Anda di halaman 1dari 4

PENDEKATAN PERSON CENTERED PADA KONSELING

Oleh:
Salasah Intan Masitah 201810230311073
Ruly Setia Pramesti 201810230311073
M. Arief Firnanda 201812030311076
Riza Tries Saptari 201812030311086

1. Definisi
Konseling client-centered (yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan person-
centered) adalah cabang khusus dari terapi humanistik yang menggaris bawahi
tindakan klien berikut dunia subjektif dan fenomenanya yang dikembangkan oleh Carl
R. Rogers yang sangat menekuni bidang konseling dan psikoterapi. Pendekatan
client-centered menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk
mengikuti jalan terapi dan arahnya sendiri, pendekatan ini sangat menekankan pada
percakapan klien untuk menentukan isu yang terpenting dari dirinya dan pemecahan
masalah yang ada pada diri individu tersebut.
Berdasarkan sejarahnya, teori ini mengalami beberapa perubahan. Pada mulanya
Rogers mengembangkan pendekatan konseling yang disebut non-directive counseling
(1940). Pendekatan ini sebagai reaksi terhadap teori-teori konseling yang berkembang
pada saat itu yang terlalu berorientasi konselor atau directive counseling. Pada tahun
1951 Rogers mengubah namanya menjadi client centered counseling sehubungan
dengan perubahan pandangan tentang konseling yang menekankan pada upaya
reflektif terhadap klien. 6 tahun berikutnya Rogers mengubah sekali lagi
pendekatannya menjadi konseling yang berpusat pada person (person centered), yang
memandang klien sebagai patner dan perlu adanya keserasian pengalaman baik pada
klien maupun konselor dan keduanya perlu mengemukakan pengalamannya pada saat
hubungan konseling berlangsung,
Pendekayan ini memperoleh sambutan positif dari kalangan ilmuwan maupun
praktisi, sehingga dapat berkembang secara pesat. Hingga saat ini, pendekatan ini
masih relevan untuk dipelajari dan diterapkan.
2. Tujuan
Rogers menaruh perhatian pada keadaan psikologis yang sehat dan dapat
menyesuaikan secara psikologis. Dari pandangan itu, dapat dikemukakan bahwa
keadaan yang kongruensi pada individu merupakan titik perhatian dalam pendekatan
konseling ini.artinya bahwa proses konseling diharapkan dapat membantu klien dalam
menemukan konsep dirinya sesuai dengan medan fenomenalnya (individu tidak lagi
menolak atau mendistorsi pengalaman-pengalamannya sebagaimana adanya).
Secara ideal tujuan konseling tidak terbatas oleh tercapainya pribadi yang
kongruensi saja. Bagi Rogers tujuan konseling pada dasarnya sama dengan tujuan
kehidupan ini, yaitu apa yang disebut dengan fully functioning person, yaitu pribadi
yang berfungsi sepenuhnya. Rogers beranggapan bahwa fully functioning person
kurang lebih memiliki kesaan dengan self-actualization, meskipun memiliki sedikit
perbedaan. Fully functioning person merupakan hasil dari proses dan karena itu lebih
bersifat becoming sedangkan self-actualization sebagaimana yang dikemukakan oleh
Mashlow lebih merupakan keadaan akhir dari kematangan mental dan emosional,
karena itu merupakan self-being (Cottone, 1991).
Sahakian (1976) merinci secara detail fully functioning person sebagai berikut:
1) Individu akan terbuka terhadap pengalamannya dan keluar dari kebiasaan
untuk defensif.
2) Seluruh pengalamannya akan dapat disadari sebagai kenyataan.
3) Seluruh yang disimbolisasi atau yang dinyatakan secara verbal maupun
dalam tindakan adalah akurat, yang sebagaimana pengalaman itu terjadi.
4) Struktur self-nya akan kongruensi dengan pengalamannya.
5) Struktur self-nya akan mampu berubah secara fleksibel sejalan dengan
pengalaman baru.
6) Pengalaman self-nya akan dijadikan sebagai pusat evaluasi.
