Anda di halaman 1dari 5

RAGKUMAN PENDEKATAN BERPUSAT PADA MANUSIA

Nama : Desta Cahya

NPM : 2111080022

Kelas : IV/C BKPI

Pendekatan person-centered memiliki keyakinan bahwa individu pada dasarnya


baik. Hal ini dideskripsikan lagi bahwa manusia memiliki tendensi untuk berkembang
secara positif dan konstruktif realistis, dan dapat dipercaya. Selanjutnya setiap manusia
memiliki dorongan dari dalam (inner directed) untuk mengembangkan strategi yang
membuat dirinya berfungsi penuh. Menurut pendekatan person-centered, manusia
dipandang sebagai insan rasional, makhluk sosial, realistis dan berkembang.
Pendekatan person-centered dibangun atas dua hipotesis dasar, yaitu: (1) setiap
orang memiliki kapasitas untuk memahami keadaan yang menyebabkan
ketidakbahagiaan dan mengatur kembali kehidupannya menjadi lebih baik, dan (2)
kemampuan seseorang untuk menghadapi keadaan ini dapat terjadi dan ditingkatkan jika
konselor menciptakan kehangatan, penerimaan, dan dapat memahami relasi (proses
konseling) yang sedang dibangun. Untuk itu, Rogers mengemukakan konsep kepribadian
yang terdiri dari tiga aspek, yaitu organisme, Phenomenal Fiel,dan self.
Dalam konseling menggunakan pendekatan person centered therapy, konselor
memberi kebebasan yang luas kepada konseli untuk membuat keputusan. Pendekatan ini
menekankan pada prinsip; konselor harus menahan diri dalam memberi pengaruh kepada
konseli, konselor memberi ranggung jawab kepada konseli dalam proses pengambilan
keputusan lewat konseling, konselor memberi kebebasan kepada konseli dalam
mengekspresikan diri dan dalam menentukan cara menangani masalahnya.
Dalam proses konseling, konselor berperan mempertahankan tiga kondisi inti
(core condition) yang menghadirkan iklim kondusif untuk mendorong terjadinya
perubahan terapeutik dan perkembangan konseli. Dalam peran tersebut konselor
menunjukkan sikap yang selaras dan keaslian (congruence or genuineness), penerimaan
tanpa syarat (unconditional positive regard and acceptance), dan pemahaman empati
yang tepat (accurate empathic undertanding).
Corey (1995) mengatakan bahwa konselor harus memperlihatkan berbagai
keterampilan interpersonal yang dibutuhkan dalam proses konseling. Keterampilan-
keterampilan tersebut antara lain:

1. Mendengar Aktif (Active Listening)


Yaitu memperhatikan perkataan konseli, sensitif terhadap kata atau kalimat yang
diucapkan, intonasi dan bahasa tubuh konseli.

2. Mengulang Kembali (Restating/Paraphrasing)


Yaitu mengulang perkataan konseli dengan kalimat yang berbeda.

3. Memperjelas (Clarifying)
Adalah merespon pernyataan atau pesan konseli yang membingungkan dan tidak
jelas, dengan memfokuskan pada isu-isu utama dan membantu individu tersebut
untuk menemukan dan memperjelas perasaan-perasaannya yang bertolak belakang.

4. Menyimpulkan (Summarizing)
Merupakan keterampilan konselor untuk menganalisis seluruh elemen-elemen
penting yang muncul dalam seluruh atau bagian sesi konseling. Kemampuan ini
sangat dibutuhkan pada saat proses transisi dari satu topik ke topik lainnya.

5. Bertanya (Questioning)
Teknik ini bertujuan untuk menggali informasi yang lebih dalam dari konseli
Dalam bertanya terdapat dua jenis pertanyaan, yaitu: pertanyaan tertutup yang hanya
memberi peluang jawaban ya atau tidak dan pertanyaan terbuka dengan menggunakan
kata tanya seperti: apa (what), di mana (where), kapan (when), mengapa (why), dan
bagaimana (how).

6. Menginterpretasi (Interpreting)
Yaitu kemampuan konselor dalam menginterpretasi pikiran, perasaan, atau
tingkah laku konseli yang bertujuan untuk memberikan perspektif alternatif dan baru.
Menginterpretasi membutuhkan keterampilan yang tinggi karena konselor harus dapat
menyampaikan interpretasi bukan dogma. Selain itu, konselor juga harus dapat
menentukan waktu yang tepat untuk melakukan interpretasi dan memberikan
kesempatan hagi konseli untuk melakukan refleksi atas pernyataan interpretasi
konselor.1

7. Mengkonfrontasi (Confronting)
Merupakan cara yang kuat untuk menantang konseli untuk melihat dirinya se-
cara jujur. Konfrontasi adalah cara yang efektif untuk membuka mata anggota
kelompok, akan tetapi bila dilakukan secara tidak berhati-hati akan memberikan efek
yang buruk dan merusak.

