Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KONSEP DASAR MASALAH, ASUMSI DASAR MASALAH DAN PENANGANAN

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan Konseling


Dosen Pengampu Mata Kuliah : Afriyadi Sofyan S.Pd. I., M. Pd., Kons.

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2 :

1. Yafi Rahma Amalia (1102420070)


2. Moh. Fiqi Ardhiansyah (1102420071)
3. Mila Latifah Esmu Fauzi (1102420081)
4. Bunga Ade Putri Sw (1102420088)
5. Silvia Novita Damayanti (2201419114)
6. Rista Febriana (2301419054)
7. Firdaus Nur Alim (5202419005)
8. Adittiyanto (5202419009)

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya, kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Dasar Masalah, Asumsi Dasar Masalah
dan Penanganan” dengan lancar. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Bimbingan dan Konseling.

Terselesaikannnya makalah ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, baik dari segi
penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun, demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini sebagai acuan
dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Afriyadi Sofyan S.Pd. I., M. Pd., Kons.
selaku dosen mata kuliah Bimbingan dan Konseling yang sudah memberikan kepercayaan
kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini. Kami sangat berharap makalah ini dapat
bermanfaat dalam untuk menambah pengetahuan juga wawasan tentang Konsep Dasar
Masalah, Asumsi Dasar Masalah dan Penanganan. Akhir kata, kami berharap agar makalah
ini bermanfaat bagi Penulis maupun Pembaca.

Klaten, 09 November 2020

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. I

DAFTAR ISI ................................................................................................................. II

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 3

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 3

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 3

1.3 Tujuan Pembahasan........................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 4

2.1 Pengertian Konsep Dasar .................................................................................. 4

2.2 Asumsi Tingkah Laku Bermasalah ................................................................... 5

2.3 Tujuan Konseling .............................................................................................. 6

2.4 Deskripsi Proses Konseling ............................................................................... 6

2.5 Teknik Konseling ............................................................................................... 7

2.6 Penanganan......................................................................................................... 9

BAB III PENUTUP .................................................................................................... 13

3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 13

3.2 Saran ................................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 14

II
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bimbingan konseling merupakan salah satu komponen yang penting dalam


pendidikan, sama halnya dengan mata pelajaran umum, bimbingan konseling memiliki
manfaat khusus yang dapat berguna bagi calon pendidik. Dalam makalah ini bimbingan
konseling yang akan dibahas adalah konsep dasar masalah, asumsi dasar bermasalah serta
penanganannya.

Asumsi bermasalah sendiri muncul dari tingkah laku yang salah, tingkah laku atau
kebiasaan-kebiasaan ini cenderung bersifat negatif dan tidak sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan di lingkungan setempat, manusia bermasalah itu memiliki kecenderungan
merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku tersebut didasari dari
kesalahpahaman dalam menanggapi peraturan lingkungan dengan tepat. Namun, seluruh
tingkah laku dan kebiasaan tersebut dapat diubah dengan mempelajari prinsip-prinsip
belajar.

Makalah ini diharapkan mampu menjawab rasa penasaran pembaca terhadap apa saja
yang harus dilakukan dalam menangani asumsi bermasalah, cara apa saja yang efektif
dilakukan dalam upaya penanganan maupun dalam merubah tingkah laku negatif yang sudah
ada.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari konsep dasar masalah?
2. Apasaja asumsi bermasalah yang sering muncul dimasyarakat?
3. Bagaimana cara penanganan masalah yang dialami?

1.3 Tujuan Pembahasan


1. Makalah ini bertujuan agar pembaca dapat mengetahui dan memahami apa itu konsep
dasar masalah.
2. Makalah ini bertujuan mencari asumsi bermasalah yang sering muncul dalam
masyarakat serta bagaimana cara penanganan masalah tersebut.
3. Makalah ini ditujukan agar asumsi yang muncul dimasyarakat dapat menemui titik
terang dalam penanganannya.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Konsep Dasar


Manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir
rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan
efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu
itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh
evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan
psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional.
Emosi menyertai individu yang berpikir dengan penuh prasangka, sangat personal, dan
irasional. Berpikir irasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh
dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin
dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara
berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat.
Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir
yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan
cara verbalisasi yang rasional.
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari
konsep konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku
individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C).
Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar
individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap
orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi
calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap
suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional
(rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB).
Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat,
masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional
merupakan keyakinan atau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal,
emosional, dan keran itu tidak produktif.

