Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KONSELING POPULASI KHUSUS

“MEMBAHAS KASUS TENTANG KONSELI DALAM


ADEGAN HUKUM,KESEHATAN POLITIS BUDAYA DAN
AGAMA”

DOSEN PEMBIMBING :

JUNIERISSA MARPAUNG, M.Psi

DISUSUN OLEH :

EVI KRISNA

DIKI CANDRA

NOFANDI F. GULO

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS RIAU KEPULAUAN

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah swt, sehingga laporan konseling populasi khusus
dengan judul “MEMBAHAS KASUS TENTANG KONSELING DALAM ADEGAN
HUKUM,KESEHATAN,POLITIS,BUDAYA DAN AGAMA. ” ini dapat di selesaikan
dalam waktu yang relative singkat .dan ucapan salam kepada nabiyullah SAW para keluarga
sahabatnya sebagai tanda rasa kepada beliau.

            Tulisan ini merupakan laporan bimbingan dan konseling, laporan ini bukan hanya


sekedar tugas melainkan juga sebagai pedoman untuk kita semua agar lebih
memahami konseling populasi khusus

            Pada prinsipnya apabila penulisan ini ada unsur kebenarannya maka kebenaran itu
datangnya dari allah SWT dan kalau ada kekeliruannya maka itu adalah kekeliruan penulis
sendiri sebagai manusia biasa yang tak luput dari segala kehilafan. Oleh karena itu apabila
ada kekeliruannya dalam penulisan ini mohon saran secara konstruktif dari para pembacanya
DAFTAR ISI

Kata pengantar................................................................................................

Daftar isi.........................................................................................................

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang..............................................................................

1.2 Rumusan masalah ........................................................................

BAB II Pembahasan

2.1 Membahas kasus tentang konseli dalam adegan hukum .....................................................

2.2 Membahas kasus tentang konseli dalam adegan kesehatan................................................

2.3 Membahas kasus tentang konseli dalam adegan politis.......................................................

2.4 Membahas kasus tentang konseli dalam adegan budaya.......................................................

2.5 Membahas kasus tentang konseli dalam adegan Agama.......................................................

BAB III Penutup

3.1 Kesimpulan................................................................................

Daftar Pustaka................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan yang berperan
penting dalam menanamkan nilai-nilai karakter siswa di sekolah. Sesuai dengan adanya
Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan
Dasar dan Menengah yang menyatakan bahwa Penyelenggaraan bimbingan dan konseling
pada SD/MI atau yang sederajat dilakukan oleh konselor atau guru bimbingan dan
konseling. Peraturan tersebut menjadi bukti bahwa layanan bimbingan dan konseling
haruslah dilakukan oleh konselor atau guru bimbingan dan konseling agar mendapat hasil
yang optimal dan tujuan layanan dapat tercapai dengan baik dan benar. Mengingat hal
tersebut konselor atau guru bimbingan dan konseling memiliki peran yang sangat penting
sehingga konselor atau guru bimbingan dan konseling dapat memulai, memfasilitasi dan
mengembangkan karakter peserta didik melalui layanan bimbingan dan konseling. Namun
pada kenyataannya di Indonesia saat ini khususnya di sekolah dasar layanan bimbingan
dan konseling masih dilakukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan dan di satu
padukan dalam proses pembelajaran. Hal tersebut menjadikan tujuan layanan bimbingan
dan konseling tidak tercapai. Oleh karena itu sangat diperlukan konselor atau guru
bimbingan dan konseling yang berperan aktif dalam memulai, memfasilitasi, dan
mengembangkan nilai-nilai karakter peserta didik. Perkembangan peserta didik yang baik
dan sehat dapat dilihat dari interaksi yang baik dan sehat antara individu dengan
lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud tentunya adalah lingkungan pendidikan yang
menopang perkembangan peserta didik serta mempengaruhi pola pikir, tindakan, perasaan,
sikap, dan lain sebagainya.
BAB II
PEMBAHSAN

A. Membahas kasus tentang konseli dalam adegan hukum

Konseling diartikan sebagai pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik


secara perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara
optimal, dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial,
kemampuan belajar, dan , perencanaan karir, melalui berbagai jenis layanan dan
kegiatan pendukung, berdasarkan 1 I norma-norma yang berlaku. Untuk membantu
individu menjadi mandiri dan berkembang secara optimal, maka dilakukanlah 9
(sembilan) Jenis layanan. Berikut disajikan ke sembilan jenis layanan dan materi-materi
yang mungkin diberikan oleh konselor kepada anak yang langsung berhadapan dengan
hukum.

