Anda di halaman 1dari 11

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG FAKULTAS

TARBIYAH DAN KEGURUAN


Jalan Letkol H.Endro Suratmin I. Sukarame Bandar Lampung 35131

Telepon (0721) 70360;email.tarbiyah@radenintan.ac.id Website: www.tarbiyah.radenintan.ac.id

TUGAS UAS BIMBINGAN DAN KONSELING INDIVIDU


Nama : Yoga Susilo Wijaya Kusuma
Npm : 2211080203
Kelas&Semester : A/ Semester 3
Jurusan : Bimbingan Konseling Pendidikan Islam
Mata Kuliah : bimbingan dan konseling individu
DosenPengampu : Nova Erlina, M.Pd

A. LANDASAN KONSELING

Menurut Ivey dalam Sofyan S. Willis (2013) bahwa keterampilan dasar konseling
dapat juga dipandang sebagai keterampilan minimal seorang konselor profesional,
sehingga penguasaan akan keterampilan-keterampilan ini dapat sedikit banyak
menjamin keberlangsungan suatu proses konseling untuk mencapai tujuan konseling.
Cara menerima konseling, yaitu:

a. Perilaku Attending Perilaku attending yakni perilaku menghampiri klien


yang mencakup komponen kontak mata, bahasa badan, dan bahasa lisan
dimana memudahkan konselor untuk membuat klien terlibat pembicaraan
dan terbuka.
b. Empati, Empati adalah kemampuan konselor merasakan apa yang dirasa
kan klien. Empati dilakukan bersamaan dengan attending. Dengan kata
lain, tanpa perilaku attending tidak ada empati.
c. Refleksi, Refleksi adalah keterampilan konselor untuk memantulkan
(merefleksasikan) kembali tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman
terhadapan perilaku verbal dan non verbalnya.
d. Eksplorasi, Adalah keterampilan untuk menggali perasaan, pengalaman,
dan pikiran klien yang memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa
rasa takut, tertekan, dan terancam.
e. Menangkap Pesan Utama ,Untuk memudahkan klien memahami ide,
perasaandan pengalaman nya seorang konselor perlu menangkap pesan
utama nya dan menntuk memudah ka klien memahami ide, perasaan dan
pengalaman nya seorang konselor perlu menangkap pesan utamanya dan
menyataka nsecara sedehana dan mudah di pahami, disampaikan dengan
bahasa konselor sendiri.
f. Bertanya, Dilakukan saat dalam membuka percakapa ndengan klien
dengan pertanyaan ter bukadanpertanyaan tertutup untuk mengumpulkan
informasi, memprjelas sesuatu dan serta menghentikan omongan klien
yang melantur atau menyimpang jauh.
g. Interpretasi, Upaya konselor untuk mengulas pemikiran, perasaan, dan
prilaku/pengalaman klien dengan merujuk pada teori-teori yang bertujuan
untuk memberikan rujukan, pandangan atau prilaku klien agar klien
mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan barut ersebut.
h. Mengambil Inisiatif, Perlu dilakukan jika klien kurang bersemangat untuk
berbicara, sering diam, dankurang partisipasif dengan mengucapkan kata-
kata yang mengajak klien untuk berinisiatif dalam menuntas ka
npermasalahan.
i. MemberiNasehat, Dilakukan apabila klien memintanya, namun konselor
tetap harus mempertimbakannya, apakah pantas untuk memberi nasihat
atau tidak.
j. Merencanakan, Konselor harus dapat membantuk klien untuk dapat
membuat rencan berupa suatu program untuk action, perbuatannyata yang
produktif bagi kemajuan dirinya.
k. Menyimpulkan, Konselor mebantuk klien untuk menyimpulkan
hasilpembicaraan yang menyangkut perasaan klien saatini, pemantapan
rencana klien, dan pokok-pokok yang dibicarkan di pertemuan
selanjutnya.
1. KETERAMPILAN KONSELING IVEY

a. Perilaku Attending

Perilaku attending termasuk dalam Keterampilan Dasar Mendengarkan.


