Anda di halaman 1dari 23

PENDIDIKAN PROFESI KONSELOR DI INDONESIA

(Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata


Kuliah Bimbingan Konseling Pribadi dan Profesi BK)

Dosen Pengampu: Dr. Budi Astuti, M.Si.

Oleh:

Kelompok 11

Fatria La Saaba (20713251044)

Nurul Husna (20713251033)

PRODI MAGISTER BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI
YOGYAKARTA

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, taufik
serta hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Mandiri ini sesuai
dengan waktu yang telah ditetapakan. Selanjutnya shalawat serta salam selalu kita
sanjungkan junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafa’at
beliau di Yaumilakhir kelak. Amin..
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan
pribadi dan profesi BK oleh dosen pengampu Ibu Dr. Budi Astuti, M.Si, dalam
penyelesaian Makalah ini penulis mendapat bantuan dan dukungan dan berbagai pihak
baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun pelaporan. Oleh karena itu, tidak ada kata
yang pantas disampaikan kecuali terima kasih yang setulus-tulusnya dan penulis hanya
dapat berdo’a mudah-mudahan amal baik tersebut diridhoi Allah S.W.T. dan mendapat
balasan yang setimpal. Amin..
Sesuai dengan pepatan “tiada gading yang tak retak”, demikianlah keadaan makalah
ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari para teman-teman sungguh
penulis harapkan. Akhirnya besar harapan kami semoga dapat berguna dan bermanfaat
bagi kita semua , amin.

Yogyakarta, 26 Mei 2021

i
Daftar Isi

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Abad ke-21 disebut juga abad milenilal ditandai dengan perubahan-perubahan yang
sangat besar dan cepat disebabkan oleh arus globalisasi. Hampir-hampir tidak ada aspek
kehidupan dewasa ini yang tidak dilanda oleh arus globalisasi. Disadari bahwa di era
globalisasi ini ada kekuatan besar yang sedang mengubah pola kehidupan manusia, yakni
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang luar biasa. Bahkan akhir-akhir ini
muncul lagi istilah baru yang menandai era milinial ini yakni disrupsi. Istilah ini jika
diartikan menurut kamus adalah “tercabut dari akarnya”. Namun dalam kehidupan sehari-
hari, disrupsi dimaknai sedang terjadi perubahan fundamental atau mendasar. Dengan
demikian era disrupsi merupakan suatu fenomena di mana dalam kehidupan masyarakat telah
terjadi pergeseran aktivitas yang awalnya dilakukan di dunia nyata, kemudian bergeser ke
dunia maya. Seperti munculnya transportasi daring, surat-menyurat sudah lebih banyak
secara daring, bisnis pun sudah mulai bergeser ke cara daring.
Kondisi seperti ini menjadikan pelayanan bimbingan dan konseling sangat diperlukan.
Dengan pelayanan bimbingan dan konseling generasi muda Indonesia akan terbantu menjadi
generasi yang berdaya dan berbudaya dalam menghadapi masa kini dan masa depan yang
penuh tantangan. Pelayanan bimbingan dan konseling yang profesional benar-benar
bermanfaat bagi geberasi milenial. Seorang konselor yang profesional adalah seorang
konselor yang kompeten mendengarkan konseli dan mau bekerja sama dengan konseli untuk
menemukan cara atatu solusi yang terbaik dalam memahami dan menyelesaikan masalah
konseli. Profesi konselor/guru BK adalah profesi bantuan (helping relationship). Profesi
bantuan adalah profesi yang anggota-anggotanya dilatih secara khusus dan memiliki lisensi
(sertifikat) untuk melaksanakan suatu layanan (Wibowo, 2019).

Permendiknas telah mewadahi secara menyeluruh arah dan pengembangan kualifikasi


konselor sebagai pendidik professional, bidang kerja konseling sebagai profesi, dan
kemartabatan profesi konseling sebagai trilogtrilogysinya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan profesi konselor di Indonesia?
2. Apa yang di maksud dengan pendidikan profesi bimbingan konseling?

1
3. Bagaimana yang dimaksud dengan Trilogi profesi konselor di Indonesia?
4. Apa saja bidang kerja professional konselor?

C. Tujuan
1. Megetahui pentingnya profesi bagi guru bimbingan konseling yang ada di Indonesia
2. Mengetahui pentingnya etika dalam pendidikan profesi bimbimbingan konseling
3. Mengetahui maksud dari Trilogi profesi konselor di Indonesia.
4. Mengetahui bidang kerja professional konselor.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Profesi Konselor Di Indonesia


1. Makna Profesi
Profesi adalah suatu pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh dari suatu
proses pelatihan dalam waktu yang relatif lama. Profesi juga sering di maknai sebagai
suatu pekerjaan yang memerlukan pelatihan dan keahlian khusus. Pada umumnya setiap
profesi memiliki organisasi, ada kode etik, ada sertifikasi bagi anggotanya, serta memiliki
lisensi untuk bidang profesi tertentu. Orang yang berprofesi dalam bidang tertentu di
sebut sebagai profesional dalam bidang itu.
Bidang pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pelayanan bidang keahlian.
Tenaga profesional bidang bimbingan dan konseling disebut “Konselor” (UU No.
20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Secara umum lapangan kinerja Konselor
atau guru BK adalah bidang pelayanan BK yang didasarkan pada landasan filosofis dan
keilmuan pendidikan (Prayitno, 2018). Dengan gelar profesi konselor/guru BK, bidang
kinerja keahlian khususnya disebut Konseling, yang pengertiannya secara menyeluruh
berada dalam pengertian bimbingan dan konseling.
Untuk lebih memperjelas bidang keahlian Konselor/Guru BK tersebut dapat
dikemukakan pengertian konseling yang menjadi tugas kinerja profesional Konselor/Guru
BK, yaitu: “Konseling adalah bantuan profesional terhadap seorang atau sekelompok
individu dalam pengembangan kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu dengan
fokus pribadi mandiri yang mampu mengendalikan diri melalui berbagai jenis layanan
dan kegiatan pendukung yang terselenggara dalam proses pembelajaran” (Prayitno,
2018).
Dengan pengertian tersebut di atas, kinerja konselor/Guru BK adalah pelayanan BK
yang dilaksanakan di bidang pendidikan yang dikategorikan profesional, yang secara
legal/formal didefinisikan sebagai berikut: “Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau
norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi” (UU No. 14 Tahun 2005, tentang
Guru dan Dosen).

