Yusuf dan Nurihsan (2016), menyebutkan pengertian bimbingan dapat diartikan sebagai berikut: a. Bimbingan adalah sebuah proses, yang berkesinambungan, bukan suatu kegiatan yang muncul kebetulann. Bimbingan merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang teratur dan berencana yang terarah kepada pencapaian tujuan. b. Bimbingan merupakan bantuan. Makna bantuan dalam bimbingan adalah untuk memperlihatkan bahwa, yang aktif dalam mengembangkan diri, memilih keputusan, mengatasi masalah adalah peserta didik atau konseli itu sendiri c. Bantuan dalam bimbingan diberikan dengan segala pertimbangan keragaman dan keunikan individu, Tidak ada teknik bantuan khusus, teknik bantuan sekiranya berdasarkan pengalaman, kebutuhan dan masalah konseli. d. Tujuan bimbingan adalah perkembangan yang optimal. Perkembangan optimal ditandai dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan, melainkan suatu kondisi yang dinamik. Individu tersebut dapat (1) mampu mengenal dan paham akan diri sendiri; (2) berani menerima kenyataan diri secara objektif; (3) mengarahkan diri sesuai dengan kemampuan, kesempatan, dan sistem nilai dan; (4) melakukan pilihan dan mengambil keputusan atas tanggung jawab atas diri sendiri. Lalu, kata bimbingan tidak akan lengkap tanpa kata konseling, maka berikut pengertian dari konseling: Shertzer dan Stone (1980), mengungkapkan berbagai pengertian dari konseling dari berbagai sumber, hingga akhirnya mendapat kesimpulan yaitu: “ Counseling is an interaction process which facilitates meaningful understanding of self and environmental and result in the establishment and/ or clarification of goals and values of future behavior” ASCA (American School Counselor Association) dalam Yusuf dan Nurihsan (2016) mengemukakan bahwa, konseling merupakan hubungan face to face atau tatap muka yang sifatnya rahasia, penuh dengan sikap menerima dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor memfaatkan ilmu dan keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi masalah. Luddin (2010), konseling adalah suatu seni yang digunakan dalam usaha untuk mengubah tingkah laku secara kontruktif secara kontruktif, dan tergantung pada prosesnya. Winkell (2005), konseling merupakan serangkaian kegiatan pokok dalam bentuk bimbingan tujuan agar konseli dapat mengambil keputusan sendiri atas dasar tanggung jawab terhadap bebagai persoalan yang dihadapinya. Prayitno dan Erman (2004), mendefinisikan konseling sebagai sebuaproses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Dari kesimpulan di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling adalah bantuan yang dilakukan secara tatap muka dengan tujuan membantu konseli untuk menyelesaikan masalah konseli secara mandiri.
B. Kearifan Lokal ( Tunjuk Ajar Melayu)
Nilai-nilai tradisi masyarakat Melayu ini disebut juga dengan nilai kearifan lokal. Kearifan lokal merupakan sebuah pengetahuan hasil proses adaptasi komunikasi lokal dalam pengalaman hidupnya yang ditransformasikan secara turun temurun, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Nilai kearifan lokal ini digunakan oleh masyarakat setempat dalam proses interaksi sosial kehidupan sehari-hari dengan alam dan lingkungan sosialnya sebagai bagian dari mekanisme untuk bertahan hidup (Fawziah, 2017). Kearifan lokal ini menyatu dalam sistem norma dan budaya yang diekspresikan dalam sistem budaya dan sistem sosialnya dan ditransmisikan melalui berbagai cerita-cerita berupa mitos, legenda, babad, suluk, tembang, hikayat, lontarak, dan lain sebagainya. Pada