Anda di halaman 1dari 3

INSTRUMEN ASESMEN DALAM BIMBINGAN DAN

KONSELING
R Pudyas Eko Suindarto, S. Pd

1. Perencanaan

Aspek yang harus ada dalam perencanaan asesmen adalah:

a. Memilih fokus asesmen pada aspek tertentu dari diri klien

Salah satu penentu keberhasilan konseling adalah kemauan dan kemampuan klien itu sendiri. Dalam
konseling, keputusan akhir untuk pemecahan masalah yang dihadapi ada pada diri klien. Konselor/ guru
BK bukan pemberi nasihat, bukan pengambil keputusan mengenai apa yang harus dilakukan klien
dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.

Karena itu, untuk keberhasilan konseling, klien dapat bekerjasama dengan guru BK/konselor, dan
dengan bantuan guru BK maka klien diharapkan mampu memunculkan ide-ide pemecahan masalah,
dan klien memiliki keberanian serta kemampuan untuk mengambil keputusan, mampu memahami diri
sendiri, dan mampu menerima dirinya sendiri. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka konselor
menentukan akan melakukan asesmen dengan memfokuskan pada salah satu aspek dalam diri klien
saja.

b. Memilih instrumen yang akan digunakan.

Setelah ditentukan fokus area asesmen, Anda dapat merencanakan instrumen yang akan digunakan
dalam asesmen. Banyak instrumen yang dapat digunakan dalam asesmen seperti tes psikologis,
observasi, inventori, dan sebagainya. Tetapi untuk menentukan instrumen sangat tergantung pada
aspek apa yang akan diasesmen. Misalnya Anda akan melihat kerjasama klien dalam konseling, maka
instrumen dapat menggunakan checklist, tetapi apabila Anda memfokuskan asesmen tentang
kemampuan klien dalam memecahkan masalah, maka Anda dapat mempergunakan tes psikologis.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih instrumen dalam asesmen diantaranya yaitu: (1)
kemampuan guru BK sendiri, (2) kewenangan guru BK (baik dalam mengadministrasikan maupun
dalam interpretasi hasilnya), (3) ketersediaan instrumen, (4) waktu yang tersedia, dan (5) dana yang
tersedia.

c. Penetapan waktu

Perencanaan waktu yang dimaksud adalah kapan asesmen akan dilakukan. Penetapan waktu ini sangat
erat berhubungan dengan persiapan pelaksanaan asesmen. Persiapan akan banyak menentukan
keberhasilan suatu asesmen, misalnya mempersiapkan instrumen, tempat, dan peralatan lain yang
diperlukan dalam pelaksanaan asesmen. Apalagi jika pelaksana asesmen tersebut bukan guru BK itu
sendiri, misalnya karena instrumen yang digunakan untuk asesmen adalah tes psikologis (tes
intelegensi, inventori kepribadian, tes minat jabatan, dan sebagainya). Dalam hal ini apabila guru BK
tidak memiliki kewenangan, maka guru BK dapat minta bantuan orang yang memiliki kewenangan,
misalnya psikolog atau orang yang telah memiliki sertifikasi yang memberikan kewenangan untuk
mengadministrasikan tes dimaksud.

d. Validitas dan reliabilitas


Apabila instrumen yang kita gunakan adalah buatan sendiri atau dikembangkan sendiri, maka instrumen
itu perlu diuji validitas dan reliabilitasnya. Karena validitas dan reliabilitas merupakan suatu syarat
mutlak suatu instrumen asesmen. Namun apabila kita menggunakan instrumen yang sudah terstandar,
Anda tidak perlu mencari validitas dan reliabilitas karena instrumen tersebut sudah jelas memenuhi
persyaratan sebagai suatu instrumen.

2. Pelaksanaan

Setelah perencanaan asesmen selesai, selanjutnya adalah bagaimana melaksanakan rencana yang telah
dibuat tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan asesmen adalah pelaksanaannya
harus sesuai dengan manual masing-masing instrumen. Manual suatu instrumen biasanya memuat:

1. cara mengerjakan
2. waktu yang digunakan untuk mengerjakan asesmen
3. kunci jawaban
4. cara analisis
5. interpretasi.

3. Analisis data

Langkah selanjutnya adalah analisis data, yaitu melakukan analisis terhadap data yang
diperoleh melalui instrumen yang digunakan untuk mengambil data. Analisis dilakukan dengan
mengikuti petunjuk yang ada dalam manual masing-masing instrumen. Metode analisis data dalam
asesmen konseling sangat tergantung data yang diperoleh. Misal data yang diperoleh berbentuk
kualitatif atau data kuantitatif.

