Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENGEMBANGAN INSTRUMEN DAN MEDIA BK

TENTANG

“KARAKTERISTIK INSTRUMEN DAN MEDIA BK”

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd. dan Dr. Ali Muhtadi

DISUSUN OLEH :

NURLATIFAH ALAUDDIN

(15713251043)

BIMBINGAN KONSELING
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan rasa syukur praktikan khaturkan kepada Allah SWT,
yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga praktikan dapat
menytelesaikan makalah pengembangan instrumen dan media BK ini tepat pada waktunya.
Shalawat dan salam praktikan sampaikan kepada junjungan alam sang revolusi sejati yaitu
Nabi besar Muhammad SAW.

Makalah karakteristik instrumen dan media BK ini merupakan tugas pada mata kuliah
pengembangan instrumen dan media BK pada jurusan program studi Bimbingan Konseling,
Universitas Negeri Yogyakarta.

Mahasiswa sangat menyadari bahwa sebagaimana manusia pada umumnya yang tidak
terlepas dari kesalahan dan kekeliruan, dengan besar hati kami menerima saran maupun kritik
yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi tercapainya kesempurnaan makalah
pengembangan instrumen dan media BK ini.

Yogyakarta, 2016

Penulis,

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i


KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Tujuan .................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Karakteristik Instrumen .............................................................. 2
B. Karakteristik Media .................................................................... 8

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................. 13
B. Saran ........................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 14

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Layanan intrumen pada dasarnya dapat dipilah menjadi dua, yaitu intrumen non-
tes. Suatu intrumen disebut tes apabila jawaban responden atas soal-soal yang ada
diperiksa berdasarkan benar salahnya jawaban tersebut. Jawaban benar diberi akar
positif, sedangkan jawaban salah diberi skor negatif. Skor-skor positif dan negatif itu
digabungkan untuk memperoleh gambaran tentang kualitas jawaban secara
keseleluruhan. Tergolong dalam intrumen tes adalah berbagai tes psikologis (seperti tes
inteligensi, bakat dan minat) dan tes hasil belajar (seperti soal ulangan dan ujian).
Instrumen tes ini diselenggarakan secara tertulis atau lisan, sacara individual atau
kelompok.
Berdeda dari jawaban instrumen tes, jawaban instrumen non-tes diperiksa bukan
atas benar-salahnya, melainkan untuk melihat gambaran tentang kondisi responden tanpa
menekankan apakah kondisi itu mutunya tinggi atau rendah, benar atau salah. Instrumen
non-tes hendak mengetahui kondisi responden sebagaimana apa adanya. Berbagai bentuk
alat ukur dapat digolongkan ke dalam instrumen non-tes, seperti angket, daftar isian,
daftar pilihan sosiometri merupakan teknik ukur hubungan sosial antara individu yang
tergolong non-tes.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari instrumen.
2. Untuk mengetahui parameter instrumen
3. Untuk mengetahui karakteristik instrumen BK
4. Untuk mengetahui pengertian media
5. Untuk mengetahui media layanan BK
6. Untuk mengetahui karakteristik media BK

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Karakteristik Instrumen
1. Pengertian instrumen
Secara umum instrumen adalah sebuah alat untuk menentukan nilai atau
besaran suatu kuantitas atau variabel. Instrumen merupakan bahan atau alat untuk
need assessment sehingga program atau layanan yang dibutuhkan siswa dapat
dilaksanakan dengan baik. Pengertian instrumen dalam lingkup evaluasi didefinisikan
sebagai perangkat untuk mengukur hasil belajar siswa yang mencakup hasil belajar
dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
Jadi instrumen yaitu alat atau bahan yang digunakan untuk memberi nilai
pada suatu hal yang diukur besaran dan ketepatannya agar apa yang dibutuhkan dapat
terlaksana dengan tepat.
2. Parameter instrumen
Instrumen memiliki parameter dalam proses pengukurannya. Adapun
parameter-parameter yang harus dimiliki instrumen :
a. Ketelitian (accuracy), adalah harga terdekat suatu pembacaan instrumen,
mendekati harga yang sebenarnya dari variabel yang diukur.
b. Ketepatan (precision), adalah suatu ukuran kemampuan instrumen untuk
mendapatkan hasil yang serupa, bila pengukuran dilakukan beberapa kali.
c. Sensitivitas, adalah perbandingan antara respon instrumen terhadap pengukuran
masukan atau variabel yang diukur.
d. Resolusi, adalah perubahan terkecil dalam nilai yang diukur kepada mana
instrumen akan memberikan respon (tanggapan).
e. Linearitas, menyatakan suatu daerah ukur yang dapat dilakukan oleh suatu
instrumen.
f. Range, menyatakan lebar daerah pengukuran.
g. Span, menyatakan besarnya penyimpangan maksimal yang dapat terjadi pada
suatu instrumen terhadap sifat linearnya dan biasanya dinyatakan dalam %
terhadap skala penuh.