7) Individu akan memiliki self-regard.
8) Individu akan berperilaku secara kreatif untuk beradaptasi terhadap
peristiwa-peristiwa yang baru.
9) Individu akan menilai organismenya terpercaya mengarah pada perilaku
yang sangat memuaskan karena:
 Seluruh pengalamannya akan dapat disadari;
 Tidak ada pengalaman yang didistorsi ayau ditolak; dan
 Akibat perilakunya juga akan disadari.
10)Individu akan dapat hiduo dengan orang lain dalam keadaan yang sangat
harmonis, sebab individu tetap menghargai secara positif karakter secara
timbal balik.
Secara singkat tujuan konseling ini mencakup: terbuka terhadap pengalaman,
adanya kepercayaan terhadap organismenya sendiri, kehidupan eksistensial yaitu:
merasakan sepenuhnya setiap momen dalam kehidupan, perasaan yang bebas dan
kreatif.
3. Prinsip Konseling
Menurut Rogers tentang hakikat manusia, konseling berpusat pada seseorang
yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Konseling berpusat pada orang yang difokuskan pada tanggung jawab dan
kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara
lebih sempurna.
2) Menekan pada dunia fenomenal klien, dengan memberi empati dan perhatian
terutama pada persepsi jlien dan terhadap lingkuangannya.
3) Konseling ini dapat diterapkan pada orang yang dalam kategori normal maupun
yang mengalami penyimpangan psikologis yang lebih berat.
4) Konseling merupakan contoh hubungan pribadi yang dapat memperbaiki diri.
5) Konselor perlu menunjukkan sikap tertentu untuk menciptakan hubungan
terapeutik (terapi) yang efektif kepada klien (Corey, 1988).
4. Tahapan Konseling dalam model pendekatan person-centered
Dalam pandangan Rogers, konselor lebih banyak berperan sebagai partner klien
dalam memecahkan masalahnya, dalam hubungan konseling, konselor lebih banyak
memberikan kesempatan klien untuk mengungkapkan segala permasalahannya,
perasaan dan persepsinya serta konselor berusaha merefleksikan segala yang
diungkapkan oleh klien. Agar peran ini dapat dipertahankan dan tujuan konseling
dapat dicapai, maka konselor perlu menciptakan iklim atau kondisi yang mampu
menumbuhkan hubungan konseling.
Tahap I: mendefinisikan masalah
Pada tahap awal dimulai dengan mengendefiniskan masalah klien,
mengedefiniskan masalah klien sama seperti dengan memusatkan permasalahan
yang ada pada klien, dapat berdasarkan dari pengalaman-pengalaman individual.
Tahap II (pertengahan): tahap kerja
Pada tahap kedua tugas fase ini adalah untuk memeriksa kembali definisi
permasalahan dan mengembangkan suatu solusi alternatif. Proses ini
mengutamakan pengujian masalah menjadi fakta-fakta yang lebih detail terutama
tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman klien yang dialami saat ini.
Tahap III (akhir): tahap penentuan keputusan untuk bertindak
Tahap ini berhubungan dengan:
1) Mengembangkan alternatif untuk memecahkan masalah klien
2) Menguji solusi-solusi pada kenyataan, keinginan dan harapan klien.
3) Memutuskan solusi yang terbaik untuk klien.
4) memilih rencana atas solusi yang telah diberikan konselor.
5) Klien menyusun rencana atas solusi yang telah dia pilih.
Jika permasahalan selesai dan sudah meyakinkan klien, serta berdasarkan
pada potensi diri dan lingkungan klien. maka sesi konseling sudah dapat diakhiri
dan selesai.

Daftar Pustaka:
Corey, G. (2009). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: PT
Refika Aditama.
Latipun. (2008). Psikologi konseling. UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah
Malang.
McLeod, J. (2006). Pengantar konseling: teori dan studi kasus. Kencana Prenada
Media Group, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai