Anda di halaman 1dari 11

PATOLOGI REHABILITAS SOSIAL

Fase Masalah Sosial, Fase Disorganisasi, Dan Fase Sistematik


Dosen Pengampu:

Mr. Konto Iskandar Dinata, M.Psi Psikolog

Disusun Oleh:

Ririn Crisdiani (1830305021)

PRODI TASAWUF DAN PSIKOTERAPI

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN FATAH PALEMBANG

2021
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum wr.wb

Puji syukur ke hadirat Allah yang telah memberikan berbagai anugerah dan nikmat-
Nya kepada penulis dan pembaca. Sholawat serta salam semoga teru smenerus tercurahkan
kepada junjungan Nabi Muhammad. Penulis berhasil menyelesaikan tugas dalam Mata
Kuliah PATOLOGI REHABILITAS SOSIAL. dan tidak lupa pula penulis mengucapkan
banyak terimkasih kepada Bapak Konto Iskandar Dinata M.Psi Psikolog selaku dosen
pengampu dalam mata kuliah tersebut.

Sebelumnya penulis mengucapkan permohonan maaf karena banyaknya kekurangan


dalam penulisan, baik dalam pengetikan, teori bahkan isi. Penulis hanya berharap semoga
makalah ini dapat berguna dengan baik untuk pembaca dan memberikan ilmu pengetahuan.
Peniulis sangat mengaharapkan kritik dan saran agar makalah ini dapat diperbaiki dalam
segimanapun. Terimakasih.!

Wassalammualaikum wr.wb

Palembang, April 2021

Penulis.
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I.....................................................................................................................
PENDAHULUAN.................................................................................................
1. Latar belakang...........................................................................................
2. Rumusan Masalah.....................................................................................
3. Tujuan Penulisan.......................................................................................
BAB II...................................................................................................................
PEMBAHASAN....................................................................................................
1. Pengertian Patologi....................................................................................
2. Fase masalah social...................................................................................
3. Fase disorganisasi social............................................................................
4. Fase sistematik...........................................................................................
BAB III..................................................................................................................
PENUTUP.............................................................................................................
KESIMPULAN.....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Masalah sosial yang biasa juga disebut sebagai disintegrasi sosial atau disorganisasi sosial
adalah salah satu diskursus polemik lama yang senantiasa muncul di tengah-tengah
kehidupan sosial yang disebabkan dari produk kemajuan teknologi, industrialisasi,
globalisasi, dan urbanisasi. Polemik tersebut berkembang dan membawa dampak tersendiri
sepanjang masa. Masalah sosial yang dimaksud adalah gejala-gejala yang normal dalam
masyarakat, seperti norma-norma, kelompok sosial, lapisan masyarakat (stratifikasi sosial),
pranata sosial, proses sosial, perubahan sosial dan kebudayaan, serta realitasnya. Tentunya
secara alamiah tidak semua gejala tersebut berlangsung secara normal dan disebut sebagai
gejala abnormal atau gejala patologis. Hal itu disebabkan komponen-komponen masyarakat
yang tidak dapat berfungsi (disfungsi) sebagaimana mestinya sehingga menimbulkan
kekecewaan yang besar bahkan penderitaan. Gejala-gejala tersebut disebut masalah sosial.
Masalah sosial ini merupakan salah satu masalah yang mengganggu keharmonisan serta
keutuhan di berbagai nilai dan kebutuhan dasar kehidupan sosial. Dalam realitasnya, masalah
sosial sekarang ini sudah merusak nilai-nilai moral (etik), susila, dan luhur religius, serta
beberapa aspek dasar yang terkandung di dalamnya; juga norma-norma hukum yang hidup
dan tumbuh di dalamnya, baik hukum tertulis maupun tidak tertulis. Di samping nilai-nilai
dasar kehidupan sosial, kebutuhan dasar kehidupan sosial juga tidak luput dari gangguan
masalah sosial. Dari segi materiil, baik individual, kolektif, maupun negara acap kali terpaksa
harus menerima beban kerugian. Begitu juga dari segi immateriil, baik individual, kolektif,
maupun negara dengan tidak adanya rasa aman, ketenteraman hidup, dan kedamaian.

2. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian masalah social.?
b. Apa saja masalah dalam masyarakat/social.?
c. Bagaimana disorganisasi social itu terjadi.?
d. Apa pengertian dari fase sistematik.?