Attending berfokus pada perilaku verbal dan nonverbal konselor. Perilaku
attending, penting untuk hubungan empatik, didefinisikan sebagai
pengamatan klien dengan meninjau perilaku verbal dan visual, kualitas
vokal, pelacakan verbal dan bahasa tubuh / ekspresi wajah yang sesuai
secara individual dan budaya. M endengar kan adalah keterampilan inti dar
perilaku attending dan merupakan inti untuk mengembangkan hubungan
dan melakukan kontak nyata dengan klien.

b. Mendengar dengan Empati

Empati adalah kemampuan koselor untuk merasakan apa yang


dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau
tentang klien. Empati diawali dengan simpati, yaitu kemampuan memahami
perasaan, fikiran, keinginan, dan pengalaman klien. Empati sangat erat
kaitannya dengan attending.

c. Focusing

Fokus adalah keterampilan yang memperkaya pemahaman kita tentang


klien dan latar belakang mereka, plus mengingatkan kita akan kerumitan
yang kita masing-masing hadapi dalam membuat keputusan di dunia yang
penuhtan tangan.

d. Influencing atau keterampilan mempengaruhi interpersonal

Keterampilan mempengaruhi interpersonal sangat penting bagi seorang


konselor. Keterampilan ini membantu konselor berinteraksi dan
berkomunikasi dengan klien secara efektif, menciptakan lingkungan yang
aman, dan memfasilitasi proses pemahamandan perubahan. Tahap tahap
Konseling menurut;

2. Brammer

Menurut brammer (1979) proses konseling adalah peristiwa yang telah


berlangsung dan memberi makna bagi peserta koseling tersebut (konselor dan klien).
Setiap tahapan proses konseling individu membutuhkan keterampilanketerampilan
khusus. Namun keterampilan-keterampilan itu bukanlah yang utama jika hubungan
konseling individu tidak mencapai rapport. Dengan demikian proses konseling
individu ini tidak dirasakan oleh peserta konseling (konselor klien) sebagai hal yang
menjemukan. Akibatnya keterlibatan mereka dalam proses konseling sejak awal
hingga akhir dirasakan sangat bermakna dan berguna.

Secara umum proses konseling individu dibagi atas tiga tahapan :

1) Tahap awal

konseling Tahap ini terjadi sejak klien menemui konselor hingga berjalan
proses konseling sampai konselor dan klien menemukan definisi masalah klien
atas dasar isu, kepedulian, atau masalah klien. Adapun proses konseling tahap
awal sebagai berikut : (a). Membangun hubungan konseling yang melibatkan
klien Hubungan konseling bermakna ialah jika klien terlibat berdiskusi dengan
konselor. Hubungan tersebut dinamakan a working realitionship, yakni hubungan
yang berfungsi, bermakna,dan berguna. Keberhasilan proses konseling individu
amat ditentukan oleh keberhasilan pada tahap awal ini. Kunci keberhasilan
terletak pada : (pertama) keterbukaan konselor. (kedua) keterbukaan klien, artinya
dia dengan jujur mengungkapkan isi hati, perasaan, harapan, dan sebagainya.
Namun, keterbukaan ditentukan oleh faktor konselor yakni dapat dipercayai klien
karena dia tidak berpura-pura, akan tetapi jujur, asli, mengerti, dan menghargai.
(ketiga) konselor mampu melibatkan klien terus menerus dalam proses konseling.

2) Identifikasi dan Penilaian Masalah

Dalam tahap ini konselor mendiskusikan dengan klien apa yang mereka
ingin dapatkan dari proses konseling ini, terutama bila pengungkapan klien
tentang masalahnya dilakukan secara samar-samar. Didiskusikan sasaran-sasaran
spesifik dan tingkah laku apa yang ingin diubah. Intinya dalam hal ini konselor
melakukakan eksplorasi dan melakukan ”diagnosis” apa masalah dan hasil seperti
apa yang diharapkan dari konseling

3) Memfasilitasi Perubahan Terapeutis

Dalam tahap ini konselor mencarinstrategi dan intervensi yang dapat


memudahkan terjadinya perubahan. Sasaran dan strategi terutama ditentukan oleh
sifat masalah, gaya dan pendekatan konseling yang konselor anut, keinginan klien
maupun gaya komunikasinya. Konselor dalam tahap ini memikirkan alternatif,
melakukan evaluasi dan kemungkinan konsekuensi dari berbagai alternatif,
rencana tindakan. Hal ini tentunya bekerjasama dengan klien. Jadi konselor bukan
tempat pembuat alternatif, pembuat keputusan namun lebih kepada memfasilitasi,
memberikan wacana-wacana baru bagi pemecahan masalah kliennya.

4) Evaluasi dan Terminasi

Dalam tahap ini konselor bersama klien mengevaluasi terhadap hasil


konseling yang telah dilakukan. Indikatornya adalah sampai sejauh mana sasaran
tercapai, apakah proses konseling membantu klien atau tidak. Tahap ini ditutup
dengan terminasi. Dalam terminasi konselor bersama klien menyimpulkan semua
kegiatan yang sudah dilalui dalam proses konseling. Selain itu konselor dapat
membuat kemungkinan tindak lanjut terjadinya proses konseling kembali ataupun
memberikan kemungkinan referal pada pihak lain yang lebih ahli yang berkaitan
dengan masalah klien.

