Anda di halaman 1dari 18

PROFESI BIMBINGAN KONSELING

KONSISTENSI MENAMPILKAN PERILAKU SESUAI DENGAN KODE ETIKA PROFESI

OLEH: KELOMPOK 6

1. Ni Putu Rina Yuliyanti 2. I Nengah Budhi Saputra 3. Ni Luh Gede Mudiyathi Mawar Sari 4. I D A Asti Metayani 5. Pande Kadek Ayu Sugianitri 6. Ni Made Ayu Dwi Safitri

(1111011007) (1111011009) (1111011010) (1111011030) (1111011032) (1111011038)

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2012

KATA PENGANTAR
Om Swastyastu, Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya dan juga usaha dari kami akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah sederhana yang berjudul Konsistensi Menampilkan Perilaku Sesuai dengan Kode Etika Profesi. Pada kesempatan ini, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Gede Sedanayasa, M.Pd. selaku dosen pengajar mata kuliah Profesi Bimbingan Konseling yang telah bersedia memberikan bimbingan dan arahannya. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa, serta pihak lain yang turut membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi dan penyusunannya. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan kami dalam hal pengetahuan dan pengalaman. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi mahasiswa jurusan Bimbingan Konseling.

Om Santih, Santih, Santih, Om

Singaraja, April 2012

Penyusun

ii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 Latar Belakang .................................................................................... 1 Rumusan Masalah................................................................................ 2 Tujuan ................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 Pengertian Kode Etik ........................................................................... 3 Fungsi Kode Etik ................................................................................. 4 Pengertian Kode Etik Bimbingan Konseling ........................................ 6 Dasar Kode Etik Bimbingan Konseling ................................................ 6 Contoh Penerapan Kode Etik ............................................................... 6 Kualifikasi dan Kegiatan Profesional Konselor .................................... 6 Informasi, Testing, dan Riset ............................................................... 7 Proses Pelayanan ................................................................................. 8 Hubungan Kelembagaan ...................................................................... 10

2.10 Konselor Praktik Mandiri dan Laporan Pihak Lain............................... 11 2.11 Kegiatan pada Profesi .......................................................................... 11

BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan................................................................................................. 14 3.2 Saran....................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA

iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap professional. Profesi apapun itu yang bersifat professional memiliki kode etiknya tersendiri. Dokter, Guru, Polisi, dll, memiliki kode etik yang kompleks sesuai dengan tuntutan keprofesionalan masing-masing profesi. Dan kode etik seorang konselor didasari oleh Pancasila, mengingat bahwa profesi konseling merupakan usaha layanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara yang bertanggung jawab. Kode Etik Konselor berisi nilai, sikap, keterampilan dan pengetahuan serta wawasan yang harus di miliki seorang konselor, dimana Kode etik tersebut dijadikan landasan moral dan tingkah laku konselor yang harus dicermin kan di dalam diri seorang konselor karena dasar dari Kode Etik tersebut di landasankan pada Pancasila sehingga seorang konselor harus mentaati dan serta wajib melaksanakan apa yang terdapat di dalam Kode Etik Konselor tersebut.

1.3.1. Rumusan masalah


Dari latar belakang tersebut didapatkan rumusan masalah sebagai berikut: 1.2.1. Apa pengertian Kode Etik? 1.2.2. Apa fungsi Kode Etik ? 1.2.3. Apa pengertian Kode Etik Bimbingan Konseling? 1.2.4. Apa dasar Kode Etik Profesi Bimbingan Konseling? 1.2.5. Apa saja contoh penerapan Kode Etik? 1.2.6. Apa saja kualifikasi dan kegiatan profesional seorang konselor? 1.2.7. Apa saja informasi, Testing dan Riset? 1.2.8. Bagaimana proses pelayanannya? 1.2.9. Bagaimana hubungan Kelembagaannya? 1.2.10. Bagaimana Konselor Praktik Mandiri dan Laporan PIhak Lain? 1.2.11. Bagaimana kegiatan pada profesinya?

