Anda di halaman 1dari 37

BAB II

PEMMBAHASAN

A. TEKNIK MEMAHAMI INDIVIDU


1. Usaha Mengenal Anak
Dalam usaha kita untuk membantu anak dengan persoalannya, baik
anak sendiri maupun anak didik ataupun anak yang akan dibimbing, maka
perlu mengenal anak terlebih dahulu. Perlu mengenal anak secara mendalam
dan terperinci, supaya diketahui sebab-sebab timbulnya masalah pada anak.
Sebagai hasil daripada usaha mengenal anak dimana kita mengerti latar
belakang masalah anak, maka selanjutnya dapat kita mencari cara untuk
menyelesaikan masalah.
Usaha mengenal anak dapat kita lakukan melalui 2 cara yang
sederhana1 :
I. Observasi : Mengamati anak supaya dapat melihat setiap perubahan,
penyimpangan, kelainan pada diri si anak.
II. Wawancara : perlunya wawancara ialah untuk mengetahui kejadian-
kejadian yang dialami anak sejak lahir sampai timbulnya gejala tertentu
yang menimbulkan masalah pada anak.
Baiklah kita teliti lebih mendalam apa yang dapat kita peroleh dari
observasi dan wawancara yang perlu dalam membantu anak.
a. Observasi
Pengamatan yang kita lakukan terutama diarahkan ke anak yang sedang
mempunyai masalah. Seringkali keterangan dari anak saja belum cukup,
sehingga perlu mengamati juga orang tua atau perawat/pengasuh anak
serta mengamati tingkah-tingkah laku anak dalam kelompok.
1) Dalam mengamati anak perlu kita perhatikan beberapa hal 2:
a) Penampilan fisik
Apakah ada cacat tubuh : seseorang yang cacat, sering
memperhatikan sifat-sifat kepribadian yang terbentuk karena
pengaruh cacatnya itu.
1
Gunarsa Singgih D, Psikologi Untuk Membimbing, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2002) 54-60
2
Misalnya: anak yang perlu memakai kacamata, akan merasa
kurang beruntung karena tidak bebas bermain dan harus
menjaga kecamatanya. Ketidak-bebasan ini akan
menyebabkan beberapa sikap yang akan dibicarakan khusu
dalam bab lain.
Apakah ada penyimpangan, hal-hal yang membedakan
dirinya dan teman-teman yang lainnya. Seseorang berambut
pirang, sedangkan lain disekitarnya berwarna hitam,
menyebabkan anak merasa dirinya berbeda dan bahkan
mudah merasa rendah diri.
Demikian pula kelainan-kelainan lain seperti tumbuh terlalu
pendek, terlalu tinggi sehingga berpengaruh terhadap sensitivitas
anak. Dari cara atau corak pakaian anak dapat kita ketahui sikap
orang tua anak :
Apakah terlalu kolot dalam mencari model pakaian atau mungkin
terlalu berlebih-lebihan.
b) Motorik
Anak yang motorik lemah, akan membentuk kepribadian yang
berbeda daripada anak yang motoriknya kuat.
Anak yang terlalu banyak bergerak.
Anak yang biasa menggunakan tangan kirinya, lebih luwes
menggunakan tangan kiri daripada tangan kanannya.
Sering terlihat bahwa suatu sifat pada anak, memberikan
penampilan tertentu pada orang lain. Sebaliknya, orangtua tersebut
akan mengambil sikap tertentu yang didasarkan atas penampilan
tadi. Rangkaian sikap tidak berakhir disini, akan tetapi kembali
lagi menjadi dasar bagi pembentukan sikap anak tersebut.

I
Tingkah laku
Penampilan
Anak
Anak
Emotional

Sikap
Sikap
Emosionalitas bentuk kepribadian anak
Sifat II

c) Emosinalitas
Dilihat bagaimana tingkahlaku anak terhadap orang tua, orang
lain, pembimbing:
- Apakah menunjukkan kerja sama, dan suasana apakah yang
mendasari tingkahlakunya : menarik diri, murung, agresif,
terbuka.
d) Mental
Pengamatan khusus dilakukan terhadap segi-segi mental sesuai
dengan keluhannya. Keluhan biasanya berkisar pada kurang
majunya anak disekolah atau terhambatnya: apakah anak
menderita retardasi mental (keterbelakangan mental).
Retardasi mental dapat diukur dengan tes, tetapi bila pemeriksaan
inteligensi tidak dapat dilakukan, maka diusahakan cara-cara lain.
Pertanyaan- pertanyaan diajukan terhadap anak, dan jawaban anak
diselidiki dan dibandingkan dengan jawaban anak-anak lain, yang
seumur dan yang tidak seumur. Pertanyaan umum yang harus
diketahui anak adalah misalnya umur atau tanggal lahir, alamat
atau tempat tinggal dan hal-hal lain yang praktis. Memberikan
tugas-tugas sederhana dan diamati pelaksanaan tugas-tugas
tersebut.
e) Cara berbicara
Apakah anak dapat berbicara dengan lancar, tidak lancer,
menggagap. Cara berbicara yang menggagap, apakah disertai
dengan penggunaan tangan kanan secara terpaksa, dan mungkin
anak lebih mudah mempergunakan tangan kiri untuk menulis. Hal
ini dapat dilihat dari cara anak menulis dengan tangan kanan dan
menghapus dengan tangan kiri. Apabila anak belum lama
dipaksakan menggunakan tangan kanan, maka dikembalikan
kepada penggunaan tangan kiri.
Dalam usaha melakukan observasi, ita amati juga anggota keluarga
atau orang lain yang dekat dalam kehidupan anak.
1) Orangtua
Observasi terhadap orangtua dilakukan dilakukan selama
pembimbing berhadapan dengan orangtua: bagaimana keadaan
fisik, mental, emosi, dan sikapnya terhadap anaknya. Beberapa hal
dapat diamati, yakni:
a. Orangtua yang terlalu cemas terhadap kesehatan anaknya,
mungkin terlalu melindungi anak, sehingga pada anak timbul
sifat-sifat penakut.
b. Orangtua yang terlalu memanjakan anak, maka anaknya
menjadi seoarang penuntut.
c. Orangtua yang bersikap tidak memperdulikan anak, sehingga
timbul sikap mendendam dan sebagainya.
Pengamatan terhadap orang tua dengan anak yang bersangkutan dan
anak-anak lainnya. Apakah anak tersebut dikhususkan dan
mendapat tempat yang lebih menguntungkan, dibandingkan dengan
anak-anak lain, di anak emas kan sehingga ia memperlihatkan
sikap penguasa kecil.
Apabila anak justru di anak tiri kan dibandingkan dengan anak-
anak lainnya, sehingga dia bersikap memberontak terhadap
orangtua, baik terbuka ataupun terselubung.
2) Pengasuh
Akhir-akhir ini banyak orangtua tidak mengasuh bayi atau anak-
anaknya sendiri. Ada ibu yang menyerahkan perawatan dan
pendidikan anaknya kepada seorang perawat dan pengasuh. Karena
perawat dan pengasuh hampir selalu bersama anak, tidurpun
bersama-sama, dapat diramalkan pengaruh perawat/pengasuh dalam
perkembangan anak.
Untuk mengetahui bagaimana hubungan pengasuh dengan anak,
perlu diamati :
a. Bagaimana cara dan sikapnya dalam mendidik anak.
b. Siapa yang lebih berpengaruh, ibu atau pengasuh.
c. Bagaimana sikap pengasuh terhadap anak-anak lain.
Anak yang disekolah, tidak mau melakukan tugas-tugas karena
sudah terbiasa pengasuh melakukan segala sesuatu untuk dirinya.
Anak yang tidak tabah dalam melaksanakan tugas, karena biasanya
pegasuh segera melakukan dan menyelesaikan tugas anak.
3) Observasi kelompok
Kadang-kadang perlu diketahui bagaimana reaksi anak terhadap
anak-anak lain. Perlu dilakukan pengamatan terhadap anak ditaman
kanak-kanak.
Bagi anak-anak yang lebih besar perlu juga diadakan observasi
terhadap anak dalam kegiatan, misalnya pramuka, perkumpulan
muda-mudi dan sewaktu berdarmawisata, karyawisata, camping dan
yang lainnya. Terlebih lagi bagi remaja, diamana kelompok
mengambil peranan penting maka perlu mengamati remaja dalam
kelompok, supaya dapat lebih mengerti tingkah lakunya.
Tingkah laku dan cara berpikir remaja banyak dipengaruhi oleh cara
kelompok (sebagai kesatuan) bertingkah laku. Observasi perlu
dilakukan, karena melalui pengamatan yang seksama akan
diperoleh gambaran mengenai sangkut pautnya antara
terbentunknya kepribadian atas dasar penampilan diri sendiri,
dengan respons maupun sikap orang lain sebagai reaksi daripada
penampilan tersebut.
Dengan demikian maka masalah yang dihadapi dapat ditinjau
kembali ke sumbernya untuk diselesaikan.