3. Tujuan Penulisan
a. Unruk mengetahui apa masalah social dalam masyarakat
b. Mengetahui mengapa terjadinya diorganisasi dalam sebuah masyarakat
c. Dan bagaimana cara kita mengahadapi masalah dalam masyarakat.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PATOLOGI

Menurut asal katanya Patologi (pathos= penderitaan, penyakit): ilmu tentang penyakit.
Sehingga patologi sosial adalah suatu ilmu tentang gejala-gejala sosial yang dianggap “sakit”
dan disebabkan oleh factor-faktor sosial. Jadi patologi sama dengan artinya sebagai ilmu
tentang “penyakit masyarakat”. Maka “penyakit masyarakat atau sosial” itu adalah segenap
tingkah laku manusia yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum dan adat
sitiadat, atau tidak terintegrasi dengan tingkah laku umum. (Dr. Kartini Kartono: 2013:01).

Patologi sosial adalah ilmu tentang gejala-gejala sosial yang disebabkan oleh faktor-
faktor sosial. Berasal dari kata phatos (Yunani): penderitaan, penyakit. Secara definisi berarti
semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal. Pola
kesederhanaan, moral, hak milik, solidariatas kekeluargaan, hidup rukun bertetangga,
disiplin, kebaikan dan hukum formal. Berikut pengertian patologi social menurut para ahli:

1. Koe Soe Khiam (1963) Patologi sosial adalah kondisi yang menunjukkan gejala
adanya ketidaksesuaian dari berbagai unsur yang dapat membahayakan kehidupan
suatu individu maupun kelompok yang pada akhirnya menyebabkan pengikatan sosial
menjadi patah sama sekali.
2. Blackmar dan Billin (1923) Pengertian patologi sosial adalah suatu kegagalan dari
seorang individu untuk melakukan adaptasi dengan kehidupan sosial dan terjadinya
ketidakmampuan antara institusi serta struktur sosial yang dapat membantu
melakukan perkembangan kepribadian.1

Patologi Sosial tergolong sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat empiric-deskriptif,


karena dalam metode kerjanya patologi sosial mendasarkan diri atas empiri, dan dalam
memandang obyeknya patologi sosial melukiskan sebagaimana adanya atau tidak menilai
Beberapa fase dalam perkembangan patologi sosial adalah :

1) Fase masalah sosial (social problems). Pada fase ini obyek penyelidikan patologi
meliputi masalah-masalah sosial seperti masalah pengangguran, masalah pelacuran,
masalah kejahatan, ,masalah kemelaratan,masalah penduduk dan sebagainya.
2) Fase disorganisasi sosial (social disorganization). Pada fase ini obyek penyeldidikan
patologi adalah disorganisasi sosial. Fase disorganisasi sosial merupakan koreksi dan
perkembangan daripada fase masalah sosial.
3) Fase sistematik. Fase ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari pada kedua fase
yang mendahuluinya. Pada fase ini patologi telah berkembang menjadi ilmu
pengetahuan yang memiliki system yang bulat. Ada bermacam-macam teori dalam
patologi sosial fase sistematik, diantaranya teori partisipasi sosial, teori interaksi
sosial, dan teori sociopathic behavior (tingkah laku sosiopathik).2

1
https://dosensosiologi.com/patologi-sosial/
2
Vembriarto, St.1984.”Pathologi Sosial”.Yogyakarta: PARAMITA
B. Masalah Sosial

Masalah sosial merupakan proses terjadinya ketidaksesuaian antara unsurunsur dalam


kebudayaan suatu masyarakat yang membahayakan kehidupan kelompok-kelompok sosial.
Dengan kata lain, masalah sosial menyebabkan terjadinya hambatan dalam pemenuhan
kebutuhan warga masyarakat. Hal itu berakibat rusaknya ikatan sosial.

Pada fase pertama, patologi sosial memiliki concern pada persoalan Social yang
meliputi; masalah pengangguran, masalah pelacuran, masalah kejahatan, masalah
kemiskinan, masalah pertumbuhan penduduk dan sejenisnya.3 Selanjutnya, pada fase kedua,
tampaknya muncul koreksi pada fase pertama karena hanya menekankan pada segi akibatnya
saja, tanpa memilik pada faktor-faktor penyebabnya, ataupun akibat yang ditimbulkan lagi,
sehingga muncul upaya untuk mengarahkan telaah pada segi disorganisasi sosial. Dengan
demikian, ada perluasan wacana yang menjadi wilayah pengkajian patologi sosial ini dimana
semula hanya pada event-event parsial sebagaimana pada masalah sosial di atas yang lebih
mengedepankan perspektif normatif dalam melihat fenomena sosial.