4
Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau
reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam
hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat
langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk
keyakinan (B) baik yan rB maupun yang iB.

2.2 Asumsi Tingkah Laku Bermasalah


Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah
adalah merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional.
Ciri-ciri berpikir irasional : (a) tidak dapat dibuktikan; (b) menimbulkan perasaan tidak
enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu; (c)
menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif.
Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional : (a) individu tidak
berpikir jelas tentangg saat ini dan yang akan dating, antara kenyatan dan imajinasi; (b)
individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain; (c) orang tua atau
masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan kepada individu
melalui berbagai media.
Indikator keyakinan irasional : (a) manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk
diterima dan dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan; (b) banyak
orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan kejam
sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan dihukum; (c) kehidupan manusia
senantiasa dihadapkan kepada berbagai malapetaka, bencana yang dahsyat,
mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam
hidupnya; (d) lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dari pada
berusaha untuk mengahadapi dan menanganinya; (e) penderitaan emosional dari
seseorang muncul dari tekanan eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai
kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan penderitaan emosional tersebut; (f)
pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat terhadap kehidupan individu
dan menentukan perasaan dan tingkah laku individu pada saat sekarang; (g) untuk
mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan untuk merasakan sesuatu yang
menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural; dan (h) nilai diri sebagai manusia
dan penerimaan orang lain terhadap diri tergantung dari kebaikan penampilan individu
dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu.

5
2.3 Tujuan Konseling

Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta


pandanganpandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang
rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan sel-
actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang
positif. Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri
seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.

Tiga tingkatan insight yang perlu dicapai klien dalam konseling dengan
pendekatan rasional-emotif :

Pertama insight dicapai ketika klien memahami tentang tingkah laku penolakan
diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai
dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event)
pada saat yang lalu.

Kedua, insight terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa
apa yang menganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irasional
terus dipelajari dari yang diperoleh sebelumnya.

Ketiga, insight dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai
pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hembatan emosional
kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang irasional.

Klien yang telah memiliki keyakinan rasional tjd peningkatan dalam hal : (1) minat
kepada diri sendiri, (2) minat sosial, (3) pengarahan diri, (4) toleransi terhadap pihak
lain, (5) fleksibel, (6) menerima ketidakpastian, (7) komitmen terhadap sesuatu di luar
dirinya, (8) penerimaan diri, (9) berani mengambil risiko, dan (10) menerima
kenyataan.

2.4 Deskripsi Proses Konseling

Konseling rasional emotif dilakukan dengan menggunakan prosedur yang


bervariasi dan sistematis yang secara khusus dimaksudkan untuk mengubah tingkah
laku dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama oleh konselor dan
klien.

6
Tugas konselor menunjukkan bahwa :

 Masalahnya disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak
rasional.
 Usaha untuk mengatasi masalah adalah harus kembali kepada sebab-sebab pemuaan.

Karakteristik Proses Konseling Rasional-Emotif :

1. Aktif-direktif, artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih aktif


membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.

2. Kognitif-eksperiensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek


kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.

3. Emotif-ekspreriensial, artinta bahwa hubungan konseling yang dikembangkan juga


memfokuskan pada aspek emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan
emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari
gangguan tersebut.

4. Behavioristik, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya


menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan tingkah laku klien.

2.5 Teknik Konseling

Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang


bersifat kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien.
Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut.

Teknik-Teknik Emotif (Afektif)

1. Assertive adaptive

Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien


untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang
diinginkan. Latihan latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.

2. Bermain peran

Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan


(perasaan perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa

7
sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran
tertentu.

3. Imitasi

Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu
dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.

Teknik-teknik Behavioristik

1. Reinforcement

Teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan
logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment).
Teknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional
pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif. Dengan memberikan
reward ataupun punishment, maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai yang
diharapkan kepadanya.

2. Social modeling

Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini
dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan
cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan
menginternalisasikan norma- norma dalam sistem model sosial dengan masalah
tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.

Teknik-teknik Kognitif

1. Home work assigments

Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih,


membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola
tingkah laku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan
dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak
rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk
mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu
berdasarkan tugas yang diberikan Pelaksanaan home work assigment yang diberikan
konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor
Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung

8
jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri,
pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.

2. Latihan assertive

Teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-


tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru
model-model sosial. Maksud utama teknik latihan asertif adalah : (a) mendorong
kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya;
(b) membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri
tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain; (c) mendorong klien untuk
meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri; dan (d) meningkatkan kemampuan
untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri.

