Anda di halaman 1dari 13

KONSELING MULTIKULTURAL

Konsep dan Perkembangan Konseling Multikultural

DISUSUN OLEH

Putri Sabella (2030200020)

DOSEN PENGAMPU

Arifin Hidayat, S.Sos.I., M.Pd.I.

PRODI BIMBINGAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYEKH ALIHASAN

AHMAD ADDARY PADANGSIDIMPUAN

T.A 2023/GENAP
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmad dan
hidayah-nya sehingga saya sebagai penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Konsep dan Perkembangan Konseling Multikultural” ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dan pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas dari Bapak
Arifin Hidayat, S.Sos.I., M.Pd.I. pada mata kuliah Konseling Multikultural. Selain itu
juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya sebagai penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Arifin

Hidayat, S.Sos.I., M.Pd.I. selaku dosen pengampuh mata kuliah Konseling


Multikultural, yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang yang kita tekuni.

Penulis menyadari, makalah yang saya tulis ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, saya sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran yang mendukung
demi kesempurnaan makalah ini.

Padangsidimpuan, 04 Maret 2023

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar............................................................................................ i
Daftar Isi...................................................................................................... ii
PENDAHULUAN........................................................................................ 1
A...Latar Belakang.................................................................................1
B...Rumusan Masalah........................................................................... 2
C...Tujuan Masalah............................................................................... 2
PEMBAHASAN...........................................................................................3
A...Pengertian Konseling Multikultural..............................................3
B...Hakikat Konseling Multikultural.................................................. 4
C...Prinsip Dasar Konseling Multikultural.........................................4
D...Konsep Dasar Konseling Multikultural........................................ 5
E...Perkembangan Konseling Multikultural...................................... 6
PENUTUP.................................................................................................... 9
KESIMPULAN....................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 10

ii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia modern yang kita tinggali ini, banyak orang yang harus
menghadapi kondisi di mana nilai-nilai dan perilaku-perilaku kultural yang berlaku di
negara tempat mereka tinggal berbeda dan dalam beberapa hal bertentangan dengan
keyakinan-keyakinan kultural keluarga, sahabat dan kelompok etnis mereka dari
mana berasal. Ketidak konsistenan ini sering menciptakan problem-problem
psikologis dan emosional yang menyebabkan seseorang mencari bantuan konseling.
Karena itu, selain menyadari bahwa klien adalah seorang individu yang sedang
mengalami kesulitan-kesulitan yang mungkin bisa menimpa siapa saja, konselor juga
harus bersiap terhadap kemungkinan bahwa kesulitan-kesulitan yang dialami
barangkali berkaitan dengan atau diiringi oleh isu-isu ras, kesukuan, status
sosialekonomi atau bahkan berbeda agama antara klien dan konselor yang jika tak
bisa ditangani dengan keahlian yang memadai akan menimbulkan konflik terhadap
proses konseling itu.
Seperti halnya negara Indonesia yang sudah menjadi identitas tersendiri bagi
bangsa Indonesia yang memiliki beragam kultural dan agama. Sehingga sudah
menjadi tuntutan tersendiri dalam berbagai profesi, khususnya bagi seorang konselor
dalam kegiatannya membantu individu memecahkan masalahnya yang bisa jadi
individu tersebut berbeda agama maupun budayanya dari konselor. Indonesia
memiliki berbagai macam budaya dan agama yang berbeda baik dari bahasa, suku,
ras, adat serta agama yang berbeda pula seperti islam, kristen, hindu, buddha, katolik
dan konghucu. Oleh sebab itu sebagai seorang konselor harus memahami dan
mengetahui latar belakang klien yang bisa saja berbeda dengan konselor baik budaya
maupun agamanya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Konseling Multikultural ?
2. Bagaimana Hakikat Konseling Multikultural ?
3. Apa saja Prinsip Dasar Konseling Multikultural ?
4. Bagaimana Konsep Dasar Konseling Multikultural ?
5. Bagaimana Perkembangan Konseling Multikultural ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian Konseling Multikultural dan
Multikultural.
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana Hakikat Konseling Multikultural
dan Multikultural.
3. Untuk mengetahui Prinsip Dasar Konseling Multikultural.
4. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana Konsep Dasar Konseling
Multikultural dan Multikultural.
5. Untuk mengetahui perkembangan konseling multikultural.

