Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Hakekat Konseling Lintas Budaya ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya.
Penulis juga menyadari bahwa makalah ini tidak dapat sepenuhnya terselesaikan
dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Rury
Muslifar selaku dosen Konseling Lintas Budaya.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran
yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Samarinda, 11 Maret 2019

Kelompok VIII

Hakekat Konseling Lintas Budaya| 1


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................ 1
DAFTAR ISI .......................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 3
A. Latar Belakang............................................................................ 3
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 4
C. Tujuan ........................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................... 5
A. Latar Belakang Konseling Lintas Budaya .................................. 5
B. Pengertian Konseling Lintas Budaya ......................................... 6
C. Unsur-unsur Pokok Konseling Lintas Budaya ........................... 9
D. Pendekatan Konseling Lintas Budaya ........................................ 10
E. Keterampilan dan Sikap Konseling Lintas Budaya .................... 11
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 14
A. Kesimpulan ................................................................................. 14
B. Saran ........................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 15

Hakekat Konseling Lintas Budaya| 2


BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Budayan menjadi salah satu unsur dasar dalam kehidupan sosial. Budaya juga
mnejadi peranaan penting dalam pembentukan pola berfikir dan pola pergaulan
dalam bermasyarakat, dalam artian akan membentuk suatu kepribadian seseorang
dan juga membentuk pola piker masyarakat tertentu. Dalam hal ini budaya
mencakup aktifitas individu yang dilakukan sehari-hari dengan landasan pola fikir,
keyakinan dan idiologi mereka dalam beraktifitas. Sesuai dengan apa yang mereka
anut.
Konseling merupakan proses pemberian bantuan yang vterjadi antara konselor
dengan klien. Dengan tujuan mengatasi masalah-masalh klienndengan cara
mengajharkan dan memahamkan serta memberdayakan klien. Untuk mencapai
pemahaman yang diberikan itu sampai kepada klien maka konselor di tuntut untuk
mampu berbahasa sesuia dengan bahasa klien yang sedang di hadapi. Sehingga jika
konselor mampu memahami setiap bahasa dari berbagai individu dann juga
berbagai budaya yang di anut oleh klien maka dengan mudah konselor memahami
bahasa bahasa klien dari apa yang diinginkan samapai kepada apa yang dirasakan
oleh klien.
Dalam hal ini proses konselor melakukan konseling perlu memahami
sebagaimana budaya yang di miliki oleh klien agar konselor mudah dan mampu
memperoleh informasi ataupun keluhan klien secara utuh dan tepat sebagai mana
yang dirasakannya. Dalam prosesnya pun perlu memperhatikan dan menghargai
dan menghormati unsure-unsur kebudayaan individu. Pengentasan masalah
individu sangat mungkin berkaitan dengan budaya yang mempengaruhi individu
baik dari tingkah laku dan juga pola piker individu tersebut. Pelayanan konseling
menyadarkan kl,ien yang terlibat dengan budaya tertentu menyadarkan bahwa
permasalahan yang timbul yang bsedang di alami bersangkut paut dengan unsure
budaya-budaya tertentu sehingga dalam proses pengentasannya pun perlu
mengkaitkan dengan unsure budaya yang bersangkutan.

Hakekat Konseling Lintas Budaya| 3


Pada makalah ini kami akan membahas tentang hakikat konseling lintas budaya
yang mana akan membahas tentang latar belakang. Makna dari konseling lintas
budaya unsure-unsur pokok dalam lintas budaya dan juga membahas tentang
katerampilan seorang konselor dalam kaitannya konseling lintas budaya.

2. RUMUSAN MASALAH
Dengan ini kami merumuskan beberapa rumusan masalah berdasarkan materi
yang akan kami bahas diantaranya :
a. Bagaimana latar belakang konseling lintas budaya ?
b. Apa yang dimaksud dengan konseling lintas budaya ?
c. Apa saja unsur-unsur konseling lintas budaya ?
d. Apa saja pendekatan konseling lintas budaya ?
e. Bagaimana keterampilan dan sikap konselor lintas budaya ?