8. Merefleksikan Perasaan (Reflecting Feelings)


Adalah kemampuan untuk merespon terhadap esensi perkataan konseli. Me
refleksikan perasaan bukan sekadar memantulkan perasaan konseli tapi terma- suk
pula ekspresinya.

9. Memberikan dukungan (Supporting)


Adalah upaya memberikan penguatan dan penguatan kepada konseli, terutama
ketika mereka berhasil membuka informasi-informasi personal. Konselor mem-
berikan dukungan dengan memberikan perhatian penuh kepada konseli tersebut
dengan cara mendengar aktif terhadap apa yang konseli katakan, mendekatkan diri
secara psikologis, dan merespon dengan penuh dukungan. Namun, teknik ini dapat
menjadi counterproductive karena konselor memberikan dukungan yang terlalu
berlebihan.
10. Berempati (Empathizing)

1
Ibid.
Inti dari keterampilan empati adalah kemampuan pemimpin kelompok untuk
sensitif terhadap hal-hal subyektif konseli. Untuk dapat melakukan empati, kon- selor
harus memiliki perhatian dan penghargaan kepada konseli.

11. Menfasilitasi (Facilitating)


Teknik ini bertujuan memberdayakan konseli untuk mencapai tujuan-tujuannya.
Terdapat beberapa cara yang spesifik yang dapat dilakukan konselor dalam
memfasilitas kliennya, antara lain:

a. Memfokuskan pada resistensi dalam diri konseli membantu konseli untuk


menyadarinya.
b. Mengajarkan konseli untuk menfokuskan pada dirinya dan perasaan-perasaannya.
c. Mengajarkan konseli untuk berbicara secara langsung dan jujur. Menciptakan
situasi yang aman yang memberikan keberanian bagi konseli untuk mengambil
risiko.
d. Memberikan dukungan kepada konseli ketika mereka mencoba tingkah laku baru.
e. Membantu konseli untuk memiliki sikap terbuka terhadap konflik. Membatu
konseli untuk mengatasi hambatan untuk berkomunikasi secara langsung.
f. Membantu konseli untuk mengintegrasikan apa yang mereka pelajari dalam
proses konseling dan strategi untuk mengaplikasikannya ke dalam kehidupan
sehari-hari.

12. Memulai (Initiating)


Keterampilan untuk memulai kegiatan dalam proses konseling, seperti diskusi,
menentukan tujuan, mencari alternatif solusi dan sebagainya.

13. Menentukan Tujuan (Setting Goals)


Keterampilan untuk menentukan tujuan konseling, di sini konselor harus dapat
menstimulasi kliennya menentukan dan memperjelas tujuan-tujuan yang akan dicapai
dalam konseling.
14. Mengevaluasi (Evaluating)
Keterampilan untuk mengevaluasi keseluruhan proses konseling, karena evaluasi
merupakan kegiatan yang berkelanjutan. Setiap selesai sesi konseling, konselor harus
dapat mengevaluasi apa saja yang terjadi termasuk respons, pesan, dan perasaan
dirinya sendiri.

15. Memberikan umpan balik (giving feedback)


Merupakan keterampilan konselor untuk memberikan umpan halik yang psifik,
deskriptif, dan jujur atas dasar observa lan reaksi terhadap tingkah laku konseli.

16. Menjaga (Protecting)


Yaitu upaya konselor untuk menjaga klimeja dan kemungkinan kons psikologis
dan fik yang tidak perlu.

17. Mendekatkan Diri (Disclosing Self)


Kemampuan membuka informasi-informasi personal dengan tejuan membuat
konseli menjadi lebih terbuka.

18. Mencontoh Model (Modeling)


Konseli belajar dari mengobservasi tingkah laku konselor. Untuk itu, konselor
harus dapat menampilkan nilai-nilai kejujuran, penghargaan, krbukas, mau
mengambil risiko, dan asertif.2

19. Mengakhiri (Terminating)


Yaitu keterampilan konselor untuk menentukan waktu dan cara mengakhiri
kegiatan konseling. Keterampilan ini dibutuhkan untuk menutup sesi konseling dan
mengakhiri konseling dengan sukses.

2
Ibid.

Anda mungkin juga menyukai