2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konseling Multikultural
Ada beberapa pengertian menurut para ahli, diantaranya:
1. Von-Tress.
Menurut Von-Tress Konseling multikultural adalah suatu proses konseling di
mana konselor dan klien adalah berbeda secara kultural oleh karena secara
sosialisasi berbeda dalam memperoleh budayanya, subkultur, racial ethnic, atau
lingkungan sosial-ekonomi. Adapun yang dimaksud dengan konseling
multikultural adalah konseling yang melibatkan konselor dan klien yang berasal
dari latar belakang budaya yang berbeda, dan karena itu proses konseling sangat
rawan oleh terjadinya bias-bias budaya pada pihak konselor yang mengakibatkan
konseling tidak berjalan efektif. Agar berjalan efektif, maka konselor dituntut
untuk memiliki kepekaan budaya dan melepaskan diri dari bias-bias budaya, dan
memiliki keterampilan-keterampilan yang responsif secara kultural.
2. Gibson Dan Mitchell.
Dalam konteks ini, konseling sebagai hubungan antar manusia dan profesi
penolong harus dapat memberikan pengaruh nasional yang signifikan dan positif,
sedangkan wilayah spesialisasi yaitu konseling pribadi, kita harus memperlihatkan
secara konsisten dan konklusif bahwa kita sungguh berorientasi secara
multibudaya baik dalam teori maupun praktiknya, dan bahwa kita memang efektif
sebagai konselor untuk budaya apapun. Di dalam konseling multibudaya, hasil-
hasil yang ingin dicapai tidak boleh dihalangi oleh perbedaan budaya konselor dan
klien. Tentunya asumsi-asumsi filosofis yang sering dinyatakan sebagai
keberhargaan dan martabat yang melekat pada individu, penghargaan atas
keunikan pribadi, hak individu bagi aktualisasi diri dan lain-lain, mengindikasikan
komitmen kita bagi konseling yang efektif untuk semua klien apapun
latarbelakang budaya, etnik religius atau sosial-ekonominya. Walaupun demikian,
yang sama pentingnya dengan komitmen tersebut adalah konselor harus bergerak

3
menuju pengejaran aktif fondasi teoritis yang tepat, dan praktik-praktik yang
efektif, kalau ingin berhasil melakukan konseling klien dari latar belakang budaya
yang berbeda-beda. Karena yang paling penting untuk klien-klien multibudaya
adalah mereka merasakan kalau anda sadar dan peka terhadap keunikan mereka.1

B. Hakikat Konseling Multikultural


1. Menekankan pada pentingnya keunikan individu.
2. Mengakui nilai-nilai pribadi konselor yang berasal dari lingkungan budaya dan
agamanya ke dalam setting konseling.
3. Mengakui klien yang berasal dari kelompok ras, suku dan agama minoritas
membawa nilai-nilai dan sikap yang mencerminkan latar belakang mereka.2

C. Prinsip Dasar Konseling Multikultural


Berikut prinsip-prinsip dasar dalam konseling Multikultural, yaitu:
1. Pribadi Konselor
a. Kesadaran diri dan pengertian tentang sejarah kelompok budayanya sendiri dan
mengalami. Konselor perlu memahami kultur mereka sendiri dalam rangka
supaya sukses memahami kultur orang-orang lain.
b. Kesadaran diri pengertian tentang pengalaman diri sendiri di lingkungan arus
besar kulturnya.
c. Kepekaan perseptual kearah kepercayaan diri sendiri pribadi dan nilai-nilai
yang dimilikinya.
2. Pemahaman Klien
a. Kesadaran dan pengertian/pemahaman tentang sejarah dan pengalaman
kelompok budaya di mana klien mungkin mengidentifikasikannya atau sedang
berhadapan dengannya.
1
Kathryn Gerald, dkk. Keterampilan Praktik Konseling Pendekatan Integratif (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 82
2
https://irsyadbki.wordpress.com/2014/03/03/konseling-lintas-agamabudaya/konseling-
multikultural.pptx diakses pada tanggal 08-03-2023 pukul 11.18

4
b. Kesadaran perseptual dan pemahaman akan pengamalan dalam lingkungan
kultur di mana klien mungkin mengidentifikasi atau sedang berhadapan.
c. Kepekaan perseptual ke arah kepercayaan pribadi klien dan nilai-nilainya.
3. Konselor dalam Proses Konseling
a. Hati-hati dan mendengarkan secara aktif, perhatian bukan peristiwa kebetulan,
demonstrasikan secara luas tanggapan non-verbal dan lisan asli yang
menunjukkan kepada klien bahwa kamu memahami apa yang ia bicarakan atau
sedang di komunikasikan.
b. Memperhatikan klien dan situasinya dengan cara yang sama sebagaimana kamu
akan memperhatikan dirimu jika kamu ada di dalam situasi itu, dorongan
optimisme di dalam mencari suatu solusi yang realistis.
c. Meminta klarifikasi ketika kamu tidak memahami, menjadi sabar, optimis, dan
secara mental siaga/waspada.3