2.6 Penanganan

Sebelum kita melakukan pencegahan atau penanganan terhadap satu masalah


atau hambatan untuk mencapai tujuan, alangkah baiknya kita kenali terlebih dahulu
masalah/permasalahannya baik dari hal-hal yang kecil maupun hal-hal yang besar.

1. Kenali masalah secara umum/mendefinisikan masalah


2. Temukan bukti dari permasalahan
3. Carilah penyebab munculnya masalah
4. Pertimbangan berbagai kemungkinan untuk menemukan jalan keluar dari masalah
tersebut
5. Pilihlah jalan keluar dengan mudah dan baik
6. Laksanakan penyelesaian dari masalah tersebut

Berpikir untuk menyelesaikan suatu permasalahan merupakan salah satu


berpikir tingkat tinggi merupakan gabungan dari berpikir kritis, berpikir kreatif, dan
berpikir pengetahuan dasar. Berpikir kritis adalah proses kognitif yang aktif dan
terogganisasi yang digunakan untuk mengetahui pikiran-pikiran seseorang dan
pemikiran terhadap orang lain. “berpikir kritis ialah proses menurut langkah-langkah
untuk menganalisis, menguji, dan mengevaluasi argument dalam setiap permasalahan”

Untuk menyelesaikan permasalahan adalah salah satu proses mental untuk


menganalisis atau mengevaluasi informasi terkait masalah yang sedang didapatkan atau
yang sedang dialami. Informasi yang dapat diambil tersebut didapatkan dari hasil

9
pengamatan, pengalaman, akal sehat, atau komunikasi. Dalam keperawatan, berpikir
kritis adalah suatu kemampuan bagaimana perawat mampu berpikir dengan sistematis
dan menerapkan standar intelektual untuk menganalisis proses berpikir. Berpikir kritis
dalam keperawatan adalah suatu komponen penting dalam mempertanggung jawabkan
professionalisme dan kualitas pelayanan asuhan keperawatan.

Saat bertemu dengan seseorang yang mempunyai permasalahan, akan selalu


menggunakan pemikiran. Misalnya, menggunakan pemikiran untuk mengumpulkan
data dan membuat kesimpulan. Setelah membuat kesimpulan, perawat kemudian
menerapkan problem solving dengan melakukan sesuatu pemecahan masalah guna
memenuhi kebutuhan dasar klien.

Penerapan berpikir dalam proses permasalahan diintegrasikan kedalam tahap-


tahap yang digunakan adalah pengkajian, rumusan diagnosis, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan. Berpikir kritis pada tahap pengkajian adalah
proses pemahaman tentang informasi apa yang dikumpulkan, metode pengumpulan
data yang akan dilakukan, berpikir tentang kesesuaian informasi, dan membuat suatu
kesimpulan tentang respons klien terhadap masalahnya.

Berpikir dalam tahap penanganan berarti menggunakan pengetahuan untuk


mengembangkan hasil yang diharapkan. Selain itu juga memerlukan keterampilan guna
mensintesis ilmu yang dimiliki untuk memiliki tindakan tindakan yang tepat.

Penanganan askep biasanya ditulis berisikan di mana dan bagaimana menolong


klien berdasarkan responsnya terhadap permasalahannya. Dalam tahap
mengimplementasi tindakan penanganan adalah keterampilan menguji hipotesis,
karena tindakan penanganannya adalah tindakan nyata yang menentukan tingkat
keberhasilan untuk mencapai tujuan. Berpikir dalam tahap evaluasi adalah mengkaji
efektivitas tindakan penanganan dimana harus dapat mengambil keputusan tentang
pemenuhan kebutuhan dasar dan memutuskan apakah tindakan penanganan itu perlu
diulang.

Berpikir dan kumpulkan informasi tentangalternatif dari berbagai alternatif


untuk memecahkan masalah/penanganan masalah. Didalam keterampilan intelektual
yang dapat menangani memiliki pengetahuan teoretik, menguasai keterampilan dalam
menyelesaikan masalah (problem solving skills). Pengambilan keputusan dari suatu

10
masalah bukanlah suatu hal yang asing lagi. Pengambilan keputusan dari penanganan
adalah bagian dari salah satu peran perawat.