3. TUJUAN
Dari rumusan masalah di atas terdapat tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu:
a. Mengetahui bagaimana latar belakang dari konseling lintas budaya
b. Mengetahui apa yang dimaksud dengan konseling lintas budaya.
c. Mengetahui apa saja unsur-unsur konseling lintas budaya.
d. Mengetahui apa saja pendekatan konseling lintas budaya
e. Mengetahui bagaimana keterampialn dan sikap konselor lintas budaya

Hakekat Konseling Lintas Budaya| 4


BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Konseling Lintas Budaya


Isu-isu tentang antar atau lintas budaya yang disebut juga multibudaya
meningkat dalam dekade 1960-an, yang selanjutnya melatari kesadaran bangsa
Amerika pada dekade 1980-an. Namun, rupanya kesadaran itu disertai dengan
kemunculan kembali sikap-sikap rasialis yang memecah-belah secara meningkat
pula (Hansen, L. S., 1997:41). Hal ini menjelaskan pandangan, bahwa
dibutuhkan pendekatan baru untuk kehidupan pada abad-21, baik yang
melingkup pendidikan bagi orang biasa maupun profesional dalam bidang lintas
serta keragaman budaya. Pendidikan yang dimaksud hendaknya menegaskan
dimensidimensi keragaman dan perbedaan. Dengan kata lain, kecenderungan
pendidikan yang berwawasan lintas budaya sangat diperlukan dalam kehidupan
manusia abad-21. Dasar pertimbangan yang melatari sangat pentingnya
wawasan lintas budaya dalam bidang pendidikan, terutama dipengaruhi oleh
globalisasi dan modernisasi yang sangat pesat, yang antara lain ditandai dengan
kecenderungan besar perubahan kehidupan sebagai berikut. Pertama, kehidupan
demokratisasi yang ditunjukkan dengan kesadaran akan hak asasi yang semakin
meningkat pada setiap lapisan masyarakat. Kedua, transparansi sebagai dampak
dari perkembangan jenis media dan informasi yang semakin beragam, yang
menuntut kemampuan memproses dan memproduksi secara cerdas. Ketiga,
efisiensi dalam pemanfaatan waktu yang menuntut manusia untuk pandai
membuat keputusan dalam bentuk perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan
penaksiran serta penerimaan risiko dari setiap keputusan secara bertanggung
jawab. Dalam bidang konseling dan psikologi, pendekatan lintas budaya
dipandang sebagai kekuatan keempat setelah pendekatan psikodinamik,
behavioristik dan humanistik (Paul Pedersen, 1991).
Banyak pengarang menulis tentang konseling lintas budaya sering dari
populasi minoritas mereka sendiri, untuk menyebut jalan pergerakan dari suatu
yang menegaskan landasan pengetahuan Eurosentrik, yang sebelumnya

Hakekat Konseling Lintas Budaya| 5


melingkupi landasan pengetahuan pluralistik. Pada akhirnya, pandangan lintas
budaya ditandai oleh pendekatan holistik untuk membantu dan penyembuhan,
terfokuskan pada kelompok dan keluarga alih-alih pada individu, dan
menggunakan sudut pandang yang integral alih-alih yang linear. Suatu masalah
yang berkaitan dengan lintas budaya adalah bahwa orang mengartikannya secara
berlain-lainan atau berbeda, yang mempersulit untuk mengetahui maknanya
secara pasti atau benar. Dapat dinyatakan, bahwa konseling lintas budaya telah
diartikan secara beragam dan berbeda-beda, sebagaimana keragaman dan
perbedaan budaya yang memberi artinya.