D. Konsep Dasar Konseling Multikultural


Konseling multikultural meliputi situasi dimana keduanya konselor dan klien
adalah individu-individu yang berbeda budayanya, atau konselor dan klien sesuai
rasnya dan secara etnis serupa, namun memiliki keanggotan kelompok budaya
berbeda berdasar misalnya variabel jenis kelamin, faktor sosial-ekonomi, orientasi
religius atau usia. Draguns menawarkan poin kunci yang dianjurkan bagi konseling
multikultural:
1. Teknik konselor harus dimodifikasi ketika konseling secara kultural berbeda.
2. Konselor yang secara kultural sensitif disiapkan untuk menyesuaikan dengan
perbedaan dan berbagai kesulitan yang diantisipasi sepanjang proses konseling
karena kesenjangan latar belakang budaya konselor dan klien meningkat.
3. Konsepsi tentang proses membantu adalah sesuai dengan kontek budaya, seperti
model atau gaya self-preparation dan mengkomunikasikan distress/kesusahan.

3
Tri Dayakisni, dkk. Psikologi Lintas Budaya Cetakan IV. (Malang: UMM, 2012), hlm. 47

5
4. Keluhan dan gejala berbeda dalam frekuensi kejadiannya pada berbagai kelompok
budaya.
5. Harapan dan norma-norma budaya konselor dan klien mungkin beragam.4

E. Perkembangan Konseling Multimedia


1. Konseling Multimultural Paradigma Baru
Konseling untuk klien yang membutuhkan kesadaran, pengetahuan, dan
keterampilan yang berbeda dari tradisi profesi secara resmi dikembangkan pada
tahun 1960 dan 1970-an. Pada dekade itu masa gejolak sosial dan politik di
Amerika, melihat munculnya generasi para sarjana dari corak yang membuat
kontribusi besar untuk profesi. Banyak pemikir seperti Carl Rogers, Albert Ellis,
dan Fritz Pels, menyatakan bahwa budaya orang kulit berwarna secara kualitatif
berbeda dari budaya kulit putihberbasis eropa. Oleh karena itu, validitas teori dan
teknik didasarkan pada tradisi budaya Amerika Eropa dan Eropa harus
dipertanyakan ketika diterapkan interaksi konseling dengan orang kulit berwarna.
Ini dipelopori oleh sarjana yang mapan pada teori baru teori dan praktek baru
sebagai pembenaran pada konseling multibudaya.Dua dekade terakhir abad ke-20
adalah masa yang penting, kelompok lain dari orang-orang yang terpinggirkan,
kehilangan haknya, atau tertindas dengan cara yang berbeda tapi mirip dengan
kebiasaan orang untuk menjadi corak yangdiberdayakan dan ditekan untuk akses
ke hakhak sosial dan hak-hak istimewa.
Mutasi di kalangan perempuan, gay, lesbian,biseksual, transgender,
penyandang cacat, dan orang yang lebih tua telah menggarisbawahi pentingnya
keragaman dan inklusivitas dalam masyarakat Amerika. Hal ini tidak
mengherankan bahwa gerakan ini telah mempengaruhi teori dan praktek konseling.
Ide-ide baru tentang konseling individu dari kelompok-kelompok yang berbeda

