berfikir serta aliran atau mazhab yang diyakininya, situasi dan kondisi di
mana seorang mujtahid berada, kecerdasan dan latar belakang
pendidikan serta hubungan sosial lainya. Sedangkan dalam intern ilmu
umum perbedaan terjadi karena metode dan pendekatan yang dilakukan,
situasi sosial politik, kecenderungan pribadi, kecerdasan dan keterbatasan
pengetahuan, serta ideologi yang diyakininya.[5]
Adapun terjadinya dikotomi antara ilmu agama Islam dan ilmu
umum, antara lain karena adanya perbedaan pada dataran antologi,
epistemologi dan aksiologi, kedua bidang ilmu pengetahuan tersebut.
Sebagaimana diketahui bahwa ilmu agama Islam bertolak dari wahyu
yang mutlak benar dan dibantu dengan penalaran dalam proses
penggunaanya tidak boleh bertentangan dengan wahyu. Sementara itu
ilmu pengetahuan umum yang ada selama ini berasal dari barat dan
bersandar pada pandangan filsafat yang ateistik, materialistik,
sekularistik, empiristik, rasionalistik, bahkan hendonistik. Dua hal yang
menjadi dasar kedua bidang ilmu ini jelas amat berbeda, dan sulit
dipertemukan.[6]
Dalam era globalisasi ini, yang ditandai dengan kemajuan teknologi
mulai dari logika sederhana sampai kepada logika liberal, yang berakibat
immaterial, bahkan dalam khazanah filsafat Kalr Marx yang telah lalu,
perasaan tanpa hati, sebagaimana ia adalah roh zaman yang tanpa roh, ia
hal ini, seolah memberikan isyarat kepada kita bahwa agama merupakan
hal yang maya yang sulit diterima dengan rasio. Namun pandangan
ateistik Kalr Marx terhadap agama ini, didorong oleh sudut pandang yang
hanya melihat pada sisi nilai-nilai sosial dan emosional manusia, tanpa
adalah agama Islam. Sejatinya Allah sangat mendorong agar umat Islam
(syariat).
Namun sejak wacana seputar pintu ijtihad telah tertutup, maka
ketika itu umat Islam mulai membatasi diri dari memahami dan
dalam bukunya Science and the Modren World yaitu, Bila kita menyadari
apa yang terjadi di Eropa pada abad ke-18, yang ketika itu gereja
(pendeta) di satu pihak dan ilmuan di pihak lain, tidak dapat mencapai
kata sepakat tentang hubungan antara kitab suci dan ilmu pengetahuan.
bahwa air bisa saja mengalir ke atas, atau api membeku dan lain
otoritas yang lain, terutama otoritas Tuhan. Jadi jika dalam dunia keilmuan
baru asalkan masuk akal dan ditunjang bukti faktual yang memadai.
jauh.[12]
Ketiga, ranah utama wacana agama-agama adalah ranah misteri-
G. Barbour, didapat suatu keyakinan bahwa agama dan sains tidak dapat
tidak akan pernah dapat disatukan, jika sekiranya kita seorang ilmuan,
maka akan terasa sulit untuk membayangkan bagaimana kita secara jujur
percaya kepada Tuhan. Alasan utama mereka menarik kesimpulan ini ialah
ajaranya dengan tegas, padahal sains bisa melakukan hal itu. Agama
tidak bisa melakukan hal tersebut dengan cara yang bisa memuaskan
pengetahuan, karena kata ilmu itu sendiri telah menjadi kebudayaan yang
sehingga tak ada konsep lain yang berperan secara operatif dalam
bentuknya terulang sebanyak 854 kali.[18] Kata ini digunakan dalam arti
mengatakan, bahwa ilmu dari segi bahasa berarti kejelasan, karena itu
dengan topik : (1) proses pencapaian ilmu dan objeknya (Q.S Al-Baqarah :
31-32), (2), klasifikasi Ilmu ( Q.S Al-Kahfi: 65), (3) ilmu hisab yang
Sementara itu Afzalur rahman ada 27 cabang ilmu yang didasarkan pada
Quran sebagai dasar dan sumber ajaran Islam juga berbicara tentang
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya
dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar
Pada Q.S Yunus: 5-6 di atas, secara sederhana dapat kita pahami,
bulan dan matahari. Namun demikian pada setiap ayat yang memberi
mepelajari sains, yaitu agar kita mengenal Allah SWT lebih dekat lewat
[1] Muhammad Ahsin, Melacak Jejak Tuhan dalam Sains, Tafsir Islami
atas Sains, (Bandung: Mizan, 2004), h.11
[2] Abuddin Nata dkk, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h,1
[3] Ibid., h. 3
[4] Ibid., Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan umum
bergerak amat cepat, sebagai akibat dan dampak nyata kegiatan
penelitian yang didukung oleh etos ilmiah yang tinggi, serta pendanaan
dan peralatan yang lengkap. Ilmu pengetahuan ini dahulunya dikuasai
oleh umat Islam, namun kini sebagian besar dikuasai oleh masyarakat
Barat dan Eropa. Lihat Poeradisastra, Sumbangan Islam terhadap
Peradaban Eropa Barat, (Jakarta: P3, 1980), cet. I, hlm. 76 ; Muhammad R.
Mirza dan Muhammad Iqbal Siddiqi, Muslim Contribution to Science,
(Pakistan: Kazi Publication, 1986), cet. I, h. 17-29.
[5] Ibid., h. 5
[6] Ibid., h. 6
[7] Franz Magniz. Suseno, Pemikiran Karl Marx dari Sosialisme Utopis
ke Perselisihan Revisionisme, ( Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama,
2000), h.73.
[8] Muhammad Abduh, Islam Ilmu Pengetahuan dan Masyarakat
Madani, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 157
[9] Q.S al-Isra : 9
[10] Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2007), h.46
[11] Zainal Abidin Bagir dkk, Integrasi Ilmu dan Agama Interpretasi
dan aksi, (Bandung: Mizan, 2005), h.41
[12] Ibid,.
[13] Ibid,. h. 42
[14] John F. Haught, Perjumpaan Sains dan Agama dari Konflik ke
Dialog, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2004), h. 2
[15] Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama, ( Surabaya:
Bina Ilmu, 1990), h.47
[16] Dawan Raharjo, Jurnal Ulumul Quran, Nomor 4, Vo. 1, (Jakarta:
Aksara Buana,1990), Ensiklopedia Al-Quran, h.57
[17] Ibid
[18] Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran Tafsir MaudhuI atas
Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1996), cet. III, h. 434
[19] Ibid
[20] Abuddin Nata dkk, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h, 79
[21] Abuddin Nata dkk, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h,51
[22] Ibid
[23] Ibid., h. 52