3
2. Profesi Konselor
Konselor adalah tenaga profesional yang memiliki kualifikasi profesional
spesialis dalam bidang bimbingan dan konseling yang diakui dan dengan akreditasi
di bidang itu. Penyelenggaraan PPK yang berada di bawah naungan DSPK hanya
menghasilkan Konselor Profesional bagi jalur Pendidikan Formal yang berlatar
pendidikan S-1 Bimbingan dan Konseling, namun peserta PPK bukan hanya dari S-1
saja ada pula yang berasal dari S-2, S-3, bahkan sudah ada yang memangku jabatan
guru besar yang ijazah S-2 dan S-3 nya di luar Bimbingan dan Konseling tetapi
memiliki ijazah S-1 Bimbingan dan Konseling tetap berhak dianugerahi gelar profesi
Konselor, disingkat Kons. Namun jika terdapat lulusan S2-nya di luar Bimbingan
dan Konseling dan kemudian bertugas sebagai dosen di program studi
Bibingan dan Konseling tentu memiliki persoalan terhadap kelayakan dalam
mengampu dan memelihara mutu S1 sebagai program pendidikan akademik, karena
program PPK tidak dapat dipisahkandari program akademik (ABKIN, 200, hlm.2-3).
Saat ini LPTK penyelenggara Pendidikan Profesi Konselor (PPK) bukan hanya UNP
(Universitas Negeri Padang), tetapi terdapat 3 LPTK lainnya yaitu, UNNES
(Universitas Negeri Semarang), UM (Universitas Negeri Malang), dan UPI
(Universitas Pendidikan Indonesia) yang berlokasi di Bandung
Jawa Barat. Aturan dari pendidikan profesi konselor menjadi jelas, bahwa selain dari
lulusan S-1 BK tidak dapat memperoleh gelar Kons.

3. Kriteria Suatu Profesi


Sejalan dengan pengertian profesional sebagaimana tersebut diatas, berbagai hal
tentang kriteria pekerjaan profesional itu telah banyak ditulis oleh para pakar, yang
keseluruhan dapat dikembalikan kepada tulisan Abraham Flexner (dalam Prayitno,
2009) yang melihat ciri-ciri profesi dalam enam karakteristik, yaitu: keintelektualan,
kompetensi profesional yang dipelajari, objek praktik spesifik, komunikasi, motivasi
altruistik, dan organisasi profesi. Penjelasan secara singkat tentang ciri-ciri tersebut
dapat dikemukakan sebagai berikut.
a. Keintelektualan
Kegiatan profesional sebagai suatu pelayanan yang lebih berorientasi kepada
bidang mental daripada manual (kegiatan yang memerlukan keterampilan fisik); serta
lebih memerlukan proses berpikir daripada kegiatan rutin yang lebih banyak
menggunakan fisik. Pelayanan profesional merupakan hasil dari proses berpikir dan

4
memberikan pertimbangan yang matang, berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah yang
dapat dipertanggungjawabkan.
b. Kompetensi profesional yang dipelajari
Pemberian layanan profesional didasarkan pada kompetensi yang dipelajari
dalam waktu yang relatif lama, dan bukan kompetensi yang diperoleh begitu saja,
misalnya melalui pewarisan “ilmu” dari pewaris kepada keturunannya. Kompetensi
tersebut tidak diperoleh dalam sekejap yang tidak disadari, misalnya melalu mimpi,
melalui pertapaan atau semedi, atau melalui penyajian sesaji kepada pemegang tuah
sakti. Kompetensi profesional diperoleh dengan sungguh-sungguh dengan
menggunakan segenap pikiran, tenaga dan usaha, untuk mempelajari dan mengkaji
materi keilmuwan dengan berbagai pendekatan, metode dan teknik, yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
c. Objek praktik spesifik
Suatu profesi hendaknya memiliki objek praktik yang spesifik yang tidak dapat
ditangani oleh profesi lain. Karena itu masing-masing profesi menangani objek
praktik spesifiknya sendiri-sendiri. Dokter misalnya, sebagai tenaga profesional yang
menangani penyembuhan penyakit fisik. Bahkan profesi dokter memiliki juga objek
praktik yang berbeda-beda. Misalnya ada dokter yang menangani penyakit jantung,
ada dokter yang menangani penyakit kulit, dan lain-lain. Psikolog menangani kondisi
dinamik aspek-aspek psikis individu, sedangkan psikiater bekerja menangani adanya
ketidakseimbangan jiwa atau penyakit psikis. Apoteker hanya menangani pembuatan
obat-obatan. Akuntan khusus menangani perhitungan keuangan berdasarkan peraturan
yang berlaku.
Sehubungan dengan hal tersebut, apa yang menjadi objek praktik spesifik dari
pendidik profesional?, misalnya: konselor/guru BK, guru mata pelajaran, dan pamong
belajar? Tentu tidak lain adalah pelayanan bantuan berkenaan dengan
penyelenggaraan proses pembelajaran/bimbingan terhadap peserta didik dalam bidang
layanan yang menjadi kekhasan dari pekerjaan guru, konselor/guru BK dan pamong
belajar tersebut. Objek praktik spesifik dari masing-masing profesi tentu tidaklah
tumpang tindih sehingga satu profesi terhadap profesi lainnya tidak saling mengaku
tentang objek praktik spesifiknya sama dengan objek praktik spesifik profesi yang
berbeda.

