Oleh:
Kelompok 11
UNIVERSITAS NEGERI
YOGYAKARTA
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, taufik
serta hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Mandiri ini sesuai
dengan waktu yang telah ditetapakan. Selanjutnya shalawat serta salam selalu kita
sanjungkan junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafa’at
beliau di Yaumilakhir kelak. Amin..
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan
pribadi dan profesi BK oleh dosen pengampu Ibu Dr. Budi Astuti, M.Si, dalam
penyelesaian Makalah ini penulis mendapat bantuan dan dukungan dan berbagai pihak
baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun pelaporan. Oleh karena itu, tidak ada kata
yang pantas disampaikan kecuali terima kasih yang setulus-tulusnya dan penulis hanya
dapat berdo’a mudah-mudahan amal baik tersebut diridhoi Allah S.W.T. dan mendapat
balasan yang setimpal. Amin..
Sesuai dengan pepatan “tiada gading yang tak retak”, demikianlah keadaan makalah
ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari para teman-teman sungguh
penulis harapkan. Akhirnya besar harapan kami semoga dapat berguna dan bermanfaat
bagi kita semua , amin.
i
Daftar Isi
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abad ke-21 disebut juga abad milenilal ditandai dengan perubahan-perubahan yang
sangat besar dan cepat disebabkan oleh arus globalisasi. Hampir-hampir tidak ada aspek
kehidupan dewasa ini yang tidak dilanda oleh arus globalisasi. Disadari bahwa di era
globalisasi ini ada kekuatan besar yang sedang mengubah pola kehidupan manusia, yakni
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang luar biasa. Bahkan akhir-akhir ini
muncul lagi istilah baru yang menandai era milinial ini yakni disrupsi. Istilah ini jika
diartikan menurut kamus adalah “tercabut dari akarnya”. Namun dalam kehidupan sehari-
hari, disrupsi dimaknai sedang terjadi perubahan fundamental atau mendasar. Dengan
demikian era disrupsi merupakan suatu fenomena di mana dalam kehidupan masyarakat telah
terjadi pergeseran aktivitas yang awalnya dilakukan di dunia nyata, kemudian bergeser ke
dunia maya. Seperti munculnya transportasi daring, surat-menyurat sudah lebih banyak
secara daring, bisnis pun sudah mulai bergeser ke cara daring.
Kondisi seperti ini menjadikan pelayanan bimbingan dan konseling sangat diperlukan.
Dengan pelayanan bimbingan dan konseling generasi muda Indonesia akan terbantu menjadi
generasi yang berdaya dan berbudaya dalam menghadapi masa kini dan masa depan yang
penuh tantangan. Pelayanan bimbingan dan konseling yang profesional benar-benar
bermanfaat bagi geberasi milenial. Seorang konselor yang profesional adalah seorang
konselor yang kompeten mendengarkan konseli dan mau bekerja sama dengan konseli untuk
menemukan cara atatu solusi yang terbaik dalam memahami dan menyelesaikan masalah
konseli. Profesi konselor/guru BK adalah profesi bantuan (helping relationship). Profesi
bantuan adalah profesi yang anggota-anggotanya dilatih secara khusus dan memiliki lisensi
(sertifikat) untuk melaksanakan suatu layanan (Wibowo, 2019).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan profesi konselor di Indonesia?
