Anda di halaman 1dari 17

PENDEKATAN KONSELING REALITA

Mata Kuliah: Teori dan Praktek Konseling

Disusun Oleh Kelompok 1 :

Aulia Baina Zahra 210015301006


Ashar 210015301005
Fharanita Muhita 210015301009
Herliani 210015301010

Dosen :
Dr. H. Abdullah Sinring, M.Pd.

BIMBINGAN DAN KONSELING


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman
kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 26 Oktober 2021

Kelompok 1
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang penuh dengan masalah. Tiada seorang pun hidup di
dunia ini tanpa suatu masalah, baik dengan diri sendiri maupun orang lain. Manusia yang
baik adalah manusia yang mampu keluar dari setiap permasalahan hidupnya. Manusia yang
mampu menyesuaikan diri dengan realita yang ada dan memiliki identitas adalah manusia
yang dapat berkembang dengan baik dan sehat. Untuk membantu manusia keluar dari
masalahnya dan memperoleh identitas diperlukan suatu terapi. Di balik semua itu, banyak
manusia yang masih belum mencapai identitas keberhasilannya. Mereka masih belum dapat
mencapai kebutuhan dasar psikologisnya, yaitu kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta
kebutuhan untuk merasakan bahwa ia berguna bagi diri sendiri maupun orang lain.
Pada dewasa ini, banyak sekali pendekatan-pendekatan terapi yang dipelajari oleh
konselor. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain : Pendekatan Client-Centered, Terapi
Gestalt, Terapi Tingkah Laku, Terapi Rasional-Emotif, Terapi Realita, dan lain-lain. Diantara
berbagai pendekatan-pendekatan dan terapi tersebut, pendekatan dengan Terapi Realita
menunjukkan perbedaan yang besar dengan sebagian besar pendekatan konseling dan
psikoterapi yang ada. Terapi Realita juga telah meraih popularitas di kalangan konselor
sekolah, para guru dan pimpinan sekolah dasar dan sekolah menengah, dan para pekerja
rehabilitasi. Selain itu, Terapi Realita menyajikan banyak masalah dasar dalam konseling
yang menjadi dasar pernyataan-pernyataan. Sistem teori realita difokuskan pada tingkah laku
sekarang. Oleh karena itu, seorang konselor maupun calon konselor wajib mempelajari teori
realita.

B.Rumusan Masalah
Melihat dari latar belakang maka terdapat rumusan masalah yaitu sebagai berikut:
1. Apa pendekatan realita beserta tokohnya?
2. Apa konsep dasar pendekatan konseling realita?
3. Apa asumsi perilaku bermasalah dalam pendekatan konseling realita?
4. Apa tujuan konseling realita?
5. Apa peran konselor?
6. Apa deskripsi proses konseling realita?
7. Apa teknik konseling realita?
8. Apa kelebihan dan keterbatas pendekatan konseling realita?
9. Apa contoh penerapan konseling realita?

C.Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pendekatan realita beserta tokohnya.
2. Untuk mengetahui konsep dasar pendekatan konseling realita.
3. Untuk mengetahui asumsi perilaku bermasalah dalam pendekatan konseling realita.
4. Untuk mengetahui tujuan konseling realita.
5. Untuk megetahui peran konselor dalam pendekatan konseling realita.
6. Untuk mengetahui deskripsi tentang proses konseling realita.
7. Untuk mengetahui teknik-teknik konseling realita.
8. Untuk mengetahui kelebihan dan keterbatas pendekatan konseling realita.
9. Untuk mengetahui contoh penerapan konseling realita.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Nama Pendekatan dan Tokoh