Sedangkan pada tahap disorganisasi sosial ini, patologi sosial lebih luas lagi di dalam
melihat fenomena, tidak hanya pada segi sebabnya saja, tetapi melihat juga akibat sosial dari
fenomena di atas. Namun demikian, fase kedua inipun, masih memiliki keterbatasan, karena
di dalam melihat fenomena sosial masih menggunakan perspektif normatif sebagai tolok
ukurnya. Fase ketiga, fase sistematis, yaitu merupakan penyempurnaan dari fase kesatu dan
kedua. Pada fase ini, patologi sosial menjadi sebuah disiplin ilmu yang sudah memiliki
kerangka metodologi yang sistematis, memiliki bermacam-macam teori yang dapat menjadi
landasan analisis terhadap bidang kaji patologi sosial. Diantara sebagian teori tersebut adalah
teori partisipasi sosial, teori interaksi sosial, dan teori tingkah laku social menyimpang
(sociopathic behavior).4

Menurut Selo Soemarjan, perubahan sosial itu terjadi disebabkan oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal yaitu berasal dari dalam system kehidupan masyarakat itu sendiri,
misalnya, perkembangan ilmu pengetahuan masyarakat dengan memahami teknologi yang
canggih yang berakibat pada berubahnya cara hidup, pertumbuhan jumlah penduduk yang
positif yang pada umumnya disebabkan urbanisasi, sehingga menyebabkan berubahnya
lembaga-lembaga sosial dan struktur sosial, konflik atau pertentangan yang terjadi baik
menyangkut persoalan norma, politik, etika, agama, dan lain-lain. Pertentangan sosial itu
akan memacu warga masyarakat untuk mencari jalan keluar mengatasi situasi agar lebih baik
lagi dengan mewujudkan perubahan- perubahan cara hidup yang baru.5

Adapun faktor eksternal yaitu yang berasal dari luar sistem kehidupan masyarakat
yang meliputi:

1. pengaruh kebudayaan masyarakat luar dan

3
St. Vembriarto, Pathologi Sosial, (Yogyakarta: Yayasan Pendidikan PARAMITA, 1984),hal 4 - 6.
4
Vembriarto, Pathology Sosial, 4.
5
Robby I. Chandra, Konflik dalam Hidup Sehari-hari, (Yogyakarta; Kanisius, 19920, 111
2. invasi musuh atau peperangan.

Pengaruh dari kebudayaan asing terjadi karena adanya interaksi langsung maupun tak
langsung, satu arah maupun dua arah (dialogis) dengan kebudayaan lain sehingga mendorong
kebudayaan setempat memiliki unsur-unsur baru yang menyebabkan munculnya cara hidup
yang baru pula. Sedangkan peperangan yang terjadi antara satu komunitas dengan yang
lainnya dapat menimbulkan berbagai dampak negatif berupa hancurnya sarana kehidupan dan
infrastruktur yang relatif sudah berjalan lancar, sehingga menyebabkan merosotnya pola
kehidupan yang sudah baik untuk selanjutnya akan diciptakan pola-pola baru yang lebih
baik.6

Disorgnaisasi sosial adalah gangguan atau keterputusan struktur hubungan sosial dan
nilai-nilai yang mengakibatkan hilangnya kontrol sosial atas perilaku individu dan kelompok,
pengembangan isolasi dan konflik sosial, dan rasa keterasingan atau keterasingan dari arus
utama budaya seseorang; kondisi atau keadaan anomie.7 Disorganisasi sosial terjadi ketika
norma-norma dalam masyarakan hilang dan ketika terjadi ketidakserasian antara unsur
masyarakat. Contohnya adalah pudarnya sistem kekeluargaan akibat perubahan zaman,
dimana anggota keluarga mulai terpisah karena pekerjaan atau pendidikan. Namun, secara
substansial seorang individu tidak akan pernah bisa melepaskan kebutuhan hakikinya bahwa
ia membutuhkan hidup yang bermasyarakat. Hanya dalam hal ini, pola dan orientasi yang
berubah. Durkheim (1912) dalam studi klasiknya mengenai bunuh diri mencontohkan bahwa
tindakan bunuh diri yang terlihat sebagai keputusan individual itu masih tetap berkenaan
dengan sebab-sebab keterikatan sosial.