B. Pengertian konseling Lintas Budaya


Konseling lintas budaya yaitu suatu proses konseling yang melibatkan
antara konselor dan klien yang berbeda budayanya dan dilakukan dengan
memperhatikan budaya subyek yang terlibat dalam konseling. Jika konseling
memperhatikan budaya, maka konseling semacam ini adalah pemaduan partner
secara meningkat dari budaya yang berbeda baik antara kelompok bangsa,
kelompok etnik, atau kelompok-kelompok yang peranan mereka secara budaya
dibedakan. Konsekuensinya adalah konselor harus mengetahui aspek-aspek
khusus budaya dalam proses konseling dan dalam gaya konseling tertentu
mereka, sehingga mereka dapat menanganinya secara lebih terampil dengan
variabel budaya itu (Jumarin, 2002: 29-30).
Konseling lintas budaya dapat terjadi jika antara konselor dan klien
mempunyai perbedaan. Kita tahu bahwa antara konselor dan klien pasti
mempunyai perbedaan budaya yang sangat mendasar. Perbedaan budaya itu bisa
mengenai nilai nilai, keyakinan, perilaku dan lain sebagainya. perbedaan ini
muncul karena antara konselor dan klien berasal dari budaya yang berbeda.
Konseling lintas budaya dapat terjadi jika konselor kulit putih memberikan
layanan konseling kepada klien kulit hitam atau konselor orang Batak
memberikan layanan konseling pada klien yang berasal dari Ambon (Sulistyarini
& Jauhar, 2014: 273). Selain itu konseling lintas budaya tidak hanya terjadi pada
suku yang berbeda tetapi bisa jadi masih dalam satu suku yang sama. Seperti

Hakekat Konseling Lintas Budaya| 6


konselor dari Jawa Tengah sedangkan kliennya berasal dari Yogyakarta, sama-
sama bersuku Jawa, namun berbeda provinsinya.
Prayitno dan Erman Amti (1999: 175-176) dengan mengutip hipotesis
Pedersen dkk. menjelaskan bahwa dalam konseling lintas budaya harus
memperhatikan berbagai aspek dan seluk beluknya, yaitu:
1. Makin besar kesamaan harapan tentang tujuan konseling lintas budaya
yang pada diri klien dan konselornya, maka dimungkinkan konseling itu
akan berhasil.
2. Makin besar kesamaan pemahaman tentang ketergantungan, komunikasi
terbuka, dan berbagai aspek hubungan konseling lainnya pada diri klien
dan konselornya, makin besar kemungkinan konseling itu akan berhasil.
3. Makin besar kemungkinan penyederhanaan harapan yang ingin dicapai
oleh klien menjadi tujuan-tujuan operasional yang bersifat tingkah laku
dalam konseling lintas budaya, makin efektiflah konseling dengan klien
tersebut.
4. Makin bersifat personal dan penuh dengan nuansa emosional suasana
konseling lintas budaya, makin mungkinlah klien menanggapi
pembicaraan dalam konseling dengan bahasa ibunya, dan makin
mungkinlah konselor memahami sosialisasi klien dalam budayanya.
5. Keefektifan konseling lintas budaya tergantung pada kesensitifan
konselor terhadap proses komunikasi pada umumnya (baik verbal
maupun non-verbal), dan terhadap gaya komunikasi dalam budaya klien.
6. Latar belakang dan latihan khusus, serta pemahaman terhadap
permasalahan hidup sehari-hari yang relevan dengan budaya tertentu,
akan meningkatkan keefektifan konseling dengan klien yang berasal dari
latar belakang budaya tersebut.
7. Makin klien lintas budaya kurang memahami proses konseling, makin
perlu konselor atau program konseling lintas budaya memberikan
pengarahan/pengajaran/latihan kepada klien itu tentang keterampilan
berkomunikasi, pengambilan keputusan, dan transfer (mempergunakan
keterampilan tertentu pada situasi-situasi yang berbeda).

Hakekat Konseling Lintas Budaya| 7


8. Keefektifan konseling lintas budaya akan meningkat sesuai dengan
pemahaman (klien dan konselor) tentang nilai-nilai dan kerangka budaya
asli klien dalam hubungannya dengan budaya yang sekarang dan yang
akan datang yang akan dimasuki klien.

Inilah beberapa hipotesis Pedersen dkk. yang dikutip oleh Prayitno dan
Erman Amti tentang berbagai aspek dan seluk-beluk konseling lintas budaya
yang harus dipahami oleh konselor lintas budaya. Konseling lintas budaya lebih
kompleks dalam menanganinya dan tidak dapat disamakan dalam
penanganannya. Lanjut Pedersen seperti dikutip oleh Sulistyarini & Mohammad
Jauhar (2014: 276-277) bahwa konseling lintas budaya memiliki tiga elemen,
yaitu:

1. Konselor dan klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan
melakukan konseling dalam latar belakang budaya (tempat) klien;
2. Konselor dan klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan
melakukan konseling dalam latar belakang budaya (tempat) konselor;
3. Konselor dan klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan
melakukan konseling di tempat yang berbeda pula