II
Dari hasil observasi kita memperoleh gambaran yang mencakup dua
rangkaian perkembangan :
I. Tingkah laku, emosionalitas, penampilan fisik menimbulkan
penampilan umum, yang mengundang suatu reaksi, jawaban, sikap
yang kembali ke anak yang membentuk rangkaian ke II.
II. Rangkaian tingkah laku yang dipengaruhi oleh sikap, reaksi
daripada B sehingga menimbulkan tingkah laku yang bermasalah
dan memperlihatkan kepribadian yang tidak sempurna.
b. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan maksud membuka sifat permasalahan anak,
dengan mencari sumber-sumber kecemasannya dan cara-cara yang
dipakainya untuk mengatasinya.
Wawancara harus mencakup factor-faktor yang penting :
1) Jalinan interpersional : yakni meliputi perasaan dan sikap-sikap
terhadap orang-orang dilingkungan dekatnya.
2) Faktor-faktor intrapersional : alam tidak sadar, fantasi dan faktor-faktor
lain didalamnya.
Segala data. Keterangan yang didapat melalui otoanamnesa (keterangan
yang diperoleh dari orang yang bersangkutan secara langsung) dan
aloanamnesa (keterangan yang diperoleh dari orang lain) penring dalam
menguraikan maslah anak. Dalam wawancara selalu harus diciptakan
RAPOR (raport) yakni : hubungan yang ramah dan ada kerjasama yang
baik antara pewanwancara dan anak,sehingga anak dapat mengemukakan
masalahnya tanpa perasaan takut dan ragu-ragu.
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai anak dan hubungan
lingkungannya dan faktor-faktor didalam dirirnya sendiri, dapat kita
lakukan wawancara mengenai riwayat hhidup lengkap. Dalam hal ini
sering perlu diminta keterangan dari orang tuanya melaui alaonamnesa,
karena anak yang bersangkutan tentu tidak atau belum ingat kejadian-
kejadian pada masa kecilnya.

B. TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Secara umum teknik pengumpulan data dapat dilakukan secara tes dan nontes.
1. Teknik Tes
Tes merupakan suatu metode penelitian psikologis untuk memperoleh
informasi tentang berbagai aspek dalam tingkah laku dan kehidupan psikologis
seseorang, dengan menggunakan pengukuran (measurement) yang menghasilkan
suatu deskripsi kuantitatif tentang aspek yang diukur.
Alat tes yang digunakan untuk pengumpulan data (himpunan data) harus yang
distandardisasikan (stantardizet test) dalam arti cara penyelenggaraan tes, cara
pemeriksaannya, dan penentuan norma penafsirannya seragam. Selain itu juga
harus memiliki validitas dalam arti ada kesesuain antar apa yang diukur (diteliti)
dalam tes dengan aspek yang direncanakan untuk diukur melalui tes tersebut.
Alat tes yang digunakan dalam himpunan data juga harus memiliki reliabilitas
dalam arti ada keajegan dalam hasil yang diperoleh apabila seseorang
mengerjakan suatu tes pada waktu yang berlainan.
Tes sebagai alat pengumpulan data digunakan dengan tujuan untuk:
a) memperkirakan (prediktif) tentang taraf prestasi atau corak perilaku di
kemudian hari. b) mengadakan seleksi untuk menerima atau menempatkan
individu pada posisi tertentu. c) mengadakan klasifikasi untuk menentukan dalam
kelompok mana seseorang sebaiknya dimasukan untuk mengikuti suatu program
pendidikan tertentu, bekerja dalam jabatan tertentu, atau dikenai program
rehabilitasi tertentu,. d) mengadakan evaluasi tentang program-program studi,
proses pembelajaran, dan lain sebagainya.
Tes yang digunakan dalam himpunan data ada beberapa macam:
a. Tes hasil belajar (achievement tes)
ini digunakan untuk mengukur apa yang telah dipelajari oleh siswa di
berbagai mata pelajaran. Tes hasil belajar ada beberapa macam antara lain
tes kompotensi (competency tes) ; yaitu tes yang mengukur taraf
penguasaan dalam keterampilan-keterampilan dasar seperti membaca,
menulis, dan berhitung. Selain itu ada tes diagnostik (diagnostic tes), yaitu
tes untuk mengukur atau mencari sebab-sebab timbulnya kesulitan pada
siswa dalam mata pelajaran tertentu.
b. Tes kemampuan khusus (Tes of Specific Ability )
Tes ini digunakan untuk mengukur taraf kemampuan seseorang untuk
berhasil dalam mata pelajaran tertentu, program pendidikan vokasional
tertentu, atau bidang karier tertentu. Tes ini lingkupnya lebih terbatas dari
kemampuan intelektual.
c. Tes minat (Tes of Vocational)
Tes ini digunakan untuk mengukur kegiatan-kegiatan apa yang paling
diminati siswa. Selain itu, juga untuk membantu siswa dalam memilih
jenis karier yang sesuai dengan karakteristik kepribadiannya.
d. Tes Perkembangan vocasional
Tes ini digunakan untuk mengukur taraf perkembangan
sesorang(siswa) dalam hal kesadaran akan memangku suatu pekerjaan
atau jabatan tertentu, memikirkan hubungan antara memangku suatu
jabatan dengan ciri-ciri kepribadiannya serta tuntutan-tuntutan sosial
ekonomis, dan dalam menyusun serta mengimplementasikan rencana
masa depannya sendiri.
e. Tes Kepribadian
Tes ini digunakan dalam himpunan data untuk mengukur ciri-ciri
kepribadian tertentu pada siswa seperti karakter, temperamen, corak
kehidupan emosinal, kesehatan mental, relasi sosial dengan orang lain dan
bidang-bidang kehidupan yang menimbulkan kesukaran dalam
penyesuaian diri. Termasuk dalam tes ini adalah tes tes proyektif yaitu tes
untuk mengukur sifat-sifat kepribadian seseorang melalui reaksi-
reaksinya terhadap suatu kisah, gambaran, atau suatu kata. Tes ini
diadministasikan oleh psikolog. Angket kepribadian untuk mengukur ciri
kepribadian seseorang (siswa) melalui analisis-analisis jawaban tertulis
atau sejumlah pertanyaan untuk menentukan suatu pola sikap, motivasi,
dan reaksi emosional yang khas pada seseorang3
2. Teknik Nontes
Yang termasuk alat-alat nontes dalam himpunan data adalah:
a. Angket tertulis
Angket memuat sejumlah item pertanyaan yang harus dijawab oleh
responden (siswa). Pengumpulan data melalui angket, komunikasi antara
pembimbing dengan siswa dilakukan secara tertulis, sehingga siswa pun
menjawab secara tertulis pula. Dengan perkataan lain, data yang akan
dikumpulkan dijabarkan dalam bentuk pertanyaan tertulis. Angket ada yang
bersifat langsung dan tidak langsung.
b. Wawancara
Apabila dalam angket komunikasi antara pembimbing dengan siswa
dilakukan secara tertulis, maka dalam wawancara komunikasi dilakukan
secara lisan. Sebagaimana halnya angket, wawancara juga ada yang bersifat
langsung dan yang bersifat tidak langsung. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam melakukan wawancara untuk mengumpulkan data siswa
adalah: 1) pembimbing hendaknya dapat menciptakan situasi yang bebas,
terbuka dan menyenangkan, sehingga siswa dapat secara bebas dan terbuka
memberikan jawaban (keterangan). 2) pertanyaan yang diajukan hendaknya
disusun secara sistematis sehingga mudah dipahami oleh siswa. 3) jawaban
atau keterangan yang telah diberikan oleh siswa segera dicatat4
c. Observasi

