Oleh:
Azka Faila Shofa
(23080200024)
C. Konsep Personalisasi
Personalisasi adalah dimensi yang lebih kritikal bagi perubahan klien. Dikatakan
kritikal, karena ia menekankan peragasukmaan tanggung jawab klien akan masalah-
masalahnya; dan mencakup arah di balik materi yangdiekspresikannya. Manakala
konselor mengatakan lagi secara akurat kepada ekspresi-ekspresi klien, ia memudahkan
pemahaman klien akan dimana dirinya berada sekaitan dengan keinginan dan
kebutuhannya. Personalisasi mencakup personalisasi makna atau implikasi-implikasi
dari tanggapan terhadap makna.Personalisasi menekankan peragasukmaan tanggung
jawab bagi kekurangan-kekurangan tanggapan klien. Personalisasi mengarah langsung
kepada tujuan yang dinyatakan secara tidak langsung melalui kekurangan (deficit); juga
mengembalikan perasaan-perasaan baru menjadi makna. Masalah-masalah dan tujuan-
tujuan yang dipribadikan. Personalisasi memudahkan dan menyiapkan klien
berprakarsa untuk bertindak. Sebelum bergerak kearah personalisasi, konselor
menetapkan suatu dasar komunikasi.
Penanggapan yang dapat dipertukarkan terhadap ekspresi-ekspresi klien
menentukan bahwa konselor memahami setiap ekspresi klien pada level yang
ditampilkannya. Ketika konselor menghasilkan tanggapan yang memasukkan secara
akurat perasaan dan makna yang diekspresikan oleh klien, koselor menyatakan bahwa
dirinya memiliki penentuan suatu dasar komunikasi yang dapat dipertukarkan. Dalam
menentukan suatu dasar komunikasi yang dapat dipertukarkan, konselor mungkin
mendapatkan jalan yang berguna sekali untuk menjawab pertanyaan yang tentu mengisi
”kekosongan” dalam pemahamannya. Di dalam batasan dimensi respek, konselor
mengkomunikasikan penghargaan positif yang meningkatkan aset-aset yang
didemontrasikan klien. Hal ini akan berguna untuk memperkuat perilaku-perilaku
konstruktif klien. Dalam berhubungan, konselor hendaknya meningkatkan ketulusan.
Konselor datang untuk mengetahui klien,dapat bertukar secara tentatif, mempelajari
umpan balik yang diperoleh dari klien sebagai pertanda efek-efek pertukaran. Dalam
kekonkretan, konselor menjadi lebih khusus, ia meningkatkan penelaahannya untuk
menegaskan masalah-masalah dan tujuan-tujuan klien.1
D. Jenis dan Langkah Personalisasi
Carkhuff (1985) mengajukan tiga jenis langkah personalisasi, yakni personalisasi
makna (personalizing meaning), masalah-masalah (personalizing problems), dan
tujuan-tujuan (personalizing goals). Ajuan ini didasarkan atas tiga pertanyaan,
manakala konselor mulai memikirkan tentang personalisasi, yakni:
1. Bagaimana Anda mengetahui saat orang mempertunjukkan bahwa mereka
memahami benar keberartian akan suatu pengalaman penting dalam hidup
Anda?;
2. Bagaimana Anda mengetahui kala seseorang telah menduga sesuatu dengan
tepat dari apa yang Anda katakan?
3. Bagaimana Anda mengetahui ketika seseorang telah dibantu Anda
mengidentifikasi masalah-masalah dan tujuantujuan dalam kehidupan Anda?
1
Dahlan, M.D. (1987), Latihan Keterampilan Konseling; Seni Memberikan
Bantuan, Bandung: C.V Diponegoro.
