Anda di halaman 1dari 13

AKUNTABILITAS DAN PENGAWASAN DALAM

BIMBINGAN DAN KONSELING

Eryzal Novrialdy
Program Studi S2 Bimbingan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Padang

ABSTRAK
Akuntabilitas dan pengawasan merupakan bentuk pembentukan peran
ideal konselor di sekolah. Hal ini juga merupakan umpan balik mengenai
kinerja konselor. Untuk itu diperlukan kemampuan konselor dalam
pemenuhan standar akuntabilitas dan standar pengawasan.
Kata Kunci: Akuntabilitas, Pengawasan, Bimbingan dan Konseling

PENDAHULUAN
Kegiatan Bimbingan Konseling seyogyanya mengacu pada kriteria atau
patokan-patokan tertentu sesuai dengan program Bimbingan Konseling yang
dilaksanakan. Sehingga dalam mencapai standar akuntabilitas dan pengawasan
konselor dapat melaluinya. Selain itu perlu dukungan berbagai pihak dalam hal
akuntabilitas dan pengawasan bimbingan dan konseling. Di Amerika terdapat
dorongan kuat dari kode etik profesi (misalnya, American School Counselor
Association [ASCA], 2004b) dan pendidik konselor terkemuka (misalnya,
Fairchild, 1993; Gysbers & Henderson, 1994, 2006; Lusky & Hayes, 2001;
Sexton, Whiston, Bleuer, & Walz, 1997; Stone & Dahir, 2007) untuk melakukan
program kegiatan akuntabilitas kepada konselor sekolah, sebagai bukti kinerja
konselor. Hal ini menunjukkan peran organisasi profesi dalam akuntabilitas dan
pengawasan bimbingan dan konseling di sekolah. Untuk itu perlu kerja sama
semua pihak terkait dalam akuntabilitas dan pengawasan bimbingan dan
konseling.
PEMBAHASAN
Konsep Akuntabilitas dan Pengawasan
1. Konsep Akuntabilitas

Akuntabilitas berasal dari bahasa inggris “ Accountability “ artinya


keadaan untuk dipertanggung jawabkan. Akuntabilitas disebut juga unjuk
kerja (Prayitno 1987), kemudian Gibson & Mitchell dalam Munandir
(1996:299), mendefenisikan “akuntabilitas sebagai pertanggung jawaban

1
2

untuk sesuatu kepada seseorang dengan konsekwensi yang dapat


diramalkan demi kinerja yang dikehendaki dan dapat dipahami dari apa
yang dipertanggung jawabkan itu”. Akuntabilitas bukanlah fenomena
baru; telah menjadi perhatian hampir sejak awal pelembagaan bimbingan
dan konseling di sekolah-sekolah. Selain itu, kebutuhan dan pentingnya
akuntabilitas untuk hasil telah ditekankan dalam setiap dekade sejak tahun
1920an (Gysbers & Henderson, 2005).
Konsep dasar akuntabilitas didasarkan pada klasifikasi responsibilitas
menejerial pada tiap tingkatan dalam suatu organisasi, yang bertujuan
untuk pelaksanaan kegiatan pada tiap bagian. Tiap unit pada suatu
organisasi, walaupun yang kecil sekalipun bertanggung jawab atas setiap
kegiatan yang di laksanakan pada bagiannya. Mereka mempunyai beban
tugas kegiatan tertentu dan perlu mempertanggung jawabkan kepada
pemberi tugas kegiatan tersebut.
A.Muri Yusuf (dalam Diniaty, 2012) menjelaskan akuntabilitas tidak
sama dengan responsibilitas. Akuntabilitas lebih mengacu pada
pertanggungjawaban keberhasilan atau kegagagalan pencapaian misi
organisasi, sedangkan responsibilitas berhubungan dengan kewajiban
melaksanakan wewenang atau amanah yang akan diterima. Akuntabilitas
mempertanggung jawabkan pelaksanaan wewenang atau amanah tersebut.
Dari beberapa pengertian di atas, maka yang di maksud dengan
akuntabilitas dalam bimbingan dan konseling adalah perwujudan
kewajiban konselor/guru BK/guru pembimbing atau unit organisasi
(bimbingan dan konseling) untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan
sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya
dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media
pertanggungjawaban berupa laporan akuntabilitas kinerja secara periodik.
Dalam hal ini konselor/guru BK/guru pembimbing berkewajiban untuk
menjawab dan menjelaskan kinerja dari tindakannya atau badan yang
membawahinya kepada pihak-pihak yang memiliki hak untuk meminta
3

