Dalam proses bimbingan dan konseling, dapat dilakukan dengan berbagai Pendekatan dan
Teknik. Dibawah ini disebutkan beberapa pendekatan dan teknik menurut teori-teori yang
dikemukkan oleh para ahli:
a. Konsep Dasar
Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya selalu aktif
sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu bukan semata-mata merupakan penjumlahan dari
bagian-bagian organ-organ seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan
suatu koordinasi semua bagian tersebut. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan
integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya
Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki
dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju terbentuknya
integritas atau keutuhan pribadi. Jadi hakikat manusia menurut pendekatan konseling ini adalah :
(2) merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan
lingkungannya itu,
(4) berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya,
Dalam pendekatan ini, kecemasan dipandang sebagai “kesenjangan antara saat sekarang
dan kemudian”. Jika individu menyimpang dari saat sekarang dan menjadi terlalu terpaku pada
masa depan, maka mereka mengalami kecemasan.
Dalam pendekatan gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai (unfinished
business), yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam,
kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa berdosa, rasa diabaikan.
Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan-ingatan
dan fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak terungkapkan di dalam kesadaran, perasaan-perasaan
itu tetap tinggal pada latar belakang dan di bawa pada kehidupan sekarang dengan cara-cara yang
menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan orang lain. Urusan yang tak
selesai itu akan bertahan sampai ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tak
terungkapkan itu.
b. Tujuan Konseling
Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani mengahadapi berbagai
macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa
klien haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain menjadi
percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.
Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh,
melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui konseling
konselor membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan
dikembangkan secara optimal.
a. Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau
realitas, serta mendapatkan insight secara penuh.
c. Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke
mengatur diri sendiri (to be true to himself)
d. Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip
Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu akan muncul
dapat diatasi dengan baik.
Fokus utama konseling gestalt adalah terletak pada bagaimana keadaan klien sekarang
serta hambatan-hambatan apa yang muncul dalam kesadarannya. Oleh karena itu tugas konselor
adalah mendorong klien untuk dapat melihat kenyataan yang ada pada dirinya serta mau
mencoba menghadapinya. Dalam hal ini perlu diarahkan agar klien mau belajar menggunakan
perasaannya secara penuh. Untuk itu klien bisa diajak untuk memilih dua alternatif, ia akan
menolak kenyataan yang ada pada dirinya atau membuka diri untuk melihat apa yang sebenarnya
terjadi pada dirinya sekarang.
Konselor sejak awal konseling sudah mengarahkan tujuan agar klien menjadi matang dan
mampu menyingkirkan hambatan-hambatn yang menyebabkan klien tidak dapat berdiri sendiri.
Dalam hal ini, fungsi konselor adalah membantu klien untuk melakukan transisi dari
ketergantungannya terhadap faktor luar menjadi percaya akan kekuatannya sendiri. Usaha ini
dilakukan dengan menemukan dan membuka ketersesatan atau kebuntuan klien.
Pada saat klien mengalami gejala kesesatan dan klien menyatakan kekalahannya terhadap
lingkungan dengan cara mengungkapkan kelemahannya, dirinya tidak berdaya, bodoh, atau gila,
maka tugas konselor adalah membuat perasaan klien untuk bangkit dan mau menghadapi
ketersesatannya sehingga potensinya dapat berkembang lebih optimal.
2. Pendekatan Konseling Menurut Psikoanalisis ( Pendekatan Konseling Psikoanalisis )
a. Konsep Dasar
(2) Mendasari tindakannya dengan motivasi yang tak sadar, konflik dan simbolisme.
(3) Manusia secara esensial bersifat biologis, terlahir dengan dorongan-dorongan instingtif,
sehingga perilaku merupakan fungsi yang di dalam ke arah dorongan tadi. Libido atau eros
mendorong manusia ke arah pencarian kesenangan, sebagai lawan lawan dari Thanatos
(5) Kesadaran merupakan suatu hal yang tidak biasa dan tidak merupakan proses mental yang
berciri biasa.
(6) Pendekatan ini didasari oleh teori Freud, bahwa kepribadian seseorang mempunyai tiga
unsur, yaitu id, ego, dan super ego
b. Tujuan Konseling
(1) Menolong individu mendapatkan pengertian yang terus menerus dari pada mekanisme
penyesuaian diri mereka sendiri
(2) Membentuk kembali struktur kepribadian klien dengan jalan mengembalikan hal-hal yang tak
disadari menjadi sadar kembali, dengan menitikberatkan pada pemahaman dan pengenalan
pengalaman-pengalaman masa anak-anak, terutama usia 2-5 tahun, untuk ditata, disikusikan,
dianalisis dan ditafsirkan sehingga kepribadian klien bisa direkonstruksi lagi.
(b) Tahap krisis bagi klien yaitu kesukaran dalam mengemukakan masalahnya dan melakukan
transferensi.
(c) Tilikan terhadap masa lalu klien terutama pada masa kanak-kanaknya
a. Konsep Dasar
Manusia adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar.
Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan
interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian.
Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima
dalam situasi hidupnya. Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan
melalui hukum-hukum belajar :
(3) peniruan.
Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidak puasan yang
diperolehnya.
Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar,
sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan
tingkah laku.
