HAQQU ILHAMDANU 1301414012 A. Gangguan Identitas Gender Identitas gender adalah bagaimana seseorang merasa bahwa ia adalah seorang pria maupun wanita. Sedangkan gangguan identitas gender terjadi karena adanya konflik antara anatomi gender seseorang dengan identitas gendernya. Gangguan identitas gender dapat berawal sejak masa anak-anak. Ciri-ciri gangguan idenitas gender : 1. Identitas yang kuat dan persisten terhadap gender lainnya. 2. Perasaan tidak nyaman yang kuat dan terus ada dengan anatomi gendernya sendiri atau dengan perilaku yang merupakan tipe dari peran gendernya. 3. Tidak ada kondisi interseks. 4. Ciri-ciri tersebut dapat menimbulkan distres yang serius atau hendaya pada area penting yang terkait dengan pekerjaan, sosial, atau fungsi lainnya. B. Parafilia Parafilia merupakan suatu kondisi dimana seseorang menunjukkan keterangsangan seksual sebagai respons terhadap stimulus yang tidak biasa. Beberapa tipe utama dari parafilia : 1. Ekshibisionisme, melibatkan dorongan yang kuat dan berulang untuk menunjukkan alat genital pada orang yang tidak dikenal dan yang tidak menduganya, dengan tujuan agar korban terkejut, syok, atau terangsang secara seksual. 2. Fetishisme, adalah ketertarikan seksual pada objek yang bukan manusia atau bagian tubuh tertentu. 3. Voyeurisme, adalah bertindak berdasarkan atau mengalami distres akibat munculnya dorongan seksual yang kuat dan terus-menerus sehubungan dengan fantasi yang melibatkan kegiatan melihat/memperlihatkan orang, biasanya orang tak dikenal yang sedang tidak berpakaian atau membuka pakaian atau sedang melakukan aktivitas seksual dimana mereka tidak menduganya. 4. Froterisme, adalah adanya dorongan seksual yang kuat secara persisten yang melibatkan kegiatan menggosok atau menyentuh tubuh orang lain tanpa izin. 5. Pedofilia, adalah dorongan seksual yang kuat dan berulang serta adanya fantasi terkait yang melibatkan aktivitas seksual dengan anak-anak yang belum puber (biasanya usia 13 tahun atau lebih muda). 6. Masokisme seksual, adalah kepuasan seksual yang dihubungkan dengan menerima penghinaan atau rasa sakit. 7. Sadisme seksual, adalah kepuasan seksual yang dihubungkan dengan menimbulkan penghinaan atau rasa sakit pada orang lain. 8. Transvestik fetishisme, adalah dorongan yang kuat dan berulang serta fantasi yang berhubungan dengan melibatkan memakai pakaian dari lawan jenisnya, dengan tujuan untuk mendapatkan rangsangan seksual. Faktor penyebab dari parafilia : 1. Perspektif teori belajar, stimulus yang tidak biasa menjadi stimulus terkondisi untuk rangsangan seksual akibat pemasangannya dengan aktivitas seksual di masa lalu, serta stimulus yang tidak biasa dapat menjadi erotis dengan cara melibatkannya dalam fantasi erotis dan masturbasi. 2. Perspektif psikodinamika, kecemasan kastrasi yang tidak terselesaikan dari masa kanak-kanak yang menyebabkan rangsangan seksual dipindahkan pada objek atau aktivitas yang lebih aman. 3. Perspektif multifaktor, penganiayaan seksual atau fisik pada masa kanak-kanak dapat merusak pola rangsangan seksual yang normal. Beberapa pendekatan penanganan untuk penderita parafilia : 1. Penanganan biomedik, menggunakan antidepresan untuk membantu individu dapat mengontrol dorongan seksual yang menyimpang atau mengurangi dorongan seksual. 