Anda di halaman 1dari 21

PENDEKATAN EKLEKTIK

DALAM PSIKOLOGI
KONSELING DAN TERAPI

ARIF FARADITA R (1511414150)

SELFIRA M (1511414152)

DEVI PRAMESTY S (1511414154)

DINDA RIZKY k (1511414156)

NURIEKA AULIA f (1511414157)


PENGERTIAN KONSELING EKLEKTIK

Pendekatan Eklektik berpandangan bahwa sebuah


teori memiliki keterbatasan konsep, prosedur, dan teknik.
Sehingga pendekatan ini “dengan sengaja” mempelajari
berbagai teori dan menerapkan sesuai keadaan realita
konselee.
TUJUAN KONSELING EKLEKTIK

Membantu konselee mengembangkan integritasnya pada level tertinggi,


yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas yang memuaskan.

Dan untuk mencapai tujuan tersebut maka konselee dibantu untuk


menyadari sepenuhnya situasi masalahnya, mengajari konselee untuk
melatih pengendalian diatas masalah tingkah laku. Eklektik berfokus pada
tingkah laku, tujuan, masalah, dan sebagainya.
PRINSIP DASAR

 Menurut Thorne kepribadian individu terbentuk dan tercermin sebagai interaksi


antara dirinya dengan lingkungannya.
 Gaya hidup individu didasarkan pada pola karakteristik pencapaian strateginya
dalam memuaskan kebutuhan dan menyesuaikan diri dengan kenyataan hidup.
 Perkembangan kepribadian diakui sebagai perjuangan penentu ketidaksadaran
afektif-implusif dari perilaku-perilaku melalui pembelajaran dan
penyempurnaan rasional-logika-fakultatif-kontrol perilaku.
 Kata eklektik berarti menyeleksi, memilih metode yang sesuai dari berbagai
sumber atau sistem.
 Asumsi yang mendasari pendekatan eklektik ini ialah bahwa individu secara
berkala membutuhkan pertolongan professional untuk memahami dirinya
sendiri serta situasi-situasinya, dan mengatasi aneka masalahnya.
KONSEP DASAR

 Dalam melaksanakan tugasnya, konselor eklektik mengikuti sebuah


filsafat dan arah yang konsisten, sedangkan teknik-teknik yang
digunakannya pun dipilih karena sudah teruji bukan berdasarkan coba-
coba belaka.
 Konselor mengembangkan pandangan eklektik yang digambarkan oleh
Brammer dengan urutan sebagai berikut :
1. Konselor menolak penekanan teori secara khusus dengan
mengamati dan menilai klien dan perilaku konselor lainnya.
2. Konselor mempelajari sejarah dari konseling dan psikoterapi untuk
mengembangkan pengetahuannya.
3. Konselor yang mengembangkan pandangan eklektik mengetahui
kepribadiannya sendiri dan menyadari gaya interaksi yang perlu
dikembangkan dalam hubungan konseling sesuai dengan
karakteristik klien yang berbeda-beda.
 Teori konseling eklektik seperti yang dipersepsikan oleh Thorne
membutuhkan tanggapan dari klien tentang sejarah masa lalu mereka,
situasi saat ini, dan kemungkinan di masa yang akan datang, dengan
memanfaatkan pengetahuan perkembangan kepribadian dari ilmu
biologi dan sosial. Oleh karena itu, konselor perlu memiliki
pengetahuan yang mendalam tentang perwujudan diri individu.
 Teori konseling eklektik dibangun atas kebutuhan akan
memaksimalkan intelektual individu sebagai sumber daya untuk
mengembangkan pemecahan masalah.
 Konseling eklektik menekankan pentingnya diagnosis dalam
memahami seseorang. Para konselor yang mengikuti model ini
haruslah mengenal indikasi-indikasi dari aneka metode yang sudah
dikenal luas serta harus mampu menggunakannya tanpa bias.
 Konselor eklektik sering dipandang sebagai jalan tengah untuk
menjembatani polarisasi antara konseling direktif dan konseling non
direktif.
 Menurut Thorne, konseling dan psikoterapi dipahami sebagai proses
pembelajaran yang meliputi:
1. Mendiagnosis faktor – faktor psikodinamika etiologi dalam rangka
untuk merumuskan masalah yang akan dipelajari.
2. Menyusun suasana kondusif untuk pembelajaran.
3. Menguraikan dan membimbing langkah – langkah pendidikan.
4. Menyediakan kesempatan untuk praktik.
5. Memberi wawasan terhadap proses yang alami dan hasilnya untuk
meningkatkan motivasi belajar.
ASUMSI DASAR KONSELING EKLEKTIK

 Eklektik mempunyai beberapa asumsi dasar yang berkaitan


dengan proses konseling, diantaranya adalah:

1. Tidak ada sebuah teori yang dapat menjelaskan seluruh


situasi klien, dan
2. Pertimbangan profesional atau pribadi konselor adalah
factor penting akan berhasilnya konseling pada berbagai
tahap proses konseling.
Menurut Gilliland dkk. (1884) asumsi- asumsi dasar di atas di tunjang oleh
kenyataan sebagai berikut.
 Tidak ada dua klien atau situasi klien yang sama.