(3) mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien, dan
c. Tujuan Konseling
Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik :
Proses konseling adalah proses belajar, konselor membantu terjadinya proses belajar tersebut.
Konselor aktif :
(1). Merumuskan masalah yang dialami klien dan menetapkan apakah konselor dapat membantu
pemecahannya atu tidak
(2). Konselor memegang sebagian besar tanggung jawab atas kegiatan konseling, khususnya tentang
teknik-teknik yang digunakan dalam konseling
(3). Konselor mengontrol proses konseling dan bertanggung jawab atas hasil-hasilnya.
a. Konsep Dasar
Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan
irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan
kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi
emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang
disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara
berpikir yang tidak logis dan irasional. Emosi menyertai individu yang berpikir dengan penuh
prasangka, sangat personal, dan irasional.Berpikir irasional diawali dengan belajar secara tidak
logis yang diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan
tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara
berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat.Perasaan
dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan
logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep
kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent
event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal
dengan konsep atau teori ABC.
Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu.
Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian
suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan
antecendent event bagi seseorang.
Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu
peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief
atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional
merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu
menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir
seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi
individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan
antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi
disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun
yang iB.
d. Deskripsi Proses Konseling
Konseling rasional emotif dilakukan dengan menggunakan prosedur yang bervariasi dan
sistematis yang secara khusus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku dalam batas-batas
tujuan yang disusun secara bersama-sama oleh konselor dan klien.
(1). Masalahnya disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak rasional
(2) Usaha untuk mengatasi masalah adalah harus kembali kepada sebab-sebab permulaan.
(a) lebih edukatif-direktif kepada klien, dengan cara banyak memberikan cerita dan penjelasan,
khususnya pada tahap awal mengkonfrontasikan masalah klien secara langsung;
(b) menggunakan pendekatan yang dapat memberi semangat dan memperbaiki cara berpikir klien,
kemudian memperbaiki mereka untuk dapat mendidik dirinya sendiri dengan gigih dan berulang-
ulang menekankan bahwa ide irrasional itulah yang menyebabkan hambatan emosional pada
klien;
(d) menggunakan pendekatan didaktif dan filosofis menggunakan humor dan “menekan” sebagai
jalan mengkonfrontasikan berpikir secara irasional.
C. Teknik Konseling
Teknik-teknik konseling yang dilakukan dalam penanganan Bimbingan dan Konseling dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
Hubungan personal antara konselor dengan klien merupakan inti yang perlu diciptakan dan
dikembangkan dalam proses konseling. Dalam kaitan itu, teknik-teknik yang dilaksanakan
selama proses konseling berlangsung adalah merupakan alat yang penting untuk membantu klien
memperoleh kesadaran secara penuh.
(1) Penekanan Tanggung Jawab Klien, konselor menekankan bahwa konselor bersedia
membantu klien tetapi tidak akan bisa mengubah klien, konselor menekankan agar klien
mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya.
(2) Orientasi Sekarang dan Di Sini, dalam proses konseling konselor tidak merekonstruksi masa
lalu atau motif-motif tidak sadar, tetapi memfokuskan keadaan sekarang. Hal ini bukan berarti
bahwa masa lalu tidak penting. Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang.
Dalam kaitan ini pula konselor tidak pernah bertanya “mengapa”.
(3) Orientasi Eksperiensial, konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri sendiri dan
masalah-masalahnya, sehingga dengan demikian klien mengintegrasikan kembali dirinya:
(a) klien mempergunakan kata ganti personal klien mengubah kalimat pertanyaan menjadi
pernyataan;
(c) klien menyadari bahwa ada hal-hal positif dan/atau negative pada diri atau tingkah lakunya
Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogan dua kecenderungan
yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya :
Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan
mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan
permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.
Merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima
perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain.
Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian
klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : “…dan saya bertanggung jawab atas
hal itu”.
Misalnya :
“Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu”
“Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab
ketidaktahuan itu”.
Proyeksi artinya memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri
tidak mau melihat atau menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara
memantulkannya kepada orang lain.Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada
orang lain merupakan atribut yang dimilikinya.
Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau
melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.
Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari
dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk
memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.
Teknik dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang
tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap
bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari
perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap mendorong klien
untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan
mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam tingklah laku dan perasaan yang ingin
dihindarinya itu.
Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih
baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin
dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan
perasaan yang ingin dihindarinya itu.
b. Teknik Konseling Psikoanalisis
Asosiasi bebas yaitu teknik dengan mengupayakan klien untuk menjernihkan atau
mengikis alam pikirannya dari alam pengalaman dan pemikiran sehari-hari sekarang, sehingga
klien mudah mengungkapkan pengalaman masa lalunya. Klien diminta mengutarakan apa saja
yang terlintas dalam pikirannya. Tujuan teknik ini adalah agar klien mengungkapkan
pengalaman masa lalu dan menghentikan emosi-emosi yang berhubungan dengan pengalaman
traumatik masa lalu. Hal ini disebut juga katarsis.
