Anda di halaman 1dari 3

Kesiapan (Readiness) dalam Konseling

oleh: Zadrian Ardi

Cara-cara menyiapkan klien dalam konseling

Kesiapan merupakan sebuah kondisi yang harus dipenuhi sebelum klien dapat membuat hubungan
konseling. Dalam hal kesiapan klien untuk melakukan konseling akan tergantung dari hal-hal berikut:

. Motivasi klien untuk memperoleh bantuan dari konselor mengenai permasalahannya

. Berbagai pengetahuan klien mengenai konseling

. Kecakapan intelektual dari klien sendiri

. Tingkat tilikan terhadap masalah dan dirinya sendiri

. Harapan-harapan klien terhadap konselor

. Sistem pertahanan (Defense Mechanism) dari klien sendiri.

Namun terdapat beberapa hambatan dalam mencapai kegiatan konseling yang paling sering dijumpai,
diantaranya adalah:

a.

Penolakan secara kultural terhadap hal-hal diatas, sebagaimana kekuatan kultural dalam mempengaruhi
cara pandang atau persepsi seseorang yang hal ini akan mempengaruhi berbagai kesiapan klien dalam
menghadapi konseling.

Situasi fisik dalam konseling, seperti kondisi klien, kondisi lingkungan dari ruangan konseling, dan hal-hal
bersifat fisik lainnya.

Pengalaman pertama dalam konseling yang tidak menyenangkan, hal ini akan mempengaruhi persepsi
klien terhadap konseling.

Kurangnya pengertian terhadap konseling


Kurang dapat melakukan pendekatan terhadap klien

Di dalam sebuah lembaga, kurang terdapat iklim penerimaan terhadap konseling.

Kesiapan klien dalam memulai sebuah proses konseling merupakan hal penting yang akan berpengaruh
terhadap kesuksesan konseling itu sendiri. Hal ini dapat ditempuh dengan melalui berbagai metoda-
metoda yang diantaranya adalah:

Melalui pembicaraan dengan berbagai pihak/lembaga mengenai topik-topik masalah dan pelayanan
konseling yang diberikan

. Menciptakan iklim kelembagaan yang merangsang untuk meminta bantuan

. Menghubungi sumber-sumber yang referral atau sesuai, misalnya berasal dari organisasi seperti
sekolah, maupun berasal dari guru dan sebagainya.

. Memberikan informasi kepada klien tertentu tentang dirinya dan prospeknya.

. Melalui proses pendidikan itu sendiri

. Teknik-teknik survey terhadap masalah-masalah klien

. Orientasi pra-konseling, hal ini dapat berupa teknik penstrukturan maupun hal-hal yang bersifat
fisik.

Kesiapan klien juga dapat terganggu apabila klien tersebut merupakan klien yang bersifat “kiriman”
karena sesuatu hal, hal ini sering terjadi dalam sebuah lembaga seperti sekolah maupun sebuah
perusahaan. Bagi klien yang tidak datang atas kemauan sendiri, pengalaman menunjukkan bahwa akan
sangatlah menguntungkan jika penyuluh segera membahas tanggapan klien tentang keberadaan klien
saat itu dihadapan konselor. Dalam hal ini konselor dapat:

. Menanyakan kepada klien, bahwa siapa yang menyuruh klien tersebut datang kepada konselor. Yang
hal ini bermanfaat untuk informasi awal bagi konselor.

. Memberikan alasan mengapa klien diminta datang menghadap konselor, misalnya dengan bertanya
kepada klien, “Pak Joni mengganggap kamu (klien) agak kurang bergairah di dalam kelas dan hasil
belajarmu menurun,”

. Mengemukakan kepada klien tentang hal-hal yang dapat diberikan oleh seorang konselor kepada
klien selama proses konseling
. Mengajak klien untuk mengemukakan perasaan yang dialaminya dalam suasana saat itu. Apakah dia
marah? Takut? Bingung? Tidak menentu? Atau bagaimananya.

. Menekankan bahwa klien bebas memilih untuk tetap berada di tempat itu (bersama konselor) atau
pergi. Seringkal, jika klien menyadari bahwa dia boleh saja secara bebas membatalkan pertemuannya
dengan konselor, justru dapat merupakan langkah pertama dalam membina sikap percaya klien terhadap
konselor yang selanjutnya akan menjadi pendorong baginya untuk datang secara sukarela kepada
konselor.

. Menyarankan bahwa jika klien tersebut menolak konselor sebagai seseorang yang dapat membantu
klien tersebut, ada sumber-sumber (orang-orang) lain dapat dimintai bantuannya untuk mengat

Anda mungkin juga menyukai