5
d. Komunikasi
Semua aspek pelayanan profesional, yang meliputi objek praktik spesifik
profesinya, kompetensi dari dinamika operasionalnya, keilmuan dan tekhnologinya,
aspek sosial dan hukumnya, termasuk di dalamnya kode etik dan kredensialisasi,
bahkan imbalan yang diperoleh terkait dengan pelaksaan pelayanannya, semua itu
dapat dikomunikasikan kepada pihak manapun yang berkepentingan, kecuali materi
yang terkait dengan asas kerahasaiaan yang menurut kode etik profesi tersebut perlu
dijaga kerahasiaannya. Komunikasi tersebut dilakukan untuk memungkinkan
dipelajari dan dikembangkannya profesi dimaksud, dilaksanakan dan diawasi sesuai
dengan kode etik, serta dilakukan perlindungan hukum terhadap profesi tersebut.
e. Motivasi altruistik
Suatu profesi yang dilaksanakan oleh seorang profesional pada hakikatnya
bukanlah berorientasi kepada keuntungan pribadi, namun untuk kepentingan,
kesuksesan dan kebahagiaan sasaran layanan, bahkan kemaslahatan kehidupan
masyarakat secara umum. Motivasi altruistik atau motivasi kerja tanpa pamrih
diwujudkan dalam pelayanan berdasarkan keintelektualan, kompetensi dan
komunikasi dalam melaksanakan objek praktik spesifik dari profesi tersebut. Motivasi
altruistik tersebut menjauhkan tenaga profesional dari mementingkan keuntungan
pribadi, dan sebaliknya, mengutamakan kepentingan sasaran pelayanan. Bahkan,
tenaga profesional dalam saat-saat tertentu tidak segan-segan mengorbankan
kepentingan sendiri demi tercapainya keberhasilan dan pemenuhan kebutuhan sasaran
layanan yang benar-benar mendesak. Misalnya seorang dokter profesional dalam
menangani pasiennya yang sudah dalam keadaan kritis, dia tidak lagi berpikir apakah
pasien ini sanggup membiayai atau tidak.
f. Organisasi profesi
Setiap anggota suatu profesi yang sama perlu membentuk suatu organisasi
profesi untuk mengawal dan mengontrol pelaksanaan tugas-tugas profesional anggota.
Organisasi profesi yang dibentuk tersebut hendaknya melaksanakan tridharma
organisasi profesi, yakni: (1) ikut serta mengembangkan ilmu dan teknologi profesi,
(2) meningkatkan mutu praktik pelayanan profesi, dan (3) menjaga kode etik profesi
(Prayitno, 2010). Organisasi profesi tersebut secara langsung hendaknya peduli
terhadap realisasi aspek-aspek objek praktik spesifik profesi, seperti keintelektualan,
komunikasi, kompetensi dan praktik pelayanan, kode etik profesi serta perlindungan
hukum atas seluruh anggotanya. Organisasi profesi perlu senantiasa membina

6
anggotanya agar memiliki kualitas tinggi dalam memberikan pelayanan serta
mengembangkan dan mempertahankan kemartabatan profesi. Organisasi profesi
tersebut di samping dituntut mengembangkan profesi agar menjadi besar, juga sangat
diharapkan untuk ikut serta memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat secara
luas.

4. Konselor/Guru BK sebagai Profesi yang Mulia


Biasanya orang-orang yang peduli pada orang lain, ramah, bersahabat serta
senstif suka pada profesi ini (Myrick, 1997). Menjadi seorang konselor/guru BK
merupakan peran yang memberikan kepuasan dan kebahagiaan karena dapat
mewujudkan perkembangan optimal dan kemandirian bagi individu yang dilayani
(Wibowo, 2019). Oleh karena itu tidak semua orang cocok untuk menyandang profesi
ini. Menjadi seorang konselor/guru BK harus siap menghadapi tantangan yang besar,
dia selalu menghadapi peserta didik sebagai sasaran layanannya yang serba unik
dengan berbagai karakteristiknya. Oleh karenanya, konselor/guru BK harus mampu
beradaptasi dengan berbagai karakteristik peserta layanan yang dihadapi, santun
dalam menghadapinya, sabar ketika mendapat tekanan, serta ikhlas menjalankan
panggilan profesi ini. Itulah sebabnya, profesi bimbingan dan konseling disebut
profesi yang mulia, dan pelayanannya digolongkan pada kegiatan ibadah, karena
sering berurusan dengan harkat dan martabat manusia yang pada umumnya masih
dalam proses perkembangannya agar dapat menjalani kehidupan mereka yang efektif
sehari-hari.
Setiap orang yang memilih profesi sebagai konselor/guru BK hendaklah
mempersiapkan dirinya seara matang untuk mampu menampilkan pribadinya yang
sesungguhnya dalam suasana berhubungan dengan para konselinya serta berusaha
keras menyadari faktor-faktor yang kemungkinannya mempengaruhi proses
bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling sebagai profesi penolong
(helping profession) adalah konsep yang melandasi peran dan fungsi konselor/guru
BK di masyarakat dewasa ini (Gibson, R dan Marianne H. Mitchell, 2011). Sebagai
profesi penolong bimbingan dan konseling haruslah dilaksanakan oleh tenaga yang
terlatih pada bidang bimbingan dan konseling yang dibuktikan dengan lisensi atau
sertifikat untuk melaksanakan layanan terhadap peserta layanan.
Di sekolah, konselor/guru BK berperan sebagai penggerak dan faktor kunci
dalam keseluruhan usaha bantuan kemanusiaan berupa bimbingan dan konseling.