Analisis mimpi yaitu teknik mengarahkan klien diminta untuk mengungkapkan tentang
berbagai kejadian dalam mimpinya dan konselor berusaha untuk menganalisisnya. Teknik ini
digunakan untuk menilik masalah-masalah yang belum terpecahkan. Proses terjadinya mimpi
adalah karena pada waktu tidur pertahanan ego menjadi lemah dan kompleks yang terdesak pun
muncul ke permukaan. Menurut Freud, mimpi ini ditafsirkan sebagai jalan raya mengekspresikan
keinginan-keinginan dan kecemasan yang tak disadari.
(3). Interpretasi
Interpretasi yaitu teknik mengungkap apa yang terkandung di balik apa yang dikatakan
klien, baik dalam asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi klien. Konselor menetapkan,
menjelaskan dan bahkan mengajar klien tentang makna perilaku yang termanifestasikan dalam
mimpi, asosiasi bebas, resitensi dan transferensi.
Resistensi yaitu teknik konseling dengan cara penolakan. Analisis resistensi ditujukan
untuk menyadarkan klien terhadap alasan-alasan terjadinya penolakannya (resistensi). Konselor
meminta perhatian klien untuk menafsirkan resistensi
Analisis transferensi yaitu teknik konseling dengan mengalihkan perasaan dan harapan,
bisa berupa perasaan dan harapan masa lalu. Dalam hal ini, klien diupayakan untuk
menghidupkan kembali pengalaman dan konflik masa lalu terkait dengan cinta, seksualitas,
kebencian, kecemasan yang oleh klien dibawa ke masa sekarang dan dilemparkan ke konselor.
Biasanya klien bisa membenci atau mencintai konselor. Konselor menggunakan sifat-sifat netral,
objektif, anonim, dan pasif agar bisa terungkap tranferensi tersebut.
c. Teknik-teknik Konseling Behavioral
Teknik ini dugunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri
bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk
membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan
menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan
adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga
dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang
disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan
dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini
diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang
tidak menyenangkan.
Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan
memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada
klien tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup
atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku
yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian
sebagai ganjaran sosial.
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara
terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang
diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
(c) Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan
maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
(a) Reinforcement
Teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis
dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). eknik ini
dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada klien dan
menggantinya dengan sistem nilai yang positif.
Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini
dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi
(meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma
dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.
Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan
diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang
diharapkan.
Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau
menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari
bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru,
mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan
Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam
suatu pertemuan tatap muka dengan konselor
Teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku
tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial.
- mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya;
- membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak
atau memusuhi hak asasi orang lain;
- meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri
sendiri.
Teknik umum merupakan teknik konseling yang lazim digunakan dalam tahapan-tahapan
konseling dan merupakan teknik dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor. Untuk lebih
jelasnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa jenis teknik umum, diantaranya :
a. Perilaku Attending
Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak
mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat :
(c) Posisi tubuh : agak condong ke arah klien, jarak antara konselor dengan klien agak dekat, duduk
akrab berhadapan atau berdampingan.
(d) Tangan : variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan sebagai
isyarat, menggunakan tangan untuk menekankan ucapan.
(4) Mendengarkan : aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menanti saat
kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada lawan bicara.
(b) Muka : kaku, ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien sedang
bicara, mata melotot.
(c) Posisi tubuh : tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk
kurang akrab dan berpaling.
(5) Memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk memberi kesempatan
klien berfikir dan berbicara.
b. Empati
Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan
berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan
perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati.
Terdapat dua macam empati, yaitu :
1) Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan
keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka.
Contoh ungkapan empati primer :” Saya dapat merasakan bagaimana perasaan Anda”. ” Saya dapat
memahami pikiran Anda”.” Saya mengerti keinginan Anda”.
2) Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran
keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut
dengan perasaan tersebut. Keikutan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk
mengemukakan isi hati yang terdalam, berupa perasaan, pikiran, pengalaman termasuk
penderitaannya.
Contoh ungkapan empati tingkat tinggi : Saya dapat merasakan apa yang Anda rasakan, dan saya
ikut terluka dengan pengalaman Anda itu”.
c. Refleksi
Refleksi adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan
pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya. Terdapat tiga
jenis refleksi, yaitu :
1) Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan klien
sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.
2) Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai hasil
pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.
d. Eksplorasi
Eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini
penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak
mampu mengemukakan pendapatnya. Dengan teknik ini memungkinkan klien untuk bebas
berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam. Seperti halnya pada teknik refleksi, terdapat
tiga jenis dalam teknik eksplorasi, yaitu :
(1) Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan klien yang tersimpan.
Contoh :” Bisakah Anda menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkan ….”
(2) Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat klien.
Contoh : ” Saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih lanjut ide Anda tentang sekolah sambil
bekerja”.
(3) Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk menggali pengalaman-
pengalaman klien.
Contoh :” Saya terkesan dengan pengalaman yang Anda lalui. Namun saya ingin memahami
lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan Anda”
Menangkap Pesan (Paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan kembali esensi atau initi
ungkapan klien dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan kalimat yang
mudah dan sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal : adakah atau nampaknya, dan
mengamati respons klien terhadap konselor.
(1) untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan berusaha untuk
memahami apa yang dikatakan klien;
(4) pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan klien.