2. Apa yang di maksud dengan pendidikan profesi bimbingan konseling?
1
3. Bagaimana yang dimaksud dengan Trilogi profesi konselor di Indonesia?
4. Apa saja bidang kerja professional konselor?
C. Tujuan
1. Megetahui pentingnya profesi bagi guru bimbingan konseling yang ada di Indonesia
2. Mengetahui pentingnya etika dalam pendidikan profesi bimbimbingan konseling
3. Mengetahui maksud dari Trilogi profesi konselor di Indonesia.
4. Mengetahui bidang kerja professional konselor.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2. Profesi Konselor
Konselor adalah tenaga profesional yang memiliki kualifikasi profesional
spesialis dalam bidang bimbingan dan konseling yang diakui dan dengan akreditasi
di bidang itu. Penyelenggaraan PPK yang berada di bawah naungan DSPK hanya
menghasilkan Konselor Profesional bagi jalur Pendidikan Formal yang berlatar
pendidikan S-1 Bimbingan dan Konseling, namun peserta PPK bukan hanya dari S-1
saja ada pula yang berasal dari S-2, S-3, bahkan sudah ada yang memangku jabatan
guru besar yang ijazah S-2 dan S-3 nya di luar Bimbingan dan Konseling tetapi
memiliki ijazah S-1 Bimbingan dan Konseling tetap berhak dianugerahi gelar profesi
Konselor, disingkat Kons. Namun jika terdapat lulusan S2-nya di luar Bimbingan
dan Konseling dan kemudian bertugas sebagai dosen di program studi
Bibingan dan Konseling tentu memiliki persoalan terhadap kelayakan dalam
mengampu dan memelihara mutu S1 sebagai program pendidikan akademik, karena
program PPK tidak dapat dipisahkandari program akademik (ABKIN, 200, hlm.2-3).
Saat ini LPTK penyelenggara Pendidikan Profesi Konselor (PPK) bukan hanya UNP
(Universitas Negeri Padang), tetapi terdapat 3 LPTK lainnya yaitu, UNNES
(Universitas Negeri Semarang), UM (Universitas Negeri Malang), dan UPI
(Universitas Pendidikan Indonesia) yang berlokasi di Bandung
Jawa Barat. Aturan dari pendidikan profesi konselor menjadi jelas, bahwa selain dari
lulusan S-1 BK tidak dapat memperoleh gelar Kons.
4
memberikan pertimbangan yang matang, berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah yang
dapat dipertanggungjawabkan.
b. Kompetensi profesional yang dipelajari
Pemberian layanan profesional didasarkan pada kompetensi yang dipelajari
dalam waktu yang relatif lama, dan bukan kompetensi yang diperoleh begitu saja,
misalnya melalui pewarisan “ilmu” dari pewaris kepada keturunannya. Kompetensi
tersebut tidak diperoleh dalam sekejap yang tidak disadari, misalnya melalu mimpi,
melalui pertapaan atau semedi, atau melalui penyajian sesaji kepada pemegang tuah
sakti. Kompetensi profesional diperoleh dengan sungguh-sungguh dengan
menggunakan segenap pikiran, tenaga dan usaha, untuk mempelajari dan mengkaji
materi keilmuwan dengan berbagai pendekatan, metode dan teknik, yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
c. Objek praktik spesifik
Suatu profesi hendaknya memiliki objek praktik yang spesifik yang tidak dapat
ditangani oleh profesi lain. Karena itu masing-masing profesi menangani objek
praktik spesifiknya sendiri-sendiri. Dokter misalnya, sebagai tenaga profesional yang
menangani penyembuhan penyakit fisik. Bahkan profesi dokter memiliki juga objek
praktik yang berbeda-beda. Misalnya ada dokter yang menangani penyakit jantung,
ada dokter yang menangani penyakit kulit, dan lain-lain. Psikolog menangani kondisi
dinamik aspek-aspek psikis individu, sedangkan psikiater bekerja menangani adanya
ketidakseimbangan jiwa atau penyakit psikis. Apoteker hanya menangani pembuatan
obat-obatan. Akuntan khusus menangani perhitungan keuangan berdasarkan peraturan
yang berlaku.