4
Anak Agung Ngurah Adipura, Konseling Lintas Budaya, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm.
102

6
telah muncul dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu tema yang jelas dalam
literatur pada konseling dengan individu dari kelompok-kelompok ini adalah
bahwa efektivitas terapi harus dipertimbangkan dalam konteks yang mencakup
prinsip-prinsip konseling multikultural. Mengingat tema ini penting, paradigma
konseling multikultural baru telah muncul. Paradigma ini didasarkan pada
pertimbangan keragaman dari perspektif multifaset. Tidak lagi bisa konseling
multikultural difokuskan secara eksklusif pada konsep ras dan etnis, melainkan
harus mempertimbangkan isu-isu yang lebih luas dari keanekaragaman. Mengingat
urgensinya peran budaya dalam proses konseling upaya memaksimalkan konseling,
maka konselor perlu memahami bahwa bantuan atau intervensi yang berwawasan
lintas budaya dalam konseling adalah bantuan yang didasarkan atas
nilai/keyakinan, moral, sikap dan perilaku individu sebagai refleksi masyarakatnya,
dan tidak semata-mata mendasarkan teori belaka dengan anggapan bahwa
pendekatan terapi yang sama bisa secara efektif diterapkan pada semua klien dari
berbagai budaya.5
Dalam paradigma ini, budaya konselor responsif harus memiliki kesadaran,
pengetahuan, dan keterampilan untuk secara efektif menangani banyak aspek
keragaman budaya yang klien mungkin hadir. Tidak hanya harus budaya konselor
responsif memiliki kompetensi untuk menangani ras dan etnis, tetapi mereka juga
harus memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah yang lebih luas dari
keanekaragaman budaya.
Menurut Supriyatna Sedikitnya ada tiga pendekatan dalam konseling lintas
budaya, pertama, pendekatan universal atau etik yang menekankan inklusivitas,
komonalitas atau keuniversalan kelompok-kelompok. Kedua, pendekatan emik
(Kekhususanbudaya) yang menyoroti karakteristik khas dari populasi-populasi
spesifik dan kebutuhan-kebutuhan konseling khusus mereka. Ketiga, pendekatan
inklusif atau transcultural. Mereka mengunakan istilah trans sebagai lawan dari

5
Corey, G.,Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, terj. Mulyarto, (Semarang:
IKIP Press, 1995), hlm.43.

7
inter atau cross cultural counseling untuk menekankan bahwa keterlibatan dalam
konseling merupakan proses yang aktif dan resiprokal.6
Di sisi lain Palmer membagi ke dalam beberapa model konseling lintas budaya
yaitu:
a. Model berpusat pada budaya, didasarkan pada suatu kerangka pikir
koresponndensi budaya konselor dan konseli. Diyakini, seringkali terjadi
ketidakjelasan antara asumsi konselor dengan kelompok-kelompok konseli
tentang budaya, bahkan dalam budayanya sendiri. Konseli tidak mengerti
keyakinan-keyakinan budaya yang fundamental konselornya demikian pula
konselor tidak memahami keyakinankeyakinan budaya konselinya. Atau
bahkan keduannya tidak memahami dan tidak mau berbagi keyakinan-
keyakinan budaya mereka. Oleh sebab itu, pada model ini budaya menjadi
pusat perhatian. Artinya, fokus utama model ini adalah pemahaman yang tepat
atau nilai-nilai budaya yang telah menjadi keyakinan dan menjadi pola prilaku
individu. Dalam konseling ini penemuan dan pemahaman konselor dan konseli
terhadap akar budaya menjadi sangat penting. Dengan cara ini mereka dapat
mengevaluasi diri masing-masing sehingga terjadi pemahaman terhadap
identitas dan keunikan cara pandang masingmasing.
b. Model Integratif Ada beberapa variabel sebagai suatu panduan konseptual
dalam konseling model integrative, yaitu:
1) Reaksi terhadap tekanantekanan rasial
2) Pengaruh budaya mayoritas
3) Pengaruh budaya tradisional.7

6
Supriyatna, M., Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2011), hlm. 169
7
Ibid., hlm. 170

8
PENUTUP

Kesimpulan

Konseling multikultural atau kita kenal dengan istilah konseling lintas agama
dan budaya ialah suatu proses konseling dimana antara konselor dan kliennya berbeda
latar belakang budaya ataupun agamanya. Dalam proses konseling tersebut terdapat
prinsip dan hakikat konseling lintas agama dan budaya itu yang harus diketahui dan
dimengerti agar proses konseling tersebut berhasil, baik dari pihak konselor maupun
kliennya harus ada pemahaman dan menerima perbedaan dari keduanya.

Maka dari itu proses konseling lintas agama dan budaya akan berhasil jika
seorang konselor mampu memahami dan mengatasi masalah yang timbul di dalam
proses konseling tersebut, baik masalah perbedaan budaya atau agama. Untuk itu
seorang konselor yang baik harus bisa memahami latar belakang kliennya dan mampu
mengatasi masalah-masalah yang mungkin timbul.

9
DAFTAR PUSTAKA

Anak Agung Ngurah Adipura, Konseling Lintas Budaya, Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013

Corey, G.,Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, terj. Mulyarto,


Semarang: IKIP Press, 1995

https://irsyadbki.wordpress.com/2014/03/03/konseling-lintasagamabudaya/konseling-
multikultural.pptx diakses pada tanggal 08-03-2023 pukul 11.18

Kathryn Gerald, dkk. Keterampilan Praktik Konseling Pendekatan Integratif


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011

Supriyatna, M., Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2011
Tri Dayakisni, dkk. Psikologi Lintas Budaya Cetakan IV, Malang: UMM, 2012

10

Anda mungkin juga menyukai