a. Layanan orientasi
Layanan orientasi merupakan layanan yang membantu individu
menlahami lingkungan baru untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan
mernperlancar peran individu di lingkungan yang baru.
b. Layanan informasi
Layanan informasi yaitu layanan yang membantu individu untuk
menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karirljabatan,
dan pendidikan lanjutan.
c. Penguasaan konten
Penguasaan Konten, yaitu layanan yang membantu individu untuk
menguasai konten tertentu, terumata kompetensi dan atau kebiasaan yang
berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga, dan masyarakat
d. Konseling perorangan
Konseling Perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik
dalam mengentaskan masalah pribadinya. Konseling perorangan dikatakan
sebagai jantung hatinya pelayanan konseling. , layanan tersebut dilakukan
melalui interaksi antara dua orang individu secara tatap muka, antara konselor
klien.
e. Konseling kelompok.

Bimbingan Kelornpok dan Konseling Kelompok, yaitu layanan yang


membantu individu dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan
sosial, kegiatan belajar, karirljabatan, dan pengambilan keputusan, serta
melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.

f. Konsultasi
Konsultasi, yaitu layanan yang membantu individu dalam memperoleh
wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam
menangani kondisi dan atau masalah yang dihadapinya
g. Mediasi
Mediasi, yaitu layanan yang mernbantu individu menyelesaikan
permasalahan dan memperbaiki hubungan antar individu. Layanan mediasi
pada anak yang berhadapan dengan hukum dapat dilakukan dengan cara
mempertemukan dua individu untuk mencari solusi proses hukum sehingga
tidak ada pihak yang merasa dirugikan
h. Advokasi
Advokasi, yaitu layanan yang membantu individu untuk memperoleh
hak-haknya dan melaksanakannya sesuai dengan norma dan aturan yang
berlaku.

B. Membahas kasus tentang konseli dalam adegan Kesehatan

Semenjak diterbitkannya Surat Edaran No.4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan


Pendidikan dalam Masa Darurat Covid-19 oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan,Nadiem Anwar Makarim, Proses belajar mengajar tidak lagi dilaksanakan
secara tatap muka di dalam kelas, tetapi dialihkan menjadi pembelajaran dalam Jaringan
(Daring)/Jarak Jauh. Hal ini berlaku bagi setiap satuan pendidikan yakni
Sekolah,Universitas ataupun lembaga pendidikan lainnya. Kebijakan tersebut dilakukan
semata-mata untuk memutus rantai dan menghentikan penyebaran wabah Covid-19.
Padahal, interaksi langsung guru dengan siswa dalam proses pembelajaran sangat
penting untuk melihat proses kemajuan belajar siswa, Hal ini menjadi tantangan bagi
guru agar kreatif dan berinovasi dalam proses pembelajaran daring,tak terkecuali guru
BK. Guru BK juga dituntut untuk tetap memberikan layanan BK kepada siswa walaupun
tidak dilakukan secara tatap muka seperti yang biasanya dilakukan.
Pelayanan Konseling di sekolah merupakan usaha membantu peserta didik dalam
pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kegiatan belajar serta perencanaan
dan pengembangan karir yang sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat,
perkembangan, kondisi serta peluang-peluang yang dimiliki. Bimbingan Konseling itu
sendiri memiliki 10 bidang layanan konseling seperti :
a. Layanan Orientasi,yaitu layanan yang membantu peserta didik memahami lingkungan
baru, terutama lingkungan sekolah.
b. Layanan Informasi,yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan
memahami berbagai informasi diri,sosial,belajar,karir dan pendidikan lanjutan.
c. Layanan Penempatan dan Penyaluran, yaitu membantu peserta didik memperoleh
penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan, dan
kegiatan ekstrakurikuler.
d. Layanan Penguasaan Konten, yaitu membantu peserta didik menguasai konten
tertentu, terutama kompetensi atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di
sekolah, keluarga dan masyarakat.
e. Layanan Konseling Perorangan,yaitu membantu peserta didik dalam mengentaskan
masalah pribadinya.
f. Layanan Bimbingan Kelompok yaitu membantu peserta didik dalam pengembangan
pribadi,kemampuan hubungan sosial,kegiatan belajar, karir dan pengambilan
keputusan.
g. Layanan Konseling Kelompok yaitu membantu peserta didik dalam pembahasan dan
pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.
h. Layanan Konsultasi yaitu membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam
memperoleh wawasan,pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam
menangani kondisi/masalah peserta didik.
i. ayanan Mediasi yaitu membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan
memperbaiki hubungan antar mereka.
j. Layanan Advokasi yaitu membantu peserta didik memperoleh pembelaan atas hak
atau kepentingannya yang kurang perhatian
Dalam Pelaksanaannya di sekolah, layanan BK tersebut direalisasikan kedalam suatu
program yang dibuat oleh guru BK. Program tersebut diklasifikasikan menjadi : Program
Tahunan, Program Semesteran, Program Bulanan, Program Mingguan dan Program Harian.
Kemudian program tersebut dapat dilaksanakan di dalam jam belajar secara klasikal (tatap
muka di dalam kelas) maupun di luar jam belajar sekolah.
Namun karena adanya belajar jarak jauh/ daring ini membuat guru BK tidak bisa
sepenuhnya memberikan Layanan BK kepada siswa karena tempat dan waktu yang sangat
terbatas. Contohnya pada tahun ajaran baru seperti ini guru BK seharusnya dapat
memberikan layanan orietasi kepada siswa-siswa baru, namun karena siswa dan guru
diharuskan meakukan proses pembelajaran dari rumah, maka layanan tersebut tidak bisa
dilakukan secara langsung. Namun Guru BK bisa memberikan layanan bimbingan dan
konseling lainnya kepada siswa secara online. Bisa dengan Video Call atau Conference Call
Dengan memanfaatkan media yang sudah ada seperti Whatsapp, Facebook, Zoom, google
meet, dan lain-lain.
Dalam kondisi seperti ini, sangat dibutuhkan sebuah edukasi dan pemahaman dari
kalangan profesionalisme, Konselor atau guru Bimbingan dan Konseling misalnya, dengan
beragam strategi dan teknik bisa menjadi senjata pamungkas mengatasi problem yang terjadi.
Dalam dunia Bimbingan dan Konseling, seorang Konselor/guru Bimbingan dan Konseling
memiliki sebuah teknik yang mampu mengedukasi dan memberikan pemahaman kepada
individu. Tanpa bertemu secara langsung dengan memanfaatkan perkembangan IPTEK
sekarang ini, teknik tersebut adalah Cyber Counseling.
Cyber Counseling adalah interaksi antara konselor dengan konseli yang dilakukan
melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet. Dengan Cyber Counseling
memungkinkan seorang konselor/Guru BK mampu mengatasi berbagai masalah dalam
belajar maupun kecemasan/stress akibat pandemi COVID-19. Melalui teknik cyber
counseling, konselor mampu mengarahkan pemikiran konseli ke arah yang lebih positif.
Tentunya dalam teknik cyber counseling, suasana keakraban akan terjalin dan percakapan
yang sifatnya rahasia akan terjaga. Karena seorang konselor/guru bimbingan dan konseling
akan menjadi sahabat terbaik dimanapun dan kapanpun.

