Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“COGNITIVE COMPLEXTY DAN PSYCHOLOGICALM ADJUSMENT”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pengembangan Pribadi Konselor

Dosen Pengampu: Ikke Yuliani Dhian Puspitarini, M.Pd.

OLEH KELOMPOK 3:
1. SHELA ARIK PUTRI N. 18.1.01.01.0029
2. JACKSON BRITA SABILANO 18.1.01.01.0025
3. CHALIMATUSSAIDAH 18.1.01.01.0027
4. NOVITA DEWI AJI 18.1.01.01.0040
5. ALEX ISKANDAR 18.1.01.01.0018
6. FERLIANA WIDIANINGRUM 18.1.01.01.0005
7. D. GAWELDY PRANYOTO 17.1.01.01.0015
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI
TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, rasa syukur kami panjatkan ke hadirat


Tuhan yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesehatan,
kesempatan serta pengetahuan sehingga makalah Dasar Pemahaman Tingkah
Laku tentang “COGNITIVE COMPLEXTY DAN PSYCHOLOGICALM
ADJUSMENT”” yang diampu oleh Ikke Yuliani Dhian Puspitarini, M.Pd. ini
bisa selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Kami berharap agar makalah ini bisa bermanfaat untuk menambah
pengetahuan rekan-rekan siswa pada khususnya dan para pembaca umumnya
tentang membangun motivasi dalam belajar dan mengajar.
Mudah-mudahan makalah sederhana yang telah berhasil kami susun ini
bisa dengan mudah dipahami oleh siapapun yang membacanya.Sebelumnya kami
meminta maaf bilamana terdapat kesalahan kata atau kalimat yang kurang
berkenan.Serta tak lupa kami juga berharap adanya masukan serta kritikan yang
membangun dari Anda demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi.

Kediri, 29November 2020

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 4


1. Latar Belakang ................................................................................................ 4
2. Rumusan Masalah ........................................................................................... 4
3. Tujuan ............................................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 6


1. Pengertian cognitive complexty ....................................................................... 6
2. Pemanfaatan cognitive complexty ................................................................... 7
3. Pengetian psycologicalm adjusment ................................................................ 7
4. Pengembangan psycologicalm adjusment ........................................................ 8

BAB III PENUTUP .................................................................................................... 11


1. Kesimpulan ..................................................................................................... 11
2. Saran ............................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Memahami nila-nilai pribadi serta asumsinya tentang perilaku manusia dan
mengenali bahwa tiap manusia berbeda. Dalam melaksanakan konseling dengan klien,
konselor harus sadar penuh terhadap nilai-nilai yang dimilikinya. Konselor harus sadar
bahwa dalam melaksanakan konseling, konselor tidak akan bisa lepas dari nilai-nilai yang
dibawa dari lingkungan di mana dia berada, juga nilai-nilai yang sesuai dengan tugas
perkembangannya. Nilai--nilai yang dibawa dari lingkungan di mana dia berasal adalah nilai-
nilai yang tidak akan bisa dilepaskannya, walaupun dia akan berhubungan dengan klien yang
berbeda latar belakangnya. Menyadari hal tersebut di atas maka konselor sebaiknya juga
menyadari bahwa klien yang dibantunya juga berasal dari latar belakang budaya yang
berbeda dan tentunya akan membawa seperangkat nilai- nilai yang berbeda pula. Klien akan
membawa seperangkat nilai-nilai yang berasal di mana klien itu berada dan tentunya nilai-
nilai klien ini tidak dapat dihilangkan begitu saja. Nilai nilai yang dibawa oleh klien akan
menentukan segenap perilaku klien pada saat berhadapan dengan konselor. Sebagai
seseorang yang mengetahui banyak tentang ilmu jiwa atau psikologi, konselor tentu
memahami adanya tugas tugas perkembangan yang harus dijalani oleh klien. Selain itu,
konselor juga harus mengetahui bahwa masing masing tugas perkembangan yang dijalani
oleh masing masing individu itu berbeda beda sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Dengan demikian, konselor harus memandang individu yang ada secara berbeda (individual
differences).

4
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang didapat Yaitu:
1.2.1 Apa Pengertian Cognitive Complexty?
1.2.2 Bagaimana Pemanfaatan Cognitive Complexty?
1.2.3 Apa Pengertian Psychologicalm Adjusment?
1.2.4 Apa Faktor – Faktor Psychologicalm Adjusment ?
1.2.5 Bagaimana Pengembangan Psychologicalm Adjusment ?