jawaban atas kewenangan yang telah diberikan untuk mengelola sumber


daya tertentu.
2. Konsep Pengawasan
Pengawasan dapat diartikan sebagai proses kegiatan monitoring
untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti
yang direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk
mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang
akan mengganggu pencapaian tujuan.
Dalam Depdiknas (2009) dijelaskan bahwa Kegiatan pengawasan
adalah kegiatan Pengawas Satuan Pendidikan dalam melaksanakan
penyusunan program pengawasan satuan pendidikan, pelaksanaan
pembinaan akademik dan administrasi, pemantauan delapan standar
nasional pendidikan, penilaian administrasi dan akademik, dan pelaporan
pelaksanaan program pengawasan.
Dalam BK pengawasan merupakan suatu upaya yang sistematik
untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang
sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual BK
dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah
terjadi suatu penyimpangan dalam penyelenggaraan layanan BK, serta
untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin
bahwa semua tujuan penyelenggaraan layanan dapat tercapai secara
efektif.
Stakeholders (Pelanggan BK)
Istilah stakeholders sudah sangat populer. Kata ini telah dipakai oleh
banyak pihak dan hubungannnya dengan berbagi ilmu atau konteks, misalnya
manajemen bisnis, ilmu komunikasi, pengelolaan sumberdaya alam,
sosiologi, dan lain-lain.Lembaga-lembaga publik telah menggunakan secara
luas istilah stakeholder ini ke dalam proses-proses pengambilan dan
implementasi keputusan.
Menurut Wikipedia, “Stakeholderis a person, group, organization,
member or system who affects or can be affected by an organization's
actions”. Secara sederhana, stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak,
4

lintas pelaku, atau pihak-pihak yang terkait dengan suatu isu atau suatu
rencana.
Dari pengertian tersebut dapatlah dipahami bahwa dalam konteks dunia
pendidikan dan lebih khusus lagi bimbingan dan konseling stakeholders yang
dimaksud adalah :
1. Siswa
2. Orangtua
3. Kepala Sekolah
4. Guru
5. Konselor
6. Personil Sekolah
7. Pemerintah
8. Masyarakat
Keseluruhan komponen stakeholders di ataslah yang secara langsung
terlibat dan terkait dalam rangka penyelenggaraan program bimbingan dan
konseling.Masing-masing komponen tersebut memiliki tugas pokok dan
fungsi yang berbeda-beda yang kesemuannya menjadi satu kesatuan yang
utuh. Sebagai konselor sekolah yang seyogya bekerja untuk menghasilkan dan
mempertahankan keprofesional dan kepercayaan publik, hasil yang mereka
nilai harus menonjol kepada konstituen yang mereka layani dalam hal ini
stakeholders (Perusse & Goodnough, 2004).
Syarat Akuntabilitas dan Pengawasan
1. Syarat Akuntabilitas
Untuk menjamin terciptanya akuntabilitas dan pengawasan yang
baik, maka dalam akuntabilitas itu sendiri wajib memiliki:
a. Kemampuan menjawab yaitu (istilah yang bermula dari
responsibilitas) adalah berhubungan dengan tuntutan bagi para
konselor/guru BK/guru pembimbing untuk menjawab secara periodik
setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana
mereka menggunakan kewenangan mereka dalam melakukan praktik
layanan Bimbingan dan Konseling secara komprehensif.
b. Konsekuensi yaitu public/klien mempunyai hak untuk mengetahui
kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pihak yang mereka (klien) beri
kepercayaan (konselor) tentang program pelayanan, metode
assessment, penilaian, penggunaan data (using data) dan tindak lanjut
5