Dedi Supriadi (2001:6) konseling lintas budaya melibatkan konselor dan


konseli yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan karena itu
proses konseling sangat rawan oleh terjadinya bias-bias budaya pada pihak
konselor yang mengakibatkan konseling tidak berjalan efektif. Agar berjalan
efektif, maka konselor dituntut untuk memiliki kepekaan budaya dan
melepaskan diri dari bias-bias budaya, mengerti dan dapat mengapresiasi
diversitas budaya, dan memiliki keterampilan- keterampilan yang responsif
secara kultural. Dengan demikian, maka konseling dipandang sebagai
“perjumpaan budaya” (cultural encounter) antara konselor dan klien.

Hakekat Konseling Lintas Budaya| 8


C. Unsur – Unsur Pokok Dalam Konseling Lintas Budaya
Dalam pengkajian isu tentang budaya, Locke dalam Brown (1988)
mengemukakan tiga unsur pokok dalam konseling lintas budaya, yaitu :
1. Individu adalah penting dan khas
2. Konselor membawa nilai-nilai yang berasal dari lingkungan budayanya
3. Klien yang datang menemui konselor juga membawa seperangkat nilai dan
sikap yang mencerminkan budayanya.

Selanjutnya Brown menyatakan bahwa keberhasilan


bantuan konseling sangat dipengaruhi oleh factor-faktor bahasa, nilai,
stereotype, kelas sosial, suku, dan juga jenis kelamin. Menurut Sue, faktor-faktor
budaya yang berpengaruh dalam dalam konseling adalah pandangan mengenai
sifat hakikat manusia, orientasi waktu, hubungan dengan alam, dan orientasi
tindakan. Sehubungan dengan hal tersebut, Clemon E. Vontres dalam dialognya
dengan Morris Jacson mengemukakan bahwa budaya terdiri dari lima lingkaran
sosialisasi yang melingkupi dan mempengaruhi sikap, nilai-nilai dan buhasa.
Lima lingkup yang dimaksud meliputi: interaksi universal (dunia), ekologi
nasional (negara), regional, ras, dan etnis. Unsur-unsur tersebut mempengaruhi
manusia sebagai individu dalam berbagai bentuk kondisi.

Dari paparan di atas dapat dianalisis bahwa unsur-unsur pokok yang perlu
diperhatikan dalam konseling lintas budaya adalah sebagai berikut:

1. Klien sebagai individu yang unik, yang memiliki unsur-unsur budaya


tertentu yang berpengaruh pada sikap, bahasa, nilai-nilai, pandangan hidup,
dan sebagainya.
2. Konselor sebagai individu yang unik juga tidak terlepas dari pengaruh
unsure-unsur budaya seperti halnya klien yang dilayani.
3. Dalam hubungan konseling konselor harus menyadari unsur-unsur tersebut
dan menyadari bahwa unsur-unsur budaya itu akan mempengaruhi
keberhasilan proses konseling.

Hakekat Konseling Lintas Budaya| 9


D. Pendekatan Konseling Lintas Budaya
Sedikitnya ada tiga pendekatan dalam konseling lintas budaya. Pertama,
pendekatan universal atau etik yang menekankan inklusivitas, komonalitas atau
keuniversalan kelompok-kelompok. Kedua, pendekatan emik (ke khususan
budaya) yang menyoroti karakteristik-karakteristik khas dari populasi-populasi
spesifik dan kebutuhan-kebutuhan konseling khusus mereka. Ketiga, pendekatan
inklusif atau transcultural, yang terkenal sejak diterbitkan sebuah karya Ardenne
dan Mahtani’s (1989) berjudul Transcultural Counseling in Action. Mereka
menggunakan istilah trans sebagai lawan dari inter atau cross cultural counseling
untuk menekankan bahwa keterlibatan dalam konseling merupakan proses yang
aktif dan resiprokal (Palmer and Laugngani, 2008 : 156).
Namun, Fukuyama (1990) yang berpandangan universal pun
menegaskan, bahwa pendekatan inklusif disebut pula konseling “transcultural”
yang menggunakan pendekatan emik; dikarenakan titik anjak batang tubuh
literaturnya menjelaskan karakteristik-karakteristik, nilai-nilai, dan teknik-teknik
untuk bekerja dengan populasi spesifik yang memiliki perbedaan budaya
dominan. Pendekatan konseling trancultural mencakup komponen berikut.
1. Sensitivitas konselor terhadap variasi-variasi dan bias budaya dari
pendekatan konseling yang digunakannya.
2. Pemahaman konselor tentang pengetahuan budaya konselinya.
3. Kemampuan dan komitmen konselor untuk mengembangkan pendekatan
konseling yang merefleksikan kebutuhan budaya konseli.
4. Kemampuan konselor untuk menghadapi peningkatan kompleksitas
lintas budaya.