Contoh dialog :
Klien : ” Itu suatu pekerjaan yang baik, akan tetapi saya tidak mengambilnya. Saya tidak tahu
mengapa demikian ? ”
Contoh : ” Apakah Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan? ”
Dalam konseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-hal
tertentu dapat pula digunakan pertanyaan tertutup, yang harus dijawab dengan kata Ya atau
Tidak atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk :
Contoh dialog :
Klien : ”Saya berusaha meningkatkan prestasi dengan mengikuti belajar kelompok yang selama
ini belum pernah saya lakukan”.
Klien : ” Empat ”
Klien : ” Sebelas ”
Dorongan minimal adalah teknik untuk memberikan suatu dorongan langsung yang
singkat terhadap apa yang telah dikemukakan klien. Misalnya dengan menggunakan ungkapan :
oh…, ya…., lalu…, terus….dan…
Tujuan dorongan minimal agar klien terus berbicara dan dapat mengarah agar
pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau
menghentikan pembicaraannya dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada
pembicaraan atau pada saat konselor ragu atas pembicaraan klien.
Contoh dialog :
Klien : ” Saya putus asa… dan saya nyaris… ” (klien menghentikan pembicaraan)
Konselor: ” ya…”
Konselor: ” lalu…”
i. Interpretasi
Yaitu teknik untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan merujuk pada
teori-teori, bukan pandangan subyektif konselor, dengan tujuan untuk memberikan rujukan
pandangan agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut.
Contoh dialog :
Klien : ” Saya pikir dengan berhenti sekolah dan memusatkan perhatian membantu orang tua
merupakan bakti saya pada keluarga, karena adik-adik saya banyak dan amat membutuhkan
biaya.”
Konselor : ” Pendidikan tingkat SMTA pada masa sekarang adalah mutlak bagi semua warga
negara. Terutama hidup di kota besar seperti Anda. Karena tantangan masa depan makin banyak,
maka dibutuhkan manusia Indonesia yang berkualitas. Membantu orang tua memang harus,
namun mungkin disayangkan jika orang seperti Anda yang tergolong akan meninggalkan
SMTA”.
j. Mengarahkan (Directing)
Yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya menyuruh
klien untuk bermain peran dengan konselor atau menghayalkan sesuatu.
Klien : ” Ayah saya sering marah-marah tanpa sebab. Saya tak dapat lagi menahan diri. Akhirnya
terjadi pertengkaran sengit.”
Konselor : ” Bisakah Anda mencobakan di depan saya, bagaimana sikap dan kata-kata ayah
Anda jika memarahi Anda.”
Yaitu teknik untuk menyimpulkan sementara pembicaraan sehingga arah pembicaraan semakin
jelas. Tujuan menyimpulkan sementara adalah untuk :
(1) memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah
dibicarakan;
(2) menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap;
Contoh :
” Setelah kita berdiskusi beberapa waktu alangkah baiknya jika simpulkan dulu agar semakin
jelas hasil pembicaraan kita. Dari materi materi pembicaraan yang kita diskusikan, kita sudah
sampai pada dua hal: pertama, tekad Anda untuk bekerja sambil kuliah makin jelas; kedua,
namun masih ada hambatan yang akan hadapi, yaitu : sikap orang tua Anda yang menginginkan
Anda segera menyelesaikan studi, dan waktu bekerja yang penuh sebagaimana tuntutan dari
perusahaan yang akan Anda masuki.”
Selain teknik konseling secara umum yang telah disebut di atas, ada juga
teknik konseling yang lain di antaranya adalah:
a. Memimpin (leading)
Contoh dialog :
Klien :” Saya mungkin berfikir juga tentang masalah hubungan dengan pacar. Tapi bagaimana
ya?”
Konselor : ” Sampai ini kepedulian Anda tertuju kuliah kuliah sambil bekerja. Mungkin Anda
tinggal merinci kepedulian itu. Mengenai pacaran apakah termasuk dalam kerangka kepedulian
Anda juga ?”
b. Fokus
” Apakah tidak sebaiknya jika pokok pembicaraan kita berkisar dulu soal hubungan Anda
dengan orang tua yang kurang harmonis ”.
2. Fokus pada orang lain. Contoh : ” Roni, telah membuat kamu menderita,
Terangkanlah tentang dia dan apa yang telah dilakukannya ?”
4. Fokus mengenai budaya. Contoh: ” Mungkin budaya menyerah dan mengalah pada
laki-laki harus diatas sendiri oleh kaum wanita. Wanita tak boleh menjadi obyek laki-laki.”
c. Konfrontasi
(3) membawa klien kepada kesadaran adanya diskrepansi; konflik, atau kontradiksi dalam
dirinya.
(1) memberi komentar khusus terhadap klien yang tidak konsisten dengan cara dan waktu yang
tepat;
Contoh dialog :
Klien : ” Saya baik-baik saja”.(suara rendah, wajah murung, posisi tubuh gelisah).”
Konselor :” Anda mengatakan baik-baik saja, tapi kelihatannya ada yang tidak beres”. ”Saya
melihat ada perbedaan antara ucapan dengan kenyataan diri ”.
d. Menjernihkan (Clarifying)
Contoh dialog :
Klien : ” Perubahan yang terjadi di keluarga saya membuat saya bingung. Saya tidak mengerti
siapa yang menjadi pemimpin di rumah itu.”