3
Tohirin, Bimbingan dan Konsseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasi Integrasi), (Jakarta:PT.
RajaGrafindo Persada, 2007), h. 223-225
4
Ibid, h. 226
Teknik dilakukan dengan mengadakan pengamatan secara seksama baik
secara langsung maupun tidak lansung terhadap berbagai aktifitas siswa di
lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah termasuk rumah.
Observasi dapat dilakukan secara partisipatif (terlibat) maupun
nonpartisipatif (tidak terlibat).
d. Otobiografi
Otobiografi merupakan karangan yang ditulis oleh siswa sendiri tentang
riwayat hidupnya. Dengan perkataan lain Otobiografi adalah riwayat hidup
atau catatan-catatan harian yang dibuat sendiri oleh siswa. Teknik ini
dilakukan dengan menyuruh siswa membuat catatan berbagai kejadian
(peristiwa) tentang dirinya baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenagkan, yang sudah dialami maupun yang sedang terjadi, dan yang
masih merupakan cita-cita. Cara yang sederhana untuk menerapkan teknik
ini adalah menyuruh siswa membuat karangan dengan judul-judul tertentu
seperti: masa kecilku, keadaan keluargaku, pengalaman masa kecilku,
bersama orang-orang yang aku sayangi , hari-hari kelam dalam hidupku,
cita-citaku di masa depan, guruku yang kusayangi, dan topik-topik lain,.
Siswa boleh memilih topik di atas sesuai dengan keadaan yang terjadi atas
dirinya.
e. Anekdot (anecdotal record)
Catatan anekdot merupakan laporan singkat tentang berbagai kejadian
atau perilaku tentang siswa dan membuat deskripsi objektif tentang perilaku
siswa pada saat tertentu. Atau merupakan suatu bentuk catatan peristiwa
yang dianggap penting dalam suatu situasi tentang siswa baik bersifat
individual maupun kelompok. Peristiwa tersebut merupakan data bagi siswa
yang bersangkutan dan sangat diperlukan untuk memberikan layanan
bimbingan dan konseling kepada mereka. peristiwa-peristiwa itu dapat
terjadi secara insedentil tanpa dapat diramalkan terlebih dahulu.
Catatan anekdot ada dua bentuk, yaitu : 1) catatan anekdot insidentil, yang
digunakan untuk mencatat berbagai peristiwa yang terjadi secara insidentil
baik yang bersifat individu maupun kelompok. 2) catatan anekdot periodik,
yang digunakan untuk mencatat berbagai peristiwa tertentu yang terjadi
secara insidentil dalam suatu periode tertentu.
Catatan anekdot yang baik harus memuat unsur-unsur : nama siswa,
tanggal observasi, tempat observasi, situasi dimana peristiwa atau kejadian
diobservasi, kelas siswa, deskripsi singkat tentang tindakan-tindakan yang
diamati beserta reaksi orang lain terhadap perbuatan siswa, apabila diberikan
interpretasi, komentar atau rekomendasi ditulis kolom tersendiri yang
terpisah dari kolom yang membuat deskripsi, dan nama pengamat.
f. Skala penilaian (Rating scale)
Skala penilain dapat digunakan sebagai pedoman observasi. Skala penilain
merupakan sebuah daftar yang menyajikan sejumlah sifat atau sikap yang
dijabarkan dalam bentuk skala. Hampir sama dengan daftar cek, tetapi dalam
skala penilaian aspek yang dicek ditempatkan dalam bentuk skala. Teknik ini
sangat tepat apabila digunakan untuk mengobservasi situasi tertentu secara
kualitatif. Dalam skala penilaian, aspek-aspek yang diobservasi dijabarkan
dalam bentuk alternatif-alternatif yang masing-masing memiliki skor
berlainan.
Skala penilaian dapat dibuat secara deskriptif dan secara numerik.
Skala penilaian deskriptif apabila aspek yang diobservasi dijabarkan dalam
bentuk alternatif-alternatif pilihan kualitatif seperti sangat sering, sering,
kadang-kadang, jarang, tidak pernah. Atau sangat senang, senang, kurang
senang, tidak senang, sangat tidak senang. Skala penilaian numerik adalah
apabila aspek-aspek yang diobservasi dijabarkan dalam bentuk alternatif-
alternatif kuantitatif (bilangan).
g. Sosiometri
Sosiometri merupakan alat (instrumen) untuk mengumpulkan data
tentang hubungan-hubungan sosial dan tingkah laku sosial siswa. Melalui
teknik ini pembimbing dapat memperoleh data tentang susunan hubungan
antar siswa, struktur hubungan siswa, dan arah hubungan sosialdeskripsi
suasana hubungan sosial yang diperoleh melalui sosiometri disebut sosiogram.
Selain itu juga, pembimbing juga dapat membuat data sosiometris untuk
setiap siswa. Untuk data sosiometris selanjutnya pembimbing dapat
mengetahui frekuensi pemilihan, yaitu banyaknya siswa yang dipilih,
keakraban pergaulan antar siswa, status pilihan atau penolakan, dan
popularitas dalam pergaulan.
Pelaksanaan sosiometri menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1) Para siswa diminta untuk memilih satu, dua atau lebih teman yang paling
disenangi dalam kerja sama untuk suatu kegiatan. Jenis kegiatan hendaknya
dijelaskan terlebih dahulu oleh pembimbing. Teman yang dipilih ditulis dalam
lembaran isian sosiometri. 2) Setelah siswa menulis dalam lembaran isian,
selanjutnya dikumpulkan untuk ditabulasi dalam matrik sosiometris. 3)
berdasarkan matrik sosiometris, pembimbing melakukan analisis.
h. Kunjungan rumah
Kunjungan rumah dilakukan untuk mengenal secara lebih dekat
lingkungan keluarga siswa. Secara psikologis dan social, kunjungan rumah
akan menimbulkan keakraban dan saling pengertian antara pihak sekolah dan
madrasah secara umum dan pembimbing secara khusus dengan orangtua
siswa. Kunjungan rumah juga digunakan untuk memperoleh informasi
terutama informasi yang belum diperoleh secara jelas melalui angket dan
wawancara.
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pembimbing yang akan
melakukan kunjungan rumah adalah sebagai berikut: 1) Mengadakan
persiapan menyangkut informasi-informasi apa yang akan diperoleh melalui
kunjungan rumah. 2) hindarkan kesan seolah-olah diadakan pemeriksaan
(inspeksi). Pembimbing harus menunjukkan sikap ramah dan rendah hati
sehingga orang tua mau berbicara secara terbuka. 3) pastikan bahwa
kedatangan pembimbing akan diterima secara baik oleh orang tua siswa.
Kepastian itu bisa dipertanyakan kepada siswa yang rumahnya dikunjungi.
Apabila tidak ada kepastian tentang penerimaan oleh orang tua, sebaiknya
kunjungan rumah tidak digunakan.4) kumpulkan informasi yang mencakup: a)
letak dan keadaan dalam rumah seperti: keadaan fisik rumah, sumber
penerangan dan sebagainya, b) fasilitas belajar yang tersedia bagi siswa, c)
kebiasaan belajar siswa seperti waktu belajar, inisiatif belajar, belajar bersama
teman atau sendirian, d) suasana keluarga seperti corak hubungan antara orang
tua dengan anak, sikap orang tua terhadap sekolah dan madrasah, sikap orang
tua teman-teman bergaul anak, harapan kedua orang tua terhadap anak,
keadaan ekonomi dan lain sebagainya. e) setelah kembali dari melakukan
kunjungan rumah, pembimbing menyusun laporan singkat tentang informasi
yang diperoleh.
i. Kartu pribadi
Kartu pribadi merupakan suatu catatan yang disusun secara kronologis
dan terus bertambah secara luas karena penambahan data secara kontinyu. Di
dalam kartu pribadi, termuat data penting tentang siswa. Dalam konteks
bimbingan-konseling, kartu pribadi merupakan suatu catatan tentang masing-
masing siswa yang disusun selama beberapa waktu dan memuat data yang
signifikan bagi keperluan bimbingan.
j. Studi kasus
Studi kasus dapat bermakna suatu teknik mempelajari seorang
individu secara mendalam untuk membantunya memecahkan masalah atau
memperoleh penyesuaian diri lebih baik. Data yang diperoleh melalui studi
kasus itulah yang digunakan untuk menetapkan jenis kesulitan atau masalah
yang dialami individu dan juga menetapkan jenis bantuan atau bimbingan
yang dapat diberikan.
Beberapa masalah yang bisa dikumpulkan melalui studi kasus adalah:
1) identitas diri seperti: nama, jenis kelamin, tanggal lahir, alamat, nomor
pokok siswa, dan lain-lain. 2) latar belakang keluarga seperti: jumlah anggota
keluarga, status social keluarga, pekerjaan orang tua, situasi rumah, bantuan
orang tua dan sebagainya. 3) keadaan kesehatan dan pengembangan jasmani,
seperti sakit yang pernah diderita siswa, ciri-ciri jasmani, dan lain sebagainya.
4) latar belakang pendidikan seperti: pengalaman pendidikan, hasil belajar,
minat belajar, kegagalan dalam pendidikan dan lain sebagainya. 5)
kemampuan dasar saperti; kecerdasan, bakat, minat, sikap dan lain
sebagainya. 6) tingkah laku social seperti; latar belakang pergaulan, sikapnya
terhadap orang lain, peranan dalam kelompok social, dan lain sebagainya5.