C. Membahas kasus tentang konseli dalam adegan politis


Proses formulasi dan fragmentasi partai politik di Indonesia masa Reformasi menarik
untuk disimak. Banyak faktor yang memengaruhi proses ini, mulai dari tarik menarik
kepentingan, dampak model patron – klien dan oligarki yang mendominasi mekanisme
internal partai hingga peran figur pendiri atau ”pemilik” partai. Dalam kondisi seperti itu,
jangan disalahkan kalau ada orang yang melihat partai sebagaimana Lord Bolingbroke
menafsirkannya.
Politikus dan penulis Inggris abad 18 itu mengatakan, partai adalah ”setan politik”
(political evil) dan faksi itu buruk bagi semua partai (Susan Scarrow, 2010). Namun, apa pun
kepercayaan orang terhadap partai, selama model demokrasi yang dipilih adalah demokrasi
perwakilan, maka partai adalah pilar demokrasi.
Edmund Burke menyebutnya sebagai ”lembaga untuk memperjuangkan kepentingan
nasional yang telah disepakati”. Dengan pengertian ini, nasib bangsa dan negara diletakkan di
pundak para politikus partai. Banyak orang mungkin jengah melihat kegaduhan politik di
negara kita saat ini, akan tetapi selalu ada hikmah di balik peristiwa.
Angan-angan itu menjadi impian tentang penyederhanaan partai dengan basis ideologi
yang jelas sebagai antitesis atas kondisi kepartaian di Indonesia sekarang. Proses alami ini
juga akan mengatasi masalah yang lain, yaitu kegagalan partai-partai untuk mereformasi diri
menjadi partai modern.
Dari kasus diatas sejalan dengan ide mencangkokkan pendekatan advokasi dalam
program konseling perkembangan. Studi yang dilakukan oleh Williams adalah ilustrasi
terbaik dari cikalbakal pendekatan advokasi dalam pengembangan komunitas. Dalam studi
tersebutdijelaskan bahwa di Exeter, Inggris, sekelompok ahli yang sedang terlibat dalam
pemberdayaan komunitas telah memfasilitasi komunitas untuk menemukan dan mengelola
keinginan dan harapan mereka tentang masa depan dan bukannya mengidentifikasi problem
dan mempreskribsikan intervensi perbaikan (remedial treatment) komunitas. Peran kelompok
ahli ini kemudian beralih fungsi tidak lagi sekedar menjadi terapis bagi kelompok, tetapi juga
mengembangkan keterampilan mendengarkan, sebagai analist, fasilitator kelompok, penyaji
informasi, dan lain sebagainya.
Tema advokasi juga telah mewarnai periode kepemimpinan Loretta Bradley dalam
Asosiasi Konseling Amerika selama kurun waktu satu tahun. Bradley (Kiselica & Robinson,
2001) di waktu itu sangat terkenal dengan jargon yang diusungnya,yaitu “Advocacy; A Voice
for Our Clients and Communities”. Tema advokasi yang diusungnya merefleksikan suatu
ekspansi gerakan profesi bantuan konseling dari fokus tradisional yang sangat peduli pada
faktor-faktor intrapsikis klien (mikro dan meso) menuju fokus baru yang lebih berorientasi
pada pengaruh faktor-faktor ekstrapsikis (exo dan makro) terhadap kesejahteraan psikologis
klien (Kiselica & Robinson, 2001; Galassi & Akos, 2004).
Untuk memahami makna advokasi dalam konteks pendampingan psikologis,
pengertian advokasi terhadap klien dan komunitas perlu dibedakan dari pemahaman advokasi
secara umum. Dalam pendampingan klien, advokasi merupakan suatu proses aktif yang
didisain bagi lingkungan agar lebih responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan klien.
Sementara, pengertian advokasi dalam bentuknya yang umum dapat dipahami sebagai
advokasi yang berbasis pada pendekatan sosial dan politik. Dalam pendekatan yang kedua
ini, gerakan membantu (helping profession) diarahkan pada upaya-upaya peningkatan
keterlibatan peran pendamping (konselor) dalam mempengaruhi kebijakan sistem sosial dan
politik. Pada akhirnya, sistem ini dapat lebih responsive terhadap keseluruhan kebutuhan
komunitas.
Keunikan aksi advokasi ini terletak pada perannya yang tidak hanya sebatas
melakukan intervensi individual dan lingkungan klien semata-mata, tetapi juga advokasi
berperan penting dalam mengimplementasikan pendampingan multisystem (Rahman, 2005).
Intervensi yang diterapkan oleh konselor tidak lagi sebatas pada intervensi individual dan
kelompok, namun advokasi sosial menuntut konselor untuk lebih mengembangkan intervensi
organisasional dalam membantu klien keluar dari krisis hidupnya. Seperti dijelaskan
sebelumnya, tak jarang seorang konselor, misalnya, akan bersinggungan langsung dengan
pendekatan struktural dalam mempengaruhi suatu kebijakan tertentu. Salah satu contoh
pendekatan advokasi yang telah berhasil, seperti perjuangan aktivitas perempuan dalam
memperjuangkan legislasi perundangundangan penghapusan kekerasan domestik dalam
rumah tangga (Rahman, 2005).Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakikat
pendekatan advokasi terletak pada bagaimana keterkaitan individu dengan lingkungannya
dan bagaimana hubungan timbal balik antara keduanya. Pendekatan ini menempatkan
individu sebagai bagian dan satu kesatuan sistem dan subsistem yang tidak dapat terpisahkan.
Fokus intervensi yang tersentral pada individu semata tidak membawa dampak yang
signifikan bagi perubahan diri seseorang.
Lalu, bagaimana peran konselor dalam hal ini? Kembali pada kasus sebelumnya, apa
yang dapat kita lakukan seandainya menghadapi situasi-situasi yang kompleks dimasyarakat.
Pedoman praktis berikut dapat membantu konselor dalam mengembangkan kegiatan advokasi
(Kiselica dan Robinson, 2001):
1. Jika klien adalah figur yang termarjinalisasi, maka konselor berkewajiban memfasilitasi
peningkatan akses informasi klien dari dan terhadap organisasinya
2. Konselor dapat berperan sebagai mediator bagi klien dan institusinya. Dalam konteks
organisasi, konflik kepentingan rentan terjadi kapan saja. Oleh karena itu peran konselor
sebagai mediator diharapkan dapat mengembangkan model resolusi konflik bagi dua
kepentingan yang berbeda (klien dan organisasinya).
3. Konselor harus berusaha untuk meyakinkan agensi dan lembaga bahwa kliennya berhak
mendapatkan layanan yang maksimal.
4. Konselor dituntut untuk memiliki keterampilan negosiasi dan lobbying untuk mendukung
efektivitas perubahan kebijakan yang berdampak pada kualitas diri klien dan kelompok yang
didampingi.