layanan yang telah diberikan kepadanya. Kedua hal tersebut di atas


adalah ide pokok dalam membangun public trust.
2. Syarat Pengawasan
1. Pengawasan membutuhkan rencana-rencana
Pengawas bidang bimbingan dan konseling harus menyusun rencana
pengawasan meliputi program pengawasan tahunan, program
pengawasan semester, dan rencana kepengawasan akademik
(RKA).Kegiatan yang dilakukan pengawas harus mengacu pada
rencana yang telah disusun.
2. Pengawasan membutuhkan struktur organisasi yang jelas.
Selama pengawasan bertujuan untuk mengukur segala aktifitas dan
menjamin agar berjalan sesuai dengan rencana, kita juga harus
mengetahui dimana letak tanggung jawab bagi penyimpangan-
penyimpangan yang muncul dalam organisasi.Disamping itu harus
pula melihat bagian-bagian mana yang perlu diperbaiki.
3. Pengawasan dilakukan secara objektif.
Pengawasan yang secara umum ditujukan untuk mengetahui bentuk
penyimpangan yang terjadi hendaknya dilakukan secara objektif.Jika
4. Pengawasan dilakukan oleh tenaga yang memiliki kompetensi pada
bidangnya
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun
2007 tentang Standar pengawas sekolah/Madrasah.Pada lampiran
permendiknas tersebut dijelaskan mengenai kompetensi yang harus
dimiliki oleh pengawas. Di antaranya adalah;
a. kompetensi kepribadian
b. kompetensi supervisi manajerial
c. kompetensi supervisi akademik
d. Kompetensi evaluasi Pendidikan
e. kompetensi penelitian dan pengembangan
f. kompetensi sosial
Bentuk-Bentuk Akuntabilitas
Dalam bimbingan dan konseling Akuntabilitas dibedakan menjadi
beberapa tipe/bentuk, diantaranya jenis akuntabilitas yaitu :
a. Akuntabilitas program
b. Akuntabilitas manajemen
c. Akuntabilitas keuangan
d. Akuntabilitas fasilitas
e. Akuntabilitas administratif
f. Akuntabilitas SDM
6

Kriteria Akuntabilitas
Kriteria adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan
sesuatu. Agar sistem akuntabilitas bimbingan membawa hasil yang di
kehendaki ada tujuh kriteria yang harus dipenuhi (Krumboltz, dalam Gibson
& Mitchell 1981). Hal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dalam rangka untuk menentukan domain tanggung jawab konselor, tujuan
umum konseling harus disetujui oleh semua pihak.
2. Prestasi konselor harus dinyatakan dalam hal penting yaitu perubahan
perilaku yang diamati dan dirasakan oleh klien.
3. Kegiatan konselor harus dinyatakan sebagai biaya, bukan prestasi.
4. Sistem akuntabilitas harus dibangun untuk mempromosikan pelayanan
yang efektif profesional dan pengembangan diri, bukan untuk
melemparkan dan menyalahkan atau menghukum kinerja yang buruk.
5. Dalam rangka mempromosikan pelaporan yang akurat, laporan kegagalan
dan hasil yang tidak diketahui harus diizinkan dan tidak pernah dihukum.
6. Semua pengguna dari sistem akuntabilitas harus terwakili dalam
perancangan.
7. Sistem akuntabilitas itu sendiri harus dilakukan evaluasi dan modifikasi.
Pemerintah menyusun alat ukur untuk mengukur kinerja pelayanan
publik secara eksternal melalui Keputusan Menpan No.
25/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks
Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, yang di dalamnya
terdapat 14 indikator kriteria pengukuran kinerja organisasi/kelembagaan
sebagai berikut:
1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.
2. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang
diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis
pelayanannya.
3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas
yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan
tanggung jawabnya).
4. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam
memberikan pelayanan, terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai
ketentuan yang berlaku.
7

5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan


tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian
pelayanan.
6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan
yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan
kepadamasyarakat.
7. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan
dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.
8. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan
tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani.
9. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah
serta saling menghargai dan menghormati.
10. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap
besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.
11. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan
dengan biaya yang telah ditetapkan.
12. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
13. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan
yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman
kepada penerima pelayanan.
14. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan
unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan sehingga
masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-
resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan akuntabilitas BK