1.3.2. Tujuan
Dari latar belakang tersebut didapatkan tujuan sebagai berikut: 1.3.1. Mengetahui pengertian Kode Etik 1.3.2. Mengetahui fungsi Kode Etik 1.3.3. Mengetahui pengertian Kode Etik Bimbingan Konseling 1.3.4. Mengetahui dasar Kode Etik Profesi Bimbingan Konseling 1.3.5. Mengetahui contoh Penerapan Kode Etik 1.3.6. Mengetahui kualifikasi dan kegiatan profesional seorang konselor 1.3.7. Mengetahui informasi, Testing dan Riset 1.3.8. Mengetahui Proses Pelayanan 1.3.9. Mengetahui Hubungan Kelembagaan 1.3.10. Mengetahui Konselor Praktik Mandiri dan Laporan Pihak Lain 1.3.11. Mengetahui kehiatan profesinya

BAB II PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Kode Etik
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Ketaatan tenaga profesional terhadap kode etik merupakan ketaatan naluriah yang telah bersatu dengan pikiran, jiwa dan perilaku tenaga profesional. Jadi ketaatan itu terbentuk dari masing-masing orang bukan karena paksaan. Dengan demikian tenaga profesional merasa bila dia melanggar kode etiknya sendiri maka profesinya akan rusak dan yang rugi adalah dia sendiri. Kode etik bukan merupakan kode yang kaku karena akibat perkembangan zaman maka kode etik mungkin menjadi usang atau sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Misalnya kode etik tentang euthanasia (mati atas kehendak sendiri), dahulu belum tercantum dalam kode etik kedokteran kini sudah dicantumkan. Kode etik disusun oleh organisasi profesi sehingga masing-masing profesi memiliki kode etik tersendiri. Misalnya kode etik dokter, guru, pustakawan, pengacara, Pelanggaran kde etik tidak diadili oleh pengadilan karena melanggar kode etik tidak selalu berarti melanggar hukum. Sebagai contoh untuk Ikatan Dokter Indonesia terdapat Kode Etik Kedokteran. Bila seorang dokter dianggap melanggar kode etik tersebut, maka dia akan diperiksa oleh Majelis Kode Etik Kedokteran Indonesia, bukannya oleh pengadilan. Kode Etik Dapat diartikan pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standart kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai profesional suatu profesi yang diterjemahkan kedalam

standar perilaku anggotanya. Nilai professional paling utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat. Nilai professional dapat disebut juga dengan istilah asas etis. (Chung, 1981 mengemukakan empat asas etis, yaitu : 1. 2. 3. 4. Menghargai harkat dan martabat Peduli dan bertanggung jawab Integritas dalam hubungan Tanggung jawab terhadap masyarakat.

Kode etik dijadikan standart aktvitas anggota profesi, kode etik tersebut sekaligus sebagai pedoman (guidelines). Masyarakat pun menjadikan sebagai perdoman dengan tujuan mengantisipasi terjadinya bias interaksi antara anggota profesi. Bias interaksi merupakan monopoli profesi., yaitu memanfaatkan kekuasan dan hak-hak istimewa yang melindungi kepentingan pribadi yang betentangan dengan masyarakat. Oteng/ Sutisna (1986: 364) mendefisikan bahwa kode etik sebagai pedoman yang memaksa perilaku etis anggota profesi. Konvensi nasional IPBI ke-1 mendefinisikan kode etik sebagai pola ketentuan, aturan, tata cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan aktifitas maupun tugas suatu profesi. Bahsannya setiap orang harus menjalankan serta mejiwai akan Pola, Ketentuan, aturan karena pada dasarnya suatu tindakan yang tidak menggunakan kode etik akan berhadapan dengan sanksi.

2.2.

Fungsi Kode Etik


Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan

dan pengembangan bagi profesi. Fungsi seperti itu sama seperti apa yang dikemukakan Gibson dan Michel (1945 : 449) yang lebih mementingkan pada kode etik sebagai pedoman pelaksanaan tugas prosefional dan pedoman bagi masyarakat sebagai seorang professional. Biggs dan Blocher (1986 : 10) mengemukakan tiga fungsi kode etik yaitu : 1. 2. 3. Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah. Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi. Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.

Sutan Zahri dan Syahmiar Syahrun (1992) mengemukakan empat fungsi kode etik guru bagi guru itu sendiri, antara lain : 1. Agar guru terhindar dari penyimpangan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. 2. Untuk mengatur hubungan guru dengan murid, teman sekerja, masyarakat dan pemerintah. 3. Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab pada profesinya. 4. Pemberi arah dan petunjuk yang benar kepada mereka yang menggunakan profesinya dalam melaksanakan tugas. Kode etik guru sesungguhnya merupakan pedoman yang mengatur hubungan guru dengan teman kerja, murid dan wali murid, pimpinan dan masyarakat serta dengan misi tugasnya. Menurut Oteng Sutisna (1986 : 364) bahwa pentingnya kode etik guru dengan teman kerjanya difungsikan sebagai penghubung serta saling mendukung dalam bidang mensukseskan misi dalam mendidik peserta didik. Etika hubungan guru dengan peserta didik menuntut terciptanya hubungan berupa helping relationship (Brammer, 1979), yaitu hubungan yang bersifat membantu dengan mengupayakan terjadinya iklim belajar yang kondusif bagi perkembangan peserta didik. Dengan ditandai adanya perilaku empati,penerimaan dan penghargaan, kehangatan dan perhatian, keterbukaan dan ketulusan serta kejelasan ekspresi seorang guru. Seorang guru apabila ingin menjadi guru yang professional harusnya mendalami serta memiliki etika diatas tersebut. Etika Hubungan garis dengan pimpinan di sekolah menuntut adanya kepercayaan. Bahwa guru percaya kepada pimpinan dalam meberi tugas dapat dan sesuai dengan kemampuan serta guru percaya setiap apa yang telah dikerjakan mendapatkan imbalan dan sebaliknya bahwa pimpinan harus yakin bahwa tugas yang telah diberikan telah dapat untuk dilaksanakan. Guru sangat perlu memelihara hubungan baik dengan masyarakat untuk kepentingan pendidikan. Guru juga harus menghayati apa saja yang menjadi tanggung jawab tugasnya.

2.3.

Pengertian Kode Etik Bimbingan Konseling


Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan moral

dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap profesional Bimbingan dan Konseling Indonesia.

2.4

Dasar Kode Etik Profesi Bimbingan Konseling


1. Pancasila, mengingat profesi bimbingan dan konseling merupakan usaha pelayanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara Indonesia yang bertanggung jawab. 2. Tuntutan profesi, yang mengacu pada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

2.5.

Contoh Penerapan Kode Etik


1. Kode Etik Guru Guru memiliki kewajiban untuk membimbing anak didik seutuhnya

dengan tujuan membentuk manusia pembangunan yang pancasila. Inilah bunyi kode etik guru yang dengan istilah bebakti membimbing yang artinya mengabdi tanpa pamrih dan tidak pandang perrtama bulu dengan membantu (tanpa paksaan, manusiawi). Istilah seutuhnya lahir batin, secara fisik dan psikis. Jadi guru harus berupaya dalam membentuk manusia pembangunan pancasila harus seutuhnya tanpa pamrih. 2. Kode Etik Guru Pembimbing/ Konselor Sekolah Konselor harus menghormati harkat pribadi, integritas dan keyakinan kliennya. Apabila kode etik itu telah diterapkan maka konselor ketika berhadapan dalam bidang apapun demi lancarnya pendidikan diharapkan memiliki kepercayaan dengan clientnya dan tidak membuat konselinya merasa terseinggung.

2.6.

Kualifikasi Dan Kegiatan Profesional Konselor


1. Memiliki nilai, sikap. ketrampilan, pengetahuan dan wawasan dalam bidang profesi bimbingan dan konseling.

2.6.1 Kualifikasi

2.

Memperoleh pengakuan atas kemampuan dan kewenangan sebagai konselor.

1. Nilai, sikap, ketrampilan, pengetahuan dan wawasan yang harus dimiliki konselor : a. Konselor wajib terus-menerus berusaha mengembangkan dan menguasai dirinya. b. Konselor wajib memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercaya, jujur, tertib dan hormat. c. Konselor wajib memeiliki rasa tanggung jawab terhadap saran ataupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan seprofesi yang berhubungan dgn pelaksanaan ketentuan tingkah laku professional. d. Konselor wajib mengusahakan mutu kerja yang tinggi dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi termasuk material, finansial dan popularitas. e. Konselor wajib trampil dlm menggunakan tekhnik dan prosedur khusus dgn wawasan luas dan kaidah-kaidah ilmiah. 2. Pengakuan Kewenangan Untuk dapat bekerja sebagai konselor, diperlukan pengakuan, keahlian, kewenangan oleh organisasi profesi atas dasar wewenang yang diberikan kepadanya oleh pemerintah.

2.7

Informasi, Testing dan Riset


a. Catatan tentang diri konseli seperti; wawancara, testing, suratmenyurat, rekaman dan data lain merupakan informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh dipergunakan untuk kepentingan konseli. b. Penggunaan data/informasi dimungkinkan untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor sepanjang identitas konseli dirahasiakan.

1. Penyimpanan dan penggunaan Informasi.

c.

Penyampaian informasi tentang konseli kepada keluarganya atau anggota profesi lain membutuhkan persetujuan konseli.

d.

Penggunaan informasi tentang konseli dalam rangka konsultasi dengan anggota profesi yang sama atau yang lain dapat dibenarkan asalkan kepentingan konseli dan tidak merugikan konseli.

e.

Keterangan mengenai informasi profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya.

2. Testing Testing merupakan suatu jenis tes hanya diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya. a. Testing dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas tentang sifat, atau ciri kepribadian subyek untuk kepentingan pelayanan. b. Konselor wajib mmebrikan orientasi yang tepat pada konseli dan orang tua mengenai alasan digunakannya tes, arti dan

kegunaannya. c. Penggunaan satu jenis tes wajib mengikuti pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes tersebut. d. Data hasil testing wajib diintegrasikan dengan informasi lain baik dari konseli maupun sumber lain. e. Hasil testing hanya dapat diberitahukan pada pihak lain sejauh ada hubungannya dengan usaha bantuan kepada konseli. 3. Riset a. Dalam mempergunakan riset terhadap manusia, wajib dihindari hal yang merugikan subyek. b. Dalam melaporkan hasil riset, identitas konseli sebagai subyek wajib dijaga kerahasiannya.

2.8
a.

Proses Pelayanan
Hubungan dalam Pemberian Pelayanan a. Konselor wajib menangani konseli selama ada kesempatan dalam hubungan antara konseli dengan konselor.

b.

Klien sepenuhnya berhak mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai hasil konkrit.

c.

Sebaliknya Konselor tidak akan melanjutkan hubungan bila konseli tidak memperoleh manfaat dari hubungan tersebut.

b.

Hubungan dengan Klien a. Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan konseli. b. Konselor wajib menempatkan kepentingan kliennya diatas

kepentingan pribadinya. c. Konselor tidak diperkenankan melakukan diskriminasi atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama, atau status sosial tertentu. d. Konselor tidak akan memaksa seseorang untuk memberi bantuan pada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan. e. Konselor wajib memebri pelayanan kepada siapapun terlebih dalam keadaan darurat atau banyak orang menghendakinya. f. Konselor wajib memberikan pelayan hingga tuntas sepanjang dikehendaki konseli. g. Konselor wajib menjelaskan kepada konseli sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masing-masing dalam hubungan professional. h. i. Konselor wajib mengutamakan perhatian terhadap konseli. Konselor tidak dapat memberikan bantuan profesional kepada sanak saudara, teman-teman karibnya sepanjang hubunganya profesional. c. 1. Konsultasi Dan Hubungan Dengan Rekan Sejawat Konsultasi dengan Rekan Sejawat

Jikalau konselor merasa ragu dalam pemberian pelayanan konseling, maka Ia wajib berkonsultasi dengan rekan sejawat selingkungan profesi dengan seijin konselinya. 2. Alih Tangan kasus a. Konselor wajib mengakhiri hubungan konseling dengan konseli bila dia menyadari tidak dapat memberikan bantuan pada konseli.

b.