5
h. Reproduksibilitas, menyatakan kemampuan suatu instrumen untuk menghasilkan
pengukuran yang sama pada keadaan masukan yang sama bila masukan diubah
pada arah yang sama.
i. Hysterisis, menyatakan kemampuan instrumen untuk menghasilkan pengukuran
yang sama bila input diubah pada arah yang berlawanan.
j. Error, menyatakan kesalahan yang terjadi pada proses pengukuran yang
disebabkan oleh berbagai faktor tertentu.
Dalam bimbingan konseling fungsi utama instrumen terkait dengan
pemahaman individu (klien). Instrumen asesmen digunakan untuk mengumpulkan
berbagai data informasi tentang siswa. Data tentang siswa dapat dibedakan menjadi
data psikologis dan non psikologis. Data psikologis adalah data yang terkait dengan
aspek-aspek psikologis dari siswa seperti data tentang intelegensi (kecerdasan), dan
data tentang aspek-aspek kepribadian. Sedangkan data nonpsikologis adalah data yang
terkait dengan prestasi yang diperoleh, data tentang diri (data pribadi), dan data
tentang lingkungan. Untuk mengungkap atau mengumpulkan kedua jenis data tersebut
dapat dilakukan dengan dua pendekatan besar, yaitu pendekatan tes dan pendekatan
non tes.
Tes merupakan himpunan pertanyaan yang harus dijawab, atau pernyataan-
pernyataan yang harus dipilih atau ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan
oleh orang yang dites (testee) dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek perilaku
atau memperoleh informasi tentang trait atau atribut dari orang yang dites. Dalam
setiap pertanyaan, peryataan, atau tugas yang diberikan tersebut terdapat jawaban atau
alternative yang dianggap benar. Dengan demikian, maka setiap tes akan menuntut
respons atau jawaban dari orang yang dites (testee) yang dapat disimpulkan sebagai
trait dari subjek yang sedang dicari informasinya. Dari uraian ini tersirat bahwa tes
berfungsi sebagai alat (instrumen) ataupun sebagai cara pengungkap informasi atau
pengumpul data tentang siswa.
Selain dengan cara tes, alat atau cara pengumpulan data dapat pula dilakukan
dengan cara non tes yang dilaksanakan dalam bentuk wawancara, observasi, angket,
atau inventori. Perbedaan utama antara tes dan non tes terletak dalam tiga hal yaitu
a. Bahwa pada tes ada jawaban benar dan salah, sedangkan pada non tes jawaban
benar dan salah sangat kondisional. Misalnya jawaban atas pertanyaan “berapa

6
jumlah saudara kamu? Apa pekerjaan orangtua kamu?” akan sangat bervariasi,
dan semuanya bisa betul.
b. Hasil pada non tes lebih bersifat kualitatif, sedangkan tes lebih kuantitatif
(walaupun akhirnya dapat dikualitatifkan).
c. Pelaksana tes adalah orang yang professional, sedangkan non tes tidak selamanya
harus orang professional. Dalam dunia pendidikan cara non tes sering digunakan
untuk mengungkap hasil belajar (learning outcome), yang banyak menyangkut
aspek afektif, dan pada prestasi belajar (learning achievement), aspek kognitif dan
psikomotor.
3. Karakteristik instrumen BK
a. Karakteristik instrumen
Berdasarkan karakteristiknya instrumen terbagi menjadi dua yaitu :
1) Karakteristik statik adalah sifat yang berhubungan masukan dan keluaran
untuk masukan (beban) yang tidak berubah menurut waktu dan sudah
mencapai kondisi yang mantaap. Dengan diketahui karakteristik statik, maka
kesalahan-kesalahan dapat diketahui dalam pengukuran atau dalam
pengendalian proses, sehingga dapat dihilangkan.
2) Karakteristik dinamik adalah sifat yang memperhatikan waktu dan
memperhatikan hubungan antara input dan output instrumen tersebut.
Peranannya sangat penting karena dapat mempengaruhi hasil pengukuran.
b. Karakteristik jenis instrumen
Sedangkan berdasarkan jenis instrumennya, karakteristik instrumen
terbagi menjadi dua macam yakni instrumen berbentuk tes dan non tes. Instrumen
bentuk tes mencakup : tes uraian (uraian objektif dan uraian bebas), tes pilihan
ganda, jawaban singkat, menjodohkan, benar-salah, unjuk kerja (performance
test), dan portofolio. Instrumen bentuk non tes mencakup: wawancara, angket dan
pengamatan (observasi).
c. Karakteristik Mutu Instrumen
Dilihat dari mutunya, instrumen asesmen dapat dibedakan menjadi dua
kelompok yang sering digunakan, yaitu instrumen standar (standardized test,
standardized instrumen) dan instrumen tidak standar. Suatu instrumen dikatakan
standar bila instrumen tersebut telah diuji berbagai aspek kebaikannya, misalnya
reliabilitas, validitas, dan daya pembeda soal dari item-itemya. Sedangkan
7
instrumen yang tidak standar (tidak dibakukan) aspek-aspek tersebut tidak
dikitahui secara pasti.
Sebelum instrumen digunakan hendaknya dianalisis terlebih dahulu. Dua
karakteristik penting dalam menganalisis instrumen adalah validitas dan
reliabilitasnya. Instrumen dikatakan valid (tepat, absah) apabila instrumen
digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Instrumen untuk
mengukur kemampuan matematika siswa sekolah dasar tidak tepat jika digunakan
pada siswa Sekolah menengah. Dalam hal ini sasaran kepada siapa instrumen itu
ditujukan merupakan salah satu aspek yang harus dipertimbangkan dalam
menganalisis validitas suatu instrumen. Aspek lainnya misalnya kesesuaian
indikator dengan butir soal, penggunaan bahasa, kesesuaian dengan kurikulum
yang berlaku, kaidah-kaidah dalam penulisan butir soal dsb.
Instrumen yang baku biasanya dilengkapi perangkat instrumen, yang
disebut dengan nama “MANUAL”. Dalam manual biasanya tercantum:
1) Penjelasan tentang aspek-aspek yang diungkap
2) Kegunaan instrumen
3) Cara pengadministrasian (cara pelaksanaan, pemeriksaan, sampai scoring)
4) Norma yang digunakan
5) Penjelasan tingkat kebaikan instrumen dan cara pembakuannya.
Berikut ini akan diuraikan secara singkat mengenai konsep validitas,
reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda soal.
1) Validitas
Validitas menunjukkan tingkat ketepatan suatu alat instrumen (tes
ataupun nontes) dalam mengukur aspek yang hendak diukur, atau
mengungkap data yang hendak diungkap. Setiap alat/instrumen harusnya
hanya mengukur satu dimensi atau aspek saja. Suatu tes hasil belajar
dikatakan valid kalau hanya mengungkap hasil belajar tertentu saja. Mistar
hanya mengukur panjang atau jarak, timbangan hanya mengukur berat, tes
matematika soal-soalnya harus hanya mengukur pengetahuan matematika
saja dan sebagainya,
Tes yang valid untuk mengukur bakat, tidak akan valid jika
digunakan untuk mengukur minat. Demikian juga tes yang valid untuk siswa
SMA kelas XII, tidak akan valid untuk mahasiswa atau siswa SMP. Dengan
8
