Anda di halaman 1dari 8

Nama Kelompok : 1.

Ruly berliandika

2. Theresia Rantika Karinwati

3. Yoga Febrianto
Prodi : Bimbingan dan Konseling
Matkul : BK Pribadi dan Sosial
Tugas : Gambaran guru BK yang memenuhi kompetensi pribadi & sosial

A. Kompetensi Sosial Guru BK


Kompetensi Sosial Guru Bimbingan dan Konseling Berdasarkan
pengertian dari Chaplin bahwa: “kompetensi adalah kelayakan kemampuan
atau pelatihan untuk melakukan satu tugas”. 38 Sedangkan Kartono memberi
pengertian bahwa: “kompetensi adalah kemampuan atau segala daya,
kesanggupan, kekuatan, kecakapan dan keterampilan teknis maupun sosial
yang dianggap melebihi dari kesanggupan anggota biasa”. 39 Didukung juga
menurut Tooping bahwa: “Social competence includes a set of basic abilities,
attitudes, knowledge and feeling given functionally by cultural contexts,
environments and situations”.40 (kompetensi sosial meliputi seperangkat
kemampuan pokok, sikap, kepandaian dan perasaan yang diberi secara
fungsional oleh konteks budaya, lingkungan dan situasi). Selanjutnya
berdasarkan pendapat Gullota, menyimpulkan bahwa: “Social competence is
an ability or skill to interact with an environment effectively and influence
people in order to achieve certain social objectives in the certain social context
which is adapted to the environment, and the 38 Chaplin, Kamus Lengkap
Psikologi, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2001), h. 101. 39 Kartono, K.,
Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: Grafindo Persada, 2001), h. 30. 40
Tooping, Social Competence, The Sosial Contructions of The Concept, The
Handbook, The Emotional Intelligenseh, (California: Jossey Bass, 2000), h. 28.
21 conditions encountered and the values held by individuals”. 41 (Kompetensi
sosial adalah kemampuan, kecakapan atau keterampilan individu dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan dan memberi pengaruh pada
orang lain demi mencapai tujuan dalam konteks sosial tertentu yang
disesuaikan dengan budaya lingkungan, dan kondisi yang dihadapi serta nilai
yang dianut oleh individu). Menurut Buchari Alma dalam Agus Wibowo,
definisi yang lebih terarah dengan mengartikan kompetensi sosial sebagai:
“kemampuan guru dalam berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah”.42 Selanjutnya Ford
mengatakan bahwa: “People who have a high social competence are able to
express more social attention, more sympathetic, more helpful, and more like
to love. Individuals who have social competence through their thoughts and
feelings will be able to select and control their behavior. It should be showed
and encouraged at certain situations in order to receive the desired objectives
themselves and others”.43 Penjelasannya adalah orang yang memiliki
kompetensi sosial yang tinggi mampu mengekspresikan perhatian sosial lebih
banyak, lebih simpatik, lebih suka menolong, dan lebih suka mencintai.
Individu dengan kompetensi sosial melalui pikiran dan perasaannya akan
mampu menyeleksi dan mengontrol perilaku mana yang sebaiknya
dinampakkan dan sebaiknya ditekan pada situasi tertentu yang dihadapi guna
menerima tujuan yang diinginkan diri sendiri dan orang lain. 41 Gullota, T. P.,
Adams, G. R., dan Montemayor, R., Developing Social Competence In
Adolescent, (California: Sage Publications, 1999), h. 70. 42Agus Wibowo,
Menjadi Guru Berkarakter : Strategi Membangun Kompetensi dan Karakter
Guru, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h. 124. 43Ford, M. E., Social
Cognition and Social Competence, Journal of Developmental Psychology,
1999, 16, 3, h. 323. 22 Dikemukakan juga oleh Suharsimi bahwa: “kompetensi
sosial merupakan kemampuan berkomunikasi sosial dengan siswa, sesama
guru, kepala sekolah, dan masyarakatnya”. 44 Berdasarkan penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa seorang guru BK yang merupakan pendidik dengan
kompetensi sosial, diharapkan dapat berkomunikasi dengan efektif, dapat
memahami diri sendiri dan orang lain, memperoleh peran gender yang tepat,
mengamati tugas moral dalam kelompok yang dihadapi, mengatur emosi,
menyesuaikan tingkah laku mereka dalam memberi respon sesuai tingkat usia
dan norma yang ada. Kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat luar. Seorang guru
yang berkompetensi sosial memiliki ciri-ciri, diantaranya memiliki
pengetahuan tentang hubungan antar manusia, menguasai psikologi sosial, dan
memiliki kemampuan bekerjasama dalam kelompok.

