Anda di halaman 1dari 6

KETERAMPILAN KOMUNIKASI DALAM KONSELING

(RAPPORT, ACCEPTANCE,PARAPHRASING,LEADING,KONFRONTASI,ASSURANCE)

Disusun oleh: Atta Nur Laily (23030200037)

BKPI 6B

A. Keterampilan komunikasi dalam konseling


Tujuan menggunakan keterampilan konseling adalah untuk membantu konseli
mengembangkan keterampilan pribadi dan inner strength (kekuatan batin) agar mereka
dapat menciptakan kebahagiaan di dalam kehidupannya sendiri dan orang lain. Dengan
demikian keterampilan konseling digunakan oleh para konselor profesional untuk
membantu individu atau kelompok agar memiliki kemampuan secara mandiri
memberdayakan dan menolong dirinya sendiri. Hal ini secara langsung berkaitan dengan
tujuan akhir proses konseling. (Geldard & Geldard, 2005).
Keterampilan komunikasi konselor adalah seperangkat kecakapan khusus untuk
mengirim dan menerima pesan yang dimiliki oleh konselor untuk membantu
konseli dalam proses konseling menemukan alternatif pilihan secara
tepat dalam menghadapi permasalahan yang dialami. Salah satu bahasan yang lebih
kongkret tentang penerapan sejumlah keterampilan komunikasi dikemukakan oleh
Nelson-Jones (2008), yaitu: (1) komunikasi verbal; (2) komunikasi vokal; (3) komunikasi
tubuh; (4) komunikasi sentuhan (touch communication); dan (5) komunikasi mengambil
tindakan (taking action communication).
B. Rapport
Menurut Willis, rapport adalah hubungan yang ditandai dengan keharmonisan,
kecocokan, dan saling tarik-menarik. Rapport diawali dari persetujuan, kesejajaran,
kesukaan dan persamaan. Hal yang harus ditekankan pada rapport adalah persamaan
bukan perbedaan. Persamaan akan membangun hubungan yang positif, sementara
perbedaan hanya akan memunculkan sikap resisten dan perasaan egosentris.
Mengembangkan rapport pada awalnya dilakukan oleh konselor. Ibarat sedang
menyambut tamu yang diharapkan kedatangannya, maka sang pempunya rumah akan
menyambutnya dengan hangat dan akrab untuk memberikan kenyamanan pada tamunya
tersebut. Begitu juga halnya dalam hubungan konseling, klien adalah tamu istimewa yang
seharusnya mendapatkan sambutan hangat dan keakraban dari konselor sebagai pemilik
rumah konseling. Kehangatan dan keakraban inilah yang dijadikan pondasi membangun
rapport. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana cara mengembangkan rapport tersebut.
Dalam hal ini Wills mengemukakan pendapat sebagai berikut:
1. Konselor memiliki sikap empati pada klien. Selain itu konselor harus
bersikap terbuka, menerima tampa syarat, dan menghormati klien
2. Konselor harus mampu membaca perilaku non verbal konseli, terutama yang
berhubungan dengan bahasa lisannya.
3. Adanya rasa kebersamaan, intim, akrab, kejujuran dan minat membantu tanpa
pamrih
C. Acceptance
Acceptance merupakan teknik yang digunakan konselor unluk menunjukkan minat
dan pemahaman terhadap hal-hal yang dikemukakan konseli. Acceptance atau penerimaan
artinya menerima apa adanya, menerima pribadi klien sebagai suatu keseluruhan.Sebaliknya
membenarkan (menyetujui) atau tidak menyetujui segi-segi kepribadian atau kelakuan
seorang klien, bukan merupakan bentuk penerimaan. Ada dua
bentuk Acceptance, yaitu  Lisan (verbal) dan Non Verbal. Acceptance disebut juga respon
verbal minimal. Menurut Okun (1987), respon verbal minimal adalah respon verbal yang
kadang-kadang dilakukan oleh konselor dengan mengangguk-anggukkan kepala. Ini
menunjukkan bahwa konselor mendengarkan dan mengikuti apa yang dikatakan konseli.
Brammer (1982: 184).
Menyatakan bahwa teknik penerimaan yang sederhana paling tidak memiliki
empat bagian pokok yang dapat diamati. Bagian pertama adalah pengaturan kontak mata,
karena mata merupakan sebuah sarana bagi para konselor untuk mengungkapkan
penerimaan dan kepedulian. Bagian kedua adalah ekspresi wajah dan anggukan kepala.
Konselor harus mampu menunjukkan ketertarikan yang sungguh-sungguh dengan
menggunakan ekspresi wajahnya. Konselor yang berpura-pura tertarik akan bisa
diketahui oleh konseli yang sensitif. Ketiga adalah tekanan suara dan perubahan nada
suara, hal ini menunjukkan kepada konseli apakah konselor benar-benar menerima, dan
postur tubuh adalah pertimbangan yang keempat dalam penenimaan.
D. Paraphrasing
Menangkap Pesan (Paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan kembali esensi
atau initi ungkapan klien dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan
kalimat yang mudah dan sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal : adakah atau
nampaknya, dan mengamati respons klien terhadap konselor.
Tujuan paraphrasing yaitu :
1. untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan berusaha
untuk memahami apa yang dikatakan klien;
2. mengendapkan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan.
3. memberi arah wawancara konseling
4. pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan klien.
E. Leading
Lead adalah teknik atau keterampilan yang digunakan konselor untukmengarahkan
pembicaraan klien dari satu hal ke hal yang lain secara langsung.(dalam Supriyo : 2006 :
29). Sedangkan menurut Lutfi Fauzan dkk (dalamTeknik-teknik Komunikasi untuk
Konselor : 2008: 40). Lead adalah ungkapan verbal konselor yang secara khusus berniat
mengarahkan perhatian dan pembicaraan konseli pada alur pembicaraan yang
dikehendaki menurut prosesdan isi bahasan konseling.Jadi dapat kami simpulkan bahwa
yang dimaksud dengan teknik leaddalam konseling adalah keterampilan yang digunakan
konselor untukmengarahkan pembicaraan dan perhatian konseli pada alur pembicaraan
yangdikehendaki baik menurut proses dan isi bahasan konseling dengan
ungkapanverbal secara langsung.Keterampilan ini sering pula disebut keterampilan
bertanya, karenadalam penggunaannya hanya menggunakan kalimat-kalimat tanya atau
sering disebut questioning.