masyarakat Melayu Riau, salah satunya terdapat di dalam Tunjuk Ajar Melayu. ( Tunjuk ajar Melayu adalah segala jenis petuah, petunjuk, nasihat, amanah, pengajaran, dan contoh teladan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dalam arti seluas-luasnya. Tunjuk ajar Melayu mengandung pesan- pesan kebaikan yang bisa membawa manusia ke jalan yang lurus dan diridai Allah, yang bertujuan menyelamatkan manusia dalam kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat (Marhalim, 2018). Tunjuk ajar merupakan kata majemuk yang terdiri atas dua kata, yaitu tunjuk dan ajar. Kata tunjuk adalah kata dasar yang berarti 'menunjukkan', sedangkan kata ajar menurut kamus berarti 'petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui atau dituruti. Perbedaannya dengan nasihat atau petuah biasa, tunjuk ajar Melayu disampaikan dengan bahasa yang indah. Nasihat atau ajaran tidak disampaikan secara langsung dengan bahasa keseharian, tetapi melalui pantun, gurindam, dan syair Bagi masyarakat tunjuk ajar harus dijunjung tinggi agar orang Melayu berbudi luhur, agar hidupnya selamat. Maka, kedudukan yang sangat penting tersebut pasti akan memberi manfaat yang banyak dan mengandung nilai positif bagi orang Melayu yang mengamalkan tunjuk ajar, baik bagi pribadi, bagi hubungan keluarga, bagi hubungan antar orang Melayu, juga bagi hubungan sosial dengan masyarakat luas . Jika dikaitkan dalam bimbingan dan konseling Adapun butir butir yang terkandung dalam Tunjuk Ajar Melayu ini terbagi menjadi 29 butir dan 10 petuah dan amanah, yang nantinya akan dibahas 10 butir tunjuk ajar. Berikut 29 butir tunjuk ajar, 10 petuah dan amanah 1. Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa 1) Ketaatan kepada Ibu Bapa, 2) Ketaatan kepada Pemimpin, 3) Persatuan dan Kesatuan, 4) Gotong Royong, dan Tenggang Rasa,5) Keadilan dan Kebenaran, 6) Keutamaan Menuntut Ilmu Pengetahuan, 7) Ikhlas dan Rela Berkorban, 8) 8. Kerja Keras, Rajin, dan Tekun, 8. Kerja Keras, Rajin, dan Tekun, 9) Sikap Mandiri dan Percaya Diri, 10) Bertanam Budi dan Membalas Budi , 11) Rasa Tanggung Jawab,12) Sifat Malu, 13) Kasih Sayang, 14) Hak dan Milik, 15). Musyawarah dan Mufakat, 16) Keberanian, 17). Kejujuran, 18) Hemat dan Cermat, 19) Sifat Rendah Hati, 20) Bersangka Baik terhadap Sesama Makhluk, 21) Sifat Perajuk, 22) Sifat Tahu Diri, 23) Keterbukaan, 24) Sifat Pemaaf dan Pemurah, 25) Sifat Amanah, 26) Memanfaatkan Waktu, 27) Berpandangan Jauh ke Depan, 28) Mensyukuri Nikmat Allah, 29) Hidup Sederhana. Dan 10 petuah, C. Nilai Nilai diaplikasikan dalam Bimbingan dan Konseling a. Ketakwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa Orang Melayu Dalam Tunjuk Ajar Melayu, banyak sekali yang mengandung nilai-nilai luhur ajaran Islam yang bertujuan untuk mengajak orang Melayu selalu meningkatkan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berikut beberapa butir tunjuk ajar dalam bentuk gurindam: Apa tanda Melayu jati Bersama Islam hidup dan mati Apa tanda Melayu jati Islam melekat di dalam hati Apa tanda Melayu jati
b. Ketaatan kepada Ibu dan Bapa