Contoh Ketika klien datang dengan penuh kealuhannya, disitulah perawat


berperan adil dalam membuat keputusan yang tepat dan tidak merugikan klien. Tujuan
utama profesi perawat adalah bertugas sebagai problem solver, yaitu memecahkan
masalah kesehatan pasiennya dengan menggunakan metode pemecahan masalah.
Metode pemecahan masalah digunakan sebgai kerangka bagi perawat untuk membuat
keputusan etik. Dengan cara sebagai berikut ; pertama, menghubungkan kasus dengan
teori yang paling tepat.

Sehingga perawat mendapatkan gambaran terkait pilihan keputusan yang harus


diambilnya. Mengumpulkan data dan mengidentifikasi masalah yang terjadi. Kedua,
perawat harus menghubungkan dengan prinsip prinsip etika profesi yang berlaku.
Ketiga, perawat perlu mengidentifikasi siapa saja yang ikut serta dalam pengambilan
keputusan. Keempat, perawat mengidentifikasi konsekwensi yang mungkin terjadi dari
alternatif keputusan yang ada. Dan kelima perlu memperhatikan keinginan pasien dlam
hal ini berkaitan dengan prinsip etik yaitu otonomi yang berarti hak untuk membuat
keputusan sendiri Blais dalam (Yunbaba, 2014).

Sebagai fungsinya sebagai konselor dan educator, Perawat harus mampu


memberikan penjelasan kepada pasien tentang kondisi dan pertimbangan pertimbangan
yang perlu dipikirkan demi kebaikan pasiennya. Perawat harus melindungi hak pasien
yang telah diatur dalam kode etik keperawatan.

Setiap hari, kita semua mengalami masalah, jika masalah terjadi, kita
menggunakan informasi dan pengetahuan yang telah kita punya untuk memecahkan
masalah tersebut. Klien yang datang pada tempat praktik kita biasanya datang dengan
masalah tersebut.

Dengan berpikir kritis perawat akan dengan mudah menemukan jalan keluar
dari masalah tersebut dengan berdasarkan kebutuhan. Berpikir kritis perawat akan
tumbuh dan terlatih melalui suatu transfer pengetahuan pengetahuan dan
pengaplikasian konsep teori.

Yang harus digaris bawahi adalah Berpikir untuk melakukan penanganan atau
pencegahan merupakan proses mental untuk menganalisis, menelaah, dan

11
mengevaluasi informasi yang diterimanya. Seseorang yang berpikir kritis tidak puas
dengan satu jawaban, tetapi selalu mencari dan mengumpulkan beberapa jawaban,
kemudian menyimpulkan nya sendiri. Salah satu peran perawat adalah sebagai pembuat
keputusan. Sebagai pembuat keputusan, perawat harus memiliki sikap berpikir kritis
agar tidak salah dalam membuat keputusan. Penerapan berpikir kritis dalam proses
keperawatan diintegrasikan kedalam tahap-tahap yang digunakan adalah pengkajian,
rumusan diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jadi kesimpulannya yaitu bahwa asumsi masalah merupakan dugaan dari suatu
permasalahan yang dialami seseorang. Biasanya cenderung dalam berpikir secara
irasional atau tidak logis yang bisa menimbulkan perasaan yang tidak enak atau
adanya kekhawatiran, kecemasan, dan prasangka. Penanganan yang harus dilakukan
dalam penyelesaian masalah yaitu dengan mengenali berbagai masalah secara umum
atau mengidentifikasi masalah, temukan bukti dari permasalahan tersebut, carilah
penyebab munculnya masalah, mempertimbangkan berbagai kemungkinan untuk
menemukan jalan keluar dari masalah tersebut, pilih jalan keluar masalah dengan
mudah dan baik.

3.2 Saran

Saran dari kelompok kami yaitu hendaknya setiap individu harus lebih berpikir
secara logis atau rasional dan tidak bergantung pada pemikiran orang lain agar tidak
timbulnya berbagai masalah.

13
Daftar Pustaka

Akhmad Sudratajat. 2008. Pendekatan Konseling Rasional Emotif. dalam


http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/23/pendekatan-konseling-rasional-emotif/
DYP Sugiharto, Dr. , M.Pd. Pendekatan-Pendekatan Konseling. (Makalah) Lutfi Seli Fauzi.
2008. Rational Emotive Therapy. dalam http://luthfis.wordpress.com/2008/04/03/rational-
emotive-theraphy/ Sayekti Pujosuwarno, Dr, M.Pd. 1993. Berbagai Pendekatan dalam
Konseling. Menara Mas Offset

14

Anda mungkin juga menyukai