Asumsi-asumsi yang mendasari pendekatan konseling transcultural


sebagai berikut:

1. Semua kelompok-kelompok budaya memiliki kesamaan kebenaran untuk


kepentingan konseling;
2. Kebanyakan budaya merupakan musuh bagi seseorang dari budaya lain;

Hakekat Konseling Lintas Budaya| 10


3. Kelas dan jender berinteraksi dengan budaya dan berpengaruh terhadap
outcome konseling.

E. Keterampilan dan Sikap Konselor Lintas Budaya


Keterampilan, konselor lintas budaya harus selalu mengembangkan
keterampilan untuk berhubungan dengan individu yang berasal dari latar
belakang etnis yang berbeda. Dengan banyaknya berlatih untuk berhubungan
dengan masyarakat luas, maka konselor akan mendapatkan keterampilan
(perilaku) yang sesuai dengan kebutuhan. Misalnya, konselor banyak
berhubungan dengan orang jawa, maka konselor akan belaiar bagaimana
berperilaku sebagaimana orang Jawa. jika konselor sering berhubungan dengan
orang Minangkabau, maka konselor akan belajar bagaimana orang Minangkabau
berperilaku.

Ivey (1988) menyarankan bahwa penggunaan keterampilan komunikasi


konseling hendaknya memperhatikan latar belakang budaya dan kebiasaan
konseli secara perorangan. Permasalahannya apakah nilai-nilai budaya yang
relevan untuk penerapan dalam komunikasi konseling dan apakah contoh-contoh
penerapannya. Adapun budaya menurut George F. Kneller (1965) kata budaya
bermakna semua cara-cara hidup yang dilakukan orang dalam suatu masyarakat.
Dengan budaya tertentu dimaksudkan keseluruhan cara hidup bersama dari
sekelompok orang, yang meliputi bentuk mereka dalam berpikir, berbuat dan
merasakan yang diekspresikan, misalnya dalam kepercayaan, hukum, bahasa,
seni, dan adat istiadat, juga dalam bentuk produk-produk benda seperti rumah,
pakaian, dan alat-alat.
Corey (2001) menegaskan bahwa konseling yang diselenggarakan
dimanapun, pada hakekatnya “tidak bebas bisa budaya”. Konseling harus
mempertimbangkan berbagai muatan budaya yang terlibat dalam komunikasi
didalamnya. Cara berkomunikasi dapat meliputi bahasa, sikap tubuh atau gesture
yang dipahami dalam konteks konseling bercorak budaya.

Hakekat Konseling Lintas Budaya| 11


Oleh karena itu kerampilan konseling yang bercorak budaya (konseling
lintas udaya) dapat dilatihkan kepada konselor untuk meningkatkan efektivitas
kinerjanya (Ibrahim, 1985). Hal itu dapat dilakukan dengan meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilannya melaksakan konseling yang bercorak budaya
(Carney dan Kahn, 1984), dengan mempergunakan berbagai kelebihan yang
sudah dimilikinya. Artinya, kegiatan peningkatan ketrampilan konselor itu tidak
perlu dilakukan dengan menghilangkan atau meninggalkan berbagai ketrampilan
dasar yang telah dimiliki konselor. Justru berbagai kemampuan yang telah
dimiliki dapat dipergunakan dengan memanfaatkan dan mengerahkan berbagai
kelebihan semaksimal mungkin, dan meminimalkan keterlibatan kelemahan
yang ada atau hal-hal yang negatif. Melalui usaha demikian diharapkan
ketrampilan konseling dari para guru pembimbing (konselor) akan semakin
meningkat sehingga kinerjanya juga dirasakan semakin bagi para siswa
khususnya, dan pada akhirnya kehadiran profesi bimbingan dan konseling dapat
diterima dan didudukkan secara proporsional.
Adapun keterampilan memperhatikan dan merefleksikan, sebagai bagian
dari keterampilan konseling, perlu dimiliki oleh seorang konselor dalam
menghadapi konselinya, terutama bertemu dengan konseli yang berbeda latar
belakang budaya, sehingga proses perjalanan konseling menjadi bermakna.