Sehubungan dengan hal tersebut, apa yang menjadi objek praktik spesifik dari
pendidik profesional?, misalnya: konselor/guru BK, guru mata pelajaran, dan pamong
belajar? Tentu tidak lain adalah pelayanan bantuan berkenaan dengan
penyelenggaraan proses pembelajaran/bimbingan terhadap peserta didik dalam bidang
layanan yang menjadi kekhasan dari pekerjaan guru, konselor/guru BK dan pamong
belajar tersebut. Objek praktik spesifik dari masing-masing profesi tentu tidaklah
tumpang tindih sehingga satu profesi terhadap profesi lainnya tidak saling mengaku
tentang objek praktik spesifiknya sama dengan objek praktik spesifik profesi yang
berbeda.
5
d. Komunikasi
Semua aspek pelayanan profesional, yang meliputi objek praktik spesifik
profesinya, kompetensi dari dinamika operasionalnya, keilmuan dan tekhnologinya,
aspek sosial dan hukumnya, termasuk di dalamnya kode etik dan kredensialisasi,
bahkan imbalan yang diperoleh terkait dengan pelaksaan pelayanannya, semua itu
dapat dikomunikasikan kepada pihak manapun yang berkepentingan, kecuali materi
yang terkait dengan asas kerahasaiaan yang menurut kode etik profesi tersebut perlu
dijaga kerahasiaannya. Komunikasi tersebut dilakukan untuk memungkinkan
dipelajari dan dikembangkannya profesi dimaksud, dilaksanakan dan diawasi sesuai
dengan kode etik, serta dilakukan perlindungan hukum terhadap profesi tersebut.
e. Motivasi altruistik
Suatu profesi yang dilaksanakan oleh seorang profesional pada hakikatnya
bukanlah berorientasi kepada keuntungan pribadi, namun untuk kepentingan,
kesuksesan dan kebahagiaan sasaran layanan, bahkan kemaslahatan kehidupan
masyarakat secara umum. Motivasi altruistik atau motivasi kerja tanpa pamrih
diwujudkan dalam pelayanan berdasarkan keintelektualan, kompetensi dan
komunikasi dalam melaksanakan objek praktik spesifik dari profesi tersebut. Motivasi
altruistik tersebut menjauhkan tenaga profesional dari mementingkan keuntungan
pribadi, dan sebaliknya, mengutamakan kepentingan sasaran pelayanan. Bahkan,
tenaga profesional dalam saat-saat tertentu tidak segan-segan mengorbankan
kepentingan sendiri demi tercapainya keberhasilan dan pemenuhan kebutuhan sasaran
layanan yang benar-benar mendesak. Misalnya seorang dokter profesional dalam
menangani pasiennya yang sudah dalam keadaan kritis, dia tidak lagi berpikir apakah
pasien ini sanggup membiayai atau tidak.
f. Organisasi profesi
Setiap anggota suatu profesi yang sama perlu membentuk suatu organisasi
profesi untuk mengawal dan mengontrol pelaksanaan tugas-tugas profesional anggota.
Organisasi profesi yang dibentuk tersebut hendaknya melaksanakan tridharma
organisasi profesi, yakni: (1) ikut serta mengembangkan ilmu dan teknologi profesi,
(2) meningkatkan mutu praktik pelayanan profesi, dan (3) menjaga kode etik profesi
(Prayitno, 2010). Organisasi profesi tersebut secara langsung hendaknya peduli
terhadap realisasi aspek-aspek objek praktik spesifik profesi, seperti keintelektualan,
komunikasi, kompetensi dan praktik pelayanan, kode etik profesi serta perlindungan
hukum atas seluruh anggotanya. Organisasi profesi perlu senantiasa membina
6
anggotanya agar memiliki kualitas tinggi dalam memberikan pelayanan serta
mengembangkan dan mempertahankan kemartabatan profesi. Organisasi profesi
tersebut di samping dituntut mengembangkan profesi agar menjadi besar, juga sangat
diharapkan untuk ikut serta memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat secara
luas.
7
Konselor/guru BK menjadi “orang yang memegang senjata” dan dengan senjata ini,
dalam hal ini, layanan bimbingan dan konseling dengan seperangkat sistemnya,
programnya, pendekatan, teknik dan prosedur, sarana dan perannya dapat
mewujudkan kemandirian dan kebahagiaan individu (Wibowo, 2019).