1.3 TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1.3.1 Mengetahui dan memahami pengertian Cognitive Complexty
1.3.2 Mengetahui dan memahami pemanfaatanCognitive Complexty
1.3.3 Mengetahui dan memahami pengertianPsychologicalm Adjusment
1.3.4 Mengetahui dan memahamiFaktor – Faktor Psychologicalm Adjusment
1.3.5 Mengetahui dan memahami pengembangan Psychologicalm Adjusment

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN COGNITIVE COMPLEXTY


Cognitive complexty adalah kemampuan mental untuk membedakan kepribadian
yang halus dengan perbedaan perilaku diantara manusia.Secara sederhana RCQ merupakan
sebuah metode penelitian yang menekankan pada bagaimana kepribadian dan tindakan
seseorang dalam mendefinisikan karakter seseorang.

Complexty merupakan suatu tingkat kerumitan. Bila kompleksitas dihubungkan


dengan suatu organisasi maka dapat kita artikan sebagai berikut, semakin besar ukuran suatu
organisasi semakin cenderung menjadi kompleks keadaannya.Kompleksitas ini menyangkut
berbagai hal seperti kompleksitas alur informasi, kompleksitas pembuat keputusan,
kompleksitas pendelegasian wewenang, kompleksitas pekerjaan dan sebagainya.

Cognitive adalah keyakinan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses
berpikir tentang seseorang atau sesuatu. Proses yang dilakukan adalah memperoleh
pengetahuan dan memanipulasi pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis,
memahami, menilai, menalar, membayangkan dan berbahasa.

Perbedaan antara kedua detektif itu adalah bahwa seseorang dapat, melalui
pengalaman dan pelatihan, untuk mendeteksi petunjuk yang tidak jelas.Ini adalah salah satu
tanda dari sesuatu yang disebut kompleksitas kognitif.Dalam psikologi, kompleksitas
kognitif adalah seberapa baik orang memandang sesuatu.Ini berkaitan dengan bagaimana
seseorang melihat peristiwa, struktur, atau pengalaman dan seberapa tepat seseorang
menganalisis berdasarkan seberapa kompleks kognisi, atau pemikiran, struktur mereka.

Misalnya, seorang individu membutuhkan trotoar dari pintu belakang mereka ke drive
depan yang dibangun. Seorang teman memberi tahu individu itu bahwa yang harus dia
lakukan hanyalah meratakan tanah, mengatur beberapa bentuk, dan menuangkan trotoar.Tapi,
karena lebih bijaksana dari itu, dia menyewa kontraktor untuk melakukan pekerjaan
itu.Kontraktor melakukan semua yang diminta teman tersebut, tetapi dia juga melihat pada

6
permukaan tanah, posisi relatif trotoar ke rumah dan perkiraan garis es untuk area tersebut.
Dia juga melihat bagaimana cuaca seharusnya untuk beberapa hari ke depan untuk
memastikan beton punya waktu untuk disembuhkan. Kompleksitas kognitif adalah tentang
menggunakan lebih banyak struktur mental untuk menentukan nuansa aktivitas yang tidak
akan dipertimbangkan oleh orang lain, dengan menggunakan struktur yang kurang kompleks.

2.2 PEMANFAATAN COGNITIVE COMPLEXTY


Cognitive Complexity menjadi lebih penting karena dapat memandu bagaimana kita dapat
memahami orang lain. Setiap individu memiliki perbedaan kompleksitas yang digunakannya
untuk memahami orang lain.

Misalnya, orang yang sederhana secara kognitif, maka cenderung akan menyederhanakan
setiap hal, dia akan menilai atau memahami seseorang hanya sepihak, seperti orang tertentu
memiliki sifat tertentu karena mereka berasal dari suku, jenis kelamin atau kelas sosial tertentu.
Sebaliknya, jika seseorang memiliki sistem kognitif yang lebih kompleks, maka cenderung
memiliki pengertian yang lebih luas terhadap prespektif orang lain dan memiliki kemampuan
lebih baik dalam membingkai pesan sehingga mudah difahami orang lain.

Jadi dapat disimpulkan pemanfaatan dari cognitive complexity yaitu sebagaimana seseorang
individu mampu dan dapat bisa memahami orang lain. Diamna setiap individu memiliki cara
tersendiri untu memahami orang lain.