1. Pengetahuan konselor yang efektif secara multikultural


a. Mereka mengerti tentang dampak konsep penindasan dan rasial pada
profesi kesehatan mental dan pada kehidupan pribadi dan kehidupan
profesional mereka
b. Mereka sadar akan hambatan institutional yang tidak memberi peluang
kepada kelompok minoritas untuk memanfaatkan pelayanan psikologi
secara penuh di masyarakat
c. Meraka tahu betapa asumsi nilai dari teori utama konseling mungkin
berinteraksi dengan nilai dari kelompok budaya yang berbeda

Hakekat Konseling Lintas Budaya| 12


d. Mereka sadar akan ciri dasar dari konseling lintas kelas/budaya/
berwawasan budaya dan yang mempengaruhi proses konseling
e. Mereka sadar akan metoda pemberian bantuan yang khas budaya
(indegenous)
f. Mereka memilki pengetahuan yang khas tentang latar belakang sejarah,
tradisi, dan nilai dari kelompok yang ditanganinya.

2. Keterampilan konselor yang efektif secara cultural


a. Mereka mampu menggunakan gaya konseling yang luas yang sesuai
b. dengan sistem nilai dari kelompok minoritas yang berbeda
c. Mereka dapat memodifikasi dan mengadaptasi pendekatan
d. Konvensional pada konseling dan psikoterapi untuk bisamengakomodasi
perbedaan-perbedaan kultural
e. Mereka mampu menyampaikan dan menerima pesan baik verbal maupun
non-verbal secara akurat dan sesuai
f. Mereka mampu melakukan intervensi “di luar dinas” apabila perlu
dengan berasumsi pada peranan sebagai konsultan dan agen
pembaharuan Menurut (Supriyatna, 2011)

Hakekat Konseling Lintas Budaya| 13


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kebudayaan sebagai sistem pengetahuan yang meliputi sistem idea tau
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-
hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan konseling lintas budaya
merupakan proses pemberian bantuan yang mana antara konselor dengan klien
memiliki latar belakang budaya yang berbeda, seperti nilai-nilai, kepercayaan,
dan lain-lainnya.

B. Saran
Demi lancarnya proses konseling yang dilakukan oleh konselor dan klien
yang terdiri dari kebudayaan yang berbeda, maka seorang konselor harus
memahami tentang konseling lintas budaya karena sehingga konselor dank lien
bias saling menghargai dan dapat beradaptasi dengan perbedaan tersebut.

Hakekat Konseling Lintas Budaya| 14


DAFTAR PUSTAKA

Brown Duance J. Srebalus David. 1988. An Introductionto the


Counseling Profession. USA : by Allyn &Bacon
Corey, G. 1991. Theory and Practice of Group Counseling. California.
Brooks/Cole Publishing Company
Fukuyama, M. A. (1990). “Taking a Universal Approach to Multicultural
Counseling.” Counselor Education and Supervision, 30, 6-17.
Hansen, L. S. (1997). Integrative Life Planning; Critical Tasks for Career
Development and Changing Life Patterns. San Francisco: Jossey-Bass
Publishers.
Jumarin, 2002, Dasar-Dasar Konseling Lintas-Budaya, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Prayitno & Erman Amti, 1999, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling,
Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan PT
Rineka Cipta.
Sulistyarini & Mohammad Jauhar, 2014, Dasar-Dasar Konseling,
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Supriadi, D. (2001). Konseling Lintas-Budaya: Isu-isu dan Relevansinya
di Indonesia. (Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar). Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.
Supriyatna, M. 2011. Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi. Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada.

Hakekat Konseling Lintas Budaya| 15

Anda mungkin juga menyukai