C. Persiapan dan Prosedur Bimbingan dan Konseling


1. Persiapan Bimbingan dan Konseling
Kegiatan penyusunan program bimbingan dan konseling di sekolah, perlu
dipersiapkan dengan baik. Persiapan program bimbingan dan konseling di
sekolah adalah seperangkat kegiatan yang dilakukan melalui berbagai bentuk
survei, untuk menginventarisasi tujuan, kebutuhan, kemampuan sekolah, serta
persiapan sekolah untuk melaksanakan program bimbingan dan konseling.
Tahap persiapan penyusunan program bimbingan dan konseling ini
mempunyai arti yang penting untuk menarik perhatian dan minat dan kegiatan
dalam bimbingan dan konseling di sekolah, serta menentukan tolak ukur
program bimbingan dan konseling juga memelihara suasana psikologis yang
menguntungkan, karena semua pihak terlibat di dalamnya untuk ikut serta
secara aktif berpartisipasi sejak awal kegiatan dalam persiapan penyusunan
program. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa tahap persiapan adalah
seperangkat kegiatan mengumpulkan berbagai hal yang dibutuhkan untuk
penyusunan program dan pengadaan kelengkapannya. Dalam tahap persiapan
penyusunan program bimbingan dan konseling ini, butir-butir kegiatan yang
dilakukan dapat dirinci sebagai berikut:
a. Studi Kelayakan
Studi kelayakan adalah seperangkat kegiatan dalam mengumpulkan
berbagai informasi tentang hal-hal yang dibutuhkan untuk penyusunan
program bimbingan dan konseling di sekolah. Dengan adanya studi
kelayakan ini, kesimpulan dan saransaran yang disajikan pada akhir studi
5
Ibid, h. 227-234
dipakai sebagai tolak ukur untuk menentukan program bimbingan dan
konseling yang perlu dikembangkan di sekolah. Dalam studi kelayakan
yang dapat dipertimbangkan ialah beberapa aspek, di antaranya: (1)
Sarana dan prasarana, yang kemungkinan bisa utuk digali, (2)
Pengendalian pelaksanaan program, (3) Pembiayaan kegiatan secara
keseluruhan yang menunjang pelaksanaan program, dan berbagai aspek
lainnya yang bisa digali. Dari hasil pengkajian aspek-aspek tersebut,
beberapa kemungkinan yang akan diambil sebagai kesimpulan bahwa: (1)
Suatu kegiatan sangat layak dilaksanakan, (2) Suatu kegiatan layak untuk
dilaksanakan, (3). Kegiatan kurang layak untuk dilaksanakan, (4).
Kegiatan tidak layak untuk dialksanakan.
2. Penyusunan Program Bimbingan dan Konseling
Dalam tahap penyusunan program bimbingan dan konseling hendaknya perlu
diperhatikan beberapa pertimbangan, diantaranya:
1) Penyusunan program bimbingan dan konseling hendaknya merumuskan
masalah-masalah yang dihadapi oleh:
a) Siswa, baik yang berkenaan dengan masalah pribadi, emosional,
hubungan sosial, keluarga, pendidikan, pilihan pekerjaan, jabatan atau
karier.
b) Guru pembimbing (konselor), dalam pelaksanaan bimbingan dan
konseling disekolah, baik yang berkenaan dengan jelas jenis
pelayanan, maupun proses pengelolaan bimbingan dan konseling di
sekolah.
c) Kepala sekolah, dalam proses pengelolaan bimbingan dan konseling di
sekolah yang berkaitan dengan program, organisasi, kepemimpinan,
maupun segi pembinaan.
2) Dalam penyusunan program bimbingan dan konseling hendaknya
dirumuskan dengan jelas tujuan yang ingin dicapai dalam mengenai
berbagai masalah, serta dirumuskan bentuk-bentuk kegiatan yang
berkenaan dengan butir dan subbutir rincian kegiatan waktu pelaksanaan,
dan sasarannya.
3) Dalam penyusunan program bimbingan dan konseling di sekolah
hendaknya dirumuskan dan diinventarisasikan berbagai fasilitas yang ada,
termasuk di dalamnya personel pelaksanaan program bimbingan dan
konseling di sekolah, serta anggaran biaya yang diperlukan untuk
memperlancar jalannyakegiatan bimbingan dan konseling di sekolah.
Dengan pelaksanaannya hal-hal tersebut di atas dapatlah dikatakan di
sekolah adalah merupakan seperangkat kegiatan merumuskan masalah dan
tujuan, bentuk-bentuk kegiatan, personel, fasilitas, anggaran biaya yang
yang diperlukan, serta berbagai bentuk usulan kegiatan yang akan
dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu.
3. Konsultasi Usulan Program Bimbingan dan Konseling
Dalam kegiatan konsultasi adalah berupa pertemuan atau rapat guru
pembimbing (konselor) dan petugas yang lain yang terkait untuk membahas
usulan atau rancangan program bimbingan dan konseling. Beberapa kegiatan
yang bisa dilakukan sebagaimana telah dikemukakan terdahulu adalah sebagai
berikut:
1) Pertemuan-pertemuan Permulaan
Tujuan utama dari pertemuan ini adalah untuk menanam pengertian
bagi para peserta pertemuan (guru pembimbing, wali kelas, guru mata
pelajaran, staf administarsi bimbingan dan konseling, dan personel lainnya)
tentang pertemuan ini melibatkan petugas-petugas terkait, yang berminat
dan tertarik, serta memiliki kemampuan dalam bidang bimbingan dan
konseling.
2) Pembentukan Panitia Sementara
Kegiatan ini adalah bertujuan untuk merumuskan program bimbingan
dan konseling. Tugas-tugas dari panitia sementara ini adalah mencakup
tugas menentukan program bimbingan, rincian kegiatan, mempersiapkan
bagan atau pola organisasi dari program bimbingan dan konseling serta
membuat kerangka dasar dari program bimbingan dan konseling.
3) Pembentukan Panitia Penyelenggara Program
Terbentuknya panitia penyelenggara bimbingan dan konseling,
selanjutnya mempunyai tugas-tugas di antaranya: mempersiapkan
pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling, mempersiapkan
pelaksanaan sistem pencatatan, dan mempersiapkan pelaksanaan pelatihan
bagi para pelaksana program bimbingan dan konseling.
Kegiatan berupa rapat, pertemuan, atau konsultasi dengan petugas
terkait dalam penyusunan program bimbingan dan konseling, baik secara
rutin mauoun secara insidental, secara langsung memberikan suasana yang
menguntungkan, terutama untuk menghindari kecenderungan terjadinya
penyimpangan dalam pelaksanaan pelayanan program bimbingan dan
konselingdi sekolah, serta berusaha mewujudkan satu kesatuan cara
bertindak dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling. Untuk itu
peran kepala sekolah sebagai administrator sekolah perlu dilibatkan dalam
kegiatan ini. Baik berperan sebagai policy maker maupun sebagai desicion
maker.
4. Penyediaan Fasilitas
Fasilitas yang dimaksud di sini adalah fasilitas fisik dan teknis. Kedua
fasilitas ini merupakan faktor yang sangat menentukan dalam pelaksanaan
program bimbingan dan konseling di sekolah. Fasilitas yang perlu
disediakan di antaranya:
1) Fasilitas Fisik : ruang bimbingan dan konseling, ruang kerja
konselor, ruang
Pertemuan, ruang administra atau tata usaha bimbingan dan
konseling, ruang penyimpanan data atau catatan-catatan, ruang
tunggu, alat-alat perlengkapan ruangan bimbingan dan konseling,
meja dan kursi-kursi, tempat penyimpanan catatan-catatan (locker,
lemari, rak dan sebagainya), Papan tulis dan papan pengumuman,
2) Fasilitas teknis: fasilitas teknis yang dimaksud adalah alat-alat
penghimpun data seperti: angket, tes, inventori, daftar cek.
5. Penyediaan Anggaran Biaya
Untuk kelancaran program bimbingan dan koneling perlu disediakan
anggaran biaya yang memadai untuk biaya-biaya dalam pos sebagai
berikut:
1) Pembiayaan personel.
2) Pengadaan dan pengembangan alat-alat teknis.
3) Biaya operasional.
4) Biaya penelitian atau riset.