Konseling realita (reality counseling atau reality therapy) dikembangkan oleh William
Glasser pada tahun 1960-an sebagai reaksi penolakan terhadap konsep-konsep dalam
konseling psikoanalisa. Glasser memandang Psikoanalisa sebagai suatu model perlakuan
yang kurang memuaskan, kurang efektif, dan oleh karena itu ia termotivasi untuk
memodifikasi konsep-konsep psikoanalisa dan mengembangkan pemikirannya sendiri
berdasarkan pengalaman hidup dan pengalaman klinisnya.
Glasser lahir pada tahun 1925 di Ohio, USA. Pada awal karirnya Glasser adalah
seorang insyinyur kimia yang kemudian beralih ke bidang medis dan meraih gelar dokter
pada tahun 1953 dari Case Westem Reserve University. Setelah itu Glasser berlatih dibidang
psikiarti di Veterans Administrasion Center dan di University of California. Konseling
realita dikembangkan oleh Glasser atas dasar pengalamanya selama praktek klinisnya antara
1956-1967. Pengalaman kehidupannya pada masa kanak-kanak yang keras dan cenderung
tidak menyenagkan juga mempengaruhi pandangan teoritiknya,khususnya tentang penekanan
pada pentingnya tanggung jawab pribadi, tidak merugikan orang lain, dan hubungan
perkawinan. Seperti dikemukakan oleh Glasser sendiri (1998), ayah dan ibunya menerapkan
pendidikan yang keras dan otoriter terhadap dirinya dan oleh karenanya ia tidak rukun
dengan mereka. Buku pertama yang yang ditulis oleh Glasser, Mental Healt or Mental
Illnes? Menjadi grandwork bagi perkembangan teori konseling realita. Buku keduanya,
Really Therapy (1965) menegaskan prinsip-prinsip dasar dalam Konseling realita, yakni
tentang pentingnya hubungan dan tanggung jawab guna mencapai tujuan dan kebahagiaan
hidup. Ia memiliki keyakinan bahwa konselor yang hangat dan penuh penerimaan
merupakan aspek esensial bagi keberhasilan perlakuan, dan hubungan yang akrab dan positif
adalah esensial bagi perkembangan pribadi yang sehat.
Tulisan-tulisan dalam materi kuliahnya tidak hanya menekankan pada konseling
realita sebagai metode perlakuan, tetapi menerapkan pada lingkungan sekolah dan
lingkungan bisnis. Robert E. Wubbolding adalah salah satu pengikut Glesser yang
memberikan kontribusi sangat penting bagi perkembangnan konseling realita.
Pendekatan Realita adalah suatu sistem yang difokuskan kepada tingkah laku
sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengkonfrontasikan klien dengan
cara-cara yang bisa membantu menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Inti terapi realita adalah
penerimaan tanggung jawab pribadi, yang dipersamakan dengan kesehatan mental. Terapi
realita yang menguraikan prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur yang dirancang untuk
membantu orang-orang dalam mencapai suatu “identitas keberhasilan” dapat diterapkan pada
psikoterapi, konseling, pengajaran, kerja kelompok, konseling perkawinan, pengelolaan
lembaga dan perkembangan masyarakat. Terapi realita meraih popularitas di kalangan
konselor sekolah, para guru dan pimpinan sekolah dasar dan menengah, dan para pekerja
rehabilitasi.
Sedangkan menurut Paul D. Meier, dkk., terapi realita yang diperkenalkan oleh
William Glasser memusatkan perhatiannya terhadap kelakuan yang bertanggung jawab,
dengan memperhatikan tiga hal (3-R): realita (reality), melakukan hal yang baik (do right),
dan tanggung jawab (responsiblility).
1. Right : adalah kebenaran dari tingkah laku seseorang dengan standar norma yang berlaku
baik itu norma agama, hukum, dan lain-lain.
2. Reality : adalah kenyataan, yaitu individu bertingkah laku sesuai dengan kenyataan yang
ada.
3. Responbility : adalah bertanggung jawab, yaitu tingkah laku dalam memenuhi kebutuhan
dengan menggunakan cara yang tidak merugikan orang lain.