7
Konselor/guru BK menjadi “orang yang memegang senjata” dan dengan senjata ini,
dalam hal ini, layanan bimbingan dan konseling dengan seperangkat sistemnya,
programnya, pendekatan, teknik dan prosedur, sarana dan perannya dapat
mewujudkan kemandirian dan kebahagiaan individu (Wibowo, 2019).
Di bawah ini beberapa peranan konselor/guru BK di sekolah dalam kaitannya
dengan kewajiban dan tanggungjawabnya (Wibowo, 2019) yaitu antara lain. (1)
Membantu siswa mencapai pemahaman tentang dirinya dan lingkungannya, serta
membantu mereka mampu membuat keputusan. (2) Membantu siswa dalam kegiatan
orientasi, registrasi, penjadwalan perubahan jam pelajaran, testing, penjurusan,
pemberian beasiswa dan sebagainya di samping sedikit kegiatan dalam konseling. (3)
Membantu siswa melalui kegiatan konseling daripada untuk kegiatan lainnya. (4)
Sebagai agen pembaharuan sebab ia ahli dalam masalah belajar, dan sekaligus mampu
mengkomunikasikan ilmunya kepada orang lain. Konselor memahami perubahan
sosial, oleh karenanya mampu menjadi inovator di tempat konselor bekerja. (5)
Memberikan layanan konsultasi secara individual maupu kelompok , serta
menyelenggarakan konsultasi dengan para guru, administrator, dan orang tua siswa.
(6) Membantu siswa dalam memfasilitasi pencapaian perkembangan optimal,
kemandirian dan kebahagiaan dalam kehidupan berdasarkan norma-norma yang
berlaku.
Dalam hubungan ini pula Shertzer & Stone (dalam Wibowo, 2019)
mengidentifikasi beberapa peran konselor/guru BK di sekolah terkait dengan
kewajiban dan tanggung jawabnya yaitu antara lain: (1) Konselor/guru BK dapat
bertindak sebagai administrator saat kepala sekolah berada di luar gedung, mengambil
tindakan disipliner dan bertanggung jawab untuk kegiatan ekstra kurikuler,
mensponsori dewan siswa, menugaskan guru dan siswa ke kelas, memberikan tes
prestasi dan kemampuan di sekolah dan mendaftarkan siswa baru, ketika siswa
diwawancarai secara terpisah. (2) Konselor sebagai generalis bertindak membantu
siswa dalam kegiatan orientasi, registrasi, penjadwalan perubahan jam pelajaran,
testing dan sebagainya. (3) Konselor sebagai spesialis bertindak membantu siswa
melalui kegiatan konseling. (4) Konselor sebagai pendidik psikologis akan
bertanggung jawab dalam mengembangkan dan menerapkan program kurikulum
secara sistematis yang dirancang untuk memfasilitasi Pengembangan disi. (5)
Konselor sebagai psikolog komunitas dan terlibat dalam praktik pencegahan serta

8
mengembangkan kekuatan konseli dan mengajarkan keterampilan hidup kepada
konseli yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah.

B. Pendidikan Profesi BK di Indonesia
Di Indonesia , konselor sebagai salah satu jenis tenaga kependidikan dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab
I Pasal 1 Angka 6 dinyatakan bahwa “pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
penyelenggaraan pendidikan”. Lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor
dinyatakan bahwa “Konselor adalah tenaga pendidik profesional yang telah menyelesaikan
pendidikan akademik strata satu (S-1) program studi Bimbingan dan Konseling.
Pendidikan Profesi Konselor dari perguruan tinggi penyelenggara program pengadaan
tenaga kependidikan yang terakreditasi.” Sedangkan dalam Pperaturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan
Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah dinyatakan bahwa “Konselor adalah
pendidik profesional yang berkualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam
bidang Bimbingan dan Konseling dan telah lulus Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan
Konseling/ Konselor.” dan “Guru Bimbingan dan Konseling adalah pendidik yang
berkualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan
Konseling dan memiliki kompetensi di bidang Bimbingan dan Konseling”.
1) Pendidikan Profesi
Pengakuan sebagai tenaga professional bimbingan dan konseling dapat diperoleh jika
telah mengikuti serangkaian pendidikan bimbingan dan konseling pada LPTK (Lembaga
Penyelenggara Tenaga Kependidikan) yang telah memiliki kewenangan untuk menghasilkan
para lulusan bimbingan dan konseling sehingga dapat memperoleh ijazah S1 BK, sedangkan
untuk memperoleh gelar Kons. (Konselor), maka siapapun yang memiliki ijazah S1
Bimbingan dan Konseling dapat mengikuti pendidikan profesi konselor (Permendikbud No
111 tahun 2014), yang dilaksanakan selama dua semester atau satu tahun.
Pengakuan atas pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan praktik profesi
dapat ditunjukkan dengan kepemilikian sertifikat profesi yang menunjukkan akan
kemampuan tersebut. Cara untuk memperoleh sertifikat profesi adalah dengan mengikuti
serangkaian pendidikan profesi yang berfungsi untuk mengasah dan menilai kemampuan dari