Dalam pelaksanaan akuntabilitas dalam bimbingan dan konseling


sangat tergantung pada faktor-faktor dari luar yang akan menghambat ataupun
mendukung pelaksanaan akuntabilitas tersebut. Menurut A Muri Yusuf (dalam
Amirah Diniaty, 2012) faktor tersebut antara lain:
1. Faktor Pendukung
a) Kepemimpinan yang memberi teladan.
8

b) Mendiskusikan program-program yang akan dilaksanakan dengan


benar dan tuntas. Sehingga dapat ditentukan dengan jelas apa tujuan
yang akan dicapai dan apa pula indikator kinerjanya.
1) Ciptakan koordinasi yang baik inter dan antar unit terkait.
2) Rumuskan standar kerja yang jelas.
3) Komunikasikan pada semua pihak tujuan dan makna akuntabilitas.
2. Faktor Penghambat.
Kegagalan implementasi akuntabilitas banyak ditentukan oleh :
a) Rendahnya kesadaran tentang akuntabilitas.
b) Kurangnya kemauan untuk menerapkan akuntabilitas.
c) Penurunan nilai-nilai normal.
d) Faktor budaya.
e) Rendahnya kualitas petugas/pejabat.
f) Krisis lingkungan.
g) Kelemahan hukum tentang akuntabilitas.
h) Usangnya teknologi. Rendahnya standar hidup masyarakat
Implikasi Pelaksanaan Akuntabilitas dan Pengawasan
Gibson & Mitchell (1981) menjelaskan bahwa akuntabilitas akan
memungkinkan konselor untuk, sebagi berikut:
1. Mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka.
2. Metode konseling dapat dipilih berdasarkan keberhasilan yang telah
ditunjukkan.
3. Melakukan identifikasi klien yang selama ini kebutuhannya belum
terpenuhi.
4. Merancang metode yang singkat untuk operasional kegiatan rutin.
5. Melakukan tukar pendapat dengan staf untuk meningkatkan pencapaian
tujuan dan mencari solusi terhadap masalah-masalah yang berkembang
Krumboltz (1974) juga mencatat bahwa kemampuan melakukan
akuntabilitas menjamin upaya konselor untuk membangun sistem
akuntabilitas yang memiliki kontribusi untuk diri mereka sendiri.
Lebih lanjut Gibson & Mitchell, 1981, mengungkapkan bahwa dengan
melaksanakan akuntabilitas, konselor belajar bagaimana untuk membantu
klien lebih efektif dan efisien, konselor akan mendapatkan:
1. Banyak masalah yang penyelesaiannya dilakukan berdasarkan
kecakapan/kompetensi yang mendorong adanya pengakuan dari
penerima layanan;
2. Meningkatnya dukungan keuangan.
3. Lebih baik dalam hubungan kerja dengan profesional lainnya.
9

4. Diakui berdiri professional.


5. Tingkat kepuasan terhadap layanan terus-menerus dilakukan yang
diarahkan kepada sasaran perbaikan (baik program maupun
implementasinya) dan adanya penghargaan yang lebih mantap.
Masalah dan Solusi
1. Masalah
Schmidt, J. J. (2003) mengemukakan bahwa adapun masalah
akuntabilitas berawal dari keengganan beberapa konselor untuk
menjelaskan akuntabilitas itu sendiri karena:
a. Kekurangan perencanaan waktu untuk melakukan assessment program
yang mereka telah programkan;
b. Adanya pertentangan antara bagaimana melakukan pengukuran dan
apa yang harus dilakukan oleh konselor;
c. Keragu-raguan tentang perbedaan antara research dan akuntabilitas;
d. Belum maksimalnya pelaksanaan akuntabilitas dari personil BK
terhadap atasannya hingga atasan belum melihat keuntungan dan
manfaat dari pelayanan BK yang diberikan terhadap siswa.
e. Adanya ketakutan mengenai hasil assessment (yang buruk) dilakukan
oleh konselor.
2. Solusi
Berhubung masalah terbesar terletak pada sumber daya manusia
(bimbingan dan konseling) itu sendiri, maka solusi yang ditawarkan juga
adalah terfokus kepada peningkatan kualitas kinerja sumber daya manusia
(bimbingan dan konseling) melalui serangkaian pelatihan dan pendidikan
lanjutan yang berbasis profesi. Hal ini juga sejalan dengan apa yang
diungkapkan Schmidt, J. J. (2003) yaitu maksud dari tujuan dari pelatihan
mengenai evaluasi yang berkaitan dengan akuntabilitas adalah:
a. Membantu konselor mendapatkan data yang dapat bermanfaat dalam
perencanaan pengembangan profesi;
b. Membantu konselor untuk membuat laporan yang sebenarnya dengan
nilai yang seimbang di sekolah;
c. Meningkatkan kesadaran personil BK untuk melakukan akuntabilitas
terhadap kinerja yang telah dilakukannya, agar pihak sekolah dapat
mengetahui manfaat pelayanan yang diberikan.
10