D. Membahas kasus tentang konseli dalam adegan budaya.


Setiap manusia pasti pernah menghadapi masalah. karena hidup inin adalah pilihan
dan pilihannya yah harus hidup, dan kalau tidak mau memilih mending tidak usah hidup. Jika
tidak mau mendapat masalah lantas nagaimana kita bisa mengetahui apa itu
kehidupan.Semua manusia pasti berkenalan dengan masalah, konflik ataupun kejadian yang
tidak menyenangkan terkait dengan diri sendiri. Hal ini merupakan tahap awal dari
perkembangan diri seseorang. akan tetapi jangan biarkan orang lain melihat sesuatu dari
dirimu kecuali kebahgiaan, dan jangan pula biarkan orang lain melihat sesuatu dari dirimu
kecuali senyuman.
Dalam konseling, hubungan atau pertalian antara konselor dengan klien memegang
peranan penting bagi keberhasilan konseling. Hubungan konselin berbeda dengan hubungan
dalam situasi lain, dimana dalam konseling terjadi pertemuan antara konselor dengan klien
melalui serangkaian interview. Konselin dilakukan dengan berbagai teori maupun
pendekatan. Misalnya, berupa pribadi, realiti, analisis, ataupun transaksional. Pendekatan
dipilih berdasrkan karakteristik klien ataupun masalah yang dihadapi.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, maupun dimiliki bersama oleh
kelompok orang, yang diwarisakn dari generasi ke generasi. Lebih jelas lagi bahwa budaya
adalah bagian lingkungan yang dibuat oleh manusia. Selanjutnya manusia menjadi pelaku
dari budaya itu sendiri. Fenomena budaya sendiri ada dimana mana, bahkan hampir seluruh
dimensi perilaku manusia itu merupakan dimensi budaya.
Tidak sedikit akibat yang dimunculkan ketika manusia memperlakukan lingkungan
berdasarkan persepsi yang berbeda. Dari gejala ini muncul berbagai macam usaha yang
dilakukan manusia untuk mempertahankan lingkungan budayanya.
Keinginan dari sifat mempertahankan lingkungan budaya masing-masing, ini dapat
dilihat baik dalam satuan perilaku manusia selaku individu maupun melalui komunitas. Tidak
jarang terjadi konflik ketika perilaku itu berinteraksi dengan perilaku lain yang
dilatarbelakangi oleh sisten berfikir, budaya, dan nilai yang berbeda satu sama lain.
Konseling adalah suatu profesi yang tidak netral, yang murni bersifat teknis, dan
konseling mengandung nilai-nilai yang bisa mengatur pola pikir maupun kehidupan
seseorang. Layanan konseling juga biasa disebut layanan psikologis, yang mengandung arti
bahwa teknik bantuan kemanusiaan itu didasari terutama pada asas-asas psikologi.
Pelaksanaan konselingjuga  mengandung banyak segi yang menyangkut siswa, klien, selaku
pihak utama, dan juga konselor beserta latar belakang keduanya. Segi-segi itu tidak semata-
mata bersifat psikologis, tetapi juga sosiologis dan budaya.
Ketika orang-orang yang berasal dari beragam budaya berhubungan antara satu
dengan yang lain, mereka memulainya dengan persepsi-persepsi yang berbeda tentang
hakekat manusia, apa kebutuhannya, bagaimana orang mencapai keberhasilan, dan hubungan
manusia dengan alam sekitar. Oleh karena itu sebagai seorang konselor diharuskan peka akan
nilai-nilai dirinya dan nilai-nilai klienya, dan bahwa keduanya mungkin berbeda. 
Hal terpenting yang harus diingat dan diperhatikan oleh konselor adalah adanya
perbedaan gaya belajar, tujuan karier, dan keseluruhan filsafat hidup yang dapat muncul.
Keberhasilan konseling sangat bergantung pada seberapa jauh konselor memperhatikan
bekerjanya nilai tersebut dalam penerapan teknik-tekniknya dalam menghadapi klien yang
berbeda budaya antara satu dan lainnya.
Dari sini seorang konselor harus bisa mengembangkan potensi seorang klien agar bisa
saling menghargai anatar budaya. Karena budaya yang ada di Indonesia sangatlah banyak.
Karena ideologi negara kita adalah pancasila dan semboyan kita adalah "BHINEKA
TUNGGAL IKA" yang mana artinya adalah walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu. Karena
sebenarnya perbedaanlah yang mempersatukan kita. 