demikian, menguji validitas suatu tes berarti kita membandingkan tes yang
kita buat dengan suatu kriteria tertentu.
Kata “valid” dapat diartikan dengan tepat, benar, absah, atau shahih.
Validitas (validity), dengan demikian, berarti ketepatan, kebenaran,
keabsahan, atau keshahihan. Barkaitan dengan pengukuran, maka validitas
pengukuran tidak lain daripada ketepatan pengukuran dalam mengukur apa
(obyek) yang seharusnya diukur dengan suatu alat atau instrumen. Misalnya,
untuk mengukur tinggi badan digunakan meteran dengan unit sentimeter
(cm). Pengukuran yang memiliki validitas harus dengan menggunakan (alat)
pengukur yang bersifat valid. Alat ukur dinyatakan valid apabila alat tersebut
secara tepat dapat mengukur obyek yang seharusnya diukur (dengan alat itu).
Validitas alat pengukur adalah gambaran dari taraf ketepatan alat itu
mencapai sasarannya.
Mengukur dengan pengukur yang valid (serta reliabel, obyektif,
norm, dan praktis) menghasilkan pengukuran standar. Sebagai contoh,
thermometer merupakan alat ukur standar untuk mengukur tinggi rendahnya
suhu udara. Thermometer telah dikenal sebagai alat ukur yang valid. Alat
ukur standar lainnya, misalnya barometer, hidrometer, AUM, tes IQ (seperti
PM, CFIT), tes kepribadian. Kita mungkin mengukur suatu jarak dengan
seutas tali, mengukur berat sebuah benda dengan melihat tekanannya
terhadap benda lain, mengukur kepribadian dengan daftar pertanyaan
tertentu. Hal ini dapat saja dikatakan melakukan pengukuran, tapi belum
tentu memenuhi ciri pengukuran standar.
2) Reliabilitas
Reliabilitas tes menunjukkan tingkat keajegan suatu tes, yaitu sejauh
mana tes tersebut dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg.
Kecermatan hasil pengukuran ditentukan oleh banyaknya informasi yang
dihasilkan dan sangat berkaitan dengan satuan ukuran dan jarak rentang
(range) dari skala yang digunakan. Dalam mengukur berat sebuah cincin
emas, pengukuran dengan timbangan yang bersatuan milligram dan berjarak
rentang antar 0-1000mg, tentu akan menghasilkan ukuran yang lebih teliti
daripada menggunakan timbangan dengan satuan kilogram dengan berjarak
rentang 0-100 kg begitu pula dengan tes prestasi belajar. Sebuah tes dengan
9
jumlah soal yang banyak dan seluruh soalnya bertaraf kesukaran sedang (on
target) bagi orang yang menempuh, tentu akan menghasilkan informasi yang
lebih teliti mengenai orang yang diukur, jika dibandigkan dengan tes yang
soalnya sedikit dan tingkat kesukarannya rendah (off target). Dengan kata
lain, soal-soal sebuah tes jangan terlalu di bawah atau di atas kemampuan
tingkat pembelajaran siswa, dan tingkat kesukaran butir soalnya harus relatif
homogen.
Di awal sudah dikatakan bahwa reliabilitas merujuk kepada keajegan
suatu tes dalam menghasilkan skor yang relatif konsisten. Ini berarti bhwa tes
yang reliabel akan mampu memberikan skor yang relatif konstan walaupun
diberikan pada situasi yang berbeda-beda. Ada tiga cara untuk mengetahui
reliabilitas, yang prinsipnya adalah menghitung indeks korelasi. Tiga cara
tersebut adalah :
a) Metode tes ulang (tes-retest method)
b) Metode tes parallel (parallel test method)
c) Tekhnik belah dua (split-half method)
3) Daya pembeda (discriminating power/discriminating index)
Soal-soal dari suatu tes yang baik akan mampu membedakan antara
testi yang benar-benar mampu dengan testi yang kuarang mampu, antara
testu yang benar-benar belajar dengan testi yang tidak belajar. Secara empirik
hal ini akan ditunjukkan dengan adanya perbedaan skor/hasil yang diperoleh
orang yang termasuk kelompok unggul dengan skor yang diperoleh orang
dari kelompok asor. Jadi orang dari kelompok unggul akan lebih banyak
benar dibandingkan dengan orang dari kelompok asor.
4) Tingkat kesukaran (difficulty index)
Soal-soal suatu tes yang baik akan memiliki tingkat kesulitan yang
seimbang. Seimbang di sini berarti berkenaan dengan proporsi penyebaran
soal mudah, sedang, dan sukar. Proporsinya bisa 20% mudah, 60% sedang,
dan 20% sukar, atau komposisi yang lain (1:2:1). Soal yang mudah
diperlukan untuk memberikan motivasi kerja, sedangkan soal yang sukar
diperlukan untuk seleksi.