F. Konfrontasi

Konfrontasi ketrampilan/ teknik yang digunakan oleh konselor untuk menunjukan adanya
kesenjangan, diskrepansi atau inkronguensi dalam diri konseli kemudian konselor
mengumpanbalikan kepada konseli Konfrontasi adalah keterampilan atau teknik yang digunakan
oleh konselor yang menantang konseli karena adannya ketidaksesuaian yang terlihat dalam
pernyataan dan tingkahlaku konseli, terjadi inkonsistensi antara perkataan dan perbuatan, ide
awal dengan ide berikutnya. Konfrontasi ini sifatnya membantu klien, bukan dimaksudkan untuk
menyerang klien tetapi hanya dibatasi pada komentar-komentar khusus terhadap perilaku klien
yang tidak konsisten.

Menurut Retno Tri Hariastuti dan Eko Darmanto (2007 : 54) mengemukakan bahwa
“Konfrontasi merupakan suatu respon verbal yang digunakan oleh konselor untuk menyatakan
adanya diskrepansi atau kesenjangan antara perasaan, fikiran, dan perilaku klien seperti yang
tampak pada pesan-pesan yang dinyatakannya.Konfrontasi juga dapat digunakan sebagai alat
untuk membawa klien memusatkan perhatian pada bagian atau aspek-aspek perilaku yang jika
diubah dapat membuatnya menjadi orang yang dapat bertindak lebih efektif”.

Menurut Supriyo dan Mulawarman (2006 : 40) mengemukakan bahwa “Konfrontasi adalah
keterampilan/teknik yang digunakan oleh konselor untuk menunjukkan adanya kesenjangan,
diskrepansi atau inkronguensi dalam diri klien dan kemudian konselor mengumpan balikkan
kepada klien”. Kesenjangan itu terjadi :

1. Antara dua pernyataan Klien mengatakan satu pihak dia sangat memperhatikan
pacarnya tapi dalam pernyataan lain dia malas menghubungi
2. Antara apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan Klien mengatakan bahwa
dia sangat minat mengambil tes pegawai, tapi dia tidak datang ketempat tes tersebut

3. Antara pernyataan dan tingkah laku nonverbal Klien menyatakan bahwa dia sangat
senang bertemu pacarnya tetapi sewaktu bercerita raut wajahnya sedih

4. Antara dua tingkah laku nonverbal Kaki gemetar sedangkan bibir tersenyum.

G. Assurance

Assurance (Jaminan) Mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat


dipercaya Dimensi jaminan meliputi pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan
dalam menumbuhkan rasa percaya trust dan keyakinan pelanggan confidence Tjiptono, 2012:
175. Hal senada juga diungkapkan oleh Rangkuti 2006: 30. bahwa “jaminan meliputi
pengetahuan, kesopanan petugas serta sifatnya yang dapat dipercaya sehingga pelanggan
terbebas dari risiko”. Dimensi jaminan ditujukan untuk menghilangkan sifat keragu-raguan
konsumen. Jadi dapat disimpulkan bahwa dimensi jaminan seorang konselor mencangkup
kemampuan konselor untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan siswa, dalam hal ini
juga sikap dan perilaku yang positif. Guru BK dalam pelayanannya dituntut untuk mampu
merahasiakan apa-apa saja yang telah disepakatinya dengan siswa atau dalam dunia
Bimbingan dan Konseling disebut dengan asas kerahasiaan. Dengan asas kerahasiaan akan
mendorong keyakinan dan kepercayaan siswa terhadap guru BK. Hal ini membuat siswa
memiliki anggapan bahwa guru BK mampu menemukan solusi terhadap masalah yang
dihadapi siswa. Dengan begitu, siswa dapat merasakan manfaat dari layanan Bimbingan dan
Konseling yang diterimanya.

H. Reassurance

Reassurance adalah ketrampilan/ teknik yang digunakan oleh konselor untuk memberikan
dukungan/ penguatan terhadap pernyataan positif konseli agar ia menjadi lebih yakin dan
percaya diri.

Menurut Mulawarman (2006:33). mengemukakan bahwa reassurance adalah ketrampilan


atau teknik yang digunakan oleh konselor untuk memberikan dukungan atau penguatan
terhadap pernyataan positif klien agar ia menjadi lebih yakin dan percaya diri. Ketrampilan
atau teknik ini juga dapat digunakan untuk mendorong diri klien agar dirinya dapat lebih
tabah dan tegar dalam menghadapi situasi atau hal-hal yang tidak menyenangkan bagi
dirinya.

Menurut Fauzan (2008:43) menyatakan bahwa reassurance adalah pemberia kata jaminan
atau ganjaran oleh konselor kapanpun konseli menunjukkan kemajuan yang berarti baik
sekedar perencanaan kognitif maupun kemajuan nyata dalam perubahan perilaku. Fauzan
juga mengungkapkan ada 2 prinsip dasar teknik reassurance ini, yaitu sebagi berikut:

1) Pemberian penghargaan atas unjuk kerja konseli kearah perubaha positif.


2) Perubahan kebiasaan/ perilaku baru/ lebih baik/ potensi.
DAFTAR PUSTAKA

Arnett, R. C. (2010). Defining Philosophy of Communication: Difference and Identity.


Qualitative Research Reports in Communication, 11(1), 57–62.
Radjah, C. L. (2016). Keterampilan Konseling Berbasis Metakognisi. Jurnal Kajian
Bimbingan dan Konseling, 1(3), 90–94.
Fauzan, Lutfi. 2008. Teknik-Teknik Komunikasi untuk Konselor. Malang: UPTBK UM.
Sugiharto, DYP, Mulawarman. 2007. Buku Ajar Psikologi Konseling. Semarang: BK FIP
UNNES.
Supriyo, Mulawarman. 2006. Ketrampilan Dasar Konseling.Semarang: BK FIP UNNES.

Anda mungkin juga menyukai