 Setiap klien dan konselor adalah pribadi yang berubah dan berkembang.

 Konselor yang efektif menunjukkan fleksibelitas dalam perbendaharaan


aktivitas, berada pada kontinum dari non directif ke directif.
 Klien adalah pihak yang paling tahu dengan problemnya.

 Konselor menggunakan keseluruhan sumber professional dan personal yang


tersedia dalam situasi pemberian bantuan (konseling).
 Konselor dan proses konseling dapat salah dan dapat tidak mampu untuk
melihat secara jelas atau cepat berhasil dalam setiap konseling atau situasi
klien.
 Kompetensi konselor menyadari kualifikasi profesional setiap personal dan
kekurangan-kekurangannya, dan kompetensi itu juga bertanggung jawab untuk
menjamin bahwa proses konseling secara etis tertangani dan dalam keadaan
yang sangat di minati klien dan masyarakat.
 Keputusan klien lebih di utamakan di atas pemenuhan kebutuhan konselor.
 Banyak perbedaan pendekatan yang strategis berguna bagi konseptualisasi dan
pemecahan setiap masalah. Mungkin ini bukan pendekatan terbaik.
 Banyak masalah yang kelihatan sebuah dilemma yang tidak dapat di pecahkan
dan selalu ada berbagai alternatifnya. Beberapa alternative itu adalah terbaik
bagi klien tertentu dan tidak bagi klien yang lain.
 Secara umum efektivitas konseling adalah proses yang dikerjakan “dengan”
klien bukan “kepada” atau “untuk” klien.
TUJUAN KONSELING MENURUT EKLEKTIK

Membantu klien mengembangkan integrasinya pada level


tertinggi yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan
integritas yang memuaskan.

Tujuan layanan konseling eklektik :

Menggantikan tingkah laku yang terlalu komplusif dan


emosional dengan tingkah laku yang bercorak lebih
rasional dan lebih konstruktif.
HUBUNGAN KONSELOR DAN KONSELEE

 Tugas konselor adalah mendampingi konseli dalam melatih


diri sendiri untuk memanfaatkan kemampuan berpikir yang
dimilikinya.
 Dalam berkomunikasi dengan konseli, konselor harus
menentukan kapan konseli membutuhkan banyak
pengarahan untuk penyaluran pikiran, informasi, instruksi,
usul, serta saran; dan kapan konseli tidak membutuhkan
pengarahan itu.
 Konselorlah yang menyesuaikan diri dengan kebutuhan
konseli pada tahap tertentu dalam proses konseling.
 setiap kali konseli menunjukkan kemajuan dalam mengatur
kehidupannya sendiri dengan berpikir rasional, konselor
mengurangi pengarahan yang diberikannya.
 Sedangkan setiap kali konseli menunjukkan kemunduran
dalam mengatur diri sendiri, konselor menambah
pengarahan dengan membantu berpikir yang lebih baik.
 Bagi konseli, proses konseling merupakan suatu proses
belajar yang mengalami gelombang pasang surut, yang
berarti mengalami masa kemajuan dan masa kemunduran,
tetapi secara keseluruhannya proses belajar itu
memperlihatkan tanda-tanda kemajuan.
Menurut patokan yang dipegang oleh Thorne, seseorang dikatakan telah
berhasil dalam menjalani proses konseling bila individu :
1. Mampu mengungkapkan perasaan-perasaan dan motif-motifnya secara
lebih memadai.
2. Mampu mengatur dirinya sendiri dengan lebih baik.
3. Mampu memandang dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya secara lebih
realistik.
4. Mampu berpikir lebih rasional dan logis.
5. Mampu mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikap yang lebih selaras dan
lebih konsisten yang satu dengan yang lain.
6. Mampu mengatasi penipuan diri dengan meninggalkan penggunaan
berbagai mekanisme pertahanan diri.
7. Menunjukkan tanda-tanda lebih mampu mandiri dan bertindak secara lebih
dewasa.
STRATEGI KONSELING EKLEKTIK