10
d. Karakteristik skala psikologi
Sebagai alat ukur (instrumen), skala psikologi memiliki karakteristik
khusus yang membedakannya dari berbagai bentuk instrumen pengumpulan data
yang lain seperti angket, daftar isian, inventori dan lain-lain. Meskipun dalam
percakapan sehari-hari biasanya istilah skala disamakan dengan istilah tes, namun
dalam pengembangan instrumen ukur umumnya istilah tes digunakan untuk
penyebutan alat ukur kemampuan kognitif, sedangkan istilah skala lebih banyak
dipakai untuk menamakan alat ukur atribut non kognitif. Dengan demikian
karakteristik skala sebagai alat ukur psikologi yaitu
1) Stimulus atau aitem dalam skala psikologi berupa pertanyaan atau pernyataan
yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan
mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan.
2) Dikarenakan atribut psikologi diungkap secara tidak langsung lewat
indikator-indikator perilaku sedangkan indikator diterjemahkan dalam bentuk
aitem-aitem, maka skala psikologi selalu berisi banyak aitem.
3) Respon subjek tidak dapat diklasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau
“salah”, semua jawaban bisa diterima sepanjang diberikan secara jujur dan
sungguh-sungguh.

B. Karakteristik Media
1. Pengertian media
Menurut Warsito & Agus Triyanto (2010) media merupakan perantara untuk
menyampaikan pesan dari komunikator atau pemberi pesan kepada komunikan atau
penerima pesan sehingga ide dari komunikator dapat tersampaikan kepada komunikan
dengan baik. AECT (dalam Nursalim, 2013) media adalah sebagai segala bentuk dan
saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran pesan. Sedangkan media
pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari
pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang fikiran, perasaan, perhatian dan
minat serta perhatian siswa dengan sedemikian rupa (Arief Sadiman dkk, 1996:6).
Berdasarkan paparan di atas dapat diartikan media merupakan sarana untuk
menyampaikan informasi dari pemberi informasi kepada penerima informasi agar
pesan yang diberikan dapat tersampaikan dengan baik.