3. Egan

Tujuan The EGAN Model ini adalah untuk menolong orang agar bisa ”mengelola
masalah yang mereka hadapi dalam hidup secara lebih efektif dan mencoba
mengembangkan kesempatan-kesempatan yang sebelumnya tidak digunakan” dan
”menolong orang agar lebih baik dalam menolong dirinya sendiri di kehidupan sehari-
hari”. Dasar dari model ini adalah pemberdayaan klien untuk dirinya sendiri. Model
ini memusatkan perhatian pada agenda klien, mencoba mengajak klien untuk
”melakukan sesuatu” yang bisa mengarahkan mereka pada tujuan yang mereka pilih
dan bermanfaat.

Model ini akan lebih efektif jika konselor memberikan perhatian lebih pada
kondisi-kondisi tertentu dimana konselor melakukan pendekatan kepada klien
berdasarkan kejujuran (genuineness), penghargaan (respect), dan empati (emphaty).
Cara mendengar aktif yang baik harus selalu diingat selama proses. EGAN
memberikan kunci dari cara mendengar aktif ini, yaitu SOLER.

a. Squarely: Disarankan duduk dengan posisi 45 derajat antara klien dan


konselor, jika klien nyaman.
b. Open posture: Jaga agar postur tubuh kita terbuka
c. Lean: Condong pada klien
d. Eye Contact: Jaga kontak mata dengan klien
e. Relaxe: Tetap tenang
Model EGAN dalam proses konseling ini terdiri dari tiga tahap, yaitu :

1. Aku sekarang dimana/ Apa yang sedang terjadi?- Mengidentifikasi dan


memperjelas situasi permasalahan dan kesempatan-kesempatan yang tidak
digunakan.
Tahap ini adalah saat dimana konselor memberikan tempat yang aman
bagi klien untuk menceritakan masalahnya dari cara pandang mereka, untuk
didengarkan dan untuk diakui. Ini adalah ruang dimana orang bisa mendengar dan
memahami masalahnya sendiri. Perlahan-lahan, konselor membantu klien untuk
melihat gambaran yang lebih luas dari perspektif yang berbeda mengenai masalah
mereka dan untuk mencari titik start untuk melangkah maju dengan penuh
harapan. Tahap 1 ini bisa saja hanya memakan waktu 5 menit atau mungkin justru
sampai 5 tahun ( tergantung kebutuhan).

a. Konselor mendorong klien untuk menceritakan masalahnya. Kemampuan


yang dibutuhkan, yaitu : Mendengar aktif, Merefleksikan, Mempharafrasekan
(merangkum dengan bahasa kita sendiri), Menyamakan persepsi, Pertanyaan
terbuka, dan Membuat kesimpulan.
b. Menantang klien untuk memperluas cara pandangnya.
Sejak klien mengalami suatu masalah, bisa menjadi hal yang sangat sulit bagi
mereka untuk melihat masalahnya secara lebih jelas, atau dari sudut pandang
yang berbeda. Dengan bantuan dari refleksi dan tantangan yang penuh
empati yang diberikan konselor, klien melihat hal-hal yang tidak mereka
sadari (blind spots) atau adanya perbedaan dari persepsi dan penilaian
mengenai situasi, mengenai orang lain, atau mengenai dirinya sendiri,
pengaruh perilaku mereka terhadap situasi, kekuatan mereka.
c. Memfokuskan masalah.
Seringkali orang merasa stuck, itulah sebabnya mereka ingin menceritakan
masalahnya. Di tahap ini, konselor mencoba memindahkan klien dari situasi
stuck ke situasi harapan dengan membantu mereka untuk memilih sebuah
area dimana mereka memiliki energi untuk melangkah maju, yang bisa
membuat satu perubahan dan menguntungkan mereka.
2. Kemana aku ingin berada/ Apa yang sebenarnya aku inginkan? -
Mengembangkan skenario yang diinginkan.
Banyak orang yang terkadang melakukan sesuatu atau mencari solusi
untuk masalah mereka tanpa melakukan refleksi pada apa yang sebenarnya
mereka inginkan, atau dengan cara apa masalah mereka memiliki celah untuk
diselesaikan. Tahap 2 ini adalah tentang bagaimana menolong klien untuk
membuka cara pandangnya lebih luas mengenai apa yang mereka inginkan dan
bagaimana agar keadaannya bisa lebih baik. Tahap ini sangat penting untuk
membangkitkan energi dan harapan.
a. Membangkitkan kreativitas.
Konselor membantu klien untuk mendapatkan ilham (brainstorming)
skenario ideal versi klien : Jika kamu bangun besok pagi dengan segala
sesuatu yang kamu inginkan, seperti dunia yang ideal buat kamu, ingin
seperti apa itu?” Klien didorong untuk memperluas cara pandang mereka dan
untuk imajinatif, tidak lagi berkaca secara praktis. Untuk beberapa orang,
bisa jadi ini hal yang menakutkan, tapi untuk yang lain justru membuat
bebas.
b. Mencocokan dengan kehidupan nyata.
Dari ide-ide kreatif dan penuh visi, klien menyusun tujuan-tujuan (SMART)
yang spesifik, dapat diukur, dapat diraih oleh mereka dalam kondisi mereka),
realistis (dengan melihat kedaan yang sebenarnya), dan memiliki waktu atau
jadwal tertentu kapan tujuan tersebut akan tercapai. Tujuan-tujuan yang
memang disukai klien dan memungkinkan untuk diraih dapat membuat klien
termotivasi.
c. Membuat komitmen.
Tahap ini bertujuan untuk mengecek apakah tujuan yang dibuat itu nyata
sebelum klien mulai melakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalah, dan
untuk menolong klien dalam mengecek komitmen mereka terhadap tujuan
yang mereka buat dengan memperhitungkan untung dan ruginya bagi
mereka.