B.Konsep Dasar
Teori pilihan berpendapat bahwa kita tidak dilahirkan sebagai papan tulis kosong yang
menunggu untuk dimotivasi dari luar kekuatan dunia sekitar kita. Sebaliknya, kita dilahirkan
dengan lima genetika yang dikodekan kebutuhan kelangsungan hidup, cinta dan rasa
memiliki, kekuatan atau prestasi, kebebasan atau kemerdekaan, dan kesenangan hal itu yang
mengendalikan semua kehidupan kita.
Setiap dari kita memiliki lima kebutuhan, tapi mereka bervariasi dalam kekuatan.
Sebagai contoh, kita semua memiliki kebutuhan untuk cinta dan rasa memiliki, tapi sebagian
dari kita membutuhkan lebih banyak cinta daripada yang lain. Teori pilihan didasarkan pada
premis bahwa karena kita merupakan makhluk sosial memerlukan keduanya menerima dan
memberikan cinta. Glasser percaya bahwa kebutuhan love and belong merupakan kebutuhan
primer karena kita membutuhkan orang untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Hal ini
kebutuhan sulit karena untuk memuaskan kita harus memiliki seseorang yang kooperatif
untuk membantu kita memenuhi kebutuhan itu.
Manusia digerakkan oleh kebutuhan-kebutuhan dasar yang asalnya bersifat genetik.
Semua prilaku manusia mempresentasikan upaya untuk mengontrol dunia agar memenuhi
kebutuhan-kebutuhan itu dengan sebaik-baiknya. Orang tidak pernah terbebas dari
kebutuhan-kebutuhannya dan, begitu terpenuhi, muncul kebutuhan lain. Kehidupan manusia
adalah perjuangan konstan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan ini dan mengatasi
konflik yang selalu muncul di antara mereka. Secara rinci Glasser menjelaskan
kebutuhankebutuhan dasar manusia, yaitu:
1.Kelangsungan hidup (Survival)
Kehidupan fisik ini bertempat di otak tua yang berlokasi di sebuah kelompok kecil
struktur yang terklaster di puncak tulang belakang. Gen orang mengistruksikan otak
tuanya untuk melaksanakan semua kegiatan yang menjaga kelangsungan hidup yang
mendukung kesehatan dan reproduksi.(kebutuhan memperoleh kesehatan, makanan,
udara, perlindungan, rasa aman, dan kenyamanan fisik).
2. Cinta dan rasa memiliki (Love and belonging)
Salah satu kebutuhan psikologis manusia adalah kebutuhannya untuk merasa
memiliki dan terlibat atau melibatkan diri dengan orang lain. Beberapa aktivitas yang
menunjukkan kebutuhan ini antara lain: persahabatan, acara perkumpulan tertentu, dan
keterlibatan dalam organisasi kemahasiswaan.
3. Kekuatan atau prestasi (Power or achievemen)
Kebutuhan akan kekuasaan meliputi kebutuhan untuk berprestasi, merasa
berharga, dan mendapatkan pengakuan. Kebutuhan ini biasanya diekspresikan melalui
kompetisi dengan orang-orang di sekitar kita, memimpin, mengorganisir, meyelesaikan
pekerjaan sebaik mungkin, menjadi tempat bertanya atau meminta pendapat bagi orang
lain, melontarkan ide atau gagasan dan sebagainya.
4. Kebebasan atau kemerdekaan (Freedom or independence)
Kebebasan merupakan kebutuhan untuk merasakan kebebasan atau kemerdekaan
dan tidak tergantung pada orang lain, misalnya membuat pilihan (aktif pada organisasi
kemahasiswaan), memutuskan akan melanjutkan studi pada jurusan apa, bergerak, dan
berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
5. Kesenangan (Fun)
Merupakan kebutuhan untuk merasa senang, dan bahagia. Pada anak-anak, terlihat
dalam aktivitas bermain. Kebutuhan ini muncul sejak dini, kemudian terus berkembang
hingga dewasa. Misalnya, berlibur untuk menghilangkan kepenatan, bersantai, melucu,
humor, dan sebagainya.