d. Mempersilahkan konselor untuk berpartisipasi dalam penelitian


dengan meminjamkan standar baku (kredibilitas) dan validitas untuk
bekerja di sekolah.

KEPUSTAKAAN
11

Diniaty, A. (2012). Evaluasi Bimbingan Konseling. Pekanbaru: Zanafa


Publishing.

American School Counselor Association. (2004b). Ethical standards for school


counselors. Retrieved April 20, 2018, from
http://www.schoolcounselor.org/content. asp?contentid=173

Depdiknas. (2009). Bahan Belajar Mandiri Kelompok Kerja Pengawas Sekolah


Dimensi Kompetensi Supervisi Manajerial. Dirjen PMPTK: Jakarta.

Fairchild,T.N. (1993).Accountability Practices of School Counselors: 1990


National Survey. The School Counselor, 40, 363–374.

Gibson, R. L., & Mitchell, M. H. (1981). Introduction to Counseling and


Guidance (2nd ed). New York: Mc Millan Publishing.

Gysbers, N. C., & Henderson, P. (1994). Developing and Managing Your School
Guidance Program(2nd ed.). Alexandria,VA: American Counseling
Association.

Gysbers, N. C., & Henderson, P. (2005). Developing and Managing your School
Guidance Program(4th ed). Alexandria,VA: American Counseling
Association.

Gysbers, N. C., & Henderson, P. (2006). Developing and Managing Your School
Guidance and Counseling Program (4th ed.). Alexandra,VA: American
Counseling Association.

Keputusan Menpan No. 25/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum


Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi
Pemerintah

Leithwood, K. (2005). Educational Accountability: Issues and Alternatives,


(Online), (www.saskschoolboards.ca/old/.../05-01.pdf/, diaskes 20 April
2018).

Lusky, M.B.,& Hayes, R. L. (2001).Collaborative Consultation and Program


Evaluation. Journal of Counseling & Development,79, 26–38.

Perusse, R., & Goodnough, G. E. (Eds.). (2004). Leadership, Advocacy,And


Direct Service Strategies For Professional School Counselors. Pacific
Grove, CA: Thomson Learning/Brooks/Cole.

Schmidt, J. J. (2003). Counseling in Schools: Essential services and


Comprehensive Programs (4th ed). Boston, MA.: Allyn & Bacon.
12

Sexton,T. L.,Whiston, S. C., Bleuer, J. C.,& Walz,G.R. (1997). Integrating


Outcome Research Into Counseling Practice And Training.
Alexandria,VA: American Counseling Association.

Stone, C. B., & Dahir, C. A. (2007). School Counselor Accountability: a Measure


of Student Success (2nd ed.). Upper Saddle River, NJ: Merrill Prentice Hall.

Wikipedia. (2013). Stakeholder.(Online).


(https://en.wikipedia.org/wiki/Stakeholder, diakses 20 April 2018)

YEL-YEL
13

Irama: Kampuang Nan Jauah Di Mato

Akuntabilitas dan pengawasan


Ada konsep dan syaratnya
Perlu stakeholder bimbingan konseling
Kriteria harus dipenuhi

Akuntabilitas program
Dan juga manajemen
Tingkatkan faktor pendukung
Dan hapuskan segala hambatan

Konselor yang profesional


Lakukan akuntabilitas
Tunjukkan semua aksimu
Tuntaskan semua masalah

Anda mungkin juga menyukai