3. Bagaimana aku bisa kesana/ Bagaimana aku bisa mendapatkan apa yang aku
inginkan? - Menyusun strategi dan rencana.
Tahap ini adalah tentang strategi-stragei yang mungkin dilakukan dan
aksi-aksi yang lebih spesifik, tentang melakukan sesuatu untuk dimulai, jga
dengan mempertimbangkan apa/ siapa yang mungkin bisa menolong atau
menghalangi saat membuat perubahan.

a. Menyusun macam-macam strategi.


Konselor membantu klien untuk mencari ide macam-macam strategi untuk
mendapatkan tujuan. Tetap dengan mendorong untuk berpikir secara lebih
luas. Siapa, tempat bagaimana, ide seperti apa, organisasi apa yang bisa
membantu? Tujuannya dalah untuk memberikan kebebasan kepada klien
dalam mencari strategi-strategi yang baru dan berbeda, tidak terpaku pada
pola pikir yang kuno.
b. Memfokuskan pada strategi yang tepat.
Dari apa yang sudah dilakukan di tahap sebelumnya, konselor membantu
klien untuk mencari strategi yang realistis dalam kondisinya sekarang dan
cocok dengan nilai-nilai yang dimiliki klien. Forcefield analysis dapat
digunakan untuk melihat faktor-faktor internal dan eksternal apa yang
mungkin bisa membantu atau menghalangi aksi klien dan bagaimana hal-hal
yang membantu dapat dikuatkan dan hal-hal yang menghalangi dapat
diminimalisir.
c. Membuat rencana aksi.
Tujuannya dalah untuk membantu klien merencanakan langkah selanjutnya.
Strategi yang sudah dipilih dipecah menjadi aksi-aksi yang lebih kecil. Klien
melakukan hampir semua tugasnya di tahap ini, yaitu membuat rencana aksi
mereka. Konselor bekerja dengan klien untuk mengubah tujuan yang sudah
bagus menjadi rencana-rencana yang lebih spesifik dengan jadwal tertentu.
Meskipun konselor memberikan dorongan, sangat penting untuk tidak
mendorong klien untuk mengatakan bahwa mereka akan melakukan sesuatu
untuk menyenangkan konselor.

4. Carkhuff

Carkhuff (1987) menyampaikan model aktivitas pemberian bantuan yang meliputi


fase keterlibatan, eksplorasi, pemahaman, dan tindakan. Model tersebut
menggambarkan beberapa aktivitas yang dilakukan konselor. Pada tahap keterlibatan,
guru pembimbing menampilkan diri, mengekspresikan diri secara nonverbal,
mengekspresikan diri secara verbal, dan mengekspresikan materi-materi yang relevan
secara personal. Pada tahap eksplorasi, guru pembimbing mengeksplorasi situasi,
makna, perasaan, dan alasan-alasan yang berkaitan dengan perasaan. Pada tahap
pemahaman, aktivitas guru pembimbing meliputi pemahaman makna, masalah,
perasaan, dan tujuan dalam kadar tertentu. Terakhir, pada tahap tindakan aktivitas
guru pembimbing meliputi pendefinisiaan tujuan, pemilihan tindakan, serta
pengembangan dan penentuan tahap-tahap.