c. Keutamaan Menuntut Ilmu Pengetahuan d. Kerja Keras, Rajin, dan Tekun e. Sikap Mandiri dan Percaya Diri f. Memanfaatkan Waktu C. Karakter Budaya Masyarakat Melayu Riau Menurut Mohd. Daud Kadir (2016) dalam buku Masyarakat Melayu dan Budaya Melayu dalam Perubahan, karakter kepribadian orang Melayu sebagai berikut: 1) Sifat Merendah Sifat merendah merupakan sifat yang menjadi tuntutan utama dalam pergaulan orang Melayu. Orang yang selalu merendah berarti tahu diri dan sadar diri. Sifat ini tercermin pada sikap yang tertib, sopan dan hormat. Sikap-sikap tersebut tampak pada gerak-gerik dan tutur- bahasanya, terutama bila berhadapan dengan kaum kerabat atau anggota masyarakat yang lebih tua, bahkan terhadap orang asing. Sikap merendah tidak sama dengan sikap menghina-hina diri. Dengan sikap merendah, seseorang justru menjaga martabat (harga diri). Orang Melayu tidak mau dibenci masyarakat karena sikap dan tingkah-laku atau tutur-bahasa yang tidak memperhatikan martabat diri. Sikap itu menunjukkan bahwa seseorang tidak tahu diri dan tidak tahu diuntung. Sifat merendah tampak jelas dalam pepatah Melayu.; Bercakap biar ke bawah-bawah Mandi biar ke hilir-hilir
Jangan bawa sifat ayam jantan
Tapi bawalah sifat ayam betina Kalau pergi ke rantau orang Sikap merendah orang Melayu tidak hanya ditujukann kepada orang yang lebih tua, orang besar, pemuka adat, dan alim ulama, tetapi juga ditujukan kepada penghuni alam sekelilingnya. Oleh karena itu, jika seseorang melewati tempat angker, ia akan merendah dengan berkata, “Tabik Datuk, anak cucu numpang lalu”. Menurut orang Melayu, dengan merendah, ia akan selamat. Seseorang yang takut seorang diri di laut atau di hutan, ia akan berkata, “Tabik Datuk, jangan ganggu, anak cucu mencari makan”. Nama Melayu sering dikaitkan dengan sifat orangnya yang merendah, melayu-layukan diri seperti bunga atau daun yang layu, karena bunga yang kelopaknya layu pasti melempai atau terkulai ke bawah. Lawan dari sifat merendah adalah sifat yang suka menonjolkan diri, sombong, serta merasa serba pandai. Sifat-sifat ini paling dibenci orang Melayu. Orang Melayu tidak boleh telajak kata, tidak boleh hidung tinggi, tidak boleh hidup mengganjil, tidak boleh menunjuk pandai, tidak boleh berjalan mendada, dan tidak boleh songkok senget. Pendeknya, tidak boleh sombong dan besar cakap. Sifat merendah juga tampak saat orang Melayu berkata mengajak tamunya makan, “Silahkan jemputlah makan Encik. Tak ada apa-apa, makan tak belauk”. Padahal hidangan yang disajikan penuh dengan lauk-pauk. Jika mengajak tamunya singgah ke rumah, orang Melayu akan berkata, “Singgahlah Encik ke gubuk kami yang buruk ini”. Padahal rumahnya cukup besar dan perabotnya komplit. Kalau ingin berbicara, mereka selalu berkata, “Terlebih dahulu saya minta maaf”. 2) Sifat Pemalu atau Penyegan Sifat pemalu juga bertolak dari sifat tahu diri, sadar diri, tahu diuntung, dan harga diri. Sifat pemalu merupakan sifat yang enjaga harga diri (martabat). Orang yang tidak tahu malu berarti tidak tahu diri dan tidak menghargai diri sendiri. Sifat pemalu tercermin dalam sikap dan tingkah laku, seperti segan meminta bantuan, segan menonjolkan diri, segan mengadukan kesusahan, segan mengambil muka, segan berebut (tamak), segan mendahului orang tua, dan sebagainya. Oleh kerena itu, orang Melayu tampak acuh tak acuh. Bagi yang tidak mengenal watak orang Melayu, tentu berpendapat bahwa orang Melayu kurang berambisi atau kurang bergairah. Oleh karena sifat pemalunya, orang Melayu tidak mau ditegur, dimaki, dan dicerca di hadapan orang banyak, dihina di hadapan orang banyak, dipermalukan di hadapan orang, dan dihina tanpa sebab. Oleh karena itu, jika bergurau dengan orang Melayu harus berhati-hati jangan sampai ia merasa malu di hadapan orang, karena bila tersinggung, malu atau merasa dihina (diruntuhkan air mukanya) di hadapan orang banyak, maka sifat segannya akan hilang. Bila sudah demikian, orang Melayu akan bereaksi dengan kasar untuk mempertahankan harga diri.
