan pengalaman
klinisnya, Perls menemukan bahwa kemandirian dan konfrontasi merupakan aspek
penting dalam terapi. Dari istrinya, Laura Posner, ia memperoleh anjuran untuk
menggunakan dukungan (support) dan hubungan atau kontak (connections).

Penggunaan kata gestalt dimaksudkan untuk menegaskan bahwa konseling


gestalt menekankan pada keutuhan (unity), kebulatan (wholleness), dan integrasi
(integtation). Dalam bahasa jerman gestalt berarti utuh.

Di Berlin, konseling gestalt memiliki banyak penyokong antara lain adalah Max


Wertheimer, Kurt Koffka, dan Wolfgang Kohler. Berdasarkan penelitian-penelitian yang
telah dilakukannya, para ahli tersebut memiliki keyakinan bahwa memahami pengetahuan
dalam arti ”unit dan wholes, gestalten” adalah lebih berguna untuk mengembangkan
pengetahuan alih-alih memotong atau memisahkan bagian-bagian.

Hasil kerja Fritz yang paling krusial adalah penggunaan ”kursi kosong ” (empty
chair) dalam konseling yang juga dikenal dengan kursi panas. Teknik ini diperkenalkan
oleh Fritz ketika ia bekerja di Esalen Institute, Big Fur, California anatara tahun 1962 s.d
1969. Sejak saat itu ia menjadi populer dan dipandang sebagai sosok yang inovatif dan
karismatik dalam bidang pengembangan potensi manusia.

Konseling gestalt  menekankan pada peran perasaan dalam mempengaruhi


perilaku dan potensi manusia untuk mengarahkan dirinya sendiri. Oleh karena
itukonseling gestalt dikelompokkan  ke dalam pendekatan afektif atau humanistik. Secara
konseptual konseling gestal mengambil posisi fenomenologis. Kesadaran dipandang
sebagai kondisi yang esensial yang memampukan individu untuk memecahkan berbagai
kesulitan yang dialami. Konseling gestalt dikembangkan oleh banyak ahli, tetapi yang
paling banyak dikenal sebagai pendiri (founder)  adalah Fritz Perls dan
isterinya, yaitu Laura Perls. Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung
mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh

B. Konsep Dasar Teori

Pendekatan konseling Gestalt  berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya


selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu bukan semata-mata merupakan
penjumlahan dari bagian-bagian organ-organ seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya,
melainkan merupakan suatu koordinasi semua bagian tersebut. Manusia aktif terdorong
kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya

Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi,


memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju
terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi. Jadi hakikat manusia menurut pendekatan
konseling ini adalah :

a. tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya,


b. merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam
kaitannya dengan lingkungannya itu,
c. aktor bukan reaktor,
d. berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan
pemikirannya,
e. dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab,
f. mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara efektif.
Dalam hubungannya dengan perjalanan kehidupan manusia, pendekatan
Konseling Gestalt memandang bahwa tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”. Masa lalu
telah pergi dan masa depan belum dijalani, oleh karena itu yang menentukan kehidupan
manusia adalah masa sekarang.
Dalam pendekatan Konseling Gestalt ini, kecemasan dipandang sebagai
“kesenjangan antara saat sekarang dan kemudian”. Jika individu menyimpang dari saat
sekarang dan menjadi terlalu terpaku pada masa depan, maka mereka mengalami
kecemasan.

Dalam pendekatan gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai
(unfinished business), yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan
seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa berdosa,
rasa diabaikan. Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan
dengan ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak terungkapkan di dalam
kesadaran, perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan di bawa pada
kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif dengan
dirinya sendiri dan orang lain. Urusan yang tak selesai itu akan bertahan sampai ia
menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tak terungkapkan itu.

C. Pemahaman Individu
a. Hakikat Manusia
Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya
selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan
dan integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya. Setiap individu memiliki
kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki dorongan untuk
mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju terbentuknya integritas
atau keutuhan pribadi. Jadi hakikat manusia menurut pendekatan konseling ini adalah :

1) Tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya.


2) Merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam
kaitannya dengan lingkungannya itu.
3) Aktor bukan reaktor
4) Berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan
pemikirannya.
5) Dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab.
6) Mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara efektif
b. Perkembangan Perilaku
1) Manusia Sehat/ Tidak Sehat\
Manusia Sehat

o Percaya pada kemampuan sendiri. Orang sehat mampu mengatur diri sendiri tanpa
ada campur tangan pihak luar.
o Bertanggung jawab. Mereka yang sehat mampu mempertanggungjawabkan serta
mengambil resiko yang terjadi sebagai hasil dari perbuatannya.
o Memiliki kematangan. Seseorang dikatakan sehat apabila mempunyai
kematangan. Kematangan ini didasarkan pada kesadaran seseorang terhadap
sesuatu hal.
o Memiliki keseimbangan diri. Keseimbangan yang dimaksud adalah kesimbangan
antara dirinya saat ini dengan keseimbangan lingkungan sekitar
Manusia Tidak Sehat

o Introjektion, tidak bisa membedakan antara kenyataan dengan hayalan.


o Projection, menyalahkan orang lain
o Retroflection, mengalihkan keinginan diri kepada orang lain
o Confluence, individu tidak dapat menerima perbedaan antara dirinya sendiri
dengan orang lain.
D. Tujuan Konseling

Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu konseli agar berani


mengahadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan
ini mengandung makna bahwa konseli haruslah dapat berubah dari ketergantungan
terhadap lingkungan/orang lain menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak
untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.

o Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara


penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya.
Melalui konseling konselor membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan
sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal. Secara lebih spesifik
tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut: Membantu konseli agar dapat
memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas, serta
mendapatkan insight secara penuh.
o Membantu konseli menuju pencapaian integritas kepribadiannya
o Mengentaskan konseli dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang
lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself)
o Meningkatkan kesadaran individual agar konseli dapat beringkah laku menurut
prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul
dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.
E. Teknik Konseling

Dalam ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012), prinsip kerja teknik


konseling Gestalt  yaitu:
a. Penekanan tanggung jawab klien. Konselor bersedia membantu klien tetapi tidak
akan bisa mengubah klien, konselor menekankan agar klien mengambil tanggung
jawab atas tingkah lakunya.
b. Orientasi sekarang dan saat ini. Konselor tidak membangun kembali (mengulang)
masalalu atau motif tidak sadar, tetapi memfokuskan keadaan sekarang. Masa lalu
hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang
c. Orientasi kesadaran. Konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri sendiri
dan masalah-masalahnya.
Dalam buku Gerald Corey tahun 1995. Teknik-teknik yang biasanya dipakai yaitu:

a. Permainan Dialog

Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogkan


dua kecenderungan yang saling bertentangan yaitu, kecenderungan top dog (adil,
menuntut, dan berlaku sebagai majikan) dan under dog (korban, bersikap tidak
berdaya, membela diri, dan tak berkuasa). Disini ada permainan kursi kosong, yaitu
klien diharapkan bermain dialog dengan memerankan top dog maupun under dog
sehingga klien dapat merasakan keduanya dan dapat melihat sudut pandang dari
keduanya.
b. Teknik Pembalikan

Teori yang melandasi teknik pembalikan adalah teori bahwa klien terjun ke
dalam suatu yang ditakutinya karena dianggap bisa menimbulkan kecemasan, dan
menjalin hubungan dengan bagian-bagian diri yang telah ditekan atau diingkarinya.
Gejala-gejala dan tingkah laku sering kali mempresentasikan pembalikan dari
dorongan-dorongan yang mendasari. Jadi konselor bisa meminta klien memainkan
peran yang bertentangan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya atau
pembalikan dari kepribadiannya.

c. Bermain Proyeksi

Memantulkan pada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak


mau melihat atau menerimanya.

d. Tetap dengan Perasaan

Teknik ini bisa digunakan pada saat klien menunjuk pada perasaan atau
suasana hati yang tidak menyenangkan yang ia sangat ingin menghindarinya.
Terapi mendesak klien untuk tetap atau  menahan perasaan yang ia ingin hindari
itu.