Konselor : ”Bisakah Anda menjelaskan persoalan pokoknya ? Misalnya peran ayah, ibu, atau
saudara-saudara Anda.”
e. Memudahkan (facilitating)
” Saya yakin Anda akan berbicara apa adanya, karena saya akan mendengarkan dengan sebaik-
baiknya.”
f. Diam
(3) menunjang perilaku attending dan empati sehingga klien babas bicara.
Contoh dialog :
Contoh:
” Baiklah, saya pikir Anda mempunyai satu keputusan namun masih belum keluar. Coba Anda
renungkan kembali”.
h. Memberi Nasehat
Contoh respons konselor terhadap permintaan klien : ” Apakah hal seperti ini pantas saya untuk
memberi nasehat Anda ? Sebab, dalam hal seperti ini saya yakin Anda lebih mengetahuinya dari
pada saya.”
i. Pemberian informasi
Contoh :
” Mengenai berapa biaya masuk ke Universitas Pendidikan Indonesia, saya sarankan Anda bisa
langsung bertanya ke pihak UPI atau Anda berkunjung ke situs www.upi.com di internet”.
j. Merencanakan
Contoh :
” Nah, apakah tidak lebih baik jika Anda mulai menyusun rencana yang baik berpedoman hasil
pembicaraan kita sejak tadi ”
k. Menyimpulkan
(1) bagaimana keadaan perasaan klien saat ini, terutama mengenai kecemasan;
(4) pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya pada sesi berikutnya, jika dipandang masih
perlu dilakukan konseling lanjutan.
a. Latihan Asertif
Teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk
menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di
antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung,
kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang
digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi
kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
b. Desensitisasi Sistematis
Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk Perilaku baru pada klien,
dan memperkuat perilaku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada
klien tentang perilaku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau
lainnya yang teramati dan dipahami jenis perilaku yang hendak dicontoh. Perilaku yang berhasil
dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran
sosial.
e. Permainan Dialog
“Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu”
“Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab atas
ketidaktahuan itu”.
g. Bermain Proyeksi
h. Teknik Pembalikan
Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memainkan peran “ekshibisionis”
bagi klien pemalu yang berlebihan.
Teknik ini dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau
suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor
mendorong klien untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan
menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap
mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya
sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam tingkah laku dan perasaan
yang ingin dihindarinya itu.
k. Adaptive
l. Bermain peran
m. Imitasi
Menurut Ahmadi dan Supriyono (2004:119), pelayanan bimbingan dan konseling belajar dapat
ditempuh dengan menggunakan 2 teknik, yaitu teknik individual dan teknik kelompok.
1. Teknik individual
Teknik individual ini dibagi menjadi 3, antara lain:
1) Directive counseling
Dengan prosedur atau teknik pelayanan bimbingan tertuju pada masalahnya, konselor yang
membuka jalan pemecahan masalah yang dihadapi konseli. Tokoh dari aliran ini Williamson
menunjukkan alasan bahwa:
a) Anak yang belum matang mendiagnosis sendiri, sukar memecahkan masalahnya tanpa
bantuan dari pihak lain yang berpengalaman.
b) Anak yang kesulitan, sekalipun sudah diberi petunjuk apa yang harus dilakukan, mereka tidak
mau dan tidak berani.
c) Mungkin ada masalah yang berat untuk dipecahkan oleh anak tanpa bantuan dari orang lain.
2) Non-directive counseling
Disini konselilah yang mengambil inisiatif, yang menentukan sendiri apakah dia membutuhkan
pertolongan dari orang lain.
3) Eclective counseling
Pelayanan tidak dipusatkan pada konseli, tetapi masalah yang dihadapi itulah yang harus
ditangani secara luwes, sehingga tentang apa yang diperlukan setiap waktu dan dapat diubah
kalau memang diperlukan.
2. Teknik kelompok (Group Guidance)
Teknik ini banyak dipergunakan dalam membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
oleh beberapa orang murid, dan dapat juga dipergunakan untuk membantu memecahkan
masalah-masalah yang dialami oleh seorang individu. Berikut ini ada beberapa teknik dalam
bimbingan kelompok, antara lain:
1) Home room program
Kegiatan bimbingan dilakukan oelh guru bersama murid di dalam ruang kelas di luar jam
pelajaran. Kegiatan home room dapat dilakukan secara periodic, misalnya seminggu sekali.
Kegiatan home room dapat digunakan sebagai suatu cara dalam bimbingan belajar, melalui
kegiatan ini pembimbing dan murid dapat berdiskusi tentang berbagai aspek tentang belajar.
2) Fiel trip (karya wisata)
Bimbingan karya wisata merupakan cara yang banyak menguntungkan. Dengan karya wisata,
murid-murid dapat mengenal dan mengamati secara langsung dari dekat objek situasi yang
menarik perhatiannya, dan hubungannya dengan pelajaran di sekolah. Dengan karya wisata
murid-murid mendapat kesempatan untuk memperoleh penyesuaian dalam kehidupan kelompok,
berorganisasi, kerja sama, dan tanggung jawab.