Di bawah ini beberapa peranan konselor/guru BK di sekolah dalam kaitannya
dengan kewajiban dan tanggungjawabnya (Wibowo, 2019) yaitu antara lain. (1)
Membantu siswa mencapai pemahaman tentang dirinya dan lingkungannya, serta
membantu mereka mampu membuat keputusan. (2) Membantu siswa dalam kegiatan
orientasi, registrasi, penjadwalan perubahan jam pelajaran, testing, penjurusan,
pemberian beasiswa dan sebagainya di samping sedikit kegiatan dalam konseling. (3)
Membantu siswa melalui kegiatan konseling daripada untuk kegiatan lainnya. (4)
Sebagai agen pembaharuan sebab ia ahli dalam masalah belajar, dan sekaligus mampu
mengkomunikasikan ilmunya kepada orang lain. Konselor memahami perubahan
sosial, oleh karenanya mampu menjadi inovator di tempat konselor bekerja. (5)
Memberikan layanan konsultasi secara individual maupu kelompok , serta
menyelenggarakan konsultasi dengan para guru, administrator, dan orang tua siswa.
(6) Membantu siswa dalam memfasilitasi pencapaian perkembangan optimal,
kemandirian dan kebahagiaan dalam kehidupan berdasarkan norma-norma yang
berlaku.
Dalam hubungan ini pula Shertzer & Stone (dalam Wibowo, 2019)
mengidentifikasi beberapa peran konselor/guru BK di sekolah terkait dengan
kewajiban dan tanggung jawabnya yaitu antara lain: (1) Konselor/guru BK dapat
bertindak sebagai administrator saat kepala sekolah berada di luar gedung, mengambil
tindakan disipliner dan bertanggung jawab untuk kegiatan ekstra kurikuler,
mensponsori dewan siswa, menugaskan guru dan siswa ke kelas, memberikan tes
prestasi dan kemampuan di sekolah dan mendaftarkan siswa baru, ketika siswa
diwawancarai secara terpisah. (2) Konselor sebagai generalis bertindak membantu
siswa dalam kegiatan orientasi, registrasi, penjadwalan perubahan jam pelajaran,
testing dan sebagainya. (3) Konselor sebagai spesialis bertindak membantu siswa
melalui kegiatan konseling. (4) Konselor sebagai pendidik psikologis akan
bertanggung jawab dalam mengembangkan dan menerapkan program kurikulum
secara sistematis yang dirancang untuk memfasilitasi Pengembangan disi. (5)
Konselor sebagai psikolog komunitas dan terlibat dalam praktik pencegahan serta
8
mengembangkan kekuatan konseli dan mengajarkan keterampilan hidup kepada
konseli yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah.
B. Pendidikan Profesi BK di Indonesia
Di Indonesia , konselor sebagai salah satu jenis tenaga kependidikan dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab
I Pasal 1 Angka 6 dinyatakan bahwa “pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
penyelenggaraan pendidikan”. Lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor
dinyatakan bahwa “Konselor adalah tenaga pendidik profesional yang telah menyelesaikan
pendidikan akademik strata satu (S-1) program studi Bimbingan dan Konseling.
Pendidikan Profesi Konselor dari perguruan tinggi penyelenggara program pengadaan
tenaga kependidikan yang terakreditasi.” Sedangkan dalam Pperaturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan
Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah dinyatakan bahwa “Konselor adalah
pendidik profesional yang berkualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam
bidang Bimbingan dan Konseling dan telah lulus Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan
Konseling/ Konselor.” dan “Guru Bimbingan dan Konseling adalah pendidik yang
berkualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan
Konseling dan memiliki kompetensi di bidang Bimbingan dan Konseling”.