Durkheim menyimpulkan bahwa tindakan bunuh diri sebagai fenomena individual


berkenaan dengan tingkat kuat dan lemahnya kohesi sosial. Dalam hal ini, semakin jauh
seseorang dari kehidupan sosial (semakin terasing dengan kelompok sosialnya) akan
menciptakan sebuah tindakan yang di luar tatanan yang berlaku (disorder) atau di luar norma
yang melembaga dalam kehidupan bermasyarakat. Tindakan di luar tatanan itu adalah
melakukan bunuh diri. Sebaliknya, semakin terlalu dekat seseorang merasa berkewajiban
untuk membela dan mempertahankan prinsip nilai dan norma kehidupan di masyarakatnya, ia
pun semakin terasing dengan perubahan yang berlangsung di dunia luar. Ini pun akan
menghasilkan tindakan yang disorder.

Dalam teori cultural lag dijelaskan2 bahwa disorganisasi sosial atau penyimpangan
sosial disebabkan adanya perkembangan yang tidak seimbang dari aneka bagian kebudayaan
sehingga banyak muncul kesenjangan sosial dan juga kelambatan kultural (kebudayaan). Para
alim ulama tidak ketinggalan ikut ambil bagian secara aktif di dalam pembahasan masalah
sosial ini. Dalam kaitan masalah sosial dapat disoroti secara Islami, khususnya dari sisi
tuntunan tingkah laku yang mulia (akhlakul karimah). Nilai-nilai akhlakul karimah adalah
suatu standar nilai untuk mengukur adanya pelanggaran etis atau tidak.

6
Ibid., 112.
7
https://brainly.co.id/tugas/7907498
Suatu masyarakat yang telah mencapai peradaban tertentu berarti telah mengalami
evolusi kebudayaan yang lama dan bermakna sampai tahap tertentu yang diakui tingkat Iptek
(Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dan unsur budaya lainnya. Dengan demikian, masyarakat
tadi telah mengalami proses perubahan sosial yang berarti sehingga taraf kehidupannya
makin kompleks. Proses tersebut tidak lepas dari berbagai perkembangan, perubahan, dan
pertumbuhan yang meliputi aspek-aspek demografi, ekonomi, organisasi, politik, Iptek, dan
lainnya. Pada hakikatnya perubahan segala aspek kehidupan, tidak hanya dialami, dihayati,
dan dirasakan oleh anggota masyarakat, melainkan telah diakui serta didukungnya. Jika
proses yang demikian telah terjadi, dapat dikatakan bahwa masyarakat tersebut telah
mengalami “perubahan sosial”, yaitu perubahan struktur, organisasi, dan hubungan sosial.
Dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial mencakup tiga hal, yaitu
1) perubahan struktur dalam sosial,
2) perubahan organisasi sosial, dan
3) perubahan hubungan sosial.
Wilbert E. Moore memandang perubahan sosial sebagai perubahan struktur sosial,
pola perilaku, dan interaksi sosial. Setiap perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat
atau perubahan dalam organisasi sosial disebut perubahan sosial. Perubahan sosial berbeda
dengan perubahan kebudayaan. Perubahan kebudayaan mengarah pada unsur-unsur
kebudayaan yang ada. Contoh perubahan sosial, misalnya perubahan peranan seorang istri
dalam keluarga modern. Contoh perubahan kebudayaan, misalnya penemuan baru seperti
radio, televisi, komputer, dan telepon genggam yang dapat memengaruhi lembaga-lembaga
sosial.8

Disorganisasi sosial itu bisa timbul dari masyarakat ataupun individu. Disorganisasi
sosial ini bisa berupa “sebab” atau “akibat”. Dampak disorganisasi sosial adalah runtuhnya
fungsi pengontrol dari lembaga atau institusi sosial dan memberikan kemungkinan kepada
individu-individu untuk bertingkah laku tanpa kendali, kontrol, dan penggunaan pola susila
tertentu. Lenyapnya fungsi pengontrol dari institusi masyarakat serta kemunculan formalisme
tadi, menyebabkan ditinggalkannya individu-individu secara internal tanpa bimbingan dan
pola umum.