C. Asumsi Perilaku Bermasalah


Reality therapy pada dasarnya tidak mengatakan bahwa perilaku individu itu sebagai
perilaku yang abnormal. Konsep perilaku menurut konseling realita lebih dihubungkan
dengan berperilaku yang tepat atau berperilaku yang tidak tepat. Menurut Glasser, bentuk dari
perilaku yang tidak tepat tersebut disebabkan karena ketidak mampuannya dalam memuaskan
kebutuhannya, akibatnya kehilangan ”sentuhan” dengan realita objektif, dia tidak dapat
melihat sesuatu sesuai dengan realitanya, tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan
realitanya, tidak dapat melakukan atas dasar kebenaran, tanggung jawab dan realita.
Meskipun konseling realita tidak menghubungkan perilaku manusia dengan gejala
abnormalitas, perilaku bermasalah dapat disepadankan dengan istilah ”identitas kegagalan”.
Identitas kegagalan ditandai dengan keterasingan, penolakan diri dan irrasionalitas,
perilakunya kaku, tidak objektif, lemah, tidak bertanggung jawab, kurang percaya diri dan
menolak kenyataan.
Menurut Glasser (1965, hlm.9), basis dari terapi realita adalah membantu para klien
dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, yang mencangkup “kebutuhan
untuk mencintai dan dicintai serta kebutuhan untuk merasakan bahwa kita berguna baik bagi
diri kita sendiri maupun bagi orang lain”. Pandangan tentang sifat manusia mencakup
pernyataan bahwa suatu “kekuatan pertumbuhan” mendorong kita untuk berusaha mencapai
suatu identitas keberhasilan.
Penderitaan pribadi bisa diubah hanya dengan perubahan identitas. Pandangan terapi
realita menyatakan bahwa, karena individu-individu bisa mengubah cara hidup, perasaan, dan
tingkah lakunya, maka merekapun bisa mengubah identitasnya. Perubahan identitas
tergantung pada perubahan tingkah laku.
Maka jelaslah bahwa terapi realita tidak berpijak pada filsafat deterministik tentang
manusia, tetapi dibangun diatas asumsi bahwa manusia adalah agen yang menentukan dirinya
sendiri. Prinsip ini menyiratkan bahwa masing-masing orang memiliki tanggung jawab untuk
menerima konsekuensi-konsekuensi dari tingkah lakunya sendiri. Tampaknya, orang menjadi
apa yang ditetapkannya.