Komponen attending dan responding terhadap makna yang menjadi fokus kajian
adalah :

1. Attending secara fisik (attending Physically)

a. Attending secara konteks (Attending contextually)


b. Attending secara Personal (Attending Personally)

2. Pengamatan (Observing)

a. Pengamatan terhadap energi fisik dan psikis klien (Observing Energy Level)
b. Pengamatan terhadap tingkat kesehatan klien (Observing Health)
c. Pengamatan terhadap penampilan dan tingkahlaku klien (Observing
Apperance and Behavior)
d. Pengamatan terhadap perasaan-perasaan klien (Observing Identifies Feeling)
e. Pengamatan terhadap tingkat kongeruensi sikap dan tindakan klien
(Observing The Degree of Congruence)
f. Pengamatan terhadap tingkat keakuratan tindakan klien (Accuratelly)
g. Pengamatan terhadap diri sendiri (Observing Your Self)

3. Mendengarkan (Listening)

a. Memahami esensi persoalan klien (Knowing What to Listen For)


b. Mengembangkan pemikiran tanpa prasangka (Being Non Judgemental)
c. Memfokuskan diri pada keterampilan klien (Resisting Distraction)
d. Mengungkapkan kembali ekspresi-ekspresi klien (Recalling The Expression)
e. Mencari esensi pemasalahan klien (Looking for Themes)
f. Merefleksi pikiran dan perasaan klien (Reflecting on What Is Said).

4. Responding terhadap Makna

a. Memahami perasaan dari esensi permasalahan klien (Feeling About Content)


b. Memahami alasan mengapa klien memiliki perasaan tertentu (Providing a
Reason for The Feeling).
c. Memberi respon yang dipertukarkan ( responding Interchangably)
d. Menangkap esensi makna dan perasaan klien (Capturing Both The Feeling
and The Contents)
e. Memberi respon terhadap berbagai perasaan dan isi permasalahan klien
(Responding to Many feeling and Contents)
f. Merespon terhadap isi dan peraasaan-perasaan klien yang sulit dipahami
(Responding to Difficult Feeling and Contents)
g. Merespon dengan mengajukan pertanyaan (Responding with Questions).

Komponen-komponen dari keterampilan di atas selanjutnya dikembangkan menjadi


alat latihan keterampilan konseling.

5. David Gehda

Adalah seorang konselor dan psikoterapis yang mengembangkan model konseling


yang dikenal dengan nama "Model Geha". Model ini terdiri dari enam tahap, yaitu
tahap hubungan, tahap eksplorasi, tahap pemahaman, tahap aksi, tahap evaluasi, dan
tahap pengakhiran. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai masing-masing
tahapan dalam Model Gehda:

a. Tahap Hubungan Tahap ini dimulai ketika konselor dan klien bertemu untuk
pertama kalinya. Pada tahap ini, konselor berusaha untuk membangun
hubunganyang baik dengan klien, sehingga klien merasa nyaman dan aman
untuk berbicara mengenai masalah.
b. Tahap Eksplorasi Pada tahap ini, konselor membantu klien untuk
mengidentifikasi dan mengeksplorasi masalah yang dihadapinya. Konselor
juga membantu klien untuk memahami perasaan dan pikiran terkait masalah
tersebut.
c. Tahap Pemahaman Setelah masalah klien teridentifikasi, konselor membantu
klien untuk memahami masalah tersebut dengan lebih baik. Konselor juga
membantu klien untuk mengeksplorasi kemungkinan penyebab masalah dan
dampaknya terhadap kehidupan klien.
d. Tahap Aksi Pada tahap ini, konselor dan klien bekerja sama untuk menemukan
solusi yang tepat atas masalah yang dihadapi klien. Konselor membantu klien
untuk mengembangkan strategi dan rencana tindakan yang dapat membantu
klien mengatasi masalahnya.
e. Tahap Evaluasi Setelah klien menerapkan rencana tindakan yang telah
disepakati, konselor dan klien menghasilkan hasilnya. Konselor membantu
klien untuk memulai keberhasilan rencana tindakan dan membantu klien
untuk memulai kemajuan yang telah dicapai.
f. Tahap Pengakhiran Pada tahap ini, konselor dan klien menyelesaikan proses
konseling. Konselor membantu klien untuk mempersiapkan diri menghadapi
masa depan tanpa bantuan konselor. Konselor juga membantu klien untuk
memulai proses konseling dan memberikan umpan balik.

Anda mungkin juga menyukai