3) Diskusi kelompok (group discussion)
Dalam diskusi kelompok sebaiknya dibentuk kelompok-kelompok kecil yang kurang lebih terdiri
dari 4 sampai 5 orang. Para peserta didik yang telah bergabung ke dalam kelompok-kelompok
kecil itu mendiskusikan bersama sebagai permasalahan termasuk di dalamnya masalah belajar.
Misalnya kesukaran dalam belajar dan masalah pengisian waktu luang. Beberapa masalah yang
hendak didiskusikan hendaknya ditentukan oleh pembimbing itu sendiri, dengan merumuskan
beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh masing-masing kelompok diskusi.
4) Kegiatan bersama
Kegiatan bersama merupakan teknik bimbingan yang baik, karena dengan melakukan kegiatan
bersama akan mendorong anak saling membantu sehingga relasi sosial positif dapat
dikembangkan dengan baik. Kegiatan kelompok yang dapat digunakan misalnya adalah bermain
bersama atau melakukan rekreasi bersama.
5) Organisasi murid
Kegiatan organisasi siswa mialnya OSIS sangat membantu proses pembentukan anak, baik
secara pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Kemampuan pribadi dapat dikembangkan
dengan baik, kesiapan sebagai anggota kelompok atau masyarakat dapat dikembangkan dengan
baik pula.
6) Sosiodrama
Teknik sosiodrama adalah suatu cara dalam bimbingan yang memberikan kesempatan pada
murid-murid untuk mendramatisasikan sikap, tingkah laku atau penghayatan seseorang seperti
yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Maka dari itu, sosiodrama
dipergunakan dalam pemecahan masalah-masalah sosial yang mengganggu belajar dengan
kegiatan drama sosial.
7) Upacara
Upacara bendera merupakan kesempatan yang sangat baik bagi anak-anak dalam melatih
disiplin, melatih keterampilan, membentuk diri untuk dapat menghormati pahlawan, cinta bangsa
dan tanah air. Upacara bendera merupakan rangkaian kegiatan sekolah untuk menanamkan,
membina, dan meningkatkan penghayatan serta mengamalkan nilai-nilai dan cita-cita bangsa
Indonesia.
8) Papan bimbingan
Papan bimbingan adalah papan tulis yang dipasang di luar ruang kelas dapat menjadi suatu
teknik bimbingan dan menjadi tempat persinggahan murid-murid di waktu senggang. Pada
bimbingan tersebut secara berkala dapat dilukiskan atau ditempelkan banyak hal misalnya,
pengumuman penting atau peristiwa yang hangat.
Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap apa yang
disebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Terapis berfugsi terutama
sebagai penunjang pertumbuhan pribadi seseorang dengan jalan membantunya dalam
menemukan kesanggupan-kesanggupan untuk memecahkan masalah-masalah. Pendekatan client
centered ini menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan seseorang untuk mengikuti
jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri.
e. Tujuan Konseling
Tujuan Konseling dengan pendekatan Client Centered adalah sebagai berikut :
Menciptakan suasana yang kondusif bagi klien untuk mengeksplorasi diri sehingga dapat
mengenal hambatan pertumbuhannya .
Membantu klien agar dapat bergerak ke arah keterbukaan, kepercayaanyang lebih besar
kepada dirinya,keinginan untuk menjadi pribadi yang mandiri dan meningkatkan
spontanitas hidupnya.
menyediakan iklim yang aman dan percaya dalam pengaturan konseling sedemikian
sehingga konseli, dengan menggunakan hubungan konseling untuk self-exploration,
menjadi sadar akan blok/hambatan ke pertumbuhan.
Konseli cenderung untuk bergerak ke arah lebih terbuka, kepercayaan diri lebih besar,
lebih sedia untuk meningkatkan diri sebagai lawan menjadi mandeg, dan lebih hidup dari
standard internal sebagai lawan mengambil ukuran eksternal untuk apa ia perlu menjadi.
4. HUBUNGAN KONSELOR DENGAN KLIEN
Konsep hubungan antara terapis dan client dalam pendekatan ini ditegaskan oleh pernyataan
Rogers (1961) “jika saya bisa menyajikan suatu tipe hubungan, maka orang lain akan
menemukan dalam dirinya sendiri kesanggupan menggunakan hubungan itu untuk pertumbuhan
dan perubahan, sehingga perkembangan peribadipun akan terjadi. Ada enam kondisi yang
diperlukan dan memadahi bagi perubahan kepribadian :
https://www.academia.edu/28808164/PENDEKATAN_ANALISIS_TRANSAKSIONAL_DAL
AM_KONSELING
PENDAHULUAN
Pendekatan realitas dikembangkan oleh William Glasser, seorang psikolog dari
California. Dalam pendekatan ini, konselor bertindak aktif, direktif, dan didaktif. Dalam konteks
ini, konselor berperan sebagai guru dan model bagi konseli. Ciri yang sangat khas dari
pendekatan ini adalah tidak terpaku pada kejadian – kejadian di masa lalu, tetapi lebih
mendorong konseli untuk menghadapi realitas.