D.Tujuan Konseling
Tujuan utama pendekatan konseling ini untuk membantu menghubungkan (connect)
atau menghubungkan ulang (reconnected) klien dengan orang lain yang mereka pilih untuk
mendasari kualitas hidupnya. Di samping itu, konseling realita juga bertujuan untuk
membantu klien belajar memenuhi kebutuhannya dengan cara yang lebih baik, yang meliputi
kebutuhan mencintai dan dicintai, kekuasaan atau berprestasi, kebebasan atau independensi,
serta kebutuhan untuk senang. Sehingga mereka mampu mengembangkan identitas berhasil.
Tujuan konseling realita adalah sebagai berikut :
1. Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri, supaya dapat menentukan dan
melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.
2. Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta memikul segala resiko yang ada,
sesuai dengan kemampuan dan keinginannya dalam perkembangan dan pertumbuhannya.
3. Mengembangkan rencana-rencana nyata dan realistik dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
4. Perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang sukses,
yang dicapai dengan menanamkan nilai-nilai adanya keinginan individu untuk
mengubahnya sendiri.
5. Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran sendiri.
E. Peran Konselor
Tugas dasar konselor adalah melibatkan diri dengan konseli dan kemudian
membuatnya untuk menghadapi kenyataan. Yang antara lain sebagai berikut :
1. Konselor terlibat dengan klien dan membawa klien menghadapi realita. Tugas utama
konselor adalah menjadi terlibat dengan konselinya dan kemudian menghadapi konseli
dengan mengusahakan agar konseli mengambil keputusan.
2. Konselor sebagai pembimbing. Konselor bertugas melayani sebagai pembimbing untuk
membantu konseli menaksir tingkahlaku mereka secara realistis.
3. Memberi hadiah. Konselor diharapkan memberi hadiah bila konseli berbuat dalam cara
yang bertanggungjawab dan tidak menerima setiap penghindaran atas kenyataan atau
tidak mengarahkan konseli menyalahkan setiap hal atau setiap orang.
4. Mengajar konseli Beberapa kualitas pribadi yang harus dimiliki konselor adalah
kemampuan untuk mengajar konseli, untuk mencapai kebutuhan mereka secara terbuka,
tidak untuk menerima ampunan, menunjukkan dukungan yang terus menerus dalam
membantu konseli, untuk memahami dan mengempati konseli, dan untuk terlibat dengan
tulus hati.
5. Motivator, yang mendorong konseli untuk: a) menerima dan memperoleh keadaan nyata,
baik dalam perbuatan maupun harapan yang ingin dicapainya. b) merangsang klien untuk
mampu mengambil keputusan sendiri, sehingga klien tidak menjadi individu yang hidup
selalu dalam ketergantungan yang dapat menyulitkan dirinya sendiri.
6. Penyalur tanggung jawab, sehingga : a) keputusan terakhir berada di tangan konseli. b)
konseli sadar bertanggung jawab dan objektif serta realistik dalam menilai perilakunya
sendiri.
7. Moralis Konselor memegang peranan untuk menentukan kedudukan nilai dari tingkah
laku yang dinyatakan kliennya. Konselor akan memberi pujian apabila konseli
bertanggung jawab atas perilakunya, sebaliknya akan memberi celaan bila tidak dapat
bertanggung jawab terhadap perilakunya.
8. Pengikat janji (contractor) Artinya peranan konselor punya batas-batas kewenangan, baik
berupa limit waktu, ruang lingkup kehidupan konseli yang dapat dijajagi maupun akibat
yang ditimbulkannya.
F. Deskripsi Proses Konseling
Konseling realita menekankan pentingnya hubungan antara konselor dan konseli dan
macam hubungan ini dipandang esensial dalam proses perlakuan. Dengan demikian
kemampuan konselor untuk terlibat dengan konseli merupakan ketrampilan esensial dalam
konseling realita. Glasser Wubbolding mengemukakan beberapa cara untuk mencapai
keterlibatan sebagai berikut :
1. Bertindak sebagai guru dan mendegarkan konseli dengan penuh perhatian, hangat,
bersahabat, merawat, respek, optimis, jujur, dan tulus.
2. Bersedia untuk membuka diri pada konseli.
3. Menggunakan kata ganti saya dan kita untuk menekankan sifat kolaboratrif.
4. Tidak menggunakan tekanan, penilaian dan pemaksaan pada konseli, tetapi memotivasi
konseli melalui dorongan dan penguatan.
5. Memusatkan perhatian pada perilaku sekarang.
6. Menggunakan pertanyaan “apa” dan bukan “mengapa”.
7. Tidak menerima permintaan maaf.
8. Jika perlu mengunakan konsultasi, pendidikan, dan tindak lanjut guna memfasilitasi
perlakuan.
9. Tegas dalam membantu konseli dan tak pernah menyerah.
Langkah-langkah yang ditempuh :
1. Menciptakan hubungan kerja dengan klien.
2. Tahap krisis bagi klien yaitu kesukaran dalam mengemukakan masalahnya dan