9
profesi yang ditekuni sehingga tidak ada keraguan dalam pelaksanaan praktisnya. Pendidikan
profesi memiliki keragaman dalam pelaksanaannya sesuai dengan aturan dari profesi itu
sendiri.
Bimbingan dan konseling yang notabenenya adalah seorang tenaga pendidik dapat
memperoleh kemampuan professional sebagai seorang konselor dan memiliki gelar Kons.
Jika telah mengikuti Pendidikan Profesi Konselor (PPK). Pendidikan profesi ini ditempuh
selama dua semester atau satu tahun, dan keduanya hanya dapat diikuti oleh lulusan S1 BK
(Permendikbud No. 27 tahun 2008). Hal ini diawali dengan diterbitkannya buku Dasar
Standardisasi Profesi Konseling (DSPK) pada tahun 2003 oleh Direktorat P2TKKPT
(Sekarang: Direktorat Ketenagaan, Ditjen Dikti) yang merupakan dasar dari penyelenggaraan
Pendidikan Profesi Konselor di UNP (Universitas Negeri Padang). PPK sebelumnya diformat
untuk menyiapkan dosen-dosen di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan) selain
UNP dan sebagai persyaratan bagi dibukanya PPK di LPTK lain. Namun ABKIN sebagai
organisasi profesi BK memandang bahwa hal tersebut tidak proporsional, karena tidak sesuai
dengan filosofi dasar PPK yaitu, menyiapkan konselor professional bukan menyiapkan dosen,
karena dosen disiapkan melalui program S2 (ABKIN, 2008, hlm. 1-2).
Kaitannya dengan pendidikan profesional Konselor, sesuai dengan amanat Undang -
Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa “sebagai
seorang pendidik, Konselor dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik S-1 yang
mencerminkan penguasaan kemampuan akademik di bidang Bimbingan dan Konseling”.
Untuk keperluan ini diselenggarakan program S-1 Bimbingan dan Konseling dengan tujuan
memfasilitasi pembentukan kompetensi akademik calon Konselor. Selanjutnya, pembentukan
penguasaan kemampuan profesional yang utuh sebagai penyelenggara pelayanan ahli
Bimbingan dan Konseling yang memandirikan dalam jalur pendidikan formal,
diselenggarakan pendidikan profesi berupa latihan dalam menerapkan kompetensi akademik
dalam Bimbingan dan Konseling dalam konteks otentik khususnya dalam jalur pendidikan
formal. Dari penjelasan di atas dapat dinyatakan bahwa pendidikan profesional Konselor
merupakan program pendidikan berkelanjutan terdiri dari 2 jenjang yaitu program sarjana S-1
Bimbingan dan Konseling dan jenjang Pendidikan Profesi Konselor PPK untuk
mempersiapkan peserta didik menjadi Konselor yang memenuhi persyaratan standar
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008.
67 Selanjutnya, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 15 dijelaskan bahwa
“pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang

10
mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian
tertentu”. Dengan adanya penjelasan ini dapat ditarik suatu simpulan bahwa pendidikan
profesi Konselor merupakan pendidikan tinggi setelah program strata satu atau sarjana S1,
untuk mempersiapkan peserta didik menjadi Konselor yang profesional memiliki keahlian
dan kompetensi baik akademik maupun profesional dalam menyelenggarakan layanan-
layanan Bimbingan dan Konseling.

C. Trilogi profesi konselor di Indonesia


Dalam suatu profesi dapat diidentifikasi ada tiga komponen yang mesti ada. Jika salah
satunya atau lebih komponen itu tidak ada, maka profesi itu akan kehilangan eksistennsinya.
Ketiga komponen yang disebut trilogi profesi itu adalah: (1) dasar keilmuan, (2) subtansi
profesi, dan (3) praktek profesi (Prayitno, 2008). Komponen pertma yaitu dasar keilmuan
menyiapkan (calon) tenga profesional dengan dasar dan arah mengenai wawasan,
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap berkenaan dengan profesi dimaksud. Komponen
kedua yaitu substansi profesi memberikan modal tentang apa yang menjadi fokus dan objek
praktik spesifik profesi dengan bidang khusus kajiannya, aspek-aspek kompetensi, sarana
operasional dan manajemen, kode etik, serta landasan praktik operasional. Komponen ketiga
yaitu praktik profesi merupakan realisasi pelaksanaan pelayanan profesi setelah kedua
komponen profesi (dasar keilmuan dan subtansi profesi) dikuasai (Prayitno, 2008).
Memperhatikan ketiga aspek atau komponen tritologi profesi yang disebutkan di atas,
dapat dikatakan bahwa suatu “profesi” tanpa penguasaan dasar keilmuan yang tepat akan
menjadikan kegiatan profesi tersebut tanpa arah bahkan bisa jadi akan melakukan
malpraktik. Jika suatu profesi tidak memiliki substansi profesi, maka profesi tersebut menjadi
kerdil dan dipertanyakan manfaatnya. Jika suatu profesi tanpa ada praktik profesi, maka
profesi tersebut menjadi tidak berwujud, dan dipertanyakan eksistensinya.

1. Komponen Trilogi Profesi Bimbingan dan Konseling


Berdasarkan trilogi profesi secara umum sebagaimana yang telah dijelaskan di atas,
maka profesi bimbingan dan konseling pun harus memiliki tiga komponen profesi atau trilogi
profesi dimaksud. Trilogi profesi bimbingan dan konseling tersebut meliputi komponen-
komponen sebagai berikut.
a. Dasar keilmuan, yaitu Ilmu Pendidikan
Konselor atau Guru BK dituntut untuk menguasai ilmu pendidikan yang
mendasari keseluruhan kinerja profesi bimbingan dan konseling, karena konselor atau