Apabila data bersifat kualitatif, maka kita melakukan analisis data kualitatif. Metode analisis data
kualitatif misalnya deskriptif naratif. Wilcox (dalam Ratna Widiastuti, 2010) misalnya menggunakan
pendekatan ”key incident” dalam analisis deskripsi kualitatif tentang kegiatan pendidikan.
Pendekatan key incident memungkinkan bagi kita untuk memasukkan sejumlah besar kesimpulan dari
bermacam-macam data yang berasal dari berbagai sumber, misalnya dari catatan lapangan, dokumen
informasi demografi, atau wawancara. Apabila banyak data kualitatif yang dianalisis sementara
asesmen masih berlangsung maka beberapa analisis dapat ditunda pelaksanaannya sampai evaluator
selesai melakukan asesmen. Saat melakukan analisis data kualitatif, perlu dilakukan beberapa langkah
sebagai berikut: a) yakinkan semua data telah tersedia, b) buatlah salinan data untuk berjaga-jaga kalau
ada yang hilang, c) aturlah data dalam judul dan masukkan dalam file, d) gunakan sistem kartu-kartu
dalam map, e) periksa kebenaran hasil asesmen.

Apabila data bersifat kuantitatif maka analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik. Dalam
bimbingan konseling, statistik biasa digunakan untuk analisis data hasil tes psikologis, misalnya tes
inteligensi, tes bakat, dan sebagainya. Dewasa ini, program statistik dapat dengan mudah dilakukan
dengan bantuan komputer, seperti program excel, LISREL, SPSS, dan sebagainya.

4. Interpretasi data

Interpretasi diartikan sebagai upaya mengatur dan menilai fakta, menafsirkan pandangan, dan
merumuskan kesimpulan yang mendukung. Penafsiran harus dirumuskan dengan hati-hati, jujur, dan
terbuka. Berikut ini adalah hal-hal yang harus ada dalam interpretasi, yaitu:

1. Komponen untuk menafsirkan / interpretasi hasil analisis data

Interpretasi berarti menilai objek asesmen dan menentukan dampak


asesmen tersebut. Pandangan evaluator juga mempengaruhi penafsiran/ interpretasi data. Untuk
asesmen yang akan digunakan untuk membantu fungsi pendidikan, maka hasil asesmen harus
diinterpretasikan sebagai sarana untuk mengetahui kebaikan klien, dan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam tindakan berikutnya bagi orang-orang lain yang berkepentingan/ berwenang
(Cronbach dalam Ratna Widiastuti, 2010)).

2. Petunjuk untuk menafsirkan analisis data

Worthen dkk. dalam Ratna Widiastuti, 2010) menyatakan bahwa para evaluator telah mengembangkan
metode yang sistematik untuk melakukan interpretasi. Diantara metode-metode tersebut yang sering
dipakai akhir-akhir ini adalah: (1) menentukan apakah tujuan telah dicapai, (2)
menentukna apakah hukum, norma-norma, demokrasi aturan, dan prinsip-prinsip etik tidak dilupakan,
(3) menentukan apakah analisis kebutuhan telah dikurangi, (4) menentukan nilai pencapaian, (5)
bertanya kepada kelompok penilai, melihat kembali data, menilai keberhasilan dan kegagalan, menilai
kelebihan dan kelemahan penafsiran, (6) membandingkan variabel-variabel penting dengan hasil yang
diharapkan, (7) membandingkan analisis yang dilaporkan oleh program yang usahanya sama, dan (8)
menafsirkan hasil analisis dengan prosedur yang menghasilkannya. Namun demikian,
menginterpretasikan data bukan hanya pekerjaan evaluator saja, akan tetapi evaluator hanya
memberikan pandangan saja dari sekian banyak pandangan.

5. Tindak lanjut

Tindak lanjut adalah menindak lanjuti hasil asesmen atau penggunaan hasil asesmen dalam konseling.
Beberapa kegiatan tindak lanjut diantaranya adalah apakah konselee perlu melakukan konseling yang
memfokuskan pada aspek yang berbeda lainnya, apakah klien perlu mendapatkan tritmen tertentu, atau
bahkan bisa jadi konselee perlu mendapatkan rujukan (refferal) kepada pihak ketiga. Rujukan
diperlukan jika guru pembimbing/ konselor tidak mempunyai kewenangan atau tidak mempunyai
kemampuan untuk menangani masalah yang dihadapi klien. Misalnya jika klien sudah mengalami
gangguan psikotik, maka klien perlu dirujuk ke psikiater; jika klien mengalami gangguan dislesia maka
perlu dirujuk ke terapis khusus yang menangani gangguan tersebut.

Untuk konseling yang berbasis individu, maka langkah-langkah khusus peerlu dilakukan, yaitu dengan
cara:

1. menentukan fokus yang akan dinilai (misal cara klien dalam merespon, ide-ide pemecahan
masalah, pengambilan keputusan, dan sebagainya)
2. menentukan teknik untuk penilaian (misal dengan observasi, konferensi kasus,
atau wawancara)
3. menggunakan teknik penilaian yang telah ditentukan
4. melakukan analisis data yang diperoleh dan membicarakan hasilnya dengan klien
5. menanggapi data dengan cermat, dan
6. melaporkan data yang telah diolah (laporan hasil konseling)

Anda mungkin juga menyukai