Bila pengiriman ke ahli disetujui konseli, maka menjadi tanggung jawab konselor menyarankan kepada konseli dengan bantuan konselor untuk berkonsultasi kepada orang atau badan yang punya keahlian yg relevan.

c.

Bila Konselor berpendapat bahwa konseli perlu dikirm ke ahli lain, namun konseli menolak pergi melakukannya, maka konselor mempertimbangkan apa baik dan buruknya.

2.9

Hubungan Kelembagaan
a. Prinsip Umum a. Prinsip Umum dalam pelayanan individual, khususnya mengenai penyimpanan serta penyebaran informasi konseli dan hubungan

kerahasiaan antara konselor dengan konseli berlaku juga bila konselor bekerja dalam hubungan kelembagaan b. Jika konselor bertindak sebagai konsultan di suatu lembaga,Sebagai konsultan, konselor wajib tetap mengikuti dasar-dasar pokok profesi Bimbingan dan Konselor tidak bekerja atas dasar komersial.

b. Keterikatan Kelembagaan a. Setiap konselor yang bekerja dalam siuatu lembaga, selama pelayanan konseling tetap menjaga rahasia pribadi yang dipercayakan kepadanya. b. Konselor wajib memepertanggungjawabkan pekerjaannya kepada

atasannya, namun berhak atas perlindungan dari lembaga tersebut dalam menjalankan profesinya. c. Konselor yang bekerja dalam suatu lembaga wajib mengetahu program kegiatan lembaga tersebut, dan pekrjaan konselor dianggap sebagai sumbangankhas dalam mencapai tujuan lembaga tersebut. d. Jika Konselor tidak menemukan kecocokan mengenai ketentuan dan kebijaksanaan lembaga tersebut, maka konselor wajib mengundurkan diri dari lembaga tersebut.

10

2.10

Konselor Praktik Mandiri dan Laporan Pihak Lain

a. Konselor Praktik Mandiri 1. Konselor yang praktek mandiri (privat) dan tidak bekerja dalam hubungan kelembagaan tertentu, tetap mentaati kode etik jabatan sebagai konselor dan berhak mendapat perlindungan dari rekan seprofesi. 2. Konselor Privat wajib memperoleh izin praktik dari organisasi profesi yakni Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia disingkat ABKIN yang merupakan organisasi profesi untuk para konselor di Indonesia. Asosiasi ini memberikan lisensi melalui proses sertifikasi bagi para konselor tertentu sebagai tanda bahwa yang bersangkutan berwenang

menyelenggarakan konseling dan pelatihan bagi masyarakat umum secara resmi. Asosiasi ini didirikan pada tahun 2003 dalam kongres nasional di Lampung seiring upaya memperkuat konselor sebagai suatu profesi sebagai pengganti Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia yang merupakan organisasi profesi yang menaungi petugas bimbingan dan konseling sebelumnya. Organisasi profesi ini sejak pendiriannya sampai sekarang masih dipimpin oleh Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata sebagai ketua umumnya.

b. Laporan pada Pihak Lain Jika Konselor perlu melaporkan sesuatu hal tentang konseli pada pihak lain (seperti: pimpinan tempat dia bekerja), atau diminta oleh petugas suatu badan diluar profesinya, dan ia wajib memberikan informasi tersebut, maka dalam memberikan informasi itu ia wajib bijaksana dengan berpedoman pada suatu pegangan bahwa dengan berbuat begitu konseli tetap dilindungi dan tidak dirugikan.

2.11 Kegiatan Kepada Profesi


a. Pelaksanaan Hak dan Kewajiban a. Dalam melaksanakan hak dan kewajibannya Konselor wajib

mengaitkannya dengan tugas dan kewajibannya terhadap konseli dan profesi sesuai kode etik untuk kepentingan dan kebahagiaan konseli.