B. Kompetensi Pribadi Guru BK

Kompetensi dapat dipahami sebagai kecakapan atau kemampuan.


Menurut Rusman (2010: 70), kompetensi merupakan perilaku rasional
untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan. Menurut Mohamad Surya
(2013: 249), kepribadian merupakan keseluruhan prilaku dalam berbagai
aspek yang secara kualitatif akan membentuk keunikan atau kekhasan
seseorang dalam interaksi dengan lingkungan diberbagai situasi dan
kondisi.

Menurut Syah (2005:205) Kepribadian pada prinsipnya adalah


kesatuan atau susunan antara aspek mental, seperti pikiran, perasaan, dan
aspek perilaku yang merupakan perbuatan nyata, aspek-aspek ini
berhubungan satu dengan lainnya secara fungsional dalam individu
sehingga bertingkah laku secara tetap dan khas.

Kualitas konselor adalah semua kriteria keunggulan termasuk


pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan dan nilai-nilai yang
dimilikinya yang akan memudahkannya dalam menjalankan proses
konseling sehingga mencapai tujuan dengan berhasil (efektif).

Salah satu kualitas yang jarang dibicarakan adalah kualitas pribadi


konselor. Kualitas pribadi konselor adalah kriteria yang menyangkut segala
aspek kepribadian yang amat penting dan menentukan keefektifan konselor
jika dibandingkan dengan pendidikan dan latihan yang ia peroleh untuk
membuktikan hal ini beberapa tokoh konseling mengadakan penelitian
demiikian juga tokoh-tokoh praktisi di bidang ini.

Menjadi konselor yang baik, yaitu konselor yang efektif, perlu


mengenal diri sendiri, mengenal klien, memahami maksud dan tujuan
konseling, serta menguasai proses konseling. Membangun hubungan
konseling (konseling relationship) merupakan hal penting dan menentukan
dalam melakukan konseling. Seorang konselor tidak dapat membangun
hubungan konseling jika tidak mengenal diri maupun klien, tidak
memahami maksud dan tujuan konseling serta tidak menguasai proses
konseling.

Dalam Permendiknas No. 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi


Akademik dan Kompetensi Konselor dinyatakan bahwa kompetensi yang
harus dikuasai guru Bimbingan dan Konseling/Konselor mencakup 4
(empat) ranah kompetensi, yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

Rumusan Standar Kompetensi Konselor telah dikembangkan dan


dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan
ekspektasi kinerja konselor. Pada pembahasan kali ini, hanya akan dibahas
tentang kompetensi kepribadian konselor. Adapaun kompetensi kepribadian
konselor adalah sebagai berikut:

1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam


Permendiknas No. 27 tahun 2008 tentang Beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, meliputi:
a. Menampilkan kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha. Ciri ini hendaknya tampil dalam perilaku
keseharian seorang konselor, dalam memperlakukan klien dan
dalam pengambilan keputusan ketika merancang pendekatan yang
akan dipergunakan.
b. Konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan toleran
terhadap pemeluk agama lain.
c. Berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur. Karakteristik ini
memberikan gambaran bahwa konselor dituntut untuk selalu
bertindak dan berperilaku sesuai nilai, norma, dan moral yang
berlaku. Ciri ini hendaknya tercermin pada diri konselor dalam
perilaku kesehariannya maupun dalam segala tindakan konseling.

2. Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,


individualitas dan kebebasan memilih. Dalam Permendiknas No. 27
tahun 2008 tentang Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, individualitas dan kebebasan memilih, meliputi:
a. Mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang manusia
sebagai makhluk (spiritual, bermoral, sosial, individual, dan
berpotensi). Konselor hendaknya memandang klien bukan sebagai
makhluk yang dapat diperlakukan semena-mena sesuai rasa senang
konselor (dianggap mainan). Konselor hendaknya memandang klien
sebagai makhluk yang hidup dalam lingkaran dan suasana moral
yang berlaku, sehingga keputusan konseling tidak hanya didasarkan
pada pemikiran rasional semata-mata. Karakteristik ini juga
memiliki makna bahwa seorang konselor hendaknya
memperlakukan klien sebagai individu normal yang sedang
berkembang mencapai tingkat tugas perkembangannya dengan
segala kekuatan dan kelemahannya yang hidup dalam suatau
lingkungan masyarakat.
b. Menghargai dan mengembangkan potensi positif individu pada
umumnya dan konseli pada khususnya.
c. Peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli
pada khususnya.
d. Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan hak
asasinya. Karakteristik ini menunjuk pada suatu perlakuan konselor
terhadap klien dengan didasarkan pada anggapan bahwa klien sama
dengan dirinya sendiri sebagai makhluk yang mempunyai harkat dan
martabat mulia. Klien memiliki hak asasi yang harus dihargai dan
tidak boleh diabaikan dalam perlakuan-perlakuan konselor
kepadanya.
e. Toleran terhadap permasalahan konseli.
f. Mampu bersikap demokratis. konselor tidak boleh membeda-
bedakan perlakuan kepada klien. Hendaknya klien diperlakukan
sama dan sederajat, baik dengan konselor maupun dengan klien
lainnya.

Sementara itu, ABKIN (Asosiasi Profesi Bimbingan dan Konseling


Indonesia) merumuskan bahwa salah satu komponen standar kompetensi
yang harus dijiwai dan dimiliki oleh konselor adalah mengembangkan
pribadi dan profesionalitas secara berkelanjutan, yang di dalamnya meliputi:

1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;


2. Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat;
3. Memiliki kesadaran diri dan komitmen terhadap etika profesional;
4. Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat tugas dan secara
eksternal antarprofesi; dan
5. Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan
konseling.

Cara lain untuk meningkatkan kualitas pribadi dalam rangka mencapai


citra konselor ideal adalah dengan pelatihan disiplin diri yang lebih
berorientasi spiritual-religius, yakni membenahi kehidupan pribadi sesuai
tuntutan agama (syari’at). Salah satu bentuknya adalah mengintesifkan dan
meningkatkan kualitas ibadah, misalnya dalam hal dzikir dan
shalat. Ultimate goalnya, agar ungkapan the spirit of the man behind the
system dapat dtingkatkan menjadi the divine guidance in the spirit of the
man behind the system. Artinya, dengan meningkatkan kedekatan kepada
Allah (spiritual) sang Konselor akan mendapat bimbingan-Nya dalam
membimbing para kliennya.

Di samping ciri-ciri kepribadian yang dipaparkan diatas, terdapat


beberapa ciri atau karakteristik konselor yang lebih khusus. Ciri-ciri penting
tersebut dikemukakan antara lain oleh Corey (1977: 234-235) sebagai
beerikut:

a. Memiliki cara-cara sendiri.

b. Memiliki kehormatan diri dan apresiasi diri.

c. Mempunyai kekuatan yang utuh, mengenal dan menerima


kemampuan sendiri.

d. Terbuka terhadap perubahan dan mau mengambil resiko yang


lebih besar.

e. Terlibat dalam proses-proses pengembangan kesadaran tentang


diri dan orang lain.

f. Mau dan mampu menerima dan memberikan toleransi terhadap


ketidak menentuan.

g. Memiliki identitas diri .

h. Mempunyai rasa empati yang tidak posesif.

i. Hidup. Artinya pilihan mereka berorientasi pada kehidupan.

j. Otentik, nyata, sejalan, jujur dan bijak.

k. Memberi dan menerima kasih sayang.

l. Hidup pada masa kini.

m. Dapat berbuat salah dan mengakui kesalahan.


n. Dapat terlibat secara mendalam dengan pekerjaan-pekerjaan
dan kegiatan kreatif, menyerap makna yang kaya dalam hidup melalui
kegiatan-kegiatan.

C. Argumentasi

Sebagai tenaga pendidik yang profesional kita sebagai calon Guru BK

harus mengetahui dan mempelajari standart kompetensi pribadi dan sosial.

Karena ke-dua hal itu saling berkaitan dan merupakan dasar kompetensi

Guru BK atau Konselor. Jadi kita harus benar-benar mempelajarinya dan

memilikinya sebagai calon konselor atau Guru BK.

Anda mungkin juga menyukai