6. Pengorganisasian
Untuk mencapai tujuan yang optimal dalam pelaksanaan program
bimbingan dan konseling di sekolah, maka diperlukan pengorganisasian
kegiatan layanan bimbingan dan konselingyang baik. Pengorganisasian
dalam pengertian umum berarti suatu bentuk kegiatan yang mengatur cara
kerja, dan pola kerja atau mekanisme kerja kegiatan layanan bimbingan
dan konseling. Bimbingan dan konseling tidak dapat dilaksanakan secara
berdaya guna dan berhasil guna kalau tidak diimbangi dengan organisasi
yang baik. Tanpa organisasi, itu berarti tidak adanya suatu koordinasiyang
berwibawa, tegas, dan bijaksana. Agar pengorganisasian kegiatan
bimbingan dan konseling dapat mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan
bimbingan dan konseling yang baik, di sekolah, maka beberapa hal yang
perlu diperhatikan di antaranya:
1) Semua personel sekolah, meliputi kepalas sekolah, koordinator
bimbingan dan konseling, guru pembimbing (konselor), guru mata
pelajaran, wali kelas, dan staf bimbingan dan konseling harus
dihimpun dalam suatu wadah sehingga terwujud satu kesatuan cara
bertindak dalam usaha membantu memberikan layanan bimbingan
dan penyuluhan di sekolah.
2) Mekanisme kerja, pola kerja, atau prosedur kerja bimbingan dan
konseling di sekolah harus tunggal sehingga para siswa tidak
menjadi bingung karea adanya bentuk layanan bimbingan dan
konseling atau layanan lainnya yang serupa yang dilaksanakan
oleh petugas-petugas berbeda.
3) Tugas-tugas, tanggung jawab dan wewenang dari masing-masing
petugas yang terlibat dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling di sekolah harus dirinci secara jelas, sehingga masing-
masing petugas bimbingan dan konseling akan dapat memahami
dan mengerti kewajiban dan tanggung jawabnya masing-masing.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengorganisasian
kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah juga memiliki
peranan kunci dalam menunjang keberhasilan program bimbingan
dn konseling di sekolah.6
1. Prosedur atau Langkah-langkah Bimbingan dan Konseling :
a. Langkah Identifikasi Anak
Langkah ini dimaksudkan untuk mengenal anak beserta gejala-
gejala yang tampak. Dalam langkah ini, pembimbing mencatat anak-
anak yang perlu mendapat bimbingan dan memilih anak yang perlu
mendapat bimbingan terlebih dahulu.
b. Langkah Diagnosis
Langkah diagnosis yaitu langkah untuk menetapkan masalah
yang dihadapi anak berdasarkan latar belakangnya. Dalam langkah ini
kegiatan yang dilakukan ialah mengumpulkan data dengan
memadakan studi terhadap anak, menggunakan berbagai studi
terhadap anak, menggunakan berbagai teknik pengumpulan data.
Setelah data terkumpul, ditetapkan masalah yang dihadapi serta latar
belakangnya.
c. Langkah Prognosis
Langkah prognosis yaitu langkah untuk menetapkan jenis
bantuan yang akan dilaksanakan untuk membimbing anak. Langkah
prognosis ini ditetapkan berdasarkan kesimpulan dalam langkah
diagnosis, yaitu setelah ditetapkan masalahnya dan latar belakangnya.
Langkah prognosis ini, ditetapkan bersama setelah mempertimbangkan
berbagai kemungkinan dan berbagai factor.
6
Sukardi, Dewa Ketut & Nila Kusmawati, Proses Bimbingan dan Konseling Di Sekolah, (Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2008), hlm .
d. Langkah Terapi
Langkah terapi yaitu langkah pelaksanaan bantuan atau
bimbingan. Langkah ini merupakan pelaksanaan yang ditetapkan
dalam langkah prognosis. Pelaksanaan ini tentu memakan banyak
waktu, proses yang kontinyu, dan sistematis, serta memerlukan
pengamatan yang cermat.
e. Langkah Evaluasi dan Follow Up
Langkah ini di maksudkan untuk menilai atau mengetahui
sejauhmanakah terapi yang telah dilakukan dan telah mencapai
hasilnya. Dalam langkah follow up atau tindak lanjut, dilihat
perkembangan selanjutnya dalam jangka waktu yang lebih jauh.7
Berikut Menurut pendapat lain, Prosedur Bimbingan dan
Konseling, mencakup :
a. Mengidentifikasi kasus
Mengidentifikasi kasus merupakan proses pencarian individu
atau kelompok, misalnya siswa di suatu sekolah, yang diduga
membutuhkan layanan bimbingan dan konseling. Individu atau
kelompok yang dimaksud adalah individu atau kelompok yang
memang bermasalah yang dilihat dari buruknya prestasi hasil
belajar yang dinyatakan dengan sangat rendahnya nilai ujian.
b. Identifikasi masalah
Mengidentifikasi masalah merupakan proses mencari dan
menganalisis mengenai jenis masalah apa yang dialami individu
atau kelompok yang bermasalah tersebut, serta karakteristik
masalah seperti apa yang mereka alami.
c. Melakukan diagnosa
Diagnosa atas masalah diantaranya mencari faktor-faktor
penyabab masalah tersebut, misalnya faktor apakah yang
menyebabkan individu atau kelompok siswa prestasinya buruk.
Bisa didiagnosa dari segi potensi inteligensi dan bakatnya,
kesiapan siswa menerima pelajaran, sikap, emosi, kebiasaan, dan
7
Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Pustaka Setia 2010), hlm. 95-96.
sebagainya. Kemudian diagnosa mengenai iklim disekolah, rumah
atau masyarakatnya , kemudian mengenai tututan kualifikasi yang
harus dipenuhinya.
d. Mengadakan prognosa
Prognosa dilakukan untuk mencari masukan mengenai apakah
masalah tersebut masih mungkin diatasi atau tidak dengan melihat
proses awal sampai diagnosa akan dapat diketahui berat atau
ringannya masalah tersebut, dan alternatif pemecahan masalah
yang mungkin ditempuh, dengan memperkirakan lamanya
penyelesaian dan cara-cara yang bisa dijalankan serta oleh siapa
dilakukannya, baik oleh siswa sendiri, atau mesti dengan bantuan
orang tua atau guru,atau bantuan psikolog , dan sebagainya.
e. Mengadakan tindakan remidial atau referral
Dalam proses penyelesaian masalah dari hasil prognosa, dapat
diketahui misalnya masalahnya menyangkut belajar mengajar
disekolah, maka tindakan (remidial) dilakukan oleh guru BK
misalnya, tetapi kalau masalahnya menyangkut pribadi siswa yang
mendalam atau aspek lain yang lebih luas seperti kesehatan,
mental, medis dan lainnya, maka guru BK hanya
merekomendasikan saja (referral) kepada para ahli seperti dokter,
psikolog, atau lainnya.
f. Evaluasi dan Follow up
Evaluasi dapat dilakukan setelah semua langkah ditempuh,
kalau guru sendiri yang melakukan tindakan remidial (treatment)
untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka hendaklah guru
bimbingan dan konseling tersebut meneliti seberapa jauh atau
seberapa besar tidakan remidial atau treatment yang dilakukannya
telah menampakkan hasil yang positif bagi pemecahan masalah
yang dihadapi. Kalau remidial itu dilakukan oleh ahli sedang guru
hanya memberi rekomendasi saja, maka guru tersebut dapat
meminta laporannya dari ahli.8

D. TEKNIK DAN FASE DALAM BK


1. Teknik-Teknik Konseling9
Yang dimaksud dengan teknik konseling disini adalah cara-cara tertentu yang
digunakan oleh seorang konselor dalam proses konseling untuk membantu klien
agar berkembang potensinya serta mampu mengatasi masalah yang dihadapi
dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi lingkungannya yakni nilai-nikai
sosial, budaya dan agama.
Bagi seorang konselor, menguasai teknik-teknik konseling merupakan suatu
keniscayaan. Dalam proses konseling, penguasaan terhadap teknik konseling
merupakan kunci keberhasilan untuk mencapai tujuan konseling. Seorang
konselor yang efektif harus mampu merespons klien secara baik dan benar sesuai
keadaan klien saat itu. Respons yang baik berupa pertanyaan-pertanyaan verbal
dan non verbal yang dapat menyentuh, merangsang, dan mendorong sehingga
klien terbuka untuk menyatakan secara bebas perasaan, pikiran, dan
pengalamannya.10
Sebagai suatu proses, implementasi teknik-teknik konseling akan melalui
beberapa tahap kegiatan. Tahap-tahap tersebut adalah:
a. Persiapan konseling
Pada tahap ini, ada tiga hal yang harus dilakukan oleh konselor untuk
memulai proses konseling yaitu: (a) membentuk kesiapan untuk konseling, (b)
memperoleh riwayat kasus, dan (c) evaluasi psikodiagnostik.
1) Kesiapan untuk Konseling
Kesiapan untuk konseling tertuju kepada konselor atau kliennya. Setiap
aktivitas yang berproses akan memerlakukan persiapan yang matang.
8
Tim Dosen, Psikologi Kependidikan untuk Mahasiswa Lembaga Pendidikan Tinggi Kependidikan,
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, (Bandung: 1990), hlm .
9
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
2013), 305-326.
10
Sopyan, S Willlis. Konseling Individual Teori dan Praktik. (Bandung:Alfabeta, 2004) hlm 157
Aktivitas konseling sebagai suatu proses, memerlukan persiapan yang
matang. Tanpa persiapan konseling tidak akan dapat berjalan efektif dan
sangat mungkin tujuan konseling tidak tercapai. Untuk dapat melakukan
konseling secara efektif dan agar konseling berhasil dan berdaya guna,
konselor harus melakukan persiaan. Begitu juga klien, agar dapat
berpartisipasi secara aktif sesuai tuntutan konsekling, harus siap untuk
mengikuti konseling. Tanpa partisipasi dari klien atau tanpa kesiapan
klien, proses konseling bisa gagal.
Hal-hal yang berkenaan dengan kesiapan konseling terutama yang
berhubungan dengan klien adalah: (1) motivasi klien untuk memperoleh
bantuan, (2) pengetahuan klien tentang konseling, (3) kecakapan
intelektual, (4) tingkat tilikan terhadap masalah dan dirinya sendiri, (5)
harapan-harapan terhadap peran konselor, dan (6) sistem pertahanan diri.
2) Riwayat Kasus
Riwayat kasus adalah suatu kumpulan fakta yang sistemtis tentang
kehidupan klien sekarang dan masa yang lalu. Dengan perkataan lain
mengumpulkan sejumlah kasus yang dialami oleh klien pada masa
sekarang maupun yang telah lalu. Secara sederhana riwayat kasus bisa
dikatakan melakukan identifikasi terhadap masalah-masalah yang dialami
klien.
3) Evaluasi Psikodiagnostik
Dalam bidang medis, diagnosis diartikan sebagai suatu proses
memeriksa gejala, memperkirakan sebab-sebab,mengadakan observasi,
menempatkan gejala dalam kategori, dan memperkirakan usaha-usaha
penyembuhannya. Dalam bidang psikologis, proses diagnosis mempunyai
beberapa arti dan sulit dipisahkan secara tegas sebagaimana halnya dalam
bidang medis. Secara umum diagnosis dalam bidang psikologis berarti
pernyataan tentang masalah klien, perkiraan sebab-sebab kesulitan,
kemungkinan teknik-teknik konseling untuk memecahkan masalah, dan
memperkirakan hasil konseling dalam bentuk tingkah laku klien di masa
yang akan datang.11
Psikodiagnosis mempunyai dua arti yaitu: pertama, sebagai suatu
kkasifikasi deskriptif masalah-masalah yang sama dengan klasifikasi
psikiatris untuk gangguan neurosis, psikosis, dan karakter yang
selanjutnya disebut diagnosis diferensial. Kedua, psikodiagnosis sebagai
suatu prosedur menginterpretasikan data kasus, yang selanjutnya disebut
diagnosis structural.
Surya menyarankan dalam proses konseling hendaknya berhati-hati
menggunakan diagnosis dengan pengertian di atas; sebab dapat
menimbulkan bahaya sebagai berikut: (1) data yang terbatas atau kurang
memadai, padahal kehidupan klien (siswa) sangat kompleks, (2) konselor
kurang memperhatikan keadaan tingkah laku klien sekarang, (3) terlalu
cepat menggunakan tes, (4) hilangnya pemahaman terhadap individualitas
atau keunikan sistem diri klien, (5) pengaruh sikap menilai dari konselor.
Psikodiagnosis dapat dilakukan dengan tes dengan tujuan untuk
memperoleh data tentang kepribadian klien melalui sampel tingkah laku
dalam situasi yang terstandar. Asumsi yang melandasi penggunaan tes
dalam psikodiagnois adalah kepribadian sebagai suatu yang dinamis dan
dapat diukur melalui sampel tingkah laku. Selain itu juga didasarkan atas
asumsi bahwa pola berpikir dan merasa klien yang diperoleh melalui tes
akan menggambarkan struktur dasar karakter klien. Penggunaan tes
psikodiagnosis dalam konseling berfungsi untuk: (1) menyeleksi data yang
diperlukan bagi konseling, (2) meramalkan keberhasilan konseling, (3)
memperoleh informasi yang lebih terinci, (4) merumuskan diagnostic yang
lebih tepat.
2. Teknik-Teknik Melakukan Konseling