1) Pendidikan Profesi
Pengakuan sebagai tenaga professional bimbingan dan konseling dapat diperoleh jika
telah mengikuti serangkaian pendidikan bimbingan dan konseling pada LPTK (Lembaga
Penyelenggara Tenaga Kependidikan) yang telah memiliki kewenangan untuk menghasilkan
para lulusan bimbingan dan konseling sehingga dapat memperoleh ijazah S1 BK, sedangkan
untuk memperoleh gelar Kons. (Konselor), maka siapapun yang memiliki ijazah S1
Bimbingan dan Konseling dapat mengikuti pendidikan profesi konselor (Permendikbud No
111 tahun 2014), yang dilaksanakan selama dua semester atau satu tahun.
Pengakuan atas pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan praktik profesi
dapat ditunjukkan dengan kepemilikian sertifikat profesi yang menunjukkan akan
kemampuan tersebut. Cara untuk memperoleh sertifikat profesi adalah dengan mengikuti
serangkaian pendidikan profesi yang berfungsi untuk mengasah dan menilai kemampuan dari
9
profesi yang ditekuni sehingga tidak ada keraguan dalam pelaksanaan praktisnya. Pendidikan
profesi memiliki keragaman dalam pelaksanaannya sesuai dengan aturan dari profesi itu
sendiri.
Bimbingan dan konseling yang notabenenya adalah seorang tenaga pendidik dapat
memperoleh kemampuan professional sebagai seorang konselor dan memiliki gelar Kons.
Jika telah mengikuti Pendidikan Profesi Konselor (PPK). Pendidikan profesi ini ditempuh
selama dua semester atau satu tahun, dan keduanya hanya dapat diikuti oleh lulusan S1 BK
(Permendikbud No. 27 tahun 2008). Hal ini diawali dengan diterbitkannya buku Dasar
Standardisasi Profesi Konseling (DSPK) pada tahun 2003 oleh Direktorat P2TKKPT
(Sekarang: Direktorat Ketenagaan, Ditjen Dikti) yang merupakan dasar dari penyelenggaraan
Pendidikan Profesi Konselor di UNP (Universitas Negeri Padang). PPK sebelumnya diformat
untuk menyiapkan dosen-dosen di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan) selain
UNP dan sebagai persyaratan bagi dibukanya PPK di LPTK lain. Namun ABKIN sebagai
organisasi profesi BK memandang bahwa hal tersebut tidak proporsional, karena tidak sesuai
dengan filosofi dasar PPK yaitu, menyiapkan konselor professional bukan menyiapkan dosen,
karena dosen disiapkan melalui program S2 (ABKIN, 2008, hlm. 1-2).
Kaitannya dengan pendidikan profesional Konselor, sesuai dengan amanat Undang -
Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa “sebagai
seorang pendidik, Konselor dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik S-1 yang
mencerminkan penguasaan kemampuan akademik di bidang Bimbingan dan Konseling”.
Untuk keperluan ini diselenggarakan program S-1 Bimbingan dan Konseling dengan tujuan
memfasilitasi pembentukan kompetensi akademik calon Konselor. Selanjutnya, pembentukan
penguasaan kemampuan profesional yang utuh sebagai penyelenggara pelayanan ahli
Bimbingan dan Konseling yang memandirikan dalam jalur pendidikan formal,
diselenggarakan pendidikan profesi berupa latihan dalam menerapkan kompetensi akademik
dalam Bimbingan dan Konseling dalam konteks otentik khususnya dalam jalur pendidikan
formal. Dari penjelasan di atas dapat dinyatakan bahwa pendidikan profesional Konselor
merupakan program pendidikan berkelanjutan terdiri dari 2 jenjang yaitu program sarjana S-1
Bimbingan dan Konseling dan jenjang Pendidikan Profesi Konselor PPK untuk
mempersiapkan peserta didik menjadi Konselor yang memenuhi persyaratan standar
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008.
