Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya, kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Dasar Masalah, Asumsi Dasar Masalah
dan Penanganan” dengan lancar. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Bimbingan dan Konseling.
Terselesaikannnya makalah ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, baik dari segi
penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun, demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini sebagai acuan
dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Afriyadi Sofyan S.Pd. I., M. Pd., Kons.
selaku dosen mata kuliah Bimbingan dan Konseling yang sudah memberikan kepercayaan
kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini. Kami sangat berharap makalah ini dapat
bermanfaat dalam untuk menambah pengetahuan juga wawasan tentang Konsep Dasar
Masalah, Asumsi Dasar Masalah dan Penanganan. Akhir kata, kami berharap agar makalah
ini bermanfaat bagi Penulis maupun Pembaca.
Penulis
I
DAFTAR ISI
2.6 Penanganan......................................................................................................... 9
II
BAB I
PENDAHULUAN
Asumsi bermasalah sendiri muncul dari tingkah laku yang salah, tingkah laku atau
kebiasaan-kebiasaan ini cenderung bersifat negatif dan tidak sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan di lingkungan setempat, manusia bermasalah itu memiliki kecenderungan
merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku tersebut didasari dari
kesalahpahaman dalam menanggapi peraturan lingkungan dengan tepat. Namun, seluruh
tingkah laku dan kebiasaan tersebut dapat diubah dengan mempelajari prinsip-prinsip
belajar.
Makalah ini diharapkan mampu menjawab rasa penasaran pembaca terhadap apa saja
yang harus dilakukan dalam menangani asumsi bermasalah, cara apa saja yang efektif
dilakukan dalam upaya penanganan maupun dalam merubah tingkah laku negatif yang sudah
ada.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau
reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam
hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat
langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk
keyakinan (B) baik yan rB maupun yang iB.
5
2.3 Tujuan Konseling
Tiga tingkatan insight yang perlu dicapai klien dalam konseling dengan
pendekatan rasional-emotif :
Pertama insight dicapai ketika klien memahami tentang tingkah laku penolakan
diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai
dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event)
pada saat yang lalu.
Kedua, insight terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa
apa yang menganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irasional
terus dipelajari dari yang diperoleh sebelumnya.
Ketiga, insight dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai
pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hembatan emosional
kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang irasional.
Klien yang telah memiliki keyakinan rasional tjd peningkatan dalam hal : (1) minat
kepada diri sendiri, (2) minat sosial, (3) pengarahan diri, (4) toleransi terhadap pihak
lain, (5) fleksibel, (6) menerima ketidakpastian, (7) komitmen terhadap sesuatu di luar
dirinya, (8) penerimaan diri, (9) berani mengambil risiko, dan (10) menerima
kenyataan.
6
Tugas konselor menunjukkan bahwa :
Masalahnya disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak
rasional.
Usaha untuk mengatasi masalah adalah harus kembali kepada sebab-sebab pemuaan.
1. Assertive adaptive
2. Bermain peran
7
sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran
tertentu.
3. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu
dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
Teknik-teknik Behavioristik
1. Reinforcement
Teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan
logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment).
Teknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional
pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif. Dengan memberikan
reward ataupun punishment, maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai yang
diharapkan kepadanya.
2. Social modeling
Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini
dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan
cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan
menginternalisasikan norma- norma dalam sistem model sosial dengan masalah
tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.
Teknik-teknik Kognitif
8
jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri,
pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.
2. Latihan assertive
2.6 Penanganan
9
pengamatan, pengalaman, akal sehat, atau komunikasi. Dalam keperawatan, berpikir
kritis adalah suatu kemampuan bagaimana perawat mampu berpikir dengan sistematis
dan menerapkan standar intelektual untuk menganalisis proses berpikir. Berpikir kritis
dalam keperawatan adalah suatu komponen penting dalam mempertanggung jawabkan
professionalisme dan kualitas pelayanan asuhan keperawatan.
10
masalah bukanlah suatu hal yang asing lagi. Pengambilan keputusan dari penanganan
adalah bagian dari salah satu peran perawat.
Setiap hari, kita semua mengalami masalah, jika masalah terjadi, kita
menggunakan informasi dan pengetahuan yang telah kita punya untuk memecahkan
masalah tersebut. Klien yang datang pada tempat praktik kita biasanya datang dengan
masalah tersebut.
Dengan berpikir kritis perawat akan dengan mudah menemukan jalan keluar
dari masalah tersebut dengan berdasarkan kebutuhan. Berpikir kritis perawat akan
tumbuh dan terlatih melalui suatu transfer pengetahuan pengetahuan dan
pengaplikasian konsep teori.
Yang harus digaris bawahi adalah Berpikir untuk melakukan penanganan atau
pencegahan merupakan proses mental untuk menganalisis, menelaah, dan
11
mengevaluasi informasi yang diterimanya. Seseorang yang berpikir kritis tidak puas
dengan satu jawaban, tetapi selalu mencari dan mengumpulkan beberapa jawaban,
kemudian menyimpulkan nya sendiri. Salah satu peran perawat adalah sebagai pembuat
keputusan. Sebagai pembuat keputusan, perawat harus memiliki sikap berpikir kritis
agar tidak salah dalam membuat keputusan. Penerapan berpikir kritis dalam proses
keperawatan diintegrasikan kedalam tahap-tahap yang digunakan adalah pengkajian,
rumusan diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi kesimpulannya yaitu bahwa asumsi masalah merupakan dugaan dari suatu
permasalahan yang dialami seseorang. Biasanya cenderung dalam berpikir secara
irasional atau tidak logis yang bisa menimbulkan perasaan yang tidak enak atau
adanya kekhawatiran, kecemasan, dan prasangka. Penanganan yang harus dilakukan
dalam penyelesaian masalah yaitu dengan mengenali berbagai masalah secara umum
atau mengidentifikasi masalah, temukan bukti dari permasalahan tersebut, carilah
penyebab munculnya masalah, mempertimbangkan berbagai kemungkinan untuk
menemukan jalan keluar dari masalah tersebut, pilih jalan keluar masalah dengan
mudah dan baik.
3.2 Saran
Saran dari kelompok kami yaitu hendaknya setiap individu harus lebih berpikir
secara logis atau rasional dan tidak bergantung pada pemikiran orang lain agar tidak
timbulnya berbagai masalah.
13
Daftar Pustaka
14