11
guru BK dikategorikan sebagai pendidik, oleh karena itu pula kualifikasi akademik
seorang konselor atau guru BK adalah Sarjana Pendidikan. Berdasarkan keilmuan
inilah konselor atau guru BK diharapkan menguasai dengan baik kaidah-kaidah
keilmuan pendidikan untuk menjadi dasar memahami peserta didik sebagai sasaran
layanan bimbingan dan konseling. Dalam hal ini proses bimbingan dan konseling
tidak lain adalah proses pembelajaran bagi sasaran layanan. Atas dasar itu konselor
atau guru BK sebagai pendidik diberi nama juga sebagai agen pembelajaran.
b. Substansi profesi adalah Modus Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan kaidah-kaidah ilmu pendidikan yang dikemukakan di atas
konselor atau guru BK membangun substansi profesi bimbingan dan konseling yang
meliputi objek praktis spesifik profesi bimbingan dan konseling, pendekatan,
teknologi pelayanan, pengelolaan dan evaluasi serta kaidah-kaidah pendukung yang
diambil dari bidang keilmuan yang lain. Semua substansi tersebut menjadi isi
sekaligus fokus pelayanan bimbingan dan konseling. Keseluruhan substansi tersebut
dikemas sebagai modus pelayanan bimbingan dan konseling (Prayitno, 2008).
c. Praktik Profesi Bimbingan dan Konseling
Sebagai objek praktis spesifik profesi bimbingan dan konseling adalah
kehidupan efektif sehari-hari (KES). Dalam hal ini yang menjadi sasaran utama
pelayanan bimbingan dan konseling adalah (1) kondisi KES yang diehendaki untuk
dikembangkan, dan (2) kondisi kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu (KES-
T) (Prayitno, 2008).
Kondisi kehidupan efektif sehari-hari (KES) dapat diwujudkan oleh setiap
individu di mana saja ia berada. Dalam hal ini, di lingkungan keluarganya, di
lingkungan pendidikannya, di lingkungan masyarakatnya. Kondisi kehidupan efektif
sehari-hari tersebut digambarkan oleh Prayitno (2018) sebagai suatu kondisi
kehidupan individu yang memiliki ciri-ciri: (1) sehat jasmani dan rohani, (2)
bersemangat, (3) bersahabat, (4) bermanfaat, (5) beribadat, (6) memiliki rasa aman
yang tinggi, (7) memiliki kompetensi yang memadai, (8) memiliki aspirasi terjangkau,
(9) memiliki semangat yang menyala, dan (10) dapat meraih kesempatan dengan
segera. Apabila kondisi-kondisi tersebut ingin dikembangkan pada diri individu
ataupun kondisi-kondisi tersebut terganggu, maka individu yang bersangkutan perlu
diberi layanan bimbingan dan konseling.
2. Sikap Profesional Konselor/Guru Bimbingan dan Konseling

12
Sikap profesional Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling merupakan suatu
pola tingkah laku Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling dalam menjalankan
tugasnya sehari-hari yang berhubungan dengan objek-objek atau sasaran-sasaran tertentu.
Sasaran sikap profesional Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling ditujukan kepada
beberapa hal sebagai berikut:

a. Sikap terhadap peraturan dan perundang-undangan


Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling diharapkan melaksanakan segala
kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan yang telah diatur dalam undang-
undang. Untuk menjaga agar Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling tetap
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijakan pemerintah dalam
bidang pendidikan, maka dirumuskanlah kode etik Konselor atau Guru Bimbingan
dan Konseling sebagai pedoman perilaku dan sikap dalam menjalankan tugas.
b. Sikap terhadap organisasi profesi
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling hendaknya secara bersama-sama
memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi dalam hal ini ABKIN sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian. Oleh karena itu, Konselor atau Guru Bimbingan
dan Konseling harus bertindak sesuai dengan tujuan organissasi. Setiap Konselor atau
Guru Bimbingan dan Konseling harus memberikan sebahagian waktunya untuk
kepentingan pembinaan profesinya. Dengan kata lain, setiap anggota profesi wajib
berpartisipasi guna memelihara, membina dan meningkatkan mutu organisasi profesi,
dalam rangka mewujudkan cita-cita organisasi.
c. Sikap terhadap teman sejawat
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling perlu memelihara hubungan dan
semangat kekeluargaan dengan sesama teman sejawat dalam lingkungan kerjanya
maupun di luar lingkungan kerjanya.
d. Sikap terhadap peserta layanan (konseli)
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling dalam memberikan pelayanan BK
perlu memperhatikan seluruh pribadi konseli, baik jasmani, rohani, sosial maupun
yang lainnya yang sesuai dengan hakikat bimbingan dan konseling. Konseli tidak
dapat dipandang sebagai objek semata yang harus patuh kepada kehendak Konselor
atau Guru Bimbingan dan Konseling, namn mereka tetap dipandang sebagai subjek
yang mampu mengembangkan potensi dirinya.
e. Sikap terhadap tempat kerja

13
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling berkewajiban menciptakan suasana
dan lingkungan kerja yang sejuk yang menjunjung berhasilnya proses layanan BK.
Oleh karena itu, Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling harus aktif
mengusahakan suasana yang baik itu dengan berbagai cara, baik dengan penggunaan
metode dan teknik membimbing yang sesuai, maupun dengan penyediaan fasilitas
bimbingan yang cukup.
f. Sikap terhadap terhadap pimpinan
Sikap Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling terhadap pimpinan harus positif,
dalam arti harus bekerja sama dalam menyukseskan program yang sudah disepakati di
sekolah maupun di luar sekolah.
g. Sikap terhadap pekerjaan
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling hendaknya melaksanakan tugas
profesinya dengan sebaik-baiknya, dalam arti selalu menyesuaikan kemampuan dan
pengetahuannya dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, dalam hal ini konseli
dan orang tua konseli.
h. Sikap terhadap pengembangan profesi
Pengembangan kompetensi profesional Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling
dapat dilakukan baik dalam pendidian prajabatan maupun dalam jabatan.

3. Profesi Bimbingan dan Konseling Bermartabat


Jika trilogi profesi telah terbina dan teraplikasikan dengan baik, maka suatu profesi
semestinya menjadi profesi yang bermartabat. Suatu profesi yang bermartabat sangat
tergantung pada tenaga profesional yang menjalankan kegiatan profesi tersebut dalam hal
mempersiapkan diri sebagai penyandang profesi dimaksud. Kemartabatan yang dimaksud,
dalam hal ini kemartabatan profesi bimbingan dan konseling, meliputi tiga kondisi sebagai
berikut (Prayitno, 2009):

a. Pelayanan Bermanfaat
Pelayanan profesional yang diselenggarakan haruslah benar-benar
bermanfaat bagi kemaslahatan kehidupan secara luas. Hal tersebut terkait dengan
upaya pendidikan yang merupakan hajat hidup manusia dalam kadar yang sangat
mendasar dan penting, dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, kegiatan pelayanan,
dalam hal ini pelayanan bimbingan dan konseling, apalagi yang bersifat formal dan
diselenggarakan berdasarkan aturan dan perundang-undangan, tidak boleh sia-sia atau