11
Mohd. Surya. Dasar-Dasar Penyuluhan (Konseling). (Jakarta:Proyek Pengembangan LPTK) hlm
162
Proses konseling memerlukan teknik-teknik tertentu sehingga bisa berjalan
secara efektif dan efisien atau berdaya guna dan berhasil guna. Berikut ini
diuraikan beberapa teknik dalam konseling.
a. Teknik Rapport
Teknik rapport dalam konseling merupakan suatu kondisi saling memahami
dan mengenal tujuan bersama. Tujuan utama teknik ini adalah untuk
menjembatani hubungan antara konselor dengan klien dan masalahnya.
Melalui teknik ini akan tercipta hubungan yang akrab antara konselor dan
klien yang ditandai dengan saling mempercayai. Implementasi teknik rapport
dalam konseling adalah: (1) pemberian salam yang menyenangkan, (2)
menetepkan topik pembicaraan yang sesuai, (3) susunan ruang konseling yang
menyenangkan, (4) sikap yang ditandai dengan (a) kehangatan emosi, (b)
realisasi tujuan bersama, (c) menjamin keberhasilan klien, (4) kesadaran
terhadap hakikat klien secara alamiah.
b. Perilaku Attending
Attending merupakan upaya konselor menghampiri klien yang diwujudkan
dalam bentuk perilaku seperti kontak mata, bahasa tubuh dan bahasa tulisan.
Perilaku attending yang baik harus mengombinasikan ketiga aspek di atas
sehingga akan memudahkan konselor untuk membuat klien terlibat
pembicaraan dan terbuka. Perilaku attending yang baik akan dapat: (1)
menigkatkan harga diri klien, (2) menciptakan suasana yang aman dan akrab,
(3) mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.
Wujud perilaku attending dalam proses konseling misalnya: pertama,
kepala mengangguk sebagai pertanda setuju atas pernyataan klien. Kedua,
ekspresi wajah tenang, ceria, dan senyum. Ketiga, posisi tubuh agak condong
kea rah klien, jarak duduk antara konselor dengan klien agak dekat, duduk
akrab berhadapan atau berdampingan. Keempat, melakukan variasi isyarat
gerakan tangan/lengan secara spintan untuk memperjelas ucapan (pernyataan
konselor). Kelima, mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian, menunggu
ucapan klien hingga selesai, diam (menunggu saat kesempatan bereaksi),
perhatian terarah pada klien (lawan bicara).
Perilaku attending berkenaan dengan teknik penerimaan konselor
terhadap klien. Teknik penerimaan menggambarkan cara bagaimana konselor
bertindak agar klien merasa diterima dalam proses konseling. Atau cara
bagaimana konselor bertindak agar klien merasa diterima dalam proses
konseling. Teknik ini dalam proses konseling bisa diwujudkan melalui
ekspresi wajah, (misalnya ceria atau cemberut). Ekspresi wajah ceria bisa
menggambarkan penerimaan konselor atas kliennya, sebaliknya ekspresi
wajah cemberutr bisa menggambarkan penolakan atau ketidaksetujuan
konselor atas kliennya. Selanjutnya juga bisa diwujudkan dalam bentuk
tekanan atau nada suara dari konselor (tinggi, mendatar, dan rendah) dan jarak
duduk antara konselor dank lien. Konselor yang berkata dengan nada tinggi
atau duuk yang berjarak melebihi batas ketentuan dalam konseling, mungkin
merupakan indikasi bahwa konselor tidak menerima klien.
c. Teknik Structuring
Structuring adalah proses penetapan batasa oleh konselor tentang
hakikat, batas-batas dan tujuan proses konseling pada umumnya dan
hubungan tertentu pada khususnya. Structuring memberikan kerangka kerja
atau orientasi terapi kepada klien. Structuring ada yang bersifat inplisit di
mana secara umum peranan konselor diketahui oleh klien da nada yang
bersifat formal berupa pernyataan konselor untuk menjelaskan dan membatasi
proses konseling. Misalnya, berapa lama konseling ini akan kita lakukan, atau
kapan waktu-waktu Anda bisa untuk mengikuti konseling dan seterusnya.
Ada lima macam structuring dalam konseling; yaitu: (1) Batas-batas
waktu baik dalam satu individu maupun seluruh proses konseling. (2) atas-
batas tindakan baik konselor maupun kloien. (3) Batas-batas peranan konselor.
(4) Batas-batas proses atau prosedu, misalnya menyangkut waktu atau jadwal,
berapa lama konseling akan dilakukan dan lain sebagainya. (5) Structuring
dalam nilai proses, misalnya menyangkut tahapan-tahapan yang harus
ditempuh (dilalui), apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama proses
konseling berlangsung.
d. Empati
Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang
dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau
tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa
perilaku attending mustahil terbentuk empati.
Terdapat dua macam empati, yaitu :
1. Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami
perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat
terlibat dan terbuka.Contoh ungkapan empati primer : Saya dapat
merasakan bagaimana perasaan Anda.Saya dapat memahami pikiran
Anda. Saya mengerti keinginan Anda.
2. Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor terhadap
perasaan, pikiran keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan
menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Keikutan
konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk
mengemukakan isi hati yang terdalam, berupa perasaan, pikiran,
pengalaman termasuk penderitaannya. Contoh ungkapan empati tingkat
tinggi : Saya dapat merasakan apa yang Anda rasakan, dan saya ikut
terluka dengan pengalaman Anda itu.
e. Refleksi Perasaan
Refleksi perasaan merupakan suatu usaha konselor untuk menyatakan
dalam bentuk kata-kata yang segar dan sikap yang diperlukan terhadap klien.
Refleksi perasaan juga merupakan teknik penengah yang bermanfaat untuk
digunakan setelah hubungan permulaan (tahap awal konseling) dilakukan dan
sebelum pemberian informasi serta tahap interpretasi dimulai. Refleksi
perasaan bisa berwujud positif, negatif, dan ambivalen.
Refleksi perasaan positif ditunjukkan oleh konselor dalam konseling
melalui pernyataan persetujuan atas apa yang disampaikan oleh klien.
Refleksi perasaan negatif ditunjukkan oleh konselor dalam konseling melalui
pernyataan ketidaksetujuan atau penolakan konselor atas apa yang di-
nyatakan oleh klien. Sedangkan refleksi perasaan yang ambivalen (masa
bodoh) ditunjukkan oleh konselor dengan membiarkan saja (tidak menyatakan
setuju dan tidak menolak) atas apa yang dinyatakan oleh klien.
Refleksi perasaan akan mengalami kesulitan apabila: (1) streotipe dari
konselor, (2) konselor tidak dapat mengatur waktu sesi konseling, (3) konselor
tidak dapat memilih perasaan mana untuk direfleksikan, (4) konselor tidak
dapat mengetahui isi perasaan yang direfleksikan, (5) konselor tidak dapat
menemukan ke dalam perasaan, (6) konselor menambah arti perasaan, dan (7)
konselor menggunakan bahasa yang kurang tepat.
Manfaat refleksi perasaan dalam proses konseling adalah: (1)
membantu klien untuk merasa dipahami secara mendalam, (2) klien merasa
bahwa perasaan menyebabkan tingkah laku, (3) memusatkan evaluasi pada
klien, (4) memberi kekuatan untuk memilih, (5) memperjelas cara berpikir
klien, dan (6) menguji kedalaman motif-motif klien.
Refleksi merupakan keterampilan konselor untuk memantulkan
kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman klien sebagai
hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan nonverbalnya. Refleksi terbagi
atas tiga jenis, yaitu (1) refleksi perasaan, (2) refleksi pengalaman, dan (3)
refleksi pikiran.
Pertama, refleksi perasaan, yaitu keterampilan konselor untuk dapat
memantulkan (merefleksikan) perasaan klien sebagai hasil pengamatan verbal
dan nonverbal terhadap klien. Kedua, refleksi pengalaman, yaitu keterampilan
konselor untuk memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil
pengamatan perilaku verbal dan nonverbal klien. Contoh refleksi perasaan:
Tampaknya yang Anda katakan adalah... Atau Barangkali Anda
merasa. atau Hal itu rupanya seperti.. atau Adakah yang Anda
maksudkan. dan seterusnya. Dalam proses konseling, refleksi perasaan
misalnya ketika klien mengatakan : Si A itu sialan. Saya membencinya.
Saya tidak akan berteman lagi dengannya. Sampai kapan pun saya tidak
akan berteman lagi dengannya. Mendengar perkataan tersebut, konselor
merefleksikan dengan mengatakan: Tampaknya Anda sungguh-sungguh
marah dengan si A. Contoh refleksi pengalaman: Tampaknya yang Anda
kemukakan adalah suatu atau Barangkali yang akan Anda utarakan
adalah.. atau Adakah yang Anda maksudkan suatu peristiwa . Dalam
proses konseling, refleksi pengalaman misalnya ketika klien mengatakan:
Saya trauma dengan masa lalu saya yang hampir tidak ada yang
menyenangkan. Konselor merefleksi dengan mengatakan: Adakah yang
Anda maksudkan adalah peristiwa-peristiwa sedih yang Anda alami pada
masa lalu.
Ketiga , refleksi pikiran, yaitu keterampilan konselor untuk
memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan
terhadap perilaku verbal dan nonverbal klien. Contoh refleksi pikiran adalah
ungkapan konselor sebagai berikut: Tampaknya yang akan anda
katakana. Atau Mungkin yang akan anda utarakan adalah atau
apakah ayang anda maksudkan
f. Teknik Eksplorasi
Eksplorasi merupakan keterampilan konselor untuk menggali
perasaan, pengalaman, dan pikiran klien. Teknik ini dalam konseling sangat
penting karena umumnya klien tidak mau terus terang (tertutup), menyimpan
rahasia batin, menutup diri atau tidak mampu mengemukakannya secara terus
terang. Eksplorasi memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa
takut, tertekan, dan terancam. Eksplorasi ada tiga macam: (1) eksplorasi
perasaan; (2) eksplorasi pikiran; dan (3) ekplorasi pengalaman.
Pertama, eksplorasi perasaan, yaitu keterampilan konselor untuk
menggali perasaan klien yang tersimpan. Contoh eksplorasi perasaan:
Dapatkah Anda menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkanat au
Saya kirar a s a sedih Anda begitu mendalam dalam peristiwa tersebut.
Dapatkah Anda kemukakan perasaan Anda lebih jauh
Kedua, eksplorasi pikiran, yaitu keterampilan konselor untuk menggali
ide, pikiran, dan pendapat klien. Contoh eksplorasi pikiran: Mungkin Anda
dapat menjelaskan lebih jauh ide Anda tentang sekolah sambil bekerja.
Ketiga, eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau kemampuan
konselor untuk menggali pengalaman-pengalamanklien yang telah dilaluinya.
Contoh eksplorasi pengalaman: Saya amat terkesan dengan pengalaman yang
Anda lalui, namun saya ingin memahami lebih jauh tentang pengalaman
tersebut dan pengaruhnya terhadap kesuksesan belajar Anda.
g. Teknik Paraphrasing