67 Selanjutnya, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 15 dijelaskan bahwa
“pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang
10
mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian
tertentu”. Dengan adanya penjelasan ini dapat ditarik suatu simpulan bahwa pendidikan
profesi Konselor merupakan pendidikan tinggi setelah program strata satu atau sarjana S1,
untuk mempersiapkan peserta didik menjadi Konselor yang profesional memiliki keahlian
dan kompetensi baik akademik maupun profesional dalam menyelenggarakan layanan-
layanan Bimbingan dan Konseling.
11
guru BK dikategorikan sebagai pendidik, oleh karena itu pula kualifikasi akademik
seorang konselor atau guru BK adalah Sarjana Pendidikan. Berdasarkan keilmuan
inilah konselor atau guru BK diharapkan menguasai dengan baik kaidah-kaidah
keilmuan pendidikan untuk menjadi dasar memahami peserta didik sebagai sasaran
layanan bimbingan dan konseling. Dalam hal ini proses bimbingan dan konseling
tidak lain adalah proses pembelajaran bagi sasaran layanan. Atas dasar itu konselor
atau guru BK sebagai pendidik diberi nama juga sebagai agen pembelajaran.
b. Substansi profesi adalah Modus Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan kaidah-kaidah ilmu pendidikan yang dikemukakan di atas
konselor atau guru BK membangun substansi profesi bimbingan dan konseling yang
meliputi objek praktis spesifik profesi bimbingan dan konseling, pendekatan,
teknologi pelayanan, pengelolaan dan evaluasi serta kaidah-kaidah pendukung yang
diambil dari bidang keilmuan yang lain. Semua substansi tersebut menjadi isi
sekaligus fokus pelayanan bimbingan dan konseling. Keseluruhan substansi tersebut
dikemas sebagai modus pelayanan bimbingan dan konseling (Prayitno, 2008).
c. Praktik Profesi Bimbingan dan Konseling
Sebagai objek praktis spesifik profesi bimbingan dan konseling adalah
kehidupan efektif sehari-hari (KES). Dalam hal ini yang menjadi sasaran utama
pelayanan bimbingan dan konseling adalah (1) kondisi KES yang diehendaki untuk
dikembangkan, dan (2) kondisi kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu (KES-
T) (Prayitno, 2008).
Kondisi kehidupan efektif sehari-hari (KES) dapat diwujudkan oleh setiap
individu di mana saja ia berada. Dalam hal ini, di lingkungan keluarganya, di
lingkungan pendidikannya, di lingkungan masyarakatnya. Kondisi kehidupan efektif
sehari-hari tersebut digambarkan oleh Prayitno (2018) sebagai suatu kondisi
kehidupan individu yang memiliki ciri-ciri: (1) sehat jasmani dan rohani, (2)
bersemangat, (3) bersahabat, (4) bermanfaat, (5) beribadat, (6) memiliki rasa aman
yang tinggi, (7) memiliki kompetensi yang memadai, (8) memiliki aspirasi terjangkau,
(9) memiliki semangat yang menyala, dan (10) dapat meraih kesempatan dengan
segera. Apabila kondisi-kondisi tersebut ingin dikembangkan pada diri individu
ataupun kondisi-kondisi tersebut terganggu, maka individu yang bersangkutan perlu
diberi layanan bimbingan dan konseling.
2. Sikap Profesional Konselor/Guru Bimbingan dan Konseling
12
Sikap profesional Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling merupakan suatu
pola tingkah laku Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling dalam menjalankan
tugasnya sehari-hari yang berhubungan dengan objek-objek atau sasaran-sasaran tertentu.
Sasaran sikap profesional Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling ditujukan kepada
beberapa hal sebagai berikut:
13
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling berkewajiban menciptakan suasana
dan lingkungan kerja yang sejuk yang menjunjung berhasilnya proses layanan BK.