A. SEJARAH
William Glasser lulusan dari the Case Institute of Technology sebagai insinyur Kimia
pada tahun 1944 di usia 19 tahun, ia mengambil master di bidang Psikogis Klinis di usia 23
tahun. Pada tahun 1956 menjadi kepala bagian psikiatri di the Ventura School of Girls yang
merupakan institusi untuk menangani kenakalan remaja perempuan. Buku pertamanya Menthal
Health or Menthal Illmess tahun 1961 ( Thompson, et.al.,2004, p. 110 ).
Glasser menggunakan istilah reality theraphy April 1964 pada manuskrip yang
berjudul Reality Theraphy: A Realistic Approach to the Young Offender. Tulisan diterbitkan
tahun 1965 dengan judul Reality Theraphy. Tahun 1968 Glasser mendirikan the institute for
Realistic Therapy di Los Angeles ( Thompson, et.al.,2004, p. 111 ).
B. PANDANGAN TENTANG MANUSIA
Glasser percaya setiap manusia memiliki kebutuhan psikologis yang secara konstan hadir
sepanjang kehidupannya dan harus dipenuhi. Ketika seseorang mengalami masalah, hal ini
disebabkan oleh satu faktor, yaitu terhambatnya seseorangdalam memenuhi kebutuhan
psikologisnya. Mengacu pada teori hirarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow, Glasser
mendasari pandangannya tentang kebutuhan manusia untuk dicintai dan mencintai, dan merasa
berharga bagi orang lain.
Secara lebih rinci, Glasser menjelaskan kebutuhan – kebutuhan dasar psikologis manusia,
meliputi:
1. Cinta ( belonging/ love )
Salah satu kebutuhan psikologis manusia adalah kebutuhannya untuk merasa memiliki dan
terlibat atau melibatkan diri dengan orang lain. Kebutuhan ini disebut Glasser sebagai identity
society. Beberapa aktivitas kebutuhan ini antara lain: persahabatan, cara perkumpulan tertentu,
dan keterlibatan dalam organisasi kemahasiswaan. Kebutuhan ini oleh Glasser dibagi dalam tiga
bentuk: social belonging, work belonging, dan family belonging.
2. Kekuasaan ( power )
Kebutuhan akan kekuasaan meliputi kebutuhan untuk berprestasi, merasa berharga, dan
mendapat pengakuan. Kebutuhan ini biasanya diekspresikan melalui kompetisi.
3. Kesenangan ( fun )
Merupakan kebutuhan untuk merasa senang, bahagia. Pada anak – anak, terlihat dalam aktivitas
bermain. Kebutuhan ini muncul sejak dini, kemudian terus berkembang hingga dewasa.
4. Kebebasan ( freedom )
Kebebasan merupakan kebutuha untuk bebas atau merdeka dan tidak bergantung dengan
orang lain. Glasser memilki pandangan yang optimis tentang kemampuan dasar manusia, yaitu
untuk belajar memenuhi kebutuhannya dan menjadi orang yang bertanggung jawab.
Ketika seesorang berhasil memenuhi kebutuhannya, menurut Glasser orang tersebut
mencapai identitas sukses. Dalam proses pembentukan identitas, individu mengembangkan
keterlibatan secara emosional dengan orang lain. Bagi anak- anak, interaksi dengan orangtua (
ibu ) atau orang dewasa lain, membuat anak merasakan keterlibatan orang lain, kedekatan,
kehangatan psikologis, dan ikatan emosional. Dari pengalaman tersebut anak belajar bagaimana
menerima dan memberi kasih sayang kepada orang lain, dan belajar bahwa dirinya memilki arti.
Bila sejak kecil anak tidak merasakan bagaimana kasih sayang pada tahapan berikutnya,
ia mengalami kesulitan dalam mencintai seseorang. Jika kebutuhan psikologisnya sejak awal
tidak terpenuhi, bagaimana kebutuhan psikologis untuk dirinya dan orang lain.
Dapat dirumuskan, pandangan Glasser tentang manusia adalah sebagai berikut:
Setiap individu bertanggung jawab terhadap kehidupannya,
Tingkah laku seseorang merupakan upaya mengontrol lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya,
Individu ditantang untuk menghadapi realita tanpa mempedulikan kejadian – kejadian di masa lalu,
serta tidak memberi perhatian pada sikap dan motivasi dibawah sadar,
Setiap orang memilki kemampuan untuk melakukan sesuatu pada masa kini.
C. KONSEP DASAR
Pada dasarnya setiap individu terdorong untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya,
dimana kebutuhan bersifat universal pada semua individu, sementara keinginan bersifat unik
pada masing-masing individu. Ketika seseorang memenuhi kenginannya maka akan terpuaskan,
tetapi apabila keinginaannya tidak terpenuhi maka orang akan frustasi dan akan memunculkan
perilaku baru sampai keinginannya terpuaskan. Jadi, perilaku dimunculkan adalah bertujuan
untuk mengatasi hambatan antara apa yang diinginkan dengan apa yang diperoleh oleh individu.
Perilaku manusia, merupakan perilaku total ( total behavior ), terdiri dari doing, thinking,
feeling, psysiology.Oleh karena perilaku yang dimunculkan adalah bertujuan dan dipilih sendiri,
maka Glasser menyebutkan dengan teori kontrol.
D. TEORI KONTROL
Konsep perilaku total membandingkan bagaimana individu berfungsi sebagaimana mobil
berfungsi. Demikian halnya keempat komponen dari total behavior tersebut menetapkan arah
hidup individu (Colledge, 2002:120).