h. Teknik Bertanya
Umumnya konselor mengalami kesulitan untuk membuka percakapan
dengan klien, karena sulit menduga apa yang dipikirkan klien. Untu itu
konselor harus memiliki ketrampilan bertanya. Teknik bertanya ada dua
macam, yaitu bertanya terbuka(open qoestion) dan bertanya tertutup( closed
question).
Pertanyaan Terbuka (Opened Question). Pertanyaan terbuka yaitu
teknik untuk memancing siswa agar mau berbicara mengungkapkan perasaan,
pengalaman dan pemikirannya dapat digunakan teknik pertanyaan terbuka
(opened question). Pertanyaan yang diajukan sebaiknya tidak menggunakan
kata tanya mengapa atau apa sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan
menyulitkan klien, jika dia tidak tahu alasan atau sebab-sebabnya. Oleh
karenanya, lebih baik gunakan kata tanya apakah, bagaimana, adakah,
dapatkah. Contoh : Apakah Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita
bicarakan? atau bagaimana perasaan anda saat ini?
Pertanyaan Tertutup (Closed Question). Dalam konseling tidak
selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-hal tertentu
dapat pula digunakan pertanyaan tertutup, yang harus dijawab dengan kata Ya
atau Tidak atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk :
mengumpulkan informasi, menjernihkan atau memperjelas sesuatu, dan
menghentikan pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh.
Contoh dialog :
Klien : Saya berusaha meningkatkan prestasi dengan mengikuti belajar
kelompok yang selama ini belum pernah saya lakukan.
Konselor: Biasanya Anda menempati peringkat berapa ? .
Klien : Empat
Konselor: Sekarang berapa ?
Klien : Sebelas
i. Dorongan Minimal
Dalam proses konseling, konselor harus mengupayakan agar klien
selalu terlibat dalam pembicaraan. Untuk itu konselor harus mampu
memberikan dorongan minimal kepada klien, yaitu suatu dorongan langsung
yang singkat terhadap apa yang telah dikatakan klien seperti pernyataan oh,
ya, terus, lalu, dan. Teknik ini memnungkinkan klien untuk terus
berbicara dan dapat mengarahkan agar pembicaraan mencapai tujuan.
Dorongan minimal juga dapat meningkatkan eksplorasi diri. Dorongan
minimal diberikan secara selektif, yaitu ketika klien menunjukkan tanda-tanda
akan mengurangi atau menghentikan pembicaraan dan sat konselor ragu
terhadap pembicaraan klien.
j. Interpretasi
Interpretasi merupakan usaha konselor mengulas pikiran, perasaan, dan
perilaku atau pengalaman klien berdasarkan atas teori-teori tertentu. Tujuan
utama teknik ini adalah untuk memberi rujukan, pandangan atau tingkah laku
klien, agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan
baru.
k. Teknik Mengarahkan (Directing)
Seperti telah disebutkan di muka, bahwa proses konseling memerlukan
partisipasi secara penuh dari klien. Untuk mengajak klien berpartisipasi secara
penuh di dalam proses konseling, perlu ada ajakan dan arahan dari konelor.
Upaya konselor mengarahkan klien dapat dilakukan dengan menyuruh klien
memerankan sesuatu (bermain peran) atau mengkhayalkan sesuatu.
l. Teknik Menyimpulkan Sementara (Summarizing)
Agar pembicaraan dalam konseling maju secara bertahap dan arah
pembicaraan semakin jelas, maka setiap periode waktu tertentu konselor
bersama klien perlu menyimpulkan pembicaraan. Membuat kesimpulan
bersama perlu dilakukan agar klien memiliki pemahaman dan kesadaran
bahwa keputusan tentang dirinya menjadi tanggung jawab klien, sedangkan
konselor hanya membantu. Kapan suatu pembicaraan akan disimpulkan bisa
ditetapkan sendiri oleh konselor atau bisa tergantung kepada feeling konselor.
Tujuan utama summarizing adalah: pertama, memberikan kesempatan
kepada klien untuk mengambil kilas balil (feed back) dari hal-hal yang telah
dibicarakan bersama konselor. Kedua, untuk menyimpulkan kemajuan hasil
pembicaraan secara bertahap. Ketiga, untuk meningkatkan kualitas diskusi.
Keempat, mempertajam atau memperjelas fokus atau arah wawancara
konseling.
m. Teknik-teknik Memimpin
Agar wawancara konseling tidak menyimpang (pembicaraan terfokus
pada masalah yang dibicarakan), konselor harus mampu memimpin rah
pembicaraan sehingga tujuan konseling bisa tercapai. Memimpin dalam
konseling bisa memiliki dua arti, pertama: menunjukkan keadaan di mana
konselor berada di dalam atau di luar pikiran klien. Kedua, keadaan di mana
konselor mengarahkan pikiran klien kepada peneimaan perkataan konselor.
n. Teknik Fokus
Fokus akan membantu klien untuk memusatkan perhatiannya pada
pokok pembicaraan. Ada empat fokus dalam konseling, pertama fokus pada
diri klien. Kedua, fokus pada orang lain. Ketiga, fokus pada topik. Keempat,
fokus mengenai budaya.
o. Teknik Konfrontasi
Dalam konseling dikenal juga dengan memperhadapkan. Teknik
konfrontasi adalah suatu teknik yang menantang klien untuk melihat adanya
inkonsistensi (tidak konsisten) antara perkataan dengan perbuatan, ide awal
dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan. Tujuannya adalah
mendorong klien untuk mengadakan penelitian diri secara jujur (introspeksi
diri secara jujur), meningkatkan potensi klien, membawa klien kepada
kesadaran adanya diskrepansi (kondisi pertentangan antara harapan seseorang
dengan kondisi nyata di lingkungan) dari klien dengan, inkonsistensi, konflik
atau kontradiksi dalam dirinya.
p. Menjernihkan (Clarifying)
Dalam konseling, teknik ini dilakukan oleh konselor dengan
mengklarifikasi ucapan-ucapan klien yang tidak jelas, samar-samar, atau agak
meragukan. Tujuannya adalah pertama mengundang klien untuk menyatakan
pesanya secara jelas, ungkapan kata- kata yang tegas, dan dengan alasan-
alasan yang logis. Kedua, agar klien menjelaskan, mengulang dan
mengilustrasikan perasaannya.
q. Memudahkan (Facilitating)
Facilitating adalah suatu teknik membuka komunikasi agar klien
dengan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran,
dan pengalamannya secara bebas.
r. Diam sebagai Suatu Teknik
Diam dalam konseling bisa dijadikan sebagai suatu teknik. Dalam
konseling, diam bukan berarti tidak ada komunikasi. Komunikasi tetap ada,
yaitu melalui perilaku non verbal.
Dalam konseling, diam bisa memiliki beberapa makna, pertama
penolakan atau kebingungan klien. Kedua, klien atau konselor telah mencapai
akhir suatu ide dan ragu mengatakan apa selanjutnya. Ketiga, kebingungan
yang didorong oleh kecemasan atau kebencian. Keempat, klien mengalami
perasaan sakit dan tidak siap untuk berbicara. Kelima, klien mengharapkan
sesuatu dari konselor. Keenam, klien sedang memikirkan apa yang dikatakan.
Ketujuh, klien baru menyadari kembali dan ekspresi emosional sebelumnya.12
Tujuan teknik ini adalah menanti klien yang sedang berpikir, sebagai
protes apabila klien berbicara berbelit- belit (nglantur), menunjang perilaku
attending dan empati sehingga klien bebas berbicara.
s. Mengambil Inisiatif
Pengambilan inisiatif perlu dilakukan oleh konselor ketika klien
kurang bersemangat untuk bicara, lebih sering diam, dan kurang partisipatif.