14
terselenggara dengan cara-cara yang salah (malpraktik), melainkan terlaksana dengan
memberi manfaat yang setinggi-tingginya bagi sasaran layanan dan pihak-pihak lain
yang terkait.

b. Pelaksana Bermandat
Pelayanan bimbingan dan konseling profesional diselenggarakan oleh petugas
atau pelaksana yang bermandat. Sesuai dengan sifat profesional itu, maka pelayanan
dimaksud, dalam hal ini pelayanan bimbingan dan konseling, haruslah dilaksanakan
oleh tenaga yang benar-benar dipercaya untuk mencapai hasil pelayanan dalam mutu
yang tinggi. Program pendidikan sarjana dan pendidikan profesi yang terpadu dan
sinambung dalam rangka trilogi profesi merupakan sarana dasar dan esensial untuk
menyiapkan pelaksana bermandat tersebut. Lulusan program pendidikan profesi
konselor (PPK), diharapkan benar-benar menjadi tenaga profesional handal yang
layak memperoleh kualifikasi bermandat, baik dalam arti akademik, kompetensi,
maupun posisi pekerjaannya.

c. Pengakuan yang Sehat


Pelayanan bimbingan dan konseling yang profesional dimaksud diakui secara
sehat oleh pemerintah maupun masyarakat. Jika pelayanan bimbingan dan konseling
benar-benar dirasakan manfaatnya dan dilaksanakan oleh pelaksana yang bermandat,
maka tentu pemerintah dan masyarakat tidak ragu-ragu mengakui dan memanfaatkan
pelayanan tersebut, dalam hal ini pelayanan bimbingan dan konseling, peraturan
perundang-undangan telah secara umum menyatakan pentingnya keprofesionalan
tenaga pendidik, dalam hal ini Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling, yang
selanjutnya mudah-mudahan disertai pengakuan yang sehat atas lulusan Pendidikan
Profesi Pendidik dalam hal ini Pendidikan Profesi Konselor (PPK) atau Pendidikan
Profesi Guru BK (PPGBK) dan pelayanan yang mereka praktikkan. Demikian juga
masyarakat diharapkan memberikan pengakuan secara terbuka melalui pemanfaatan
dan penghargaan yang tinggi atas profesi pendidik, dalam hal ini Konselor atau Guru
Bimbingan dan Konseling tersebut.

D. Bidang Kerja Professional Konselor


1. Bidang Bimbingan

15
Bidang - bidang layanan bimbingan dan konseling merupakan lingkup program
bimbingan dan konseling yang diberikan pada suatu sekolah. Ada empat bidang
bimbingan yaitu bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir.
a) Bidang Bimbingan Pribadi
Bimbingan Pribadi yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam
memahami, menilai dan mengembangkan potensi dan kecakapan bakat, minat, serta
kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistik.
Bidang bimbingan pribadi bertujuan untuk membantu peserta didik dalam mengenal diri
sendiri agar dapat menjadi pribadi yang baik dan dapat mengambil keputusan tentang
dirinya sendiri.
Pelayanan bimbingan pribadi bertujuan membantu siswa mengenal, menemukan, dan
mengembangkan pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan YME, mandiri, serta
sehat jasmani dan rohani. Bidang ini akan membentuk siswa menjadi :
 Pemantapkan kebiasaan dan pengembangan sikap dalam beriman dan bertakwa
kepada tuhan YME
 Pemahaman kekuatan diri dan arah pengembangannya melalui kegiatan yang
kreatif dan produktif baik dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat maupun
untuk kehidupan di masa depan.
 Pemahaan bakat dan minat pribadi, serta penyaluran dan pengembangannya
melalui kegiatan yang kreatif dan produktif.
 Pengenalan kelemahan diri dan upaya penanggulangan
 Pengembangan kemampuan mengambil keputusan sederhana dan mengarahkan
diri.

2. Bidang Bimbingan Sosial


Bidang sosial yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam
memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang
sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga dan warga lingkungan
sosial yang lebih luas. Pelayanan bimbingan ini bertujuan membantu siswa dalam
kaitannya dengan lingkungan dan etika pergaulan sosial yang dilandasi budi pekerti
luhur dan tanggung jawab sosial. Bidang ini dirinci menjadi pokok – pokok berikut :
 Pengembangan kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan
 Pengembangan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial

16
 Pengembangan hubungan yang harmonis dengan teman sebaya
 Pemahaman dan pengalaman disiplin dan peraturan sekolah.

3. Bidang Bimbingan Belajar


Bimbingan Belajar yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik
mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan
sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri. Pelayanan bimbingan ini brtujuan
membantu siswa mengenal, menumbuhkan dan mengembangkan diri, sikap
kebiasaan belajar baik untuk menguasai pengetahuan dan ketrampilan, sesuai dengan
program belajar dalam rangka menyiapkannya melanjutkan pendidikan ke tingkat
yang lebih tinggi dan atau berperan serta dalam kehidupan masyarakat. Bidang ini
dirinci menjadi pokok – pokok berikut :
 Pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang baik.
 Menumbuhkan disiplin belajar dan berlatih, baik secara individu atau kelompok.
 Mengembangakan penguasaan materi program belajar
 Mengembangan pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik sosial, dan
pengembangan pengetahuan, ketrampilan, dan pengembangan pribadi
 Orientasi belajar di sekolah