Faktor-faktor yang menyebabkan disorganisasi sosial itu, yaitu

1. politik yang tidak kondusif;


2. religi yang beraneka paham yang sering berbeda dengan paham pada umumnya,
3. sosial budaya yang tidak sesuai dengan makna Indonesia; dan
4. faktor-faktor ekonomi yang labil

Mengenai hal ini, kaum interaksionis dengan teori interaksionalnya menyatakan


bahwa bermacam-macam faktor tadi bekerja sama, saling memengaruhi, dan saling berkaitan
satu sama lain sehingga terjadi interplay yang dinamis dan bisa memengaruhi tingkah laku
manusia. Kemudian terjadilah perubahan tingkah laku dan perubahan sosial. Sekaligus juga
timbul perkembangan yang tidak imbang dalam kebudayaan, disharmoni atau
ketidakselarasan, ketidakmampuan penyesuaian diri, konflik, dan tidak adanya konsensus yang

8
Wilbert E. Moore, “Sociale Verandering”, dalam Social Change, Ultrecht: Prisma Boeken 1965, hlm. 10.
mengakibatkan disorganisasi, disintegrasi, dan penyimpangan tingkah laku atau perilaku
yang patologis.9

Di samping itu, ada interdependensi (ketergantungan satu sama lain) dan


ketergantungan organik di antara disorganisasi sosial dengan disorganisasi personal/pribadi.
Dengan kata lain, satu lingkungan kultural yang tidak menguntungkan bisa memberikan
banyak rangsangan kepada individu-individu tertentu untuk menjadi sosiopat, yaitu menjadi
sakit secara sosial.

9
https://www.binmasnokenpolri.com/2015/07/15/patologi-sosial-disorganisasi-sosial-konflik-nilai-dan-
perilaku-menyimpang/
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Perubahan sosial dan perubahan kebudayaan timbul karena perbedaan pandangan para
ahli. Perubahan sosial berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada aspek-aspek kehidupan
sosial (status dan peran serta perilaku individu-individu), sedangkan perubahan kebudayaan
berhubungan dengan perubahan yang terjadi pada tingkat ide-ide atau gagasan, seperti
pengetahuan dan keyakinan keagamaan.Akan tetapi, ada juga ahli lain yang mempunyai
anggapan bahwa perubahan sosial pada dasarnya merupakan perubahan kebudayaan karena
aspek sosial tidak dapat dilepaskan dari aspek-aspek kebudayaan. Persamaan perubahan
sosial dan perubahan kebudayaan bahwa keduaduanya berhubungan dengan masalah
penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan terhadap cara-cara hidup manusia dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Perubahan yang terjadi dalam masyarakat sering kali direspons berbeda-beda oleh
anggota masyarakat tersebut. Ada kelompok masyarakat yang senang dengan perubahan yang
terjadi dan terjadi integrasi sosial. Kelompok ini akan dengan mudah beradaptasi dengan tata
kehidupan yang baru. Namun, ada pula sebagian kelompok anggota masyarakat merasa tidak
nyaman, merasa terancam, dan terganggu kehidupannya dengan adanya perubahan tersebut.
Kelompok ini biasanya kurang senang dengan adanya perubahan karena tata kehidupan
sebelumnya dirasanya lebih cocok dengan cara pandang hidupnya. Kondisi demikian sering
kali menimbulkan kondisi yang kurang baik, dan cenderung mengarah pada disorganisasi
sosial, dan risiko semacam ini sering kali hari dibayar dengan mahal oleh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Wilbert E. Moore, “Sociale Verandering”, dalam Social Change, Ultrecht: Prisma Boeken
1965

https://dosensosiologi.com/patologi-sosial/

Vembriarto, St.1984.”Pathologi Sosial”.Yogyakarta: PARAMITA

St. Vembriarto, Pathologi Sosial, (Yogyakarta: Yayasan Pendidikan PARAMITA, 1984)


Vembriarto, Pathology Sosial,
Robby I. Chandra, Konflik dalam Hidup Sehari-hari, (Yogyakarta; Kanisius, 19920,

Anda mungkin juga menyukai