Glasser dalam Corey (1991:524) menjelaskan bahwa secara langsung mengubah cara
kita merasakan terpisah dari apa yang kita lakukan dan pikirkan, merupakan hal yang sangat sulit
dilakukan.
Sebagaimana kendaraan roda empat, jelas kontrol utama berada dibagian roda depan,
sehingga tindakan dan pikiranlah yang berperan dalam memenuhi kebutuhan – kebutuhan
individu.ketika seseorang berhasil mencapai keinginannya, menurut Glasser berarti mencapai
identitas sukses. Pencapaian identitas sukses ini terikat pada konsep 3R, yaitu keadaan dimana
individu dapat menerima kondisi yang dihadapinya, dicapai dengan menunjukkan total behavior
(perilaku total), yakni melakukan sesuatu (doing), berpikir (thinking), merasakan (feeling), dan
menunjukan respons fisiologis (psysiologis) secara bertanggung jawab (responsibility), sesuai
realita (reality), dam benar (right).
Konsep 3R
Konsep ini digambarkan Glasser dalam Bassin (1976:83-85) sebagai berikut:
E. PROSES KONSELING
Pendekatan ini melihat konseling sebagai proses rasional yang menekankan pada perilaku
sekarang dan saat ini. Artinya, konseli ditekankan untuk melihat perilakunya yang dapat diamati
daripada motif – motif bawah sadarnya. Dengan demikian, konseli dapat mengevaluasi apakah
perilakunya tersebut cukup efektif dalam memenuhi kebutuhannya atau tidak. Jika dirasa
perilaku- perilaku yang ditampilkan tidak membuat konseli merasa puas, maka konselor
mengarahkan konseli untuk melihat peluang – peluang yang dapat dilakukan dengan
merencanakan tindakan yang lebih bertanggungjawab. Perilaku yang bertanggung jawab
merupakan perilaku – perilaku yang sesuai denga kenyataan yang dihadapi, oleh Glasser disebut
penerimaan terhadap realita. Dengan demikian, dapat membantu konseli mengatasi tekanan –
tekanan yang dialaminya.
Menurut Glasser, hal – hal yang membawa perubahan sikap dari penolakan ke
penerimaaan realitas yang terjadi selama proses konseling adalah ( Corey, 1991:533-536);
Konseli dapat mengeksplorasi keinginan, kebutuhan, dan apa yang dipersepsikan tentang
kondisi yang dihadapinya. Disini konseli terdorong untuk mengenali dan mendefinisikan apa
yang mereka inginkan untuk memenuhi kebutuhannya. Setelah mengetahui apa yang diinginkan,
konseli lalu mengevaluasi apakah yang ia lakukan selama ini memenuhi kebutuhan – kebutuhan
tersebut.
Konseli fokus kepada perilaku sekarang tanpa terpaku pada permasalahan masa lalu. Tahap ini
merupakan kesadaran konseli untuk memahami bahwa kondisi yang dialaminya bukanlah hal
yang bisa dipungkiri. Kemudian mereka mulai menentukan alternatif apa saja yang harus
dilakukan. Disini konseli mengubah peilaku totalnya, tidak hanya sikap dan perasaan, namun
yang diutamakan adalah tindakan dan pikiran.
Konseli mau mengevaluasi perilakunya, merupakan kondisi dimana konseli membuat penilaian
tentang apa yang dilakukan terhadap dirinya berdasarkan sistem nilai yang berlaku dimasyarakat.
Apakah yang dilakukan dapat menolong dirinya atau sebaliknya, apakah hal itu bermanfaat,
sudahkah sesuai aturan, dan apakah realistis atau dapat dicapai. Mereka menilai kualitas
perilakunya, sebab tanpa penilaian pada diri sendiri, perubahan akan sulit terjadi. Evaluasi ini
mencakup seluruh komponen perilaku total.
Konseli mulai menetapkan perubahan yang dikehendakinya dan komitmen terhadap apa yang
telah direncanakan. Rencana – rencana yang ditetapkan harus sesuai dengan kemampuan konseli,
bersifat konkrit atau jelas pada bagian mana dari perilakunya yang akan diubah, reallitas, dan
melibatkan perbuatan positif. Rencana itu harus dilakukan dengan segera dan berulang – ulang.
Selain itu, konselor perli menunjukan siakp bersahabat. Pada awal, umumnya konseli
menunjukan tidak membutuhkan bantuan konselor, terlebih bila konseli tidak datang dengan
sukarela. Meskipun konseli menunjukan ketidaksenangan, marah, atau bersikap yang tidak
berkenaan, dan sebagainya, konselor harus tetap menunjukan sikap raah dan sopan, tetap tenang,
dan tidak mengintimidasi konseli.
TUJUAN KONSELING
Layanan konseling ini bertujuan membantu konseli mencapai identitas berhasil. Konseli yang
mengetahui identitasnya, akan mengetahui langkah-langkah apa yang ia lakukan di masa yang
akan datang dengan segala konsekuensinya. Bersama-sama konselor, konseli dihadapkan
kembali pada kenyataan hidup, sehingga dapat memahami dan mampu menghadapi realitas.