2.3 PENGERTIAN PSYCHOLOGICALM ADJUSMENT


Definisi Psychological Adjustment Weiten dan Lloyd (2006) menyebutkan bahwa
psychological adjustment merupakan proses psikologis yang dilakukan oleh individu dalam
mengatur atau mengatasi kebutuhan dan tantangan dalam kehidupannya sehari-hari. Penyesuiaan
diri berhubungan dengan bagaimana individu mengatur atau mengatasi berbagai kebutuhan dan
tekanan.

Ward (2009) mendefinisikan psychological adjustment sebagai respons afektif yang


dikaitkan dengan proses adaptasi kita, dan juga suatu hal yang memotivasi individu untuk lebih
menyesuaikan diri (adjustment) dalam host culture guna untuk mencapai well being atau
kepuasaan dalam transisi lintas budaya. Lebih lanjut dalam teori Kingsley dan Dakhari (2006)

7
menambahkan bahwa proses psychological adjustment terhadap proses adaptasi cross cultural
dapat dipengaruhi oleh beberapa dimensi budaya, seperti cara berpakaian, cuaca, makanan,
bahasa, masyarakat sekitar, sekolah, nilai-nilai kebudayaan. Yang dimaksud dengan nilai-nilai
kebudayaan disini adalah nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu lingkungan
masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan
karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya dan juga berperan sebagai acuan
prilaku.(Tjahyadi, 1997).Dengan demikian psychological adjustment diartikan penulis sebagai
respon afektif dalam menghadapi lingkungan dan budaya baru untuk mendapatkan kepuasan
hidup.

2.4 FAKTOR – FAKTOR PSYCHOLOGICALM ADJUSMENT


Faktor-Faktor yang mempengaruhi psychological adjustment menurut Ward (2006) adalah :

1. Perubahan Kehidupan Perubahan kehidupan pada individu yang pindah ke


lingkungan baru dapat mempengaruhi psychological adjustment nya.
2. Faktor Kepribadian Karakteristik dari individu yang membedakan setiap individu
dalam psychological adjustment
3. Dukungan Sosial Dalam menjalani proses psychological adjustment adanya
dukungan sosial dari teman, guru ataupun orang tua baik yang di host country
ataupun negara asal

2.5 PENGEMBANGAN PSYCHOLOGICALM ADJUSMENT

Psychological Well-Being. Psychological well-being adalah sebuah konsep yang


berusaha memaparkan tentang positive psychological functioning (Ryff, 1989). Belum ada
patokan yang ajeg mengenai pengertian dari psychological well- being sendiri. Namun
berdasarkan penelitian terkait yang mendahului kemunculannya, psychological well-being
dikaitkan dengan bagaimana kondisi mental yang dianggap sehat dan berfungsi maksimal (Ryff,
1989). Carol Ryff (1989 dalam Adelemo&Adeleye, 2008; Ryff, 1989) berusaha
mengembangkan konsep positive psychological functioning/ well-being yang lebih operasional.
Konsep ini berisi tentang bagaimana seseorang menilai dirinya dan kehidupannya lewat enam
indikator positive psychological functioning yang diusulkannya. Carol Ryff ( Ryff, 1989; Ryff

8
dan Keyes, 1995) mengoperasionalkan psychological well-being ke dalam enam dimensi utama,
yaitu: otonomi (autonomy), penguasaan lingkungan (environmental mastery), personal growth
(pengembangan diri), relasi yang positif dengan orang lain (positive relation with others), tujuan
hidup (purpose in life) dan penerimaan diri (self-acceptance). Dari penjabaran literatur yang ada,
peneliti lantas menyimpulkan bahwa psychological well-being adalah suatu kondisi mental yang
sehat di mana seseorang dapat berfungsi optimal dalam kehidupannya dan memiliki penilaian
yang positif atas kehidupannya. Berdasarkan Ryff, ada tiga faktor yang mempengaruhi
psychological well-being seseorang, yaitu jenis kelamin, usia, dan personal trait (Ryff, 1989;
Schmutte dan Ryff, 1997; Keyes, Shmothkin dan Ryff, 2002). Psychological well-being diukur
dengan Scale of psychological well-being yang disusun oleh Carol Ryff (1989). Alat ukur ini
mencakup enam dimensi psychological well-being yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Adjustment Problems. Siswa akseleran dengan keberbakatan intelektual yang dimilikinya