11

b. Konselor tidak dibenarkan menyalahgunakan jabatannya sebagai konselor untuk maksud mencari keuntungan pribadi atau maksud lain yang merugikan konseli, atau menerima komisi atau balas jasa dalam bentuk yang tidak wajar

b. Pelanggaran terhadap Kode Etik a. Konselor wajib mengkaji secara sadar tingkah laku dan perbuatannya bahwa ia mentaati kode etik. b. Konselor wajib senantiasa mengingat bahwa setiap pelanggaran terhadap kode etik akan merugikan diri sendiri, konseli, lembaga dan pihak lain yang terkait. c. Pelanggaran terhadap kode etik akan mendapatkan sangsi berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh ABKIN

c. Sanksi Pelanggaran Kode Etik Sering juga kita jumpai bahwa ada kalanya Negara mencapuri urusanurusan profesi. Sehingga hal-hal yang semula dapat meningkat menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Apabila hanya demikian, maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana. Sebagai contoh jika ada seorang konselor bersaing dengan tidak jujur atau curang dengan dapat dituntut di muka pengadilan. Pada umumnya, karena kode etik adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik akan mendapat celaan dari rekan-rekannya. Sedangkan sanksi yang di anggap terberat adalah si pelanggar di keluarkan dari organisasi profesi (ABKIN, 2005: 4).

d. Penghayatan Etika yang Kuat Adanya bimbingan hati nurani yang menunjukan garis-garis batas tindakan pada helper merupakan prasyarat kepercayaan orang terhadap mereka. Rasa etik para helper, pada dasarnya berarti bahwa mereka berusaha

12

menyeimbangkan antara rasa aman helper dengan ekspektasi masyarakat. Misalnya, jika kepentingan rasa aman helpe diutamakan maka helper tidak akan membocorkan informasi-informasi yang bersifat rahasia mengenai helpi kepada orang lain yang tidak berkepentingan. Kelompok helper professional, seperti para konselor memiliki kode etik untuk dipahami dan dipakaiserta dapat menimbulkan kepercayaan masyarakat (Andi Mappiare 2004:9).

Untuk meningkatkan penghayatan etika konselor terhadap kode etikanya, konselor perlu mempunyai etika dan tanggungjawab seorang konselor. Inti

tanggung jawab etika adalah berbuat tanpa merugikan klien atau masyarakat. Di bawah ini merupakan etik dan tanggungjawab seorang konselor yaitu: 1. Pelihara kerahasiaan, hargai hak-hak dan rahasia pribadi klien. 2. Kenali keterbatasan anda. 3. Hindari menyatakan hal-hal detail yang tidak relevan. 4. Perlakukan klien sebagaimana anda ingin diperlukan. 5. Sadari perbedaan individu dan cultural.

13

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan Kode Etik Dapat diartikan pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standart kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan kedalam standaart perilaku anggotanya. Nilai professional paling utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat. Kode etik dijadikan standart aktvitas anggota profesi, kode etik tersebut sekaligus sebagai pedoman (guidelines). Masyarakat pun menjadikan sebagai perdoman dengan tujuan mengantisipasi terjadinya bias interaksi antara anggota profesi. Sehingga Kode Etik Bimbingan dan Konseling ;Merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap profesional Bimbingan dan Konseling Indonesia. Dasar dari kode etik bimbingan dan konseling adalah , Pancasila, mengingat profesi bimbingan dan konseling merupakan usaha pelayanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara Indonesia yang bertanggung jawab.

3.2

Saran Setelah mempelajari mengenai kosistensi menampilkan perilaku sesuai

dengan kode etika profesi, diharapkan kita yang merupakan calon-calon seorang konselor dapat memiliki wawasan yang luas. Sehingga dalam pelaksanaan bimbingan konseling landasan moral dan pedoman tingkah laku dalam keprofesionalan seorang konselor didasari kode etik tersebut.

14

Daftar Pustaka
Sumber: http://cybercounselingstain.bigforumpro.com/info-seputar-bimbingan-konselingf3/info-kode-etik-konselor-indonesiat60.htm?sid=7a7a97aca6e5ca4568f3bfed80501589 Diposkan oleh Abangjo

Sumber: http://makalahkitasemua.blogspot.com/2010/01/kode-etik-profesikonselor-indonesia.html#ixzz1bJJthf3e

Anda mungkin juga menyukai