11
2. Media layanan BK
Media layanan BK adalah segala sesuatu yang dapat digunakan menyalurkan
pesan atau informasi dari pembimbing kepada klien atau individu yang dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat sehingga individu akan
mengalami perubahan perilaku, sikap dan perbuatan ke arah yang lebih baik.
Tugas Konselor adalah menyusun dan melaksanakan program BK. program
BK terdiri dari program tahunan, program semester, program bulanan, program
mingguan, dan program harian. Program BK yang utama adalah pemberian layanan
BK, kegiatan pendukung dan program penunjang. Dalam melaksanakan kegiatan
layanan BK memerlukan alat dan media, misalnya dalam melaksanakan layanan
informasi mengenal arti dan tujuan ibadah alat yang digunakan LCD, media yang
digunakan selebaran. Melaksanakan kegiatan pendukung juga perlu media misalnya,
angket, pedoman interview, dll.
Ada beberapa jenis media dalam program BK contoh-contoh media tersebut
yaitu
a. Media untuk menyampaikan informasi; selebaran, leaflet, booklet, dan papan
bimbingan
b. Media sebagai alat (pengumpul data dan penyimpan data);
1) Media Pengumpul data: Angket, pedoman wawancara, lembaran observasi
berupa anekdo record, daftar cek, skala penilaian, mekanikal device, camera,
tape, daftar cek masalah, lembar isian pilihan teman (semua dapat dibuat
sendiri kecuali mekanikal device, camera, tape)
2) Media penyimpan data: kartu pribadi, buku pribadi, map, disket, folder, filing
cabinet, almari, rak dll
c. Media sebagai alat bantu dalam memberikan group information;
1) Media auditif,: radio, tape
2) Media visual: gambar, foto, tranparansi, lukisan, dll
3) Audio visual: film yang ada suaranya.
d. Media sebagai biblioterapi; buku-buku, majalah, komik (yang penting di
dalamnya berisi cara-cra atau tips) misalnya cara cepat membaca Alquran, cara
mengatasi rendah diri, dll.
e. Media sebagai alat menyampaikan laporan; berupa laporan kegiatan BK kepada
atasan. Laporan bisa mingguan, bulanan, semesteran dan tahunan
12
3. Karakteristik media BK
Media BK adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan
pesan BK yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan konseli
untuk memahami diri, mengarahkan diri, mengambil keputusan serta memecahkan
masalah yang dihadapi. Media BK terdiri atas dua unsur penting yaitu unsur peralatan
atau perangkat keras (hardware) dan unsur pesan yang dibawa (message/software).
Jadi media BK memerlukan peralatan untuk menyajikan pesan, namun yang paling
penting adalah pesan atau informasi BK yang dibawakan media tersebut.
Usaha pengklasifikasian karakteristik ciri-ciri khas suatu media berbeda
menurut tujuan atau maksud pengelompokannya. Karakteristik media ini sebagaimana
dikemukakan oleh Kemp (1975) merupakan dasar pemilihan media sesuai dengan
situasi tertentu. Dia mengatakan “The question of what media attributes are necessary
for a given learning situation becomes the basis for media selection.” Jadi klasifikasi
media, karakteristik media dan pemilihan media merupakan kesatuan yang tidak
terpisahkan dalam penentuan strategi pembelajaran.
Setiap media memiliki karakteristik tertentu, yang dikaitkan atau dilihat dari
berbagai segi. Misalnya, Schramm melihat karakteristik media dari segi ekonomisnya,
lingkup sasaran yang dapat diliput, dan kemudahan kontrolnya oleh pemakai
(Sadiman, dkk., 1990). Karakteristik media juga dapat dilihat menurut
kemampuannya membangkitkan rangsangan seluruh alat indera. Dalam hal ini,
pengetahuan mengenai karakteristik media pembelajaran sangat penting artinya untuk
pengelompokan dan pemilihan media. Kemp, 1975, (dalam Sadiman, dkk., 1990) juga
mengemukakan bahwa karakteristik media merupakan dasar pemilihan media yang
disesuaikan dengan situasi tertentu.
Berdasarkan uraian sebelumnya, ternyata bahwa karakteristik media,
klasifikasi media, dan pemilihan media merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dalam penentuan strategi pembelajaran. Dilihat dari bentuk dan cara
penyajiaannya, media BK dapat diklasifikasikan atas:
a. Media grafis, bahan cetak dan gambar diam
Karakteristik yang dimiliki adalah bersifat kongkret, dapat mengatasi
batasan ruang dan waktu, dapat memperjelas suatu masalah dalam bidang masalah
apa saja dan pada tingkat usia berapa saja, murah harganya dan mudah
mendapatkan serta menggunakannya, terkadang memiliki ciri abstrak (pada jenis
13
media diagram), merupakan ringkasan visual suatu proses, terkadang
menggunakan simbul-simbul verbal (pada jenis media grafik), dan mengandung
pesan yang bersifat interpretatif.
b. Media audio
Secara umum media audio memiliki karakteristik atau ciri mampu
mengatasi keterbatasan ruang dan waktu (mudah dipindahkan dan jangkauannya
