OLEH KELOMPOK 3:
1. SHELA ARIK PUTRI N. 18.1.01.01.0029
2. JACKSON BRITA SABILANO 18.1.01.01.0025
3. CHALIMATUSSAIDAH 18.1.01.01.0027
4. NOVITA DEWI AJI 18.1.01.01.0040
5. ALEX ISKANDAR 18.1.01.01.0018
6. FERLIANA WIDIANINGRUM 18.1.01.01.0005
7. D. GAWELDY PRANYOTO 17.1.01.01.0015
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI
TAHUN 2020
i
KATA PENGANTAR
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang didapat Yaitu:
1.2.1 Apa Pengertian Cognitive Complexty?
1.2.2 Bagaimana Pemanfaatan Cognitive Complexty?
1.2.3 Apa Pengertian Psychologicalm Adjusment?
1.2.4 Apa Faktor – Faktor Psychologicalm Adjusment ?
1.2.5 Bagaimana Pengembangan Psychologicalm Adjusment ?
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1.3.1 Mengetahui dan memahami pengertian Cognitive Complexty
1.3.2 Mengetahui dan memahami pemanfaatanCognitive Complexty
1.3.3 Mengetahui dan memahami pengertianPsychologicalm Adjusment
1.3.4 Mengetahui dan memahamiFaktor – Faktor Psychologicalm Adjusment
1.3.5 Mengetahui dan memahami pengembangan Psychologicalm Adjusment
5
BAB II
PEMBAHASAN
Cognitive adalah keyakinan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses
berpikir tentang seseorang atau sesuatu. Proses yang dilakukan adalah memperoleh
pengetahuan dan memanipulasi pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis,
memahami, menilai, menalar, membayangkan dan berbahasa.
Perbedaan antara kedua detektif itu adalah bahwa seseorang dapat, melalui
pengalaman dan pelatihan, untuk mendeteksi petunjuk yang tidak jelas.Ini adalah salah satu
tanda dari sesuatu yang disebut kompleksitas kognitif.Dalam psikologi, kompleksitas
kognitif adalah seberapa baik orang memandang sesuatu.Ini berkaitan dengan bagaimana
seseorang melihat peristiwa, struktur, atau pengalaman dan seberapa tepat seseorang
menganalisis berdasarkan seberapa kompleks kognisi, atau pemikiran, struktur mereka.
Misalnya, seorang individu membutuhkan trotoar dari pintu belakang mereka ke drive
depan yang dibangun. Seorang teman memberi tahu individu itu bahwa yang harus dia
lakukan hanyalah meratakan tanah, mengatur beberapa bentuk, dan menuangkan trotoar.Tapi,
karena lebih bijaksana dari itu, dia menyewa kontraktor untuk melakukan pekerjaan
itu.Kontraktor melakukan semua yang diminta teman tersebut, tetapi dia juga melihat pada
6
permukaan tanah, posisi relatif trotoar ke rumah dan perkiraan garis es untuk area tersebut.
Dia juga melihat bagaimana cuaca seharusnya untuk beberapa hari ke depan untuk
memastikan beton punya waktu untuk disembuhkan. Kompleksitas kognitif adalah tentang
menggunakan lebih banyak struktur mental untuk menentukan nuansa aktivitas yang tidak
akan dipertimbangkan oleh orang lain, dengan menggunakan struktur yang kurang kompleks.
Misalnya, orang yang sederhana secara kognitif, maka cenderung akan menyederhanakan
setiap hal, dia akan menilai atau memahami seseorang hanya sepihak, seperti orang tertentu
memiliki sifat tertentu karena mereka berasal dari suku, jenis kelamin atau kelas sosial tertentu.
Sebaliknya, jika seseorang memiliki sistem kognitif yang lebih kompleks, maka cenderung
memiliki pengertian yang lebih luas terhadap prespektif orang lain dan memiliki kemampuan
lebih baik dalam membingkai pesan sehingga mudah difahami orang lain.
Jadi dapat disimpulkan pemanfaatan dari cognitive complexity yaitu sebagaimana seseorang
individu mampu dan dapat bisa memahami orang lain. Diamna setiap individu memiliki cara
tersendiri untu memahami orang lain.