melakukan transferensi.
3. Tilikan terhadap masa lalu klien terutama pada masa kanak-kanaknya.
4. Pengembangan resistensi untuk pemahaman diri.
5. Pengembangan hubungan transferensi klien dengan konselor.
6. Melanjutkan lagi hal-hal yang resistensi.
7. Menutup wawancara konseling.
G. Teknik Konseling
Konseling Realita menggunakan banyak teknik untuk mencapai tujuan-tujuan
konseling, khususnya teknik-teknik dari perspektif konseling perilaku seperti yang telah
dikemukakan.
Teori konseling realita memiliki beberapa teknik tersendiri yaitu :
1. Memperkuat tingkah laku
Shaping adalah metode mengajarkan tingkahlaku dengan terus-menerus melakukan
aproksimasi dan membuat rantai hubungan. Behavioral contract, syarat mutlak untuk
memantapkan kontrak behavioral adalah batasan yang cermat mengenai masalah konseli,
situasi dimana hal itu diekspresikan dan kesediaan konseli untuk mencoba prosedur itu.
Assertive training, dapat diterapkan pada situasi-situasi interpersonal dimana individu
yang mempunyai kesulitan perasaan sesuai atau tepat untuk menyatakannya.
2. Modeling
Modeling digunakan untuk tujuan: mempelajari tingkahlaku baru, memperlemah atau
memperkuat tingkah laku yang siap dipelajari, dan memperlancar respon.
a. Proses mediasi, proses mediasi melibatkan atensi, retensi, reproduksi motorik dan
insentif.
b. Live model dan symbolic model, Live model artinya model hidup, dan symbolic model
artinya tingkah laku model ditunjukkan melalui film, video dan media rekaman lain.
c. Behavior rehearsal, dilakukan dalam suasana yang mirip dengan lingkungan nyata
konseli.
d. Cognitive restructuring. Proses menemukan dan menilai kognisi seseorang,
memahami dampak negative pemikiran tertentu terhadap tingkah laku dan belajar
mengganti kognisi tersebut dengan pemikiran yang lebih realistic dan cocok.
e. Covert reinforcement, yaitu memakai imaji untuk menghadiahi diri sendiri.
3. Metapor
Konselor menggunakan teknik ini seperti senyuman, image, analogi, dan anekdot untuk
memberi konseli suatu pesan penting dalam cara yang efekitif. Konselor juga
mendengarkan dan menggunakan metapor yang ditampilkan diri konseli.
4. Hubungan
Menggunakan hubungan sebagai bagian yang asensial dalam proses terapoutik.
Hubungan ini harus memperlihatkan upaya menuju perubahan, menyenagkan, positif,
tidak menilai, dan mendorong kesadaran konseli.
5. Pertanyaan
Konselor menekankan evaluasi dalam perilaku total, asesmen harus berasal dari konseli
sendiri. Konselor tidak mengatakan apa yang harus dilakukan koseli, tetapi menggunakan
pertanyaan yang terstruktur dengan baik untuk membantu konseli menilai hidupnya dan
kemudian merumuskan perilaku-perilaku yang perlu dan tidak perlu di ubah.
6. Intervensi paradoks
Terinspirasi oleh Frankl (pendiri konselng Gestalt), Glasser menggunakan paradoks
untuk mendorong konseli menerima tanggung jawab bagi perilakunya sendiri. Intetrvensi
paradoksikal ini memiliki dua bentuk rerabel atau reframe dan paradoxical pressciption.
7. Pengembangan ketrampilan
Konselor perlu membantu konseli mengembangkan ketrampilan untuk memnuhi
kebutuhan dan keinginan-keinginannya dalam cara yang bertanggung jawab. Koselor
dapat mengajar konseli tentang berbagai ketrampilan seperti perilaku asertif, berfikir
rasional, dan membuat rencana.
8. Adiksi positif
Menurut Glasser, merupakan teknik yang digunakan untuk menurunkan barbagai bentuk
perilaku negatif dengancara memberikan kesiapan atau kekuatan mental, kreatifitas,
energi dan keyakinan. Contoh : mendorong olahraga yang teratur, menulis jurnal,
bermain musik, yoga, dan meditasi.
9. Penggunakan kata kerja
Dimaksudkan untuk membantu jonseli agar mampu mengendalikan hidup mereka sendiri
dan membuat pilihan perilaku total yang positif. Daripada mendeskripsikan koseli dengan
kata-kata: marah, depresi, fobia, atau cemas konselor perlu menggunakan kata memarahi,
mendepresikan, memfobiakan, atau mencemaskan. Ini mengimplikasikan bahwa emosi-
emosi tersebut bukan merupakan keadaan yang mati tetapi bentuk tindakan yang dapat
diubah.
10. Konsekuensi natural
Konselor harus memiliki keyakinan bvahwa konseli dapat bertanggung jawab dan karena
itu dapat menerima konsekuensi dari perilakunya. Koselor tidak perlu menerima
permintaan maaf ketika konseli membuat kesalahan, tetapi juga tidak memberikan sangsi.
Alih-alih koselor lebih memusatkan pada perilaku salah atau perilaku lain yang bisa
membuat perbedaan sehingga konseli tidak perlu mengalami kosekuensi negatif dari
perilakunya yang tidak bertanggung jawab.

H.Kelebihan dan Keterbatasan


1. Kelebihan
Karakteristik pendekatan konseling realita secara khusus menekankan pada akuntabilitas.
Aspek lain dari pendekatan konseling realita yang disokong Corey (1985) termasuk ide-
idenya yang tidak menerima alasan dari gagalnya pelaksanaan kontrak dan menghindari
hukuman atau menyalahkan. Kelebihan dari teori ini diantaranya yaitu :
a. Terapi realita ini fleksibel dapat diterapkan dalam konseling individu dan kelompok.
b. Terapi realita tepat diterapkan dalam perawatan penyimpangan perilaku,
penyalahgunaan obat, dan penyimpangan kepribadian.
c. Terapi realita meningkatkan tanggung jawab dan kebebasan dalam diri individu,
tanpa menyalahkan atau mengkritik seluruh kepribadiannya.
2. Kelemahan
Di anggap terlalu sederhana dan dangkal. Di akui bahwa kritik pendekatan konseling
realita pada daerah ini. Glasser juga menyetujui bahwa delapan tahap dari pendekatan
konseling realita adalah sederhana dan jelas lebih menekankan pada praktek dan tidak
pada materi yang sederhana. Kelemahan yang lain tentang teori ini diantaranya :
a. Terapi realita terlalu menekankan pada tingkah laku masa kini sehingga terkadang
mengabaikan konsep lain, seperti alam bawah sadar dan riwayat pribadi.
b. Terapi realita bergantung pada terciptanya suatu hubungan yang baik antara konselor
dan konseli.
c. Terapi realita bergantung pada interaksi verbal dan komunikasi dua arah. Pendekatan
ini mempunyai keterbatasan dalam membantu konseli yang dengan alasan apapun,
tidak dapat mgekspresikan kebutuhan, pilihan, dan rencana mereka dengan cukup
baik.

I. Contoh Penerapan
Amir siswa kelas 7 SMP, dia sangat tidak disiplin sehingga dia mengalami hambatan
dalam menjalankan kewajibannya sebagai siswa disekolah. Hal ini tentu akan berakibat pada
proses belajar mengajar dan prestasi belajar Amir disekolah. Bimbingan bagi Amir ini sangat
diperlukan untuk membantu menyelesaikan permasalahan dan agar membuat Amir dapat
mengikuti proses belajar mengajar secara baik.
Dalam hal ini, Amir diberikan bantuan dengan konseling realita dengan menggunakan
prosedur WDEP. Amir diingatkan kembali pada keinginan-keinginannya, tujuannya,
kemudian memberikan arahan-arahan merumuskan rencana baru dan konselor memberikan
pengawasan terhadap perilakunya.
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan
Terapi realita tampaknya sangat cocok bagi intervensi-intervensi singkat dalam
situasisituasi konseling krisis dan bagi penanganan para remaja dan orang-orang dewasa
penghuni lembaga-lembaga untuk tingkah laku kriminal. Secara realistis, penggunaan
psikoterapi jangka panjang yang mengeksprolasi dinamika-dinamika tak sadar dan masa
lampau seseorang pada situasi-situasi dan tipe orang-orang tersebut diatas sangan terbatas.
Glasser mengembangkan pendekatannya karena keyakinannya bahwa prosedur-prosedur
psikonalitik tidak berhasil bagi populasi itu. Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari
terapi realita tampaknya adalah jangka waktunya yang relatif pendek dan berurusan dengan
masalahmasalah tingkah laku sadar.
Akhirnya, pandangan Glasser tentang penyakit mental “ketidak bertanggung jawaban”
adalah pandangan yang kontrovesial. Ia tidak mau mengakui bahwa banyak pasien mental
adalah orang-orang yang sangat bertanggung jawab sebelum mulai menunjukkan gejala-gejala
mereka.
DAFTAR PUSTAKA

Gunarsa, Singgih D. Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992)

Gladding, Samuel. 2012. Konseling Profesi yang Menyeluruh. Jakarta:PT. Indeks

Komalasari, Wahyuni, Karsih. 2011. Teori dan Praktik Konseling. Jakarta:PT. Indek

Sudrajat Akhmad. 2011. Mengatasi Masalah Siswa Melalui Layanan Konseling Individu.
Yogyakarta: Paramitra Publising.

Anda mungkin juga menyukai