luas), pesan/program dapat direkam dan diputar kembali sesukanya, dapat
mengembangkan daya imajinasi dan merangsang partisipasi aktif pendengarnya,
dapat mengatasi masalah kekurangan guru, sifat komunikasinya hanya satu arah,
sangat sesuai untuk pengajaran musik dan bahasa, dan pesan/informasi atau
program terikat dengan jadwal siaran (pada jenis media radio).
c. Media proyeksi diam
Karakteristik umum media ini adalah pesan yang sama dapat disebarkan ke
seluruh siswa secara serentak, penyajiannya berada dalam kontrol guru, cara
penyimpanannya mudah (praktis), dapat mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan
indera, menyajikan obyek-obyek secara diam (pada media dengan penampilan
visual saja), terkadang dalam penyajiannya memerlukan ruangan gelap, lebih
mahal dari kelompok media grafis, sesuai untuk mengajarkan keterampilan
tertentu, sesuai untuk belajar secara berkelompok atau individual, praktis
dipergunakan untuk semua ukuran ruangan kelas, mampu menyajikan teori dan
praktek secara terpadu, menggunakan teknik-teknik warna, animasi, gerak lambat
untuk menampilkan obyek/kejadian tertentu (terutama pada jenis media film), dan
media film lebih realistik, dapat diulang-ulang, dihentikan, dsb., sesuai dengan
kebutuhan.
d. Media permainan dan simulasi (interaktif)
Ciri atau karakteristik dari media ini adalah melibatkan siswa secara aktif
dalam proses belajar, peran pengajar tidak begitu kelihatan tetapi yang menonjol
adalah aktivitas interaksi antar siswa, dapat memberikan umpan balik langsung,
memungkinkan penerapan konsep-konsep atau peran-peran ke dalam situasi nyata
di masyarakat, memiliki sifat luwes, mampu meningkatkan kemampuan
komunikatif siswa, mampu mengatasi keterbatasan siswa yang sulit belajar
dengan metode tradisional, dan dalam penyajiannya mudah dibuat serta
diperbanyak.
14
e. Media objek
Karakteristik media ini adalah media tiga dimensi yang menyampaikan
informasi tidak dalam penyajian melainkan melalui ciri fisiknya sendiri, seperti
ukurannya, bentuknya, beratnya, susunannya, warnanya, fungsinya dan lain-lain.
Media ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu media objek sebenarnya dan media
objek pengganti. Media objek sebenarnya dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu
media objek alami dan media objek buatan. Adapun media objek alami dibagi
menjadi dua yaitu media alami yang hidup dan media objek alami yang tidak
hidup. Sedangkan media objek buatan terdiri atas benda-benda tiruan yang dibuat
untuk mengganti benda-benda yang sebenarnya.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Instrumen yaitu alat atau bahan yang digunakan untuk memberi nilai pada suatu
hal yang diukur besaran dan ketepatannya agar apa yang dibutuhkan dapat
terlaksana dengan tepat.
2. Parameter instrumen; ketelitian (accuracy), ketepatan (precision), sensitivitas,
resolusi, linearitas, range, span, reproduksibilitas, hysterisis, dan error.
3. Karakteristik instrumen BK; karakteristik instrumen, karakteristik jenis
instrumen, karakteristik mutu instrumen dan karakteristik skala psikologi
4. Media merupakan sarana untuk menyampaikan informasi dari pemberi informasi
kepada penerima informasi agar pesan yang diberikan dapat tersampaikan dengan
baik.
5. Media layanan BK adalah segala sesuatu yang dapat digunakan menyalurkan
pesan atau informasi dari pembimbing kepada klien atau individu yang dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat sehingga individu akan
mengalami perubahan perilaku, sikap dan perbuatan ke arah yang lebih baik.
6. Karakteristik media BK; media grafis, bahan cetak dan gambar diam, media
audio, media proyeksi diam, media permainan dan simulasi (interaktif), dan
media objek.

B. Saran
Dalam sangat diharapkan konselor mampu sebagai penyelengara administrasi
instrumen sekaligus sebagai pengguna hasil-hasilnya. Ada kalanya, yaitu untuk
instrumen tes psikologis yang pengguanaanya di luar kewenangannya konselor
meminta bantuan psikolog menyelenggarakan instrumen yang dimaksud dan
kemudian konselor menggunakan hasil-hailnya untuk keperluan layanan terhadap
klien. Kerjasama seperti ini termasuk ke dalam kolaborasi profesional yang dapat
menyemburkan kehidupan kedua profesi (dalam hal ini profesi konseling dan profesi
psikolog).

16
DAFTAR PUSTAKA

Mamat Supriatna. 2011. Bimbingan Konseling Berbasis Kompetensi : Orientasi Dasar


Pengembangan Profesi Konelor. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.

Mochamad Nursalim. 2013. Pengembangan Media Bimbingan dan Konseling. Jakarta :


Indeks.

Saifuddin Azwar. 2015. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

17

Anda mungkin juga menyukai