7
menambahkan bahwa proses psychological adjustment terhadap proses adaptasi cross cultural
dapat dipengaruhi oleh beberapa dimensi budaya, seperti cara berpakaian, cuaca, makanan,
bahasa, masyarakat sekitar, sekolah, nilai-nilai kebudayaan. Yang dimaksud dengan nilai-nilai
kebudayaan disini adalah nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu lingkungan
masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan
karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya dan juga berperan sebagai acuan
prilaku.(Tjahyadi, 1997).Dengan demikian psychological adjustment diartikan penulis sebagai
respon afektif dalam menghadapi lingkungan dan budaya baru untuk mendapatkan kepuasan
hidup.
8
dan Keyes, 1995) mengoperasionalkan psychological well-being ke dalam enam dimensi utama,
yaitu: otonomi (autonomy), penguasaan lingkungan (environmental mastery), personal growth
(pengembangan diri), relasi yang positif dengan orang lain (positive relation with others), tujuan
hidup (purpose in life) dan penerimaan diri (self-acceptance). Dari penjabaran literatur yang ada,
peneliti lantas menyimpulkan bahwa psychological well-being adalah suatu kondisi mental yang
sehat di mana seseorang dapat berfungsi optimal dalam kehidupannya dan memiliki penilaian
yang positif atas kehidupannya. Berdasarkan Ryff, ada tiga faktor yang mempengaruhi
psychological well-being seseorang, yaitu jenis kelamin, usia, dan personal trait (Ryff, 1989;
Schmutte dan Ryff, 1997; Keyes, Shmothkin dan Ryff, 2002). Psychological well-being diukur
dengan Scale of psychological well-being yang disusun oleh Carol Ryff (1989). Alat ukur ini
mencakup enam dimensi psychological well-being yang sudah dijelaskan sebelumnya.
9
Masa Remaja. Masa remaja berdasarkan Papalia (2007) terjadi saat seseorang berusia 11
– 20 tahun. Masa ini sering disebut sebagai masa transisi dari kanak-kanak kepada dewasa
(Hurlock, 1973). perubahan fisik yang dialaminya, menyebabkan muncul tuntutan akan adanya
perkembangan psikologis yang menyertainya. Hal ini bisa menimbulkan permasalahan saat
mereka harus menyesuaikan diri dengan peran barunya ini. Padahal, salah satu sumber
kebahagiaan pada remaja adalah kesuksesan dalam proses adjustment (Hurlock, 1973). Di satu
sisi, pada tahap remaja, proses penyesuaian diri menjadi sesuatu yang sulit dilakukan
dibandingkan pada tahap perkembangan lainnya. Kegagalan dalam penyelesaian tugas
perkembangan ini menyebabkan unhappiness/ketidakbahagiaan (Hurlock, 1973). Untuk
membantu seseorang dalam menghadapi berbagai permasalahan di usia remajanya, khususnya
dalam mencapai tugas perkembangannya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan, salah satunya
adalah pendampingan (Hurlock, 1973). Proses pendampingan ini sebaiknya dilakukan oleh orang
tua serta pihak-pihak yang bersentuhan langsung dengan remaja, termasuk pihak sekolah.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Cognitive complexty adalah kemampuan mental untuk membedakan kepribadian yang
halus dengan perbedaan perilaku diantara manusia.Secara sederhana RCQ merupakan sebuah
metode penelitian yang menekankan pada bagaimana kepribadian dan tindakan seseorang
dalam mendefinisikan karakter seseorang.
3.2 SARAN
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini.Untuk ke
depannya penulis berharap dapat memberikan pembahasan yang lebih mendetail dengan
lebih banyak berdasarkan sumber-sumber rujukan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Maka dari itu penulis meminta kritik dan saran yang membangun guna kebaikan
dalam pembuatan makalah ini.Untuk dapat membantu penulis lebih baik lagi dalam
pembuatan makalah berikutnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Moissan dan Andy corry Wardany, Teori Komunikasi (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), h. 108)
Stephen W. Littlejohn dan Kren A.Foss, The Oris Of Human Communication. Terjemahan oleh
Mohammad Yusuf Hamdan (Jakarta: Salemba humanika, 2009), h. 179. 2 Ibid, h. 180.
12