4. Bidang Bimbingan Karier


Bimbingan karier yaitu suatu upaya bantuan terhadap peserta didik agar dapat
mengenal dan memahami dirinya, mengenal dunia kerjanya, mengembangkan masa
depan sesuai dengan bentuk kehidupan yang diharapkannya, mampu menentukan dan
mengambil keputusan secara tepat dan bertanggung jawab. Pelayanan bimbingan ini
ditujukan untuk mengenal potensi diri sebagai persyaratan dalam mempersiapkan
masa depan karier masing – masing siswa. Bidang ini dapat dirinci menjadi pokok –
pokok berikut:
 Pengenalan konsep diri berkaitan dengan bakat dan kecenderungan pilihan jabatan
serta arah pengembangan karier.
 Pengenalan bimbingan kerja/karier, khususnya berhubungan dengan pilihan kerja
 Orientasi dan informasi jabatan dan usaha memperoleh penghasilan.
 Pengenalan berbagai lapangan kerja yang dapat dimasuki
 Orientasi dan informasi pendidikan selanjutnya.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kemunculan bimbingan dan konseling di Indonesia merupakan buah pemikiran dari


para tokoh pendidikan yang memandang bahwa perlunya bimbingan pendidikan yang
ditujukan kepada para peserta didik agar memperoleh perkembangan yang optimal. Peran
bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan sangat penting untuk turut serta
meningkatkan mutu pendidikan. Dalam pelaksanaan layanannya, seorang personel bimbingan
dan konseling tentu memerlukan tenaga professional yang dipercaya untuk memberikan
layanan bimbingan dan konseling. Sehingga memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
yang sesuai.
Munculnya profesi dalam bimbingan dan konseling diakibatkan adanya timbal balik
antara kinerja guru BK/ Konselor dengan kepercayaan masyarakat. Seingga dalam
penggunaan layanan BK masyarakat tidak lagi merasa khawatir, karena telah ada aturan jelas
tentang pelaksanaan BK yang dijalankan oleh guru BK/Konselor yaitu berupa kode etik
profesi konselor.
Pendidikan profesi yang dikenal dalam bimbingan dan konseling adalah pendidikan
profesi konselor (PPK) atau pendidikan profesi guru bimbingan dan konseling/ Konselor
(PPGBK/K). Lulusan yang dihasilkan adalah para guru BK yang telah sebelumnya telah
menempuh pendidikan strata satu bimbingan dan konseling dan setelah mengikuti pendidikan
profesi akan memperoleh pengakuan profesi dengan gelar Kons. atau Konselor. Pendidikan
yang dilakukan yaitu sebanyak dua semester atau satu tahun.

Daftar Pustaka

18
ABKIN. (2005). Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.. Bandung: Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia.
. -----(2008). Penegasan Profesi Bimbingan dan Konseling: Alur Pikir Penataan
Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam
Jalur Pendidikan Formal. Bandung: Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia.
. ----(2010). Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN).
Semarang: Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia.
Brammer, L.M. 1998. The Helping Relationship: Process and Skills. New Jersey: Prentice-
Hall, Inc.
Corey, G. 2013. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Belmont, CA:
Brooks/Cole.
Depdiknas, 2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan
KonselingDalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia.
Ditjen Dikti, Depdiknas. 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta: Proyek
Peningkatan Tenaga Akademik.
Faiver, C.S. Eisengart, dan R. Colonna. 2004. The Counselor intern’s handbook. (3rd
Edition). Belmont, CA: Brooks/Cole.
Gibson, Robert L & Marianne H. Mitchell. 2011. Bimbingan dan Konseling (Alih bahasa
oleh Yudi Santoso). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gladding, S, T.(2015). Konseling :Profesi yang Menyeluruh, edisi ke enam (Counseling: a
Comprehensive Profession, sixth edition). Pengalih bahasa: Winarno dan Lilian
Yuwono. Jakarta: PT INDEKS.
Gladding, S. T. (2012). Konseling Profesi yang Menyeluruh. Jakarta: Indeks
Glading, S.T. 2009. Counseling: a Comprehensive Profession. New Jersey: Pearson
Education. Inc.
Griffin, D. & Farris, A. 2010. School Counselor and Collaboration: Finding resources
through commnity asset mapping, Professional School Counseling, 13(5), 248-256.
Ikatan Konselor Indonesia (IKI). 2008. Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor.
Padang: Ikatan Konselor Indonesia.
Luhur, W. (2009). Bimbingan dan Konseling Menjawab Tantangan Abad XXI.
Jurnal Visi Ilmu Pendidikan, 1(1).
Myrick, R.D. 1997. Developmental Guidance and Counseling: A practical Approach (3rd
ed.). Minneapolis, MN: Educational Media Corporation.
PB-ABKIN (1). 2018. Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia. Yogyakarta: PB-
ABKIN.
PB-ABKIN (2). 2018. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Asosiasi Bimbingan
dan Konseling dan Konseling Indonesia, Yogyakarta: PB-ABKIN.

19
Pengurus Daerah ABKIN Jawa Tengah. (2006). Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia. Jawa Tengah
Peraturan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111 Tahun 2014 .
Pietrofesa, J.J., Leonard, G.L. dan Hoose, W.V. 1978. The authentic Counselor. Chicago:
Rand McNally College Publishing Company.
Prayitno, 2017. Konseling Profesional yang Berhasil. Layanan dan Kegiatan Penddukung.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Prayitno, dkk. 1997. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Jakarta: Gramedia/Grasindo.
Prayitno. 2009. Arah Kinerja Profesional Konselor Sekolah. Padang: PPK-Jurusan BK-UNP.
Prayitno. 2008. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Padang: Universitas Negeri Padang.
Prayitno. 2015. Keluhuran Iqra’ untuk Kehidupan.Padang: UNP Press.
Prayitno. 2018. Landasan Keilmuan Keprofesionalan Bimbingan dan Konseling. Padang:
Universitas Negeri Padang.
Pujosuwarno, Sayekti. 1992. Petunjuk Praktis Pelaksanaan Konseling. Yogyakarta: FIP-IKIP
Yogyakarta.
Sukartini, S.P. (2011). “Pribadi Konselor”; dalam Mamat Supriatna. (Ed), Bimbingan dan
Konseling Berbasis Kompetensi (Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor).
Jakarta: Rajawali Pers.
Wibowo, Mungin Eddy. 2019. Konselor Profesional Abad 21. Semarang: UNNES Press.
Yusuf, S dan Nurihsan, A. J. (2014). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosda.

20

Anda mungkin juga menyukai