F. Proses dan Fase Konseling


a. Proses Konseling
Fokus utama konseling gestalt adalah terletak pada bagaimana keadaan
konseli sekarang serta hambatan-hambatan apa yang muncul dalam kesadarannya.
Oleh karena itu tugas konselor adalah mendorong konseli untuk dapat melihat
kenyataan yang ada pada dirinya serta mau mencoba menghadapinya. Dalam hal ini
perlu diarahkan agar konseli mau belajar menggunakan perasaannya secara penuh.
Untuk itu konseli bisa diajak untuk memilih dua alternatif, ia akan menolak
kenyataan yang ada pada dirinya atau membuka diri untuk melihat apa yang
sebenarnya terjadi pada dirinya sekarang.
Konselor hendaknya menghindarkan diri dari pikiran-pikiran yang abstrak,
keinginan-keinginannya untuk melakukan diagnosis, interpretasi maupun memberi
nasihat.

Konselor sejak awal konseling sudah mengarahkan tujuan agar konseli


menjadi matang dan mampu menyingkirkan hambatan-hambatn yang menyebabkan
konseli tidak dapat berdiri sendiri. Dalam hal ini, fungsi konselor adalah membantu
konseli untuk melakukan transisi dari ketergantungannya terhadap faktor luar
menjadi percaya akan kekuatannya sendiri. Usaha ini dilakukan dengan menemukan
dan membuka ketersesatan atau kebuntuan konseli.

Pada saat konseli mengalami gejala kesesatan dan konseli menyatakan


kekalahannya terhadap lingkungan dengan cara mengungkapkan kelemahannya,
dirinya tidak berdaya, bodoh, atau gila, maka tugas konselor adalah membuat
perasaan konseli untuk bangkit dan mau menghadapi ketersesatannya sehingga
potensinya dapat berkembang lebih optimal.

b. Fase-fase proses konseling


1) Fase pertama, konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai
situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada
konseli. Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap konseli berbeda, karena
masing-masing konseli mempunyai keunikan sebagai individu serta memiliki
kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang harus dipecahkan.
2) Fase kedua, konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan konseli untuk
mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi konseli. Ada
dua hal yang dilakukan konselor dalam fase ini, yaitu :
 Membangkitkan motivasi konseli, dalam hal ini konseli diberi kesempatan
untuk menyadari ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya. Makin tinggi
kesadaran konseli terhadap ketidakpuasannya semakin besar motivasi
untuk mencapai perubahan dirinya, sehingga makin tinggi pula
keinginannya untuk bekerja sama dengan konselor.
 Membangkitkan dan mengembangkan otonomi konseli dan menekankan
kepada konseli bahwa konseli boleh menolak saran-saran konselor asal
dapat mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab.
3) Fase ketiga, konselor mendorong konseli untuk mengatakan perasaan-
perasaannya pada saat ini, konseli diberi kesempatan untuk mengalami kembali
segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi di sini dan saat ini.
Kadang-kadang konseli diperbolahkan memproyeksikan dirinya kepada
konselor.
Melalui fase ini, konselor berusaha menemukan celah-celah kepribadian atau
aspek-aspek kepribadian yang hilang, dari sini dapat diidentifikasi apa yang
harus dilakukan konseli.
4) Fase keempat, setelah konseli memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang
pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor mengantarkan konseli
memasuki fase akhir konseling.
 Pada fase ini konseli menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan
integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi.
 Konseli telah memiliki kepercayaan pada potensinya, menyadari keadaan
dirinya pada saat sekarang, sadar dan bertanggung jawab atas sifat
otonominya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya dan tingkah
lakunya.
 Dalam situasi ini konseli secara sadar dan bertanggung jawab memutuskan
untuk “melepaskan” diri dari konselor, dan siap untuk mengembangan
potensi dirinya.
G. Peran dan Tugas Konselor
a. Peran Konselor
 Memfokuskan pada perasaan klien, kesadaran pada saat yang sedang berjalan, serta
hambatanterhadap kesadaran.2. 
 Tugas terapis adalah menantang klien sehingga mereka mau memanfaatkan indera mereka
sepenuhnyadan berhubungan dengan pesan-pesan tubuh mereka.3.
 Menaruh perhatian pada bahasa tubuh klien, sebagai petunjuk non verbal.4.
 Secara halus berkonfrontasi dengan klien guna untuk menolong mereka menjadi sadar akan akibat
dari bahasa mereka.
b. Tugas Konselor
 Konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang
memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien
 Konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan klien untuk mengikuti prosedur yang
telahditetapkan sesuai dengan kondisi klien
 Konselor mendorong klien untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada saat ini
 Setelah klien memperoleh pemahaman dan penyegaran tentang pikiran, perasaan, dan
tingkahlakunya, konselor mengantarkan klien memasuki fase akhir konseling
H. Kelemahan dan Kelebihan