Hubungan
Konselor
Interview Asesmen Perubahan ide
dengan
Konselee
1. Hubungan konselor dan konselee. Konseling eklektik memandang
pentingnya hubungan positif antara konselor dengan konselee yang
tergantung pada iklim konseling, ketrampilan konseling, komunikasi
verbal dan non verbal, serta kemampuan mendengarkan.
2. Interview. Eklektik memandang interview sebagai strategi untuk
membangun atau menciptakan struktur hubungan dan kepercayaan.
Sehingga konselor dapat mengidentifikasi danmenjelaskan peran dan
tanggung jawab konselor dan konselee, mengidentifikasi alasan
konselee datang pada konselor.
3. Assesmen. Untuk mengidentifikasikan alternative dan
mengembangkan secara realistic, merencanakan tindakan, dan
membantu konselee meningkatkan potensinya.
4. Perubahan ide. Eklektik memandang bahwa alternatif pemecahan
dilaksanakan dengan sangat fleksibel. Konselor membutuhkan
fleksibilitas pemikiran dan fleksibilitas dalam pemecahan masalah.
PROSES KONSELING

TAHAP
TAHAP PENUTUP
PENYELESAIAN
TAHAP MASALAH
PENGGALIAN
TAHAP MASALAH
PENJELASAN
TAHAP
PEMBUKAN
TEKNIK-TEKNIK KONSELING

Thorne membuat kesimpulan tentang penggunaan teknik aktif dan teknik


pasif:
1. Metode pasif harus digunakan bila memungkinkan.
2. Metode aktif harus digunakan hanya dengan indikasi tertentu. Pada
umumnya, hanya meminimalkan campur tangan secara langsung yang
diperlukan untuk mencapai tujuan terapeutik.
3. Teknik pasif biasanya menggunakan metode pilihan pada tahap awal
terapi saat klien bercerita dan untuk melepaskan emosional.
4. Hukum parsimoni harus diamati setiap saat. Metode yang sulit
digunakan setelah metode sederhana gagal dilakukan.
5. Semua terapi berpusat pada klien. Ini berarti bahwa kepentingan klien
menjadi pertimbangan utama. Ini tidak berarti bahwa metode aktif
kontra-indikasi. Dalam banyak kasus, kebutuhan klien menunjukkan
tindakan direktif.
6. Memberi kesempatan kepada setiap klien untuk menyelesaikan
masalahnya secara tidak langsung.
7. Metode aktif biasanya ditunjukkan dalam situasi ketidakmampuan
dimana solusi tidak dapat dicapai tanpa kerja sama dengan orang lain.
8. Konseling eklektik cenderung mengutamakan klien yang aktif dan
konselor yang pasif. Tetapi bila teknik pasif yang dilakukan konselor
mengalami hambatan, maka konselor baru menggunakan teknik aktif.
PERBANDINGAN EKLEKTIK DENGAN PENDEKATAN
LAIN

Capuzzi dan Gross (1991) menyebutkan terdapat 3 aliran yaitu:


1. Formalisme atau Puritisme
Penganut ini akan “menerima atau tidak sama sekali” sebuah teori.
Mereka akan menerima apa adanya tanpa kritik.
2. Sinkertisme
Penganut ini akan beranggapan bahwa setiap teori adalah baik,
efektif, dan positif. Mereka menerapkan teori – teori yang dipelajari
tanpa melihat kerangka teori itu dikembangkan.
3. Eklektisme
Penganut ini akan menyeleksi berbagai pendekatan yang ada.
Prinsipnya setiap teori memiliki kelemahan dan keunggulan.
KECOCOKAN DITERAPKAN DI INDONESIA

 Konselor yang menggunakan pendekatan ini dapat melayani konseli


sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai dengan ciri khas masalah-
masalah yang dihadapi.
Dengan demikian, teori ini cocok untuk diterapkan di Indonesia yang
individu-individunya memiliki berbagai karakteristik. Hal ini disebabkan
Indonesia memiliki beragam budaya dan terdiri dari beragam suku
bangsa.

 Konseling eklektik bertujuan menggantikan tingkah laku yang terlalu


kompulsif dan emosional dengan tingkah laku yang bercorak lebih
rasional dan lebih konstruktif.
Teori ini cocok diterapkan di Indonesia dimana sebagian besar
penduduknya masih percaya pada hal-hal yang berhubungan dengan
mistis dan takhayul, sehingga kurang bisa berpikir rasional.

Anda mungkin juga menyukai