Secara umum pengertian personalisasi atau personalizing mempersonalisasikan adalah
menumbuhkan pada konseli segala peristiwa, pengalaman yang terjadi di luar dirinya
menjadi sesuatu yang ada dalam dirinya. Dengan demikian diharapkan konseli
memahami kedudukan dirinya dan kebutuhan yang ingin dicapainya. Sedangkan
personalisasi makna atau arti personalisasi makna adalah langkah pertama ke arah
memudahkan pemahaman klien akan di mana dirinya berada dalam hubungan dengan
keinginan atau kebutuhannya. Konselor mempribadikan makna, saat ia
menghubungkan makna secara langsung dari pengalaman pengalaman klien. Bagi klien
personalisasi arti ditujukan untuk memahami makna pribadinya, mampu berbuat atau
berperan sesuai dengan situasi dirinya berada. Bagi konselor, personalisasi bertujuan
untuk memahami pengalaman klien yang berarti melalui pengetahuannya tentang
situasi, cara dan peranan klien dalam situasinya. Personalisasi makna meliputi tiga
tahapan yaitu pempribadian tema-tema. Mempersonalisasi makna : memungkinkan
klien mengapa pengalaman yang dialami itu penting bagi dirinya.2
2
Carkhuff, R.R. & Anthony, W.A (1979), The Skills of Helping, Amherst,
Massachusett: Human Resource Press, Inc.
E. Jenis Personalisasi
Mempersonalisasikan adalah menumbuhkan pada konseli segala peristiwa, pengalaman
yang terjadi di luar dirinya menjadi sesuatu yang ada dalam dirinya. Dengan demikian
diharapkan konseli memahami kedudukan dirinya dan kebutuhan yang ingin
dicapainya.
Contoh Personalisasi :
++ Konseli : "Saya selalu kesiangan kuliah, karena kamar mandi di asrama terbatas
sehingga antrunya lama, di jalan macet belum lagi angkotnya suka nunggu lama. Di
kelas suka kecapean sehingga tidak mudah konsentrasi"
++ Konselor : "Anda suka kesiangan kuliah karena belum dapat mengatur kebutuhan
waktu secara tepat agar tidak terburu-buru ke kelas"
++ Konseli : "Saya sering tidak mengerjakan tugas karena dosen tidak jelas
menyampaikan kapan tugas dikumpulkan, sulit memperoleh bahan dan saya tidak
punya waktu untuk bertanya kepada teman"
++ Konselor : "Anda kesulitan mengerjakan tugas karena tidak minta penjelasan kepada
dosen, dan sulit bertanya kepada teman"
• Mempersonalisasikan Implikasi
Contoh :
++ Konseli : "Saya marah sekali pada mereka. Mula-mula mereka memberi saya
kesempatan, tetapi kemudian mereka mencabutnya kembali"
++ Konselor : "Anda merasa geram karena anda merasa dikhianati"
• Mempersonalisasikan Masalah
mempersonalisasikan masalah adalah langkah untuk menuju tujuan, tindakan dan
merencanakan program pelaksanaannya. konselor mendorong konseli untuk melihat
dirinya sebagai "sumber" dari masalah. Setelah itu, kemudian mengkonseptualisasikan
kekurangan-kekurangan, mengkondisikan kekurangan-kekurangan dan
mengkondisikan kekurangan.
Contoh :
Mengkonseptualisasikan kekurangan
++ Konseli : "Saya marah sekali pada orang tua saya"
++ Konselor : "Kamu merasa orangtua membedakan, karena kamu merasa tidak seperti
kakak kamu"
Kesimpulan
Bimbingan dan konseling merupakan salah satu bagian penting dalam pelaksanaan
program pendidikan. Dalam layanan bimbingan dan konseling, konselor memiliki
peran utama dan signifikan atas keberhasilan layanan bimbingan dan konseling.
Konselor mempunyai tugas dan tanggungjawab terhadap peningkatan mutu dan
pembaharuan kompetensi konselor yang menjadi suatu bagian pasti dalam
perkembangan dan kompleksitas permasalahan yang ditangani oleh layanan bimbingan
dan konseling di sekolah. Berkembangnya informasi yang begitu pesat menjadikan
kondisi ini melahirkan karakteristik siswa yang beragam. Sebagai tenaga profesional,
konselor diharuskan memiliki kompetensi dan keterampilan konseling yang memadai
sebagai modal utama dalam memberikan layanan konseling. Untuk mewujudkan
harapan tersebut, direkomendasikan kepada konselor sekolah dalam hal ini adalah guru
Bimbingan dan Konseling agar memahami secara teoritis keterampilan-keterampilan
konseling dan mampu mengimplementasikan keterampilan-keterampilan tersebut
dalam layanan konseling individual.
DAFTAR PUSTAKA