3) Sifat Suka Damai atau Toleransi
Orang Melayu tahu diri. Ia selalu menghargai orang lain, sebagaimana menghargai dirinya sendiri. Oleh karena itu, ia selalu terbuka dan berlapang dada. Setiap orang yang datang ke kampong halamannya selalu diberi pertolongan. Mereka beranggapan, orang tidak boleh tidur di jalan atau minum di sumur. “Biar rumah sempit, tapi hati lapang”. Orang yang dapat menghargai orang lain adalah orang yang berhati mulia. Kebaikan hati akan meningkatkan harga atau martabat diri, sekaligus martabat kampung halamannya. Akibat dari sifat toleransi ini, orang Melayu sangat senang betolak ansur, tidak cerewet atau banyak cing-cong, dan gampang berurusan. “Cincai-cincailah”, kata orang Cina. Sifat suka bertolak ansur dan tidak cerewet itu menyebabkan orang Melayu suka mengalah, karena orang Melayu tidak mau rebut dan berselisih paham, yang akan menyebabkan harga dirinya luntur. 4) Sifat Sederhana Orang Melayu selalu berfikir sederhana. Mereka tidak mau memikirkan suatu hal yang rumit dan sulit. Hidup selalu dilihat dari segi kesederhanaan, sederhana dalam pergaulan, memiliki harta, memakai pakaian dan perhiasan, berkata-kata, ketika bersuka ria, dalam cita-cita, dan sederhana dalam berusahan mencari rezeki. Sifat kesederhanaan ini juga berpangkal dari sifat tahu diri dan sadar diri. Orang Melayu sadar, bahwa hidup di dunia ini hanya sementara, segala isi dunia adalah milik Tuhan, hidup yang berlebihan tidak akan membuat hidup bahagia, dan hidup bahagia bukan pada harta, tetapi tertanam dalam hati. Pandangan hidup itu menyebabkan orang Melayu tenang, tidak tergesa- gesa, tidak tamak, tidak serakah, serta tidak berlomba- lomba mencari harta dan kedudukan.
5) Sifat Sentimentil dan Riang
Konsekuensi dari sifat tahu diri dan sadar akan harga diri menjadikan orang Melayu sangat sentimental. Oleh karena mereka tahu akan kekurangan dan derajatnya dalam stratifikasi sosial, maka mereka selalu menekan perasaan. Keinginan dan hasratnya ditahan agar harga dirinya tidak hilang. Untuk menyalurkan gejolak perasaannya, mereka mengungkapkannya dalam bentuk lagu-lagu sedih, serta dalam nada-nada dan rentak yang sentimental. Akan tetapi mereka tidak larut dalam kesedihan yang tidak berkesudahan. Kesedihan dan kemalangan juga disalurkan dengan rentak dan nada gembira, seperti tercermin dalam rentak dan lagu-lagu berirama joget, Patam- patam, mainang, dan Zapin. Orang Melayu sadar bahwa meratapi kesedihan tidak akan mengubah nasib yang sudah ditakdirkan. “Apa guna kita bersedih, lebih baik kita bersuka ria”. Inilah satu imbangan dari sifat sentimental yang mewarnai corak watak kepribadian orang Melayu. 6. Sifat Mempertahankan Harga Diri Di atas telah diuraikan sifat orang Melayu yang baik dan menyenangkan. Sifat-sifat yang menyenangkan itu selalu terpancar dalam setiap interaksi sosial. Dalam interaksi sering terjadi kemacetan komunikasi yang disebabkan oleh ketidakcocokan watak yang menyertai orang yang sedang berkomunikasi. Kemacetan komunikasi itu sering terjadi karena tidak adanya sikap saling menghargai. Apabila salah seorang yang sedang berkomunikasi merasa harga dirinya hilang, maka ia akan merasa tersinggung. Dalam keadaan tersinggung, ia akan mengambil sikap protes dengan cara memutuskan hubungan. Sikap ini dikenal dengan istilah merajuk.
C. Implikasi Tunjuk Ajar Melayu terhadap Bimbingan dan Konseling
Kesulitan Guru Bimbingan Dan Konseling Menerapkan Teknik Mendengarkan Memahami Dan Merespon Teknik 3M Dalam Layanan Konseling Perorangan Di SMKN 9 Padang