Oleh karena itu, Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling harus aktif
mengusahakan suasana yang baik itu dengan berbagai cara, baik dengan penggunaan
metode dan teknik membimbing yang sesuai, maupun dengan penyediaan fasilitas
bimbingan yang cukup.
f. Sikap terhadap terhadap pimpinan
Sikap Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling terhadap pimpinan harus positif,
dalam arti harus bekerja sama dalam menyukseskan program yang sudah disepakati di
sekolah maupun di luar sekolah.
g. Sikap terhadap pekerjaan
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling hendaknya melaksanakan tugas
profesinya dengan sebaik-baiknya, dalam arti selalu menyesuaikan kemampuan dan
pengetahuannya dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, dalam hal ini konseli
dan orang tua konseli.
h. Sikap terhadap pengembangan profesi
Pengembangan kompetensi profesional Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling
dapat dilakukan baik dalam pendidian prajabatan maupun dalam jabatan.
a. Pelayanan Bermanfaat
Pelayanan profesional yang diselenggarakan haruslah benar-benar
bermanfaat bagi kemaslahatan kehidupan secara luas. Hal tersebut terkait dengan
upaya pendidikan yang merupakan hajat hidup manusia dalam kadar yang sangat
mendasar dan penting, dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, kegiatan pelayanan,
dalam hal ini pelayanan bimbingan dan konseling, apalagi yang bersifat formal dan
diselenggarakan berdasarkan aturan dan perundang-undangan, tidak boleh sia-sia atau
14
terselenggara dengan cara-cara yang salah (malpraktik), melainkan terlaksana dengan
memberi manfaat yang setinggi-tingginya bagi sasaran layanan dan pihak-pihak lain
yang terkait.
b. Pelaksana Bermandat
Pelayanan bimbingan dan konseling profesional diselenggarakan oleh petugas
atau pelaksana yang bermandat. Sesuai dengan sifat profesional itu, maka pelayanan
dimaksud, dalam hal ini pelayanan bimbingan dan konseling, haruslah dilaksanakan
oleh tenaga yang benar-benar dipercaya untuk mencapai hasil pelayanan dalam mutu
yang tinggi. Program pendidikan sarjana dan pendidikan profesi yang terpadu dan
sinambung dalam rangka trilogi profesi merupakan sarana dasar dan esensial untuk
menyiapkan pelaksana bermandat tersebut. Lulusan program pendidikan profesi
konselor (PPK), diharapkan benar-benar menjadi tenaga profesional handal yang
layak memperoleh kualifikasi bermandat, baik dalam arti akademik, kompetensi,
maupun posisi pekerjaannya.
15
Bidang - bidang layanan bimbingan dan konseling merupakan lingkup program
bimbingan dan konseling yang diberikan pada suatu sekolah. Ada empat bidang
bimbingan yaitu bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir.
a) Bidang Bimbingan Pribadi
Bimbingan Pribadi yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam
memahami, menilai dan mengembangkan potensi dan kecakapan bakat, minat, serta
kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistik.
Bidang bimbingan pribadi bertujuan untuk membantu peserta didik dalam mengenal diri
sendiri agar dapat menjadi pribadi yang baik dan dapat mengambil keputusan tentang
dirinya sendiri.
Pelayanan bimbingan pribadi bertujuan membantu siswa mengenal, menemukan, dan
mengembangkan pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan YME, mandiri, serta
sehat jasmani dan rohani. Bidang ini akan membentuk siswa menjadi :
Pemantapkan kebiasaan dan pengembangan sikap dalam beriman dan bertakwa
kepada tuhan YME
Pemahaman kekuatan diri dan arah pengembangannya melalui kegiatan yang
kreatif dan produktif baik dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat maupun
untuk kehidupan di masa depan.
Pemahaan bakat dan minat pribadi, serta penyaluran dan pengembangannya
melalui kegiatan yang kreatif dan produktif.
Pengenalan kelemahan diri dan upaya penanggulangan
Pengembangan kemampuan mengambil keputusan sederhana dan mengarahkan
diri.
16
Pengembangan hubungan yang harmonis dengan teman sebaya
Pemahaman dan pengalaman disiplin dan peraturan sekolah.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Daftar Pustaka
18
ABKIN. (2005). Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.. Bandung: Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia.