E. Membahas kasus tentang konseli dalam adegan agama


Dalam mendefinisikan tentang konseling lintas agama dan budaya, terlebih dahulu kita
harus mengetahui tentang pengertian konseling, agama dan budaya.
1. Konseling
Definisi konseling sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu konseling, perbedaan
pandangan ahli, serta teori yang dianutnya. Sehingga sangat sulit untuk dapat
mendefinisikan konseling secara komprehensif. Namun hal itu bukan berarti bahwa
konseling tidak dapat didefinisikan. Beberapa definisi konseling antara lain:
a. Robinson (M.Surya dan Rochman N., 1986:25) mengartikan konseling adalah “semua
bentuk hubungan antara dua orang, dimana yang seorang yaitu klien dibantu untuk lebih
mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya”.
b. ASCA (American Scholl Counselor Association), mengemukakan bahwa “konseling
adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan
pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan
pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi masalah-
masalah”.
c. Rogers (1942) konseling adalah suatu hubungan yang bebas dan berstruktur yang
membiarkan klien memperoleh pengertian sendiri dalam membimbingnya untuk
menentukan langkah-langkah positif kearah orientasi baru.
d. Smith (1955) : Suatu proses yang terjadi dalam hubungan pribadi antara seseorang
yang mengalami kesulitan dengan seorang yang professional, latihan dan
pengalamannya mungkin dapat dipergunakan untuk membantu orang lain agar mampu
memecahkan persoalan pribadinya.
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa konseling memiliki elemen-elemen
antara lain:
1. Adanya hubungan
2. Adanya dua individu atau lebih
3. Adanya proses
4. Membantu individu dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan.
2. Agama
Agama sebagai bentuk keyakinan, memang sulit diukur secara tepat dan rinci. Hal ini
pula barangkali yang menyulitkan para ahli untuk memberikan definisi yang tepat
tentang agama. Harun Nasution merunut pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu
al-Din, religi (relegere). Al-Din (Semit) berarti undang-undang atau hukum. Kemudian
dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang,
balasan, kebiasaan. Sedangkan dari kata religi (Latin) atau religera berarti
mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Adapun kata agama
terdiri dari a = tidak, gam = pergi mengandung arti tidak pergi, tetap ditempat atau
diwarisi turun temurun. Namun setidaknya ada komponen atau unsur-unsur yang
menjadi indikator untuk memahami agama sebagaimana yang dielaborasi oleh Joachim
Wach (1963) yaitu: (a)Thought yaitu pemikiran yang mengandung makna semua yang
dapat dipikirkan untuk diyakini, (b)Ritual yaitu ajaran tentang tata cara pengabdian
kepada Tuhan dalam bentuk peribadatan, dan (c) Fellowship yaitu pengikut, penganut
atau pemeluk.
Secara terminologi agama adalah sebuah system keyakinan yang melibatkan emosi-
emosi, rasa dan pemikiran-pemikiran atau rasio yang sifatnya pribadi dan diwujudkan
dalam tindakan-tindakan keagamaan yang sifatnya individual, kelompok, serta sosial.
Didalamnya melibatkan sebagian atau seluruh masyarakat. Agama merupakan bagian
dari hidup manusia yang sangat penting. Karena manusia adalah makhluk yang
beragama (homo religious), alam semesta menjadi objek pemikiran manusia
(antropologi, teologi, dan kosmologi). Agama telah menimbulkan khayalannya yang
paling luas dan juga digunakan untuk membenarkan kekejaman orang yang luar biasa
terhadap orang lain. Agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling
sempuna dan juga perasaan takut dan ngeri.
3. Budaya
Pengertian budaya adalah keseluruhan system, gagasan, tindakan, dan hasil kerja
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan cara
belajar. budaya diperoleh melalui proses belajar. Tindakan-tindakan yang dipelajari
diantaranya, cara makan, minum, berpakaian, berbicara, bertani, bertukang, berelasi
dalam masyarakat adalah budaya. Definisi-definisi psikologis, menekankan aneka
pencirian psikologis, temasuk pengertian-pengertian seperti penyesuaian (adjustment),
pemecahan masalah, belajar dan kebiasaan.
Ratner (2000), salah seorang pakar psikologi budaya menyusun bagaimana seharusnya
sebuah konsep budaya. Ia memproposisikan empat buah prasyarat bagi sebuah konsep
budaya yang baik, yaitu:
• Mendefinisikan sebab musabab dari fenomena budaya.
• Mengidentifikasi subkategori dari fenomena-fenomena budaya
• Mengidentifikasi bagaimana fenomena-fenomena itu saling berhubungan
• Menerangkan hubungan budaya dengan fenomena lain, seperti biologi dan ekologi.
Dalam pengertian budaya terdapat tiga elemen penting yaitu :
1. Merupakan produk budidaya manusia
2. Menentukan ciri seseorang
3. Manusia tidak akan dapat dipisahkan dari budaya
Dari uraian di atas dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Konseling lintas agama adalah suatu proses konseling dimana ada dua keyakinan atau
lebih, yang berbeda dari latar belakang ajaran, aturan-aturan, maupun kepercayaan.
2. Konseling lintas budaya adalah suatu hubungan konseling dimana ada dua peserta
atau lebih, berbeda dalam latar belakang budaya, nilai-nilai, dan gaya hidup (Sue et al
dalam Suzette et all 1991; Atkinson, dalam Herr; 1939).
B. Konsep Konseling Lintas Agama dan Budaya
Berdasarkan pengertian tentang konseling lintas agama dan budaya di atas, aspek-aspek
yang harus ada dan diperhatikan dalam konseling lintas agama dan budaya adalah
sebagai berikut:
1. Latar belakang agama dan budaya yang dimiliki oleh konselor
2. Latar belakang agama dan budaya yang dimiliki oleh klien
3. Asumsi-asumsi terhadap masalah yang dihadapi selama konseling
4. Nilai-nilai yang mempengaruhi hubungan dalam konseling
Dalam melaksanakan suatu proses konseling, hendaklah seorang konselor
memperhatikan konsep-konsep konseling sebagai berikut:
1. Konselor lintas agama dan budaya harus sadar akan nilai dan norma
Di dalam proses konseling, konselor harus sadar bahwa dia memiliki nilai dan norma
yang harus dijunjung tinggi. Konselor harus sadar bahwa nilai dan norma yang
dimilikinya itu akan terus dijunjung dan dipertahankannya. Di sisi lain, konselor harus
menyadari bahwa klien yang akan dihadapinya adalah mereka yang mempunyai nilai-
nilai dan norma yang berbeda dengan dirinya.
2. Konselor sadar terhadap karakteristik konseling secara umum.
Konselor di dalam melaksanakan konseling sebaiknya sadar terhadap pengertian dan
kaidah dalam melaksanakan konseling. Hal ini sangat perlu karena pengertian terhdap
kaidah konseling akan membantu konselor dalam memecahkan masalah yang dihadapi
oleh klien.
3. Konselor harus mengetahui pengaruh kesukuan, keagamaan dan mereka harus
mempunyai perhatian terhadap lingkungan serta agamanya.
Konselor dalam melaksanakan tugasnya harus tanggap terhadap perbedaan yang
berpotensi untuk menghambat proses konseling. Terutama yang berkaitan dengan nilai,
norma dan keyakinan yang dimiliki oleh suku agama tertentu. Terelebih apabila konselor
melakukan praktik konseling di Indonesia yang mempunyai lebih dari 357 etnis dan 5
agama besar serta penganut aliran kepercayaan.