2. Terapi kognitif-behavioral, memasangkan stimulus menyimpang dengan stimulus aversif, memasangkan perilaku yang tidak diharapkan dengan stimulus aversif dalam imajinasi, dan metode nonaversif yang membantu individu untuk mencapai perilaku yang lebih adaptif. C. Disfungsi Seksual Disfungsi seksual meliputi masalah dalam minat, rangsangan, atau respons seksual. Berikut ini ada beberapa ciri-ciri umum dari disfungsi seksual : 1. Takut akan kegagalan, ketakutan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi atau kegagalan untuk mencapai orgasme. 2. Asumsi peran sebagai penonton dan bukan sebagai pelaku, memonitor dan mengevaluasi tubuh saat melakukan hubungan seks. 3. Kurangnya self-esteem, kurangi pemikiran tentang kegagalan yang dihadapi untuk memenuhi standar normal. 4. Efek emosional, rasa bersalah, rasa malu, frustasi, depresi, dan kecemasan. 5. Perilaku menghindar, menghindari kontak seksual karena takut gagal untuk menampilkan performa yang adekuat. Siklus Respons Seksual DSM menjabarkan siklus respons seksual ke dalam 4 fase, yaitu : 1. Fase keinginan, melibatkan hasrat untuk melakukan aktivitas seksual. 2. Fase perangsangan, melibatkan perubahan fisik dan perasaan nikmat yang muncul saat proses rangsangan seksual. Dalam proses ini, detak jantung, pernapasan, dan tekanan darah meningkat. 3. Fase orgasme, tegangan seksual mencapai puncaknya dan dilepaskan melalui kontraksi ritmik involunter dari oto pelvis disertai dengan perasaan nikmat. 4. Fase resolusi, fase dimana terjadinya relaksasi dan perasaan nyaman. Jenis-Jenis Disfungsi Seksual 1. Gangguan hasrat seksual, merupakan gangguan dalam nafas sesksual atau suatu keengganan terhadap aktivitas seksual genital. Orang dengan gangguan seksual hipoaktif tidak atau kurang memiliki minat atau hasrat seksual, hal ini terjadi karena kurangnya atau tidak adanya fantasi seksual. 2. Gangguan rangsangan seksual, adalah ketidakmampuan untuk mencapai atau mempertahankan respons fisiologis yang terkait dengan rangsangan seksual (lubrikasi vagina pada wanita atau ereksi penis pada pria) yang dibutuhkan untuk menyelesaikan aktivitas seksual. 3. Gangguan nyeri seksual, saat melakukan hubungan seksual selalu dihubungkan dengan sakit/nyeri yang berulang pada daerah sekitar genital. 4. Gangguan orgasme, adalah suatu refleks involunter yang menghasilkan kontraksi ritmik dari otot pelvis dan biasanya disertai dengan perasaan nikmat yang kuat. Jenis spesifik dari gangguan orgasme, yaitu :
Gangguan orgasme wanita, yaitu disfungsi seksual pada
wanita yang melibatkan kesulitan mencapai orgasme atau ketidakmampuan untuk mencapai orgasme setelah adanya hasrat dan rangsangan seksual dalam tingkatan yang normal. Gangguan orgasme pria, yaitu disfungsi seksual pada pria yang melibatkan kesulitan mencapai orgasme setelah melalui suatu pola normal dari hasrat dan rangsangan seksual. Ejakulasi dini, yaitu disfungsi seksual pada pria yang ditandai oleh terjadinya ejakulasi setelah diberikan stimulasi seksual yang minim. Beberapa faktor penyebab dari adanya disfungsi seksual : 1. Faktor biologis 2. Faktor psikodinamika 3. Faktor psikososial 4. Faktor hubungan Beberapa pendekatan penanganan untuk mengatasi masalah disfungsi seksual :
1. Penanganan biomedis, melibatkan penggunaan obat-
obatan untuk menangani disfungsi ereksi atau ejakulasi dini. 2. Terapi kognitif-behavioral, terapi seks yaitu teknik kognitif-behavioral singkat yang membantu individu dan pasangan untuk mengembangkan hubungan seksual yang lebih memuaskan dan mengurangi kecemasan akan performa.