. -----(2008). Penegasan Profesi Bimbingan dan Konseling: Alur Pikir Penataan
Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam
Jalur Pendidikan Formal. Bandung: Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia.
. ----(2010). Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN).
Semarang: Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia.
Brammer, L.M. 1998. The Helping Relationship: Process and Skills. New Jersey: Prentice-
Hall, Inc.
Corey, G. 2013. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Belmont, CA:
Brooks/Cole.
Depdiknas, 2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan
KonselingDalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia.
Ditjen Dikti, Depdiknas. 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta: Proyek
Peningkatan Tenaga Akademik.
Faiver, C.S. Eisengart, dan R. Colonna. 2004. The Counselor intern’s handbook. (3rd
Edition). Belmont, CA: Brooks/Cole.
Gibson, Robert L & Marianne H. Mitchell. 2011. Bimbingan dan Konseling (Alih bahasa
oleh Yudi Santoso). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gladding, S, T.(2015). Konseling :Profesi yang Menyeluruh, edisi ke enam (Counseling: a
Comprehensive Profession, sixth edition). Pengalih bahasa: Winarno dan Lilian
Yuwono. Jakarta: PT INDEKS.
Gladding, S. T. (2012). Konseling Profesi yang Menyeluruh. Jakarta: Indeks
Glading, S.T. 2009. Counseling: a Comprehensive Profession. New Jersey: Pearson
Education. Inc.
Griffin, D. & Farris, A. 2010. School Counselor and Collaboration: Finding resources
through commnity asset mapping, Professional School Counseling, 13(5), 248-256.
Ikatan Konselor Indonesia (IKI). 2008. Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor.
Padang: Ikatan Konselor Indonesia.
Luhur, W. (2009). Bimbingan dan Konseling Menjawab Tantangan Abad XXI.
Jurnal Visi Ilmu Pendidikan, 1(1).
Myrick, R.D. 1997. Developmental Guidance and Counseling: A practical Approach (3rd
ed.). Minneapolis, MN: Educational Media Corporation.
PB-ABKIN (1). 2018. Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia. Yogyakarta: PB-
ABKIN.
PB-ABKIN (2). 2018. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Asosiasi Bimbingan
dan Konseling dan Konseling Indonesia, Yogyakarta: PB-ABKIN.
19
Pengurus Daerah ABKIN Jawa Tengah. (2006). Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia. Jawa Tengah
Peraturan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111 Tahun 2014 .
Pietrofesa, J.J., Leonard, G.L. dan Hoose, W.V. 1978. The authentic Counselor. Chicago:
Rand McNally College Publishing Company.
Prayitno, 2017. Konseling Profesional yang Berhasil. Layanan dan Kegiatan Penddukung.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Prayitno, dkk. 1997. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Jakarta: Gramedia/Grasindo.
Prayitno. 2009. Arah Kinerja Profesional Konselor Sekolah. Padang: PPK-Jurusan BK-UNP.
Prayitno. 2008. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Padang: Universitas Negeri Padang.
Prayitno. 2015. Keluhuran Iqra’ untuk Kehidupan.Padang: UNP Press.
Prayitno. 2018. Landasan Keilmuan Keprofesionalan Bimbingan dan Konseling. Padang:
Universitas Negeri Padang.
Pujosuwarno, Sayekti. 1992. Petunjuk Praktis Pelaksanaan Konseling. Yogyakarta: FIP-IKIP
Yogyakarta.
Sukartini, S.P. (2011). “Pribadi Konselor”; dalam Mamat Supriatna. (Ed), Bimbingan dan
Konseling Berbasis Kompetensi (Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor).
Jakarta: Rajawali Pers.
Wibowo, Mungin Eddy. 2019. Konselor Profesional Abad 21. Semarang: UNNES Press.
Yusuf, S dan Nurihsan, A. J. (2014). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosda.
20