Menurut ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012) dan buku Gerald Corey
(Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, 1995). Kelebihan dan Kelemahan pendekatan
Gestalt adalah:

a. Kelebihan
 Terapi Gestalt tidak berlandaskan pada suatu teori yang kukuh
 Terapi Gestalt cenderung antiintelektual dalam arti kurang memperhitungkan faktor-
faktor kognitif.
 Terapi Gestalt menekankan tanggung jawab atas diri kita sendiri, tetapi mengabaikan
tanggung jawab kita kepada orang lain.
 Teradapat bahaya yang nyata bahwa terapis yang menguasai teknik-teknik Gestalt
akan menggunakannya secara mekanis sehingga terapis sebagai pribadi tetap
tersembunyi.
 Para konseli sering bereaksi negative terhadap sejumlah teknik Gestalt karena merasa
dianggap tolol. Sudah sepantasnya terapis berpijak pada kerangka yang layak agar
tidak tampak hanya sebagai muslihat-muslihat.
a. Kelebihan
 Terapi Gestalt menangani masa lampau dengan membawa aspek-aspek masa lampau
yang relevan ke saat sekarang.
 Terapi Gestalt memberikan perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan-
pesan tubuh.
 Terapi Gestalt menolakk mengakui ketidak berdayaan sebagai alasan untuk tidak
berubah.
 Terapi Gestalt meletakkan penekanan pada konseli untuk menemukan makna dan
penafsiran-penafsiran sendiri.
 Terapi Gestalt menggairahkan hubungan dan mengungkapkan perasaan langsung
menghindari intelektualisasi abstrak tentang masalah konseli.
I. Contoh - contoh Kasus

Angel adalah seorang mahasiswi yang menganggap bahwa semua laki-laki itu
tidak baik. Ia menganggap bahwa semua laki-laki selalu menyakiti dan bersikap kasar.
Perilaku Angel cenderung menjauhi laki-laki. Hal ini membuat ibunya cemas apabila
anaknya tidak mendapatkan pasangan hidu pada akhirnya. Merekapun mendatangi
konselor dengan pendekatan gestalt, ternyata diketahui bahwa pada masa lalunya, Angel
mengalami perlakuan yang buruk dari ayahnya, sewaktu berusia sekolah dasar, ia
seringkali dipukuli dihardik dengan sangat kasar. (unfinished bussines).

Konselor Gestalt akan berusaha untuk membantu Angel merasakan apa yang
terjadi saat ini. Konselor akan menfasilitasi Angel untuk menunjukkan situasi yang terjadi
saat ini. Pendekatan Gestalt tidak berorientasi pada masa lalu atau berusaha untuk
mengorek perilaku orang tua yang menyebabkan Angel berperilaku menjauhi laki-laki.
Sebab, jika itu dilakukan, maka Angel ini akan berusaha untuk meraih masa lalunya yang
hilang, dan dia akan berpikir menjadi anak kecil. Ini adalah proses yang tidak produktif.

Angel akan dibantu untuk menyadari bahwa perilakunya tidak produktif dan
kemudian mencari perilaku-perilaku yang lebih produktif. Akhirnya, klien didorong
untuk langsung mengalami perjuangan disini-dan-sekarang terhadap urusan yang tak
selesai di masa lampau. Dengan mengalami konflik-konflik, meskipun hanya
membicarakannya, klien lambat laun bisa memperluas kasadarannya.
DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald. (2007). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : Refika
Aditama.
Komalasari, Gantina., dkk. (2011) Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : PT Indeks.

Anda mungkin juga menyukai