Untuk mencegah timbulnya hambatan tersebut, maka konselor harus mau belajar dan
memperhatikan lingkungan di mana dia melakukan praktik, baik agama maupun
budayanya. Dengan mengadakan perhatian atau observasi, diharapkan konselor dapat
mencegah terjadinya rintangan selama proses konseling.
4. Konselor tidak boleh mendorong klien untuk dapat memahami agama dan budaya
yang dianutnya.
Untuk hal ini ada aturan main yang harus ditaati oleh setiap konselor. Konselor
mempunyai kode etik konseling, yang secara tegas menyatakan bahwa konselor tidak
boleh memaksakan kehendaknya kepada klien. Hal ini mengimplikasikan bahwa sekecil
apapun kemauan konselor tidak boleh dipaksakan kepada klien. Klien tidak boleh
diintervensi oleh konselor tanpa persetujuan klien.
5. Konselor lintas agama dan budaya dalam melaksanakan konseling harus
mempergunakan pendekatan ekletik.
Pendekatan ekletik adalah suatu pendekatan dalam konseling yang mencoba untuk
menggabungkan beberapa pendekatan dalam konseling untuk membantu memecahkan
masalah klien. Penggabungan ini dilakukan untuk membantu klien yang mempunyai
perbedaan gaya dan pandangan hidup.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia sebagai makhluk sosial (Zoon Politicon) dalam hidup sehari-hari
tidak lepas dari unsur agama dan budaya, namun dalam proses berjalannya akan
muncul permasalahan yang timbul dalam beragama serta berbudaya, untuk itulah
dibutuhkan proses konseling lintas agama dan budaya.Konseling lintas agama dan
budaya terdiri dari tiga elemen penting, yaitu konseling, agama dan budaya, sehingga
dalam penjelasannya tentang konsep konseling lintas agama dan budaya akan
diawali dengan penjelasan tentang konseling, agama dan budaya seperti yang telah
tertulis pada bab pembahasan.Konsep konseling lintas agama terdiri dari lima hal,
yaitu : 1. Konselor lintas agama dan budaya harus sadar akan nilai dan norma, 2.
Konselor sebaiknya sadar terhadap karakteristik konseling secara umum, 3. Konselor
harus mengetahui pengaruh kesukuan, keagamaan dan mereka harus mempunyai
perhatian terhadap lingkungan serta agamanya, 4. Konselor tidak boleh mendorong
klien untuk dapat memahami agama dan budaya yang dianutnya, 5. Konselor lintas
agama dan budaya dalam melaksanakan konseling harus mempergunakan
pendekatan ekletik.
Gagasan tentang urgensi pendekatan advokasi dalam implementasi layanan
konseling bukanlah sesuatu yang baru. Namun, diseminasi ide pendekatan advokasi
ini sangat sulit untuk diaktualisasikan secara nyata. Problem ini selain disebabkan
oleh mindset ”katak dalam tempurung”, juga disebabkan oleh benturan-benturan
kultural dalam masyarakat yang sulit mentransformasi dirinya sendiri. Di tingkat
jurusan kita sendiri, gagasan ini jika perlu dijadikan landasan epistemologis bagi peta
keilmuan bimbingan dan konseling. Sebagai contoh, beberapa mata kuliah seperti
pemahaman individu teknik non tes perlu mengembangkan instrumen-instrumen
yang bersifat sosial-interaktif; tidak lagi mengandalkan instrumen individual yang
terkesan kaku, seperti wawancara, otobiografi, catatan harian. Untuk dapat mencapai
pemahaman yang memadai tentang individu, konteks sosial harus dijadikan alat
analisis utama
Daftar Pustaka

https://www.kompasiana.com/sitisholihatunmalikah/54f39300745513962b6c7
a71/konseling-politik

https://www.kompasiana.com/sultanrahajaan/5a9c088c5e1373137136d082/pe
ngaruh-budaya-terhadap-layanan-bimbingan-konseling

https://fuadhasyim.wordpress.com/2009/05/29/konseling-lintas-agam-dan-
budaya/

Anda mungkin juga menyukai