12
Surya. Dasar.........hlm 165
Konselor mengucapkan kata-kata yang mengajak klien untuk berinisiatif
dalam menuntaskan diskusi.
t. Memberi Nasihat
Dalam konseling, pemberian nasihat sebaiknya dilakukan apabila klien
memintanya. Meskipun demikian, konselor tetap harus
mempertimbangkannya, apakah pantas atau tidak memberikan nasihat. Hal
yang harus diperhatikan dalam pemberian nasihat adalah aspek kemandirian
dalam konseling. Para penganut teori Client Centered menyatakan bahwa
apabila klien masih dinasihati berarti belum mandiri. Dengan perkataan lain,
pemberian nasihat tidak sesuai dengan hakikat kemandirian dalam konseling.
Jalan tengah yang ditawarkan adalah dalam pemberian nasihat harus tetap
dijaga agar tujuan konseling, yakni kemandirian klien tetap tercapai
u. Memberi Informasi
Apabila konselor tidak mengetahui suatu informasi, sedangkan klien
memintanya, maka konselor harus secara jujur mengatakan tidak
mengetahuinya. Sebaliknya, apabila konselor mengetahui, sebaiknya
diupayakan agar klien tetap mengusahakannya sendiri. Misalnya, klien
bertanya tentang masyarakat masuk Sekolah Islam Unggulan dan terpadu,
karena konselor tidak mengetahui, secara jujur konselor mengatakannya tidak
mengetahui informasi tersebut dan menganjurkan klien mencari sendiri ke
sumber informasi (mendatangi sekolah yang bersangkutan)
v. Merencanakan
Menjelang akhir sesi konseling, konselor harus membantu klien untuk dapat
membuat rencana suatu program untuk action (melakukan tindakan sesuatu)
guna memecahkan masalah yang dihadapinya. Atau rencana perbuatan nyata
yang produktif bagi kemajuan klien. Rencana yang baik harus merupakan
hasil kerja sama anata konselor dengan klien. Misalnya konselor mengatakan:
Sebaiknya Anda memulai menyusun rencana yang baik dengan berpedoman
kepada hasil pembicaraan kita.
w. Menyimpulkan
Pada akhir sesi konseling, bersama klien konselor membuat suatu kesimpulan.
Atau konselor membantu klien membuat suatu kesimpulan yang menyangkut
hal: pertama, bagaimana keadaan perasaan klien saat ini terutama
menyangkut kecemasannya akibat masalah yang dihadapinya. Kedua,
memantapkan rencana klien. Ketiga, pokok-pokok yang akan dibicarakan
selanjutnya, pada sesi berikut. Misalnya, menjelang waktu akan berakhir,
konselor mengatakan: Apakah sudah dapat kita buat kesimpulan akhir
pembicaraan kita?
x. Teknik Mengakhiri (Menutup Sesi Konseling)
Mengakhiri sesi konseling merupakan suatu teknik dalam proses
konseling untuk mengakhiri sesi konseling, dapat dilakukan konselor dengan
cara: pertama, mengatakan bahwa waktu sudah habis. Kedua, merangkum isi
pembicaraan. Ketiga, menunjukkan kepada pertemuan yang akan datang
(menetapkan jadwal pertemuan sesi berikutnya). Keempat, mengajak klien
berdiri dengan isyarat gerak tangan. Kelima, menunjukkan catatan-catatan
singkat hasil pembicaraan konseling. Keenam, memberikan tugas-tugas
tertentu kepada klien yang relevan dengan pokok pembicaraan apabila
diperlukan.
BAB III
KESIMPULAN
Usaha mengenal anak dapat kita lakukan melalui 2 cara yang sederhana13 :
Observasi : Mengamati anak supaya dapat melihat setiap perubahan, penyimpangan,
kelainan pada diri si anak.
Wawancara : perlunya wawancara ialah untuk mengetahui kejadian-kejadian yang
dialami anak sejak lahir sampai timbulnya gejala tertentu yang menimbulkan
masalah pada anak.
Secara umum teknik pengumpulan data dapat dilakukan secara tes dan nontes.
Tahap persiapan penyusunan program bimbingan dan konseling ini mempunyai
arti yang penting untuk menarik perhatian dan minat dan kegiatan dalam bimbingan
dan konseling di sekolah,
Penyusunan Program Bimbingan dan Konseling
Dalam tahap penyusunan program bimbingan dan konseling hendaknya perlu
diperhatikan beberapa pertimbangan, diantaranya:
Penyusunan program bimbingan dan konseling hendaknya merumuskan masalah-
masalah yang dihadapi oleh:
Siswa, Guru pembimbing (konselor), Kepala sekolah

Teknik-Teknik Konseling
Yang dimaksud dengan teknik konseling disini adalah cara-cara tertentu yang
digunakan oleh seorang konselor dalam proses konseling untuk membantu klien
agar berkembang potensinya serta mampu mengatasi masalah yang dihadapi
dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi lingkungannya yakni nilai-nikai
sosial, budaya dan agama.
b. Teknik-Teknik Melakukan Konseling
Proses konseling memerlukan teknik-teknik tertentu sehingga bisa berjalan
secara efektif dan efisien atau berdaya guna dan berhasil guna. Berikut ini
diuraikan beberapa teknik dalam konseling.
1. Teknik Rapport
2. Perilaku Attending
3. Teknik Structuring
4. Empati
5. Refleksi Perasaan
6. Teknik Eksplorasi
7. Teknik Paraphrasing
8. Teknik Bertanya
9. Dorongan Minimal
10. Interpretasi
11. Teknik Mengarahkan (Directing)
12. Teknik Menyimpulkan Sementara (Summarizing)
13
Gunarsa Singgih D, Psikologi Untuk Membimbing, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2002) 54-60
13. Teknik-teknik Memimpin
14. Teknik Fokus
15. Teknik Konfrontasi
16. Menjernihkan (Clarifying)
17. Memudahkan (Facilitating)
18. Diam sebagai Suatu Teknik
19. Mengambil Inisiatif
20. Memberi Nasihat
21. Memberi Informasi
22. Merencanakan
23. Menyimpulkan
24. Teknik Mengakhiri (Menutup Sesi Konseling)

Anda mungkin juga menyukai