memiliki sifat-sifat tertentu sebagai anak berbakat intelektual yang berbeda dengan anak pada
umumnya dengan usia yang sama. Menurut Neihart (1999), sebagai anak berbakat ada tuntutan
baik dari internal maupun eksternal diri yang berkaitan dengan kondisi keberbakatannya. Inilah
yang menyebabkan mereka perlu melakukan penyesuaian diri terhadap tuntutan-tuntutan
tersebut. Proses penyesuaian diri ini membawa mereka kepada sejumlah masalah- masalah.
Adjustment problems yang muncul pada anak gifted umumnya, menurut Chan (2006),
bersumber dari penyesuaian anak dengan label ”gifted”, kualitas pendidikan, lingkungan
keluarga mereka, dan karakteristik personal individu itu sendiri. Pada penelitian ini, peneliti
memfokuskan pada hasil penelitian David Chan (2003 dalam Chan, 2006) di Hong Kong tentang
adjusment problems yang dialami oleh gifted students. David Chan menemukan ada enam
permasalahan akibat keberbakatan yang dialami oleh gifted stu dents. Masalah- masalah tersebut
adalah tugas sekolah yang tidak menantang (unchallenging schoolwork), miskinnya hubungan
interpersonal (poor interpersonal relationship), harapan orang tua (parental expectation), sikap
perfeksionis (perfectionism), multipotensialitas (multipotentiality), dan keterlibatan yang tinggi
(intense involvement). Adjustment problems pada siswa berbakat diukur dengan Student
Adjustment Problems Inventory -24 (SAPI-24) yang meliputi enam dimensi, yaitu tugas sekolah
yang tidak menantang, miskinnya hubungan interpersonal, harapan orang tua, sikap perfeksionis,
multipotensialitas, dan keterlibatan yang tinggi (Chan, 2006).

9
Masa Remaja. Masa remaja berdasarkan Papalia (2007) terjadi saat seseorang berusia 11
– 20 tahun. Masa ini sering disebut sebagai masa transisi dari kanak-kanak kepada dewasa
(Hurlock, 1973). perubahan fisik yang dialaminya, menyebabkan muncul tuntutan akan adanya
perkembangan psikologis yang menyertainya. Hal ini bisa menimbulkan permasalahan saat
mereka harus menyesuaikan diri dengan peran barunya ini. Padahal, salah satu sumber
kebahagiaan pada remaja adalah kesuksesan dalam proses adjustment (Hurlock, 1973). Di satu
sisi, pada tahap remaja, proses penyesuaian diri menjadi sesuatu yang sulit dilakukan
dibandingkan pada tahap perkembangan lainnya. Kegagalan dalam penyelesaian tugas
perkembangan ini menyebabkan unhappiness/ketidakbahagiaan (Hurlock, 1973). Untuk
membantu seseorang dalam menghadapi berbagai permasalahan di usia remajanya, khususnya
dalam mencapai tugas perkembangannya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan, salah satunya
adalah pendampingan (Hurlock, 1973). Proses pendampingan ini sebaiknya dilakukan oleh orang
tua serta pihak-pihak yang bersentuhan langsung dengan remaja, termasuk pihak sekolah.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Cognitive complexty adalah kemampuan mental untuk membedakan kepribadian yang
halus dengan perbedaan perilaku diantara manusia.Secara sederhana RCQ merupakan sebuah
metode penelitian yang menekankan pada bagaimana kepribadian dan tindakan seseorang
dalam mendefinisikan karakter seseorang.

3.2 SARAN
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini.Untuk ke
depannya penulis berharap dapat memberikan pembahasan yang lebih mendetail dengan
lebih banyak berdasarkan sumber-sumber rujukan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Maka dari itu penulis meminta kritik dan saran yang membangun guna kebaikan
dalam pembuatan makalah ini.Untuk dapat membantu penulis lebih baik lagi dalam
pembuatan makalah berikutnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Moissan dan Andy corry Wardany, Teori Komunikasi (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), h. 108)

Stephen W. Littlejohn dan Kren A.Foss, The Oris Of Human Communication. Terjemahan oleh
Mohammad Yusuf Hamdan (Jakarta: Salemba humanika, 2009), h. 179. 2